Anda di halaman 1dari 10

BAB XXV

ECT
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
1.Mengenal ECT
1.1 Menggambarkan cara kerja ECT
1.2 Mengenal prosedur tindakan ECT
1.3 Menunjukkan jumlah dan interval tindakan ECT
2. Memahami ECT
2.1 Menunjukkan indikasi ECT.
2.2 Menunjukkan kontaindikasi ECT
TUJUAN AFEKTIF
1.menunjukkan perhatian pada penggunaan ECT
1.1 Menjelaskan keuntungan dan kerugian ECT
1.2 Mempersiapkan keluarga penderita terhadap prognosa penggunaan ECT.

A.PENDAHULUAN

395

Electroconvulsive therapy (ECT) adalah prosedur dimana generalized seizure


yang berlangsung selama 25 hingga 150 detik, diinduksi dengan lewatnya sebuah arus
listrik di otak dibawah anestesi umum dan pelemas otot, digunakan untuk tujuan terapi.
ECT telah benyak digunakan dalam dunia Kedokteran jiwa sejak aplikasi
pertamanya oleh Cerletti dan Bini tahun 1938, dimana di Amerika sendiri hingga saat ini
sekitar 1200 orang menjalani terapi kejang listrik.3
Masa sekarang teknik ECT sudah jauh berubah dibandingkan masa awalnya,
dimana sekarang pasien dibuat tidak sadar terlebih dahulu dengan anastesi untuk
mencegah timbulnya manfestasi dari serangan yang ditimbulkan, sehingga pasien tidak
lagi merasa takut pada saat dilumpuhkan dan saat serangan.Dengan perubahan ini
sehingga angka kematian sedikit sekali terjadi. ECT mempengaruhi sisten saraf pusat
sehingga menyebabkan perubahan dalam electroencephalogram (EEG), sekresi hormone
hypothalamus, metabolisme kalsium, biogenic amine levels, dan sensitivitas reseptor.
ECT sudah menjadi pilihan untuk terapi pasien dengan gangguan psikiatri
berat.Terapi ini cukup aman dan efektif (tingkat efektifitasnya 30-80%) dalam
penanganan depresi, mania , gangguan skozoafektif dan skiofrenia yang resisten terhadap
terapi medikasi.1,2
B.SEJARAH
Seizure yang dihasilkan oleh Kamper dahulu digunakan untuk mengobati psikosis
dan mania pada abad ke-16 oleh Philipus Paracelsus dan pada akhir abad ke-19 oleh
Leopold von Auenbrugger, W. Oliver, dan Carl Weickhardt.4 Aplikasi modern pertama
dari terapi konvulsif terjadi pada bulan Januari tahun 1934, saat Ladislas J. von Meduna,
yang tampaknya tak tahu tentang kerja para pendahulunya, mengenalkan seizure yang
diinduksi oleh kamper sebagai perawatan untuk schizophrenia. Ia menduga bahwa
schizophrenia dan epilepsy ada bersama-sama pada rasio yang lebih rendah daripada
yang diharapkan, yang ternyata tidak benar.
Dari 26 asien pertama yang dirawat oleh von Meduna, 10 orang sembuh, 3 orang
menunjukkan kemajuan, dan 13 orang tetap tak berubah. 4 Ia lalu mulai menggunakan
pentylenetetrazol (Metrazol) intravena untuk menghindari ketidak nyamanan yang
diasosiasikan dengan onset kerja yang panjang dari suntikan kamper dalam minyak
secara intramuscular.
Terapi konvulsif awalnya diasosiasikan dengan 2% kejadian fraktur anggota gerak
(ekstremitas) , 17 % kejadian dislokasi, dan 50% kejadian fraktur kompresi (compression
fracture) dari tulang belakang.2 Semua risiko tersebut dihindarkan pada saat A. E. Bennet
memperkenalkan pelemas otot dalam prosedur tersebut pada tahun 1940, dalam kasus ini
adalah kurare.
Penggunaan arus listrik untuk menginduksi seizure diperkenalkan pada bulan
April tahun 1983 oleh Ugo Cerletti dan Lucio Bini dan diimpor ke Amerika Serikat oleh

396

Lothar Kalinowsky dan yang lainnya pada tahun 1939. Bini awalnya berpikir bahwa
induksi listrik mungkin berbahaya saat sejumlah anjing mati pada percobaan awal dan
saat ia mendengar bahwa arus listrik digunakan di rumah jagal untuk membunuh hewan.
Namun ia menyadari bahwa yang menyebabkan kematian pada hewan percobaan di
laboratorium adalah arus listrik yang melewati jantung. Arus listrik yang melewati otak
tidak berbahaya dan digunakan di rumah jagal hanya untuk membuat hewan tersebut tak
sadar, sehingga mereka bisa dibunuh tanpa rasa sakit. Sejarah ini terkadang dikutip
dengan salah oleh para aktivis anti ECT untuk menunjukkan betapa berbahayanya ECT.
Pasien pertama yang menerima ECT ditemukan berjalan-jalan sendiri (wandering
around) dalam keadaan disorganized, berubah-ubah dari diam (muteness) dan mengoceh
tak karuan (incoherent gibberish), setelah diberikan rangsangan subkonvulsif untuk
mengindikasikan ketidaksadaran sebelum seizure yang sebenarnya, ia bangun (awoke)
untuk berbicara kalimat koheren (yang nyambung pertamanya: Tidak lagi! Itu akan
membunuhku!. Setelah berdiskusi, para penyelidik memutuskan bahwa pasien salah,
dan mereka memberikan rangsangan konvulsif. Pasien tersebut sembuh total setelah 11
kali perawatan dengan ECT.
Pada tahun 1957 J. C. Krantz, seorang farmakologis menemukan bahwa inhalasi
hexafluorinated diethylether (indoklon) menghasilkan konvulsi. Obat ini, pertama
digunakan sendiri namun kemudian digabung dengan sebuah obat anastesi, ditemukan
sama efektifnya dengan ECT, dan beberapa peneliti menduga bahwa obat ini dapat
berguna bagi pasien ECT-resisten.
Pada perkembangannya, para dokter menemukan bahwa ECT lebih eektif untuk
mood disorder daripada schizophrenia, dan mood disorder menjadi indikasi utama ECT.1,2
Penggunaan ECT menurun setelah pengenalan antipsikosis dan antidepresan, namun
penggunaannya telah meningkat pada beberapa tahun terakhir ini. Sekitar 50,000 hingga
100,000 pasien pertahunnya sekarang menerima ECT.3
C.KAJIAN TEORITIS
Intensitas atau dosis dari listrik yang digunakan diukur dalam unit charge (detikmiliampere atau milicoulomb) atau energi (watt-detik atau joule). Pada tubuh manusia,
tahanan terhadap arus listrik disbut impedensi, dimana untuk alasan praktek adalah sama
dengan tahanan elektris pada model lainnya. Impedensi ditentukan oleh kualitas kontak
antara elektroda dan kulit dan sifat dari jaringan; otak memiliki impedensi yang rendah,
sementara tengkorak kepala tinggi. Berurusan dengan impedensi adalah masalah teknis
umum dalam ECT.7
Mesin ECT mempertahankan arus, voltase, atau energi pada level konstan dengan
mengubah/memvariasikan parameter lainnya.
D.MEKANISME KERJA
Tidak ada bukti yang ada bagi hipotesis bahwa ECT efektif karena dianggap
sebagai hukuman atau bahwa ECT meningkatkan represi dengan menciptakan

397

kebingungan.2 Sebagaimana dilakukan sekarang ini, prosedurnya tidaklah menyakitkan


atau menakutkan, dan kebingungan serta lupa tidaklah diperlukan untuk respon terapi.
Beberapa kerja biologis dari ECT adalah sama dengan beberapa obat-obatan
premedikasi. Namun, ECT dan antidepresan memiliki perbedaan klinis dan psikologis
yang membuatnya sulit untuk meringkas/infer mekanisme umum dari tindakan pada
depresi. Keefektifan ECT dalam kondisi dimana antidepresan tidak dapat digunakan,
seperti mania dan delirium, mungkin dihubungkan dengan kerja yang berbeda dari efek
antidepresannya.
Peranan Seizure
Seizure harus terjadi untuk efektifnya ECT, setidaknya pada depresi, walaupun tak
jadi masalah apakah dihasilkan secara elektrik atau kimiawi. ECT tidaklah efektif bila
seizure diblok/dihalangi/ditahan. Walaupun sebuah seizure adalah perlu bagi keefektifan
ECT pada depresi, hal ini mungkin tidak cukup. Efek terapetik dari seizure berkurang bila
stimulus yang memproduksi mereka tidaklah cukup diatas ambang seizure, terutama
untuk ECT unilateral. Harus diingat bahwa produksi seizure adalag fenomena all-ornothing, sehingga stimulus berintensitas tinggi tidak selalu memperoduksi seizure yang
lama. Namun,tidak semua bagian otak memiliki ambang seizure yang sama,dan dosis
stimulus yang tinggi dapat mematikan generalisasi seizure pada struktur subkortikal yang
relevan.
Aksi antikonvulsan dari ECT dapat menjadi relevan secara terapetik bila ia
menekan aktivitas abnormal yang menstimulasi kedalam pusat limbic dengan mengalami
atau mengulangi kondisi mood yang abnormal. Pernyataan ini menerima sejumlah
dukungan dari pengamatan bahwa, seperti ECT, obat antikonvulsan seperti
carbamezapine (Tegretol) dan asam valproat (Depakene, Depakote), memilik sifat
antimanik, walaupun efek antidepresan jangka-pendek mereka tidaklah bagus. Probigade,
sebuah agonis GABA yang seharusnya merupakan antikonvulsan, adalah sebuah
antidepresan, namun benzodiazepin seperti diazepam (Valium), yang jelas-jelas
merupakan antikonvusan, tidaklah berguna untuk depresi yang parah, dan antidepresan
lebih cenderung menurunkan daripada menaikkan ambang seizure.7
E.TEKNIK
ECT biasanya dilakukan dangan tim yang terdiri dari tiga orang psikiatris (tak
harus yang merupakan dokter utama pasien), ahli anestesi, dan perawat (nursing
assistant).
Informed consent
Adalah penting untuk membuat pasien yang ditawarkan untuk mengikuti ECT
mengerti akan penyakit mereka, sifat sebenarnya dari perawatan ini, kenapa ECT
direkomendasikan, efek samping dan keuntungan yang potensial, perawatan aternatif
(termasuk tanpa perawatan), dan konsekuensi bila tidak memakai ECT. Consent bagi
pasien psikosis adalah sah bila pasien mampu mengerti semua hal tersebut. Consent form
dan video dapat dipakai untuk menjelaskan pada pasien secara lebih mendetail, namun
diskusi dengan pasien dan dokumentasi informed consent yang sah harus tetap dilakukan.

398

Evaluasi pra-perawatan
Sebelum ECT, pasien melakukan evaluasi psikiatris, medis, neurologist, dan
anestesiologis. Beberapa ahli merekomendasikan electrocardiogram, hitung darah
lengkap dan penentuan elektrolit, begitu pula dengan pemeriksaan dental bagi pasien
lansia. Tes special, seperti pemetaan-otak atau x-ray tulang belakang hanya dilakukan bila
pemeriksaan klinis menunjukkan abormalitas (contoh: penyakit tulang belakang unuk xray).
Persiapan Pasien
Pasien berpuasa enam jam sebelum dilakukan ECT. Pada area perawatan mulut
pasien diperiksa untuk mencari adanya benda asing, dan IV line dimasukkan kedalam
vena tangan atau lengan. Sesaat sebelum pelaksanaan stimulus listrik dimasukkan
pelindung mulut (bite block, yang seperti punya petinju). Oksigenasi dipertahankan
denga 5 liter permenit dengan oksigen 100% dari awal anestesi hingga timbulnya
pernapasan buatan. Peralatan untuk penanganan darurat jalan nafas harus disiapkan.
Medikasi selama ECT
Obat-obatan muskarinik antikolinergik digunakan untuk mengeringkan sekresi
dan memblok bradiaritmia dan asistole yang terjadi secara vagal. Atropine (Lomotil)
adalah antikolinergis yang paling sering dipakai selama ECT. Glycopyrrolate (Robinul)
lebih kurang melewati blod-brain barier namun kurang efisien dalam mempengaruhi
kecepatan dan irama jantung.
Anastetik kerja-pendek adalah penting untuk mencegah ketidaknyamanan yang
diasosiasikan dengan ECT. Methoxital (Brevitol) adalah yang digunakan paling luas
karena diasosiasikan dengan kejadian aritmia postictal yang lebih rendah dibandingkan
dengan Thiopental (Pentothal). Etomidate tidak meningkatkan ambang seizure dan
mungkin berguna dengan pasien lansia yang yang sulit mendapatkan seizure. Ketamine
(Ketalar) tidak meningkatkan ambang seizure dan dapat dipakai intramuscular, namun
seringkali menyebabkan psikosis postictal dan mempengaruhi kondisi kesadaran.
Alfentanil (Alfenta) seringkali diberikan bersama methohextal untuk mengurangi dosis
barbiturate.
Pelemas otot skeletal, yang digunakan untuk memblok konvulsi motorik,
digunakan segera setelah pasien tidak sadar dengan sebuah airway yang dimasukkan.
Pelemas otot yang paling sering digunakan adalah succinylcholine (Anecine).
Tubocurarine terkadang diberikan sesaat sebelum succinylcholine untuk mencegah
myalgia dab kenaikan dalam konsentrasi serum potassium dan enzim otot. Bila terdapat
defisiensi pseudocholinesterase, dapat dipakai atracrium (Tracrium) atau curare.
Peletakan Elektroda
Pada ECT bilateral, elektroda diletakkan pada tiap sisi kepala dalam lokasi
frontotemporal sekitar satu inci diatas titik tengah dari gari antara tragus telinga hingga
kantus eksternal dari mata. Peletakkan bilateral seringkali direkomendasikan sebaga
pendekatan pertama pada pasien dengan indikasi seperti yang tertera di table 1.1

399

Tabel 1.1
Indikasi untuk ECT bilateral4
Kelainan depresif yang parah
Agitasi
Kelaianan depresif mayor dengan fitur psikotik
Risiko bunuh diri yang segera
Episode manik
Stupor catatonic
Skizofrenia yang resisten terhadap perawatan
Penyakit Parkinson
Masalah medis yang berhubungan yang memerlukan beberapa pajanan anestetik

Pada ECT unilateral, kedua elektroda biasanya diletakkan pada sisi kanan dari
kepala. Lokasi yang paling umum adalah peletakan dElia, dimana satu elektroda berada
pada posisi frontotemporal standard dan yang lainnya berada satu inci sisi lateral dari
vertex tengkorak. ECT unilateral direkomendasikan sebagai perawatan awal pada banyak
situasi yang tak rumit/uncomplicated.
Intensitas Stimulus
Spesialis sering merekomendasikan rangsangan listrik yang diberikan sebesar
50% atau 200% (tiga kali lipat) dari ambang seizure.7 Intensitas stimulus yang lebih
tinggi meningkatkan keefektifan ECT unilateral kanan, namun tak selalu pada bilateral.
Ambang seizure lebih besar pada pasien pria dan lansia daripada wanita dan usia muda,
dan lebih rendah pada pasien manik daripada pasien depresi. Ambang seizure juga lebih
tinggi untuk ECT bilateral dibandingkan unilateral kanan dan meningkat dengan
peningkatan ukuran kepala.
Monitoring Seizure
EEG monitoring adalah cara yang paling akurat untuk memonitor durasi seizure.
Generalisasi seizure tak dapat dinilai langsung tapi dapat distimulasikan dari derajat
supresi EEG postictal. Pengukuran generalisasi seizure yang mungkin lainnya dapat
berupa perlambatan EEG interictal, peningatan 5 hingga 10 kali pada konsentrasi serum
prolaktin yang memuncak sekitar 20 menit setelah sebuah seizure, persistansi takikardia
yang diinduksi oleh ECT, dan korelasi yang positif diantara berbagai pengukuran dari
durasi seizure.7
Masa perawatan
ECT biasanya diberikan dua atau tiga kali perminggu. Jadwal dua kali seminggu
menghasilkan kehilangan memori kumulatif yang lebih sedikit daripada jadwal tiga kali
seminggu. Jumlah perawatan ECT yang efektif bagi mania berkisar antara 8 hingga 20,
skizpfrenia 17 atau lebih, sementara katatonia, delirium dan kondisi kebingungan
psikogenik seringkali memberikan respon pada 1-4 perawatan.
Pengalaman klinis menyarankan penggunaan ECT terus dilakukan hingga pasien
telah menunjukkan respon maksimal. Bila pasien telah merespon pada beberapa
perawatan, perawatan ECT selanjutnya ditahan, dan pasien diobservasi untuk bukti-bukti

400

perlunya perawatan lebih lanjut.ECT tidak dilakukan lagi pada pasien dengan kemajuan
pasial namun substansial tetapi menunjukkan tidak adanya perubahan setelah dua kali
perawatan berikutnya dan pada pasien yang tak bereaksi sama sekali setelah 6-10
perawatan dengan setidaknya beberapa penanganan bilateral.
ECT Monitored multipel.
ECT ganda yang dimonitor terdiri dari seizure multiple yang diinduksi pada satu
sesi saja. Beberapa bukti menunjukkan bahwa induksi dua seizure bilateral berselang satu
atau dua menit untuk membiarkan adanya periode refraktoris dapat membuat kemajuan
yang lebih cepat pada pasien yang sakit parah, manik, dan pasien dengan risiko anestetik
yang tinggi.
Resisten ECT
Dosis rangsang yang tak cukup dapat membuat Pasien menjadi resisten terhadap
ECT. Bila ECT unilateral pada dosis rangsang yang cukup tak efektif, ECT bilateral
mungkin dapat berhasil.
F.INDIKASI
Depresi
Indikasi primer bagi ECT adalah kelainan depresif mayor. ECT adalah perawatan
pertama bagi pasien yang sangat tertekan yang memerlukan respon cepat karena risiko
bunuh diri atau pembunuhan yang tinggi, agitasi ekstrim, inanition, atau stupor. Subtipe
depresif (contohnya, melankolik vs nonmelankolik, bipolar vs unipolar) biasanya tidak
mereson berbeda pada ECT dengan pengecualian dari depresi sekunder, dimana remisi
setelah ECT tidaklah sekomplit pad depresi primernya.
Kelainan mood karena kondisi medis yang umum dan depresi setelah trombosis cerebral
juga memberikan raksi terhadap ECT.
Table 1.2 2
Persamaan dan perbedaan antara ECT dan antidepresan: kapasitas untuk menginduksi mania dan downregulation/regulasi bawah dari B-reseptor
Antidepresan
ECT
Down regulation dari b-reseptor memerlukan Down regulation dari b-reseptor tidak tergantung
system serotonin yang utuh
pada sistem serotonin yang utuh
Tidak efektif untuk depresi psikosis
efektif untuk depresi psikosis
Tidak memiliki efektifitas untuk manik
Efektif sebagai antimanik
Tak berguna untuk katatonia, skiofrenia dan efektif untuk beberapa pasien katatonia,
delirium
skizofrenia dan delirium
Kurang efektif untuk penanganan depresi yang efektif untuk penanganan depresi yang resisten
resisten
Down regulation terhadap reseptor 5-HT2
Up regulation terhadap reseptor 5-HT2

Mania
ECT sama atau lebih efektif daripada lithium dalam perawatan episode manik.
Review tahun 1993 menyatakan bahwa 5 hingga 7 perbandingan langsung menunjukkan
bahwa ECT lebih efektif daripada antidepresan dalam penanganan episode depresif
mayor pada kelainan bipolar.5
Schizophrenia

401

ECT tidaklah efektif untuk skizofren kronis. Namun pasien dengan epsiode
skizofren yang cukup jauh yang tak muncul selama beberapa tahun dapat menunjukkan
kemajuan dengan ECT bilateral.
Katatonia
Sejumlah kecil perawatan ECT seringkali membalikkan/reverse katatonia. ECT
merupakan perawatan yang paling cepat dan paling efektif untuk lethal catatonia,
sindrom yang diperburuk oleh antipsikosis dan diasosiasikan dengan penyakit
neurological, endokrin, dan sistemis
Kelainan psikiatrik primer lainnya
ECT digunakan dengan sukses untuk cycloid psikosis. Atypical psikosis juga
memberikan respon dengan ECT. Beberapa dokter menyatakan ECT telah digunakan
dengan sukses pada kelainan obsesif-kompulsif yang parah, anorexia nervosa, dan
kelainan nyeri kronis, namun semuanya bukanlah indikasi untuk ECT.
Delirium
Walaupun sindrom mental organic yang akut merupakan efek samping dari ECT,
namun setelah menyelidiki berbagai laporan yang menyatakan keefektifan ECT untuk
membalikkan delirium dari kondisi tertentu sebuah tim kerja ada tahun 1990 mengakui
delirium sebagai salah satu indikasi untuk ECT.
Penyakit neurologis
ECT telah ditemukan berguna bagi penyakit Parkinson, dan terutama efektif
dalam memperpanjang durasi sadar bagi pasien dengan fenomena on-off. Pasien epilepsy
yang berada diantara (1) periode frekuensi seizure yang menurun, normalisasi dari EEG
dan psikosi, dan (2) resolusi dari gejala psikosis dengan kembalinya seizure (psikosis
yang berubah) juga menunjukkan kemajuan dengan ECT.
G.POPULASI KHUSUS
Pasien lansia yang lebih sulit mentoleransi antidepresan dibandingkan orang
muda seringkali merupakan kandidat untuk ECT. Berdasarkan literature tentang ECT
ditemukan pasien muda berusia sekitar 11-20 tahun, bahkan ada pasien yang berusia 5
tahun. ECT juga aman digunakan dalam seluruh trimester kehamilan
H.KOMPLIKASI
Tingkat kematian dengan ECT adalah 0.002% per perawatan dan 0.001 persen per
2
pasien. Sekitar 2 per 3 kematian yang terjadi segera setelah ECT adalah karena
kardiovaskular.2,3
Efek samping kardiovaskular
Induksi dari anestesi biasanya menyebabkan peningkatan sementara dalam detak
jantung, ECT diasosiasikan dengan hipertensi sistemik sementara yang dihasilkan oleh
stimulasi system saraf simpatis.
Seizure yang terlewat
Seizure dapat tertunda 20-40 detik setelah stimulasi, bila seizure tidak terjadi
setelah 40 detik, koneksi elektroda dan impendensi dicek ulang, dan pasien distimulasi
kembali dengan intensitas stimulus 25-100% lebih besar dari stimulus awal, maksimal 4
stimulasi per sesi.2
Seizure yang tak cukup/inadequate

402

Bila seizure berlangsung kurang dari 20 detik, dokter biasanya menunggu 60-90
detik, kemudian memberikan intensitas stimulus yang lebih besar. Bila pendekatan
tersebut gagal, dapat dipakai tehnik untuk seizure yang terlewat.
Seizure yang bekepanjangan
Seizure yang berlangsung lebih dari 180 detik dapat membawa menuju
kebingungan postictal dan amnesia. Seizure tersebut dapat dihilangkan dengan dosis
tambahan dari anastesi barbiturate atau benzodiasepin IV.
Sakit otot
Nyeri otot dikarenakan fasikulasi karena suksinilkolin dapat dihindari dengan
memberikan 3-4.5 mg curare atau atracurium sebelum suksinilkolin
Delirium postictal dan interictal
Disorientasi, kebingungan, dan perlambatan EEG pada periode postictal dan
interictal dapat membawa menuju interupsi ECT 50% dari waktu dalam studi terakhir.
Delirium hilang dalam hitungan hari dan minggu pada penyelesaian ECT dalam urutan
orang, tempat dan waktu.
Kehilangan ingatan
Walaupun tampaknya sama, depresi tampaknya diasosiasikan dengan kerusakan
penerimaan informasi baru, sementara ECT menyebabkan gangguan sementara dalam
penahanan/retensi informasi baru. Amnesia karena ETC sendiri cenderung mengalami
kemajuan setelah tiap perawatan, namun pengembalian ingatannya selama perawatan
tidaklah lengkap dan menyebabkan kerusakan kumulatif. Semua masalah ingatan adalah
paling umum dengan ECT bilateral, stimulasi diatas jauh ambang rangsang, dan bentuk
gelombang sinusoidal.4
I.KONTRAINDIKASI
Lesi space-occupying
Risiko utama ECT terhadap pasien dengan lesi space-occupying adalah
peningkatan aliran darah cerebral dan permeabilitas sawar darah otak terhadap air yang
diasosiasikan terhadap perawatan dapat menciptakan edema berlebih disekitar lesi dan
menyebabkan herniasi. Perawatan agresif dengan hipertensi selama ECT dan penggunaan
profilaktik dexamethsone (decadron) dapat mengurangi risiko.
Tekanan intracranial yang tinggi
Penaikan tekanan intracranial yang terjadi selama ECT dapat diduga
memperburuk tekanan intracranial yang tinggi.
Perdarahan intracerebral
Peningkatan dalam tekanan darah dan aliran darah cerebral dapat menyebabkan
pasien mengalami aneurisma tak stabil, kejadian cerebrovaskcular hemoragik yang
berevolusi, atau malformasi vaskulat dalam risiko perdaraan kembali, terutama dengan
ECT ganda yang dimonitor. Namun tak ada laporan bahwa hal tersebut terjadi bila ECT
dilakukan sebulan setelah kejadian cerebrovascular.
Infark myocardial yang baru terjadi
Bila fungsi jantung tak stabil, pasien berisiko akan adanya reinfarksi, gagal
jantung, aritmia ventricular, dan cardiac rupture yang disebabkan oleh perubahan
kardiovaskular oleh ECT. Risiko ini lebih besar selama 10 hari setelah infarksi dan hilang

403

seluruhnya setelah tiga bulan. Bila tidak mungkin menunda ECT, harus disediakan
oksigenasi yang maksimal dan diberikan antihipertensi dan antiaritmia.
Kondisi lain-lain
Beberapa situasi lainnya juga memerlukan control tekanan darah atau pengaturan anastesi
yang teliti selama ECT, yaitu feokromositoma, pelepasan,detachment retina, dan risiko
anestesi yang tinggi.
J.KESIMPULAN
Terapi kejang listrik terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun mulai
dari saat ditemukanya pertama kali hingga saat ini. Di Amerika Sarikat, setelah sempat
mengalami berbagai hambatan dari para tokoh social yang menganggap bahwa terapi
kejang listrik merupakan terapi yang tidak manusiawi, pada akhirnya terapi inipun
digunakan kembali dengan berbagai modifikasi baru.
Tarapi kejang listrik ini cukup efektif dalam penanganan pasien dengan gangguan
depresi berat , dimana perbaikan terlihat hampir pada 80-90% kasus.2 Pemakaian untuk
skizofrenia juga memberikan perbaikan walaupun masih ada pertentangan berbagai
pihak.
Sebelum dilaksanakannya ECT banyak prosedur- prosedur yang terlebih dahulu
harus dilakukan diantaranya pengisian inform consent, dimana pasien dan keluarga harus
dapat mengetahui keuntungan dan efek samping dengan dilaksanakanya terapi ECT
ini.Salah satu efek sampingnya adalah kebingungan atau kehilangan ingatan.Tapi hal ini
dapat dihindari dengan usaha diantaranya menggunankan ECT unilateral, intensitas
Pemberian ECT dikurangi, tidak menambahkan lithium dan lain sebagainya.
Perkembangan terakhir ialah dengan dirancangnya Magnetic Seizures Therapy
(MST) yang merupakan stimulasi konvulsi transkranial yang mempunyai kemampuan
dan efek serta hasil yang lebih memuaskan dari pemakaian ECT. Keuntungan paling
nyata pemakaian MST ialah pada efek samping dan pengaruh terhadapap fungsi kognitif
yang lebih kecil dari ECT.

404

Anda mungkin juga menyukai