Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 30 TAHUN DENGAN HIDRONEFROSIS grade III


DEXTRA e.c URETEROLITIASIS DEXTRA

BAB I
MEDICAL RECORD
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. B

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Beton, 3/2 siman Ponorogo

Datang di RS

: Tanggal 1 April 2013

Tanggal periksa

: Tanggal 3 April 2013

No.CM

: 28 xx xx

B. DATA DASAR
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 April 2013
1. Keluhan Utama : Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Dr. Harjono Ponorogo pada tanggal 3
April 2013 pukul 17.30 WIB dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan semakin
memberat pada saat aktivitas dan terasa membaik bila pasien beristirahat.
Lemas disertai dengan nyeri pinggang kanan yang dirasakan hilang timbul
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku sering nyeri pinggang sejak
pulang dari Malaysia sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Selain lemas dan nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh
mual mual tapi tidak sampai muntah. Keluhan BAK (kencing menetes,
anyang-anyangan), air kencing berwarna kuning kemerahan sejak 3 hari
dan tidak pernah terdapat pasir atau batu.
Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien mengkonsumsi obat
dari dokter selama 1 bulan dengan diagnosis batu saluran kemih. Namun,
karena rasa sakitnya tidak kunjung membaik, dan pasien semakin lemas
kemudian memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Diabetes Melitus

: disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal

c. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal


d. Riwayat kencing batu

: disangkal

e. Riwayat asma

: disangkal

f. Riwayat sakit jantung

: disangkal

g. Riwayat kontak TB

: disangkal

h. Riwayat terapi OAT

: disangkal

i. Riwayat sakit saluran kemih

: (+) 1 bulan yang lalu

j. Riwayat opname

: disangkal

k. Riwayat operasi

: disangkal

l. Riwayat trauma

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa

: disangkal

b. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal


c. Riwayat Diabetes Melitus

: disangkal

d. Riwayat sakit darah tinggi

: disangkal

e. Riwayat TB

: disangkal

f. Riwayat sakit jantung

: disangkal

g. Riwayat sakit ginjal

: disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat minum jamu tradisional

: (+) 1 kali seminggu

b. Riwayat olahraga teratur

: disangkal

c. Riwayat minum suplemen

: (+) 3 kali sehari

d. Riwayat konsumsi alkohol

: disangkal

e. Riwayat konsumsi obat bebas

: (+) obat warung

f. Riwayat merokok

: (+)

6. Riwayat Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Gizi


Pasien adalah seorang laki-laki yang berstatus menikah berumur 30
tahun. Pasien merupakan mantan TKI yang sekarang menjadi buruh tani.
Pasien tinggal dengan istrinya dan kedua orangtuanya. Sebelum sakit
pasien makan sehari rata-rata 1-2 kali, karena tidak nafsu makan dengan
porsi kurang dengan nasi, lauk (tempe, tahu, putih telur, sayur). Pasien
jarang mengkonsumsi buah dan sedikit minum air putih. Pasien berobat
dengan fasilitas umum.

7. Anamnesis Sistem
a. Keluhan utama

: lemas

b. Sistem saraf pusat

: kaku kuduk (-), kejang (-), sakit


kepala (-), nyeri tengkuk (-)

c. Sistem Indera
- Mata

: berkunang-kunang (-), kuning (-), pandangan dobel


(-),

penglihatan

kabur

(-),

pandangan berputar (-), bengkak


sekitar mata (-)
- Hidung

: mimisan (-), pilek (-)

- Telinga

pendengaran

berkurang

(-),

berdenging (-) keluar cairan (-),


darah (-)
d. Kepala

: rambut rontok (-), wajah bengkak (-)


3

e. Mulut

: sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi


goyah dan tanggal (-)

f. Tenggorokan

: sakit menelan (-), suara serak (-),


gatal (-), tenggorokan terasa
panas (-).

g. Sistem respirasi

: sesak nafas (-), batuk (-), batuk


darah

(-),

mengi

(-),

tidur

mendengkur (-)
h. Sistem kardiovaskuler

: sesak nafas saat beraktivitas (-),


nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

i. Sistem gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), sakit perut


(-), tidak buang air besar (-), perut
sebah (-), mbeseseg (-), kembung
(-), nafsu makan berkurang (+),
ampeg (-)

j. Sistem muskuloskeletal

: kaku (-), badan lemas (+), mudah


lelah (+), badan terasa berat (-)

k. Sistem genitourinaria

: kencing sedikit (+), air kencing


berwarna

merah

(-),

nyeri

pinggang (+), keluar darah (-),


kencing nanah (-), sulit memulai
kencing (-), kencing keluar batu (-)
l. Ekstremitas atas

: luka (-), nyeri (-), kaku (-), tremor


(-), ujung jari terasa dingin (-),
kesemutan (-), bengkak (-), sakit
sendi (-), berkeringat (-)

m. Ekstremitas bawah

: nyeri gerak (-), kaku (-), bengkak


(-), tremor (-), ujung jari terasa
dingin (-), kesemutan (-), luka (-),
berkeringat (+)

n. Sistem neuropsikiatri

: kejang (-), gelisah (-), kesemutan


(-), mengigau (-), emosi tidak
stabil (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
KU

: Lemah

Kesadaran: Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)


Gizi

: Cukup

Vital signs
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 76 x/menit

Respirasi rate

: 20 x/menit

Suhu

: 36,80C

Kulit
Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas
garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-),
berkeringat (+).

Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna campuran hitam dan putih, mudah rontok
(-), luka (-).

Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), moon face (-).

Mata
Konjungtiva bulbi pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal,
oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).

Telinga
Sekret (sde), darah (-), nyeri tekan mastoid (sde) gangguan fungsi
pendengaran (sde)

Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (sde)

Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid
(-), papil lidah atropi (sde), luka pada sudut bibir (-)

Leher
sde, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-).

Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-).
Jantung :
Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak di sepanjang SIC V 2 cm medial linea
midclavicula sinistra sampai SIC V linea aksilaris media.
Palpasi
Ictus kordis kuat angkat di SIC V linea aksilaris media.
Perkusi
Batas kiri jantung:
Atas : SIC III sinistra di sisi lateral linea parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V sinistra di linea midclavicula sinistra .
Batas kanan jantung:
Atas : SIC III dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, intensitas BJ I sama dengan BJ II, tidak
terdengar bising sistolik maupun diastolic, tidak ada suara tambahan.
Pulmo :
Inspeksi
6

Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan gerak ke dua sisi
paru, retraksi dinding dada (-), spider nevi (-).
Palpasi

Ketinggalan gerak :
Anterior :

Posterior :

Fremitus:
Anterior :

Posterior :

Perkusi
Anterior :

Posterior :

Auskultasi
Anterior :

Posterior :

Suara Tambahan :Wheezing (-/-) Ronki basah halus (-/-) dikedua lapang paru.

Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-),


sikatrik bekas operasi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani, pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok


kostovertebra (+)

Palpasi

: Supel, hepar tidak teraba membesar, ginjal teraba


membesar, defans muskular (-), nyeri tekan suprapubik (-),

Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), bladder tidak teraba penuh,
terpasang Dower catether sehari terisi 2 kantong urine bag, urin kuning
kemerahan (+), lendir (-), nanah (-). Batu/Kristal (-)

Ekstremitas :
Superior dekstra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-),eritem
palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat
(-), jari tabuh (-), nyeri tekan (-), nyeri gerak (-),
deformitas (-), parese (-)
Superior sinistra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-),eritema
palmaris (-), luka (-), ikterik (-) , spoon nail (-), kuku pucat
(-), jari tabuh (-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-),
deformitas (-), parese (-)
Inferior dekstra

: oedem (-), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis
(-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris
(-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
deformitas (-), plegi (-)

Inferior sinistra : oedem (-), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis
(-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris (-), ikterik
(-), spoon nail (-), jari tabuh (-), deformitas (-), plegi (-)

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap ( 2 April 2013)
No
1.

Parameter
WBC

Hasil
5, 0 x
10^3/UL

Nilai Normal
4,0-10,0

2.

Lymph#

0,8 x 10^3/UL

0,8-4,0

3.

Mid #

0,1 x 10^3/UL

0,1-0,9

4.

Gran #

4,1 x 10^3/UL

2,0-7,0

5.

Lymph %

16,2 %

20,0-40,0

6.

Mid %

2,8 %

3,0-9,0

7.

Gran %

81,0 %

50,0-70,0

8.

HGB

7,8 g/dl

11,0-16,0

9.

RBC

3,12 x

3,50-5,50

10.

HCT

10^6/UL
24,3 %

37,0-50,0

11.

MCV

77,9 fL

82,0-95,0

12.

MCH

25,0 pg

27,0-31,0

13.

MCHC

32,0 g/dl

32,0-36,0

14.

RDW-CV

16,4 %

11,5-14,5

15.

RDW-SD

47,8 fL

35,0-56,0

16.

PLT

142 x

100-300

17.

MPV

10^3/UL
7,4 fL

7,0-11,0

18.

PDW

16,9

15,0-17,0

19.

PCT

0, 105 %

0,108-0,282

b. Pemeriksaan Kimia Darah


No
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14

Parameter
DBIL
TBIL
SGOT
SGPT
ALP
Gama GT
Albumin
Globulin
Urea
Kreatinin
Asam urat
Kolesterol
Trigliserid

Hasil
0.27
0.59
67.1
44,3
102,1
6,8
2.4
4.4
37.61
1,27
5
116
301

Nilai Normal
0-0.35
0.2-1.2
0-31
0-31
98-279
8-34
3.5-5.5
2-3.9
10-50
0.7-1.2
2.4-5.7
140-200
36-165

c. Ultrasonografi (USG)
Hasil pemeriksaan:
Ren dextra: ukuran membesar, intensitas Echo corteks normal, batas
corteks medula jelas, tampak ekstasis berat PCS, tidak tampak batu.
Ren sinistra: ukuran membesar, intensitas Echo corteks normal, batas
corteks medula jelas, tampak ekstasis PCS, tidak tampak batu.
Vesika Urinaria: ukuran normal, tidak tampak batu.
b.

Rongent Abdomen
Keterangan:
Opasitas yang pada foto polos terletak
pada kavum pelvis dexra, berada pada
struktur ureter kanan distal.

10

2.

DIAGNOSIS BANDING
-

Infeksi Saluran Kemih

3. PENATALAKSANAAN
- Tranfusi PRC 1 kolf/hari
-

Infus Nacl 1 flash / hari

Infus D5 1 flash / hari

Cefotaxime 3x1gr

Ketorolac 2x1 amp prn

Gemfibrosil 1x300mg / hari

4. PLANNING
- IVP
- UL
- Blood Smear
- ESWL
VI. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING

IV.

Hidronefrosis

Ureterolithiasis

Anemia e.c perdarahan

Infeksi Saluran Kemih

POMR (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD)

Daftar
Problem
Masalah
1. Lemas, mudah Anemia
lelah, CA (+), hipokromik
ektremitas
mikrositik
pucat (+), urin
kemerahan

Assesment
Anemia e.c
perdarahan

11

Planning
Diagnosa
-Blood
smear
-SI-TIBC

Planning
Terapi
- Transfusi
PRC 1
kolf/hari
selama 4 hr
- Diet TKTP

Planning
Monitoring
-DL
-Klinis &
KU pasien

Hb : 7,8
Eritrosit : 3,12
Hct : 24,3
MCV : 77,9
MCH : 25,0
2. Nyeri
pinggang
kanan, BAK
kurang lancr
nyeri tekan regio
lumbal dextra,
renal
dextra
teraba
membesar,
USG
:
hidronefrosis
grade III dextra
BOF
:
ureterolitiasis
dextra
3. Trigliserid
meningkat =
301

Kolik renal
Oliguria
Hidronefrosis
ureterolitiasis

Trigliseridem
ia

Hidronefros -IVP
is grade III -UL
dextra e.c
ureterolitias
is dextra

- Infus Nacl 1
flash / hari
- Infus D5 1
flash / hari
- Cefotaxime
3x1gr
-Ketorolac
2x1 amp prn
-ESWL

Klinis & KU
pasien
Balance
cairan

Dislipidemi
a

Gemfibrosil
1x300mg /
hari

Fungsi hati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
URETEROLITIASIS
A. DEFINISI
Batu saluran kemih didefinisikan sebagai zat yang tidak larut yang
terbentuk dari unsur yang ada dalam urin. Terdiri dari kristaloid batu

12

kebanyakan di saluran bagian atas, yaitu sebesar 2% dari populasi.


(Gardiner, R. 2006)
Batu saluran kemih dibentuk oleh pengendapan zat terlarut kemih
berbagai saluran kemih. Mengandung kalsium oksalat (60%), fosfat
sebagai campuran kalsium fosfat, amonium dan magnesium,asamurat (5%)
dan sistin(1%). (Grace, P.A., Borley, N.R. 2006)
B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah

sesuai

dengan

perkembangan

kehidupan

suatu

bangsa.

Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai


negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang
terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di
kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang
dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat
jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar
12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan
pada wanita daripada pria. (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available :
http://viryacarvalho.com/index.php?
view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf)

13

INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU

India USA

Japan UK

Calcium Oxalate Murni

86.1

33

17.4

39.4

Calcium Oxalate bercampur 4.9


Phosphate

34

50.8

20.2

Magnesium Ammonium
Phosphate (Struvite )

2.7

15

17.4

15.4

Asam Urat

1.2

8.0

4.4

8.0

Cystine

0.4

3.0

1.0

2.8

C. ETIOLOGI
Batu saluran kemih dibagi menjadi batu infektif dan metabolisme.
Batu infeksi disebabkan oleh bakteri, sebagian besar spesies Proteus
mengandung enzim urease, yang memecah urea untuk membentuk
kompleks tak larut magnesium-amonium-kalsium fosfat. Bakteri menjadi
tertanam di batu-batu ini, yang membentuk cor atau staghorn kalkuli di
pelves ginjal untuk menghasilkan kombinasi obstruksi dan infeksi dengan
kerusakan strukturginjal. (Gardiner, R. 2006)
Sebagian besar batu metabolik mengandung kalsium (dalam
kombinasi dengan oksalat dan / atau fosfat) dan, tidak seperti kebanyakan
batu empedu, yaitu radioopak pada polos X-ray. Sering merupakan
kerentanan keluarga. Meskipun etiologinya adalah multifaktorial, kondisi
predisposisi yang jelas seperti hiperparatiroidis meprimer, penyakit Paget
dan demineralisasi kondisi tulang, hipertiroid, sarkoidosis, fungsi ileum
terganggu, asidosis dan kelaianan tubulus ginjal diidentifikasi pada
sebagian kecil pasien. (Gardiner, R. 2006)
Batu asam urat adalah radiolusen. Pasien dengan gout dan klinis
ditandai dengan katabolisme protein yang cepat beresiko pembentukan
batu urat. Batu urat menyebabkan pH urin selalu lebih rendah dari 6,5.
Batu sistin murni juga membentuk asam dalam urin. Batu sistin (sekitar
14

3% dari kalkuli) samar-samar apabila diidentifikasi pada radiografi polos.


Kelainan ini diwariskan dalam mode resesif autosomal. Prinsip-prinsip
pembentukan batu di sebagian besar pasien, yang tidak mempunyai faktor
predisposisi klinis, dapat dipertimbangkan dalam hal hipersekresi dan
hiperkonsentrasi zat terlarut, faktor anatomi termasuk benda asing menjadi
sebuah nidus,peran zat inhibitor, dan bagian yang dimainkanoleh makro
molekul matriks dan curah hujan kristaldan agregasi. (Gardiner, R. 2006)
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik).

Secara

epidemiologis

terdapat

beberapa

faktor

yang

mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktorfaktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya. (Purnomo, B.B., 2008)
Faktor intrinsik itu antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usian30-50 tahun
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik antara lain :
1.Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikemal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapa meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsirm mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannnya
banyak atau kurang aktivitas atau sedentary life.
(Purnomo, B.B., 2008)
15

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur

kalsium

oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amoniumfosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).
(Emedicine. 2011)
1. Batu Kalsium
Banyak dijumpai pada laki-laki. Batu jenis ini dijumpai lebih dari
80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun
fosfat.

Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat.


Etiologi :
1.

Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab
terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :
a. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme

2.

primer atau pada tumor paratiroid.


Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
usus pasca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi
16

makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman
3.

soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.
Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urin melebihi 850

4.

mg/24 jam.
Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga
menghalangi

kalsium

berikatan

dengan

oksalat

atau

fosfat.

Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal,


sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam
5.

waktu lama.
Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai
inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium
bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga
mencegah ikatan kalsium oksalat. (Emedicine. 2011) (Purnomo, B.B.
2003)

2. Batu Struvit
Dijumpai sekitar 10-15%. Batu ini disebut juga batu infeksi
karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Sering pada wanita akibat ISK oleh bakteri yang menghasilkan
urease. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH
urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
(Emedicine. 2011)
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium
amonium fosfat (MAP).

17

Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit.


Bersifat radioopak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea
diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas , Yersinea, Haemophilus dan Stafilokokus. E.coli bukan
termasuk pemecah urea. (Bahdarsyam . 2003)
3. Batu asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran
kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni
dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. (Purnomo, B.B.
2003)

Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat.


Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker,
dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat. Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan penyakit ini.
(Bahdarsyam . 2003)

18

Asam urat relatif tidak larut dalam urin, sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya
batu asam urat adalah :
1. urin yang terlalu asam (pH urin < 6),
2. volume urin yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,
3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (biasanya 25% pada
penderita gout).
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali
keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV
tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga
harus dibedakan dengan bekuan darah. (Purnomo, B.B. 2003)
4. Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme
sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase. (Emedicine. 2011)

Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin.


F. PATOGENESIS
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. (Sylvia A.Price dkk, 2006)

19

Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran


kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah:
1. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh
(supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran
kemih. Sebagai contoh,

saat terjadi suatu keadaan hiperurikosuria (kadar

asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24jam), maka kadar asam urat
yang berlebih dalam urin ini dapat bertindak sebagai inti untuk terbentuknya
batu kalsium oksalat. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
2. Teori Matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi
organik sebagai kerangka yang terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein
A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk
batu. Matriks organik terdiri atas serum/protein urine sebagai kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
3. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal,
antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida.
Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal
dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi kristal. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
(Leena, Chrisyee. 2012)
Senyawa itu antara lain:
1. Glikosaminoglikan (GAG)
20

2. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid


3. Nefrokalsin
4. Osteopostin.
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema. (Tanagho EA, McAninch JW. 2004)
Ketika

batu

menghambat

aliran

urin,

terjadinya

obstruksi

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta


ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,
demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus-menerus.
Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan
nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan. (Alrecht, H. Tiselius, G., Hans,
Andre, J. 2002)
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh
letaknya, besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini
mempunyai tanda umum, yaitu hematuria baik hematuria nyata maupun
mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga
ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda
sistemik lain. (Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002)
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa
ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini disebut kolik
ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5
sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya
harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan
secara spontan. (Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002)
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala
kolik yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa
21

muntahdengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang


menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser dan
memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat. (Tanagho EA, McAninch
JW. 2004)
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan
kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bias sampai ke kandung
kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar.
Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak
jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Bila keadaan
obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa
hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan
gambaran infeksi umum. (Tanagho EA, McAninch JW. 2004)
H. PEMERIKSAAN PENUNANG
Uji diagnostik : Yang termasuk dalam pemeriksaan diagnostik adalah
sinar X KUB, pielografi intravena atau retrograd, ultrasonografi, pemibdaian
CT, dan sistoskopi. Urinalisis dan kalsium serum dan kadar asam urat serum
juga diperiksa. Untuk mengetahui asiditas dan alkalinitas urine, pH urine
dipantau dengan dipstick setiap pasien berkemih. Pengumpulan spesimen
urine 24 jam untuk mengetahui kadar kalsium, oksalat, fosfor, dan asam urat
dalam urine. (Mary, 2008)
I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih
(GUK), uregrafi intravena, atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dan
urine 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium,
pH, dan volume total merupakan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet
dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada
pasien, adapun pemeriksaan diagnostiknya yaitu:

22

a. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum


menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksolat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat).
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksolat atau sistin
mungkin meningkat.
c. Kultur urine : mungkin meningkatkan ISK (Stapilococus aureus, Proteus,
Klebsiela, Pseudomonas)
d. Servei biokimia : peningkatan kadar kalsium, magnesium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolit.
e. BUN : abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urine) sekunder terhadap
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
g. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi /
septikemia.
h. SDM : biasanya normal
i. Hb/ Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/
gagal ginjal)
j. Hormon paratiroid : meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine).
k. USG : untuk batu kecil sulit dilihat, begitu pula bila produksi urin
berkurang sulit untuk melihat adanya sumbatan. USG untuk menentukan
perubahan obstruksi, lokasi batu
l. Rontgen foto polos abdomen : terutama untuk batu radio opak (dapat
dilihat ukuran, bentuk dan lokasinya)
m. CT Scan tanpa kontras dan MRI : cepat, akurat, dapat mengenali semua
tipe batu di berbagai lokasi, jenis batu dengan densitasnya, dan dapat
menyingkirkan nyeri abdomen yang bukan batu saluran kencing seperti :
aneurisma

aorta,

cholelithiasis.

CT

scan

mengidentifikasi

atau

menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan distensi


kandung kemih.
23

n. Foto rontgen KUB (kidney ureter bladder): menunjukkan adanya kalkuli


dan atau perubahan anatomik pada daerah ginjal dan ureter.
o. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomi
(distensi ueret) dan garis bentuk kalkuli. IVP (Pyelografi intravena) tidak
dianjurkan pada ginjal yang sudah mengalami penurunan fungsi.
p. Sistoureterokopi : visualisasi langsug kandung kemih dan ureter dan
menunjukkan batu dan atau efek obstrukasi.
(Purnomo, 2007).

J. DIAGNOSIS BANDING
keluhan nyeri : kolik ginjal et causa penyakit urologi lain seperti
aliran bekuan darah, striktur, kompresi atau angulasi berat ureter.
nyeri abdomen oleh sebab lain : gastrointestinal (appendicitis,
kolelitiasis, batu empedu, prankreatitis), vascular (infark ginjal, infark
limpa).
Berasal dari organ reproduksi : pada wanita (carcinoma cervik,
kehamilan extrauteri, myoma, prolap uteri, endometriosis, infeksi, kista
ovarii, abses), pada pria (prostat hipertrofi, carcinoma prostate). (Purnomo,
2007).

K. PENATALAKSANAAN
a. Peningkatan asupan cairan meiningkatkan aliran urine dan membantu
mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah besar pada orang-orang
yang rentan mengalami batu ginjal dapat mencegah pembentukan batu.
b. Modifikasi makana dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu,
bila kandungan batu teridentifikasi.
c. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan pemecahan batu.

24

d. Litotripsi (terapi gelombang kejut) ekstrakorporeal (di luar tubuh) atau


terapi laser dapat digunakan untuk memecahkan batu besar atau untuk
menempatkan selang disekitar batu untuk mengatasi obstruksi (Corwin,
2009)
b. Selain itu, tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan
batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan
mengurangi obstruksi yang terjadi.
c. Pengurangan nyeri: tujuan segera dari penananan kolik renal tau
ureteraladalah

untuk

mengurangi

sampai

penyebabnya

dapat

dihilangkan, morfin atau meperiden diberikan untuk mencegah syok


dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa.
d. Pengangkatan batu: pemeriksaan sistoskopik dan paase kateter ureteral
kecil untuk menghilangkan batuyang menyebabkan obsrtuksi (jika
mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan
mengurangi nyeri.
e. Lithotripsy gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL): adalah prosedur
noninvansif yang digunakan untuk menghancurkan batu dikalik ginjal.
Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir,
sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
f. Pengangkatan bedah: pengangkatn bedah batu ginjal mode terapi
utama.
(corwin, 2009) (brunner and suddatrh, 2002).

L. KOMPLIKASI
25

a. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana
saja di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine.
Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat
ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan

pelvis

ginjal

dan

sistem

duktus

pengumpul.

Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine


sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
b. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium
dan dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi
dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi
iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal jika kedua ginjal terserang.
c. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat.
d. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cedera berulang
(Corwin, 2009).
M. PROGNOSIS
Dubia ad malam apabila tidak segera mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat dan adekuat. http://www.emedicine.com/med/topic1055.htm

26

TINJAUAN PUSTAKA
HIDRONEFROSIS
A. DEFINISI
Hidronefrosis mengacu pada pada pelebaran pelvis dan kaliks
ginjal, disertai atrofi parenkim, akibat obstruksi aliran keluar urin.
Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di
semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Obstruksi
dapat berupa batu. (Robin, 2007).
27

B. ETIOLOGI
1. Jaringan parut ginjal/ureter.
2. Batu
3. Neoplasma/tumor
4. Hipertrofi prostat
5. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
6. Penyempitan uretra
7. Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).
C. PATOGENESIS
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika
obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka
hanya satu ginjal saja yang rusak. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal
yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal
ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau
kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu
kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi
pada kehamilan akibat pembesaran uterus. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya
fungsi renal terganggu. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
D. MANIFESTASI KLINIS
28

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.


Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika
terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria
akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. (Tanagho EA,
McAninch JW. 2004)
Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan
muncul, seperti:
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran radiologi
Gambaran radiologis dari hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada
4 grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks.
Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks
berbentuk flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing,
alias menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning
alias menggembung.
29

(Staf Pengajar Sub-Bagian Radio Diagnostik,2000)


F. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik terutama pada palpasi, dokter bisa meraba
dan merasakan adanya massa diantara tulang pinggul dan tulang rusuk,
terutama jika ginjalnya membesar.
Pemeriksaan darah dapat menunjukan adanya kadar urea yang
tinggi karena ginjal tidak mampu membuang sisa metabolik.
Adapun prosedur untuk menegakan diagnosis hidronefrosis:
1. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
2. Urografi intravena, menunjukan aliran air kemih melalui ginjal
3. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih (VU) secara langsung
(Adam, 2005)

G. DIAGNOSIS BANDING
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis. (Rusdidjas, 2002)
Bila

terjadi

hematuria,

perlu dipertimbangkan

kemungkinan

keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat

bahwa

batu

saluran

kemih

yang

bertahun-tahun

dapat

menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,


akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz. (Purnomo BB, 2007)
H. PENATALAKSANAAN

30

Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab


dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal. (purnomo,2007).
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti
mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi
obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal
rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat
dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada hidronefrosis akut:
1. Jika fungsi ginjal menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka
air kemih yang terkumpul diatas penyumbat akan segera dikeluarkan bisa
melaui jarum yang dimasukan lewat kulit)
2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan
mengurangi penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau
abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya
disambung kembali. (Schwartzs, 2006)
Kadang perlu dilakukan pembedahn untuk membebaskan ureter dari
jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat,
maka

dilakukan

pembedahan

untuk

melepaskan

ureter

menyambungkannya kembali disisi kandung kemih yang berbeda.


Jika ureter tersumbat, maka pengobatanya:
1. Terapi hormonal untuk kanker prostat
2. Pembedahan
3. Melebarkan uretra dengan dilatator

I. PROGNOSIS

31

dan

Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil dan jika


infeksi dapat dikendalikan dan ginjal dapat berfungsi dengan baik
(Schwartzs, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition
Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih Bagian Atas.

USU digital library . Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

32

Corwin J. Elizabeth (2009), Buku Saku Patofisiologi, Ed 3, ECG, Jakarta


Emedicine.

2011.

Staghorn

and

Struvit

stone.

Retrieved

at

www.emedicine.com. Diakses tanggal 3 April 2013.


Gardiner, R. 2006. Genitourinary Tract dalam Textbook of Surgery. USA:
Blackwell Publishing Ltd. p:513-16
Grace, P.A., Borley, N.R. 2006. Batu Ginjal dalam At A Glance. Jakarta: Erlangga;
p:158
Hydronephrosis and Hydroureter. http://www.emedicine.com/med/topic1055.htm.
Diakses tanggal 3 April 2013.
Leena,

Chrisyee.

2012.

Urolitiasis.

Diambil

dari

http://id.scribd.com/doc/87647502/UROLITIASIS
Moore, Keith,L., et al. 1999. Clinically Oriented Anatomy. Lippincott Williams &
Wilkins. Baltimore, Maryland, USA.
Patel, Pradip R. 2005. Lecture notes: Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar Dasar Urologi, Edisi
Kedua. Jakarta : Sagung Seto
Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. 756-763.
Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Staf Pengajar Sub-Bagian Radio Diagnostik. 2000. Bagian Radiologi, FKUI.
Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sylvia A.Price dkk, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jilid 2, Penerbit EGC, Jakarta
Tanagho EA, McAninch JW. 2004. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book.

33

Anda mungkin juga menyukai