Case Hidronefrosis
Case Hidronefrosis
BAB I
MEDICAL RECORD
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. B
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
Datang di RS
Tanggal periksa
No.CM
: 28 xx xx
B. DATA DASAR
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 April 2013
1. Keluhan Utama : Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Dr. Harjono Ponorogo pada tanggal 3
April 2013 pukul 17.30 WIB dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan semakin
memberat pada saat aktivitas dan terasa membaik bila pasien beristirahat.
Lemas disertai dengan nyeri pinggang kanan yang dirasakan hilang timbul
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku sering nyeri pinggang sejak
pulang dari Malaysia sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
Selain lemas dan nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh
mual mual tapi tidak sampai muntah. Keluhan BAK (kencing menetes,
anyang-anyangan), air kencing berwarna kuning kemerahan sejak 3 hari
dan tidak pernah terdapat pasir atau batu.
Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien mengkonsumsi obat
dari dokter selama 1 bulan dengan diagnosis batu saluran kemih. Namun,
karena rasa sakitnya tidak kunjung membaik, dan pasien semakin lemas
kemudian memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
: disangkal
: disangkal
e. Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
g. Riwayat kontak TB
: disangkal
: disangkal
j. Riwayat opname
: disangkal
k. Riwayat operasi
: disangkal
l. Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
e. Riwayat TB
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat minum jamu tradisional
: disangkal
: disangkal
f. Riwayat merokok
: (+)
7. Anamnesis Sistem
a. Keluhan utama
: lemas
c. Sistem Indera
- Mata
penglihatan
kabur
(-),
- Telinga
pendengaran
berkurang
(-),
e. Mulut
f. Tenggorokan
g. Sistem respirasi
(-),
mengi
(-),
tidur
mendengkur (-)
h. Sistem kardiovaskuler
i. Sistem gastrointestinal
j. Sistem muskuloskeletal
k. Sistem genitourinaria
merah
(-),
nyeri
m. Ekstremitas bawah
n. Sistem neuropsikiatri
Keadaan Umum
KU
: Lemah
: Cukup
Vital signs
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Respirasi rate
: 20 x/menit
Suhu
: 36,80C
Kulit
Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas
garukan (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), sikatrik bekas operasi (-),
berkeringat (+).
Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna campuran hitam dan putih, mudah rontok
(-), luka (-).
Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), moon face (-).
Mata
Konjungtiva bulbi pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal,
oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-).
Telinga
Sekret (sde), darah (-), nyeri tekan mastoid (sde) gangguan fungsi
pendengaran (sde)
Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (sde)
Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid
(-), papil lidah atropi (sde), luka pada sudut bibir (-)
Leher
sde, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-).
Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-).
Jantung :
Inspeksi
Iktus kordis tidak tampak di sepanjang SIC V 2 cm medial linea
midclavicula sinistra sampai SIC V linea aksilaris media.
Palpasi
Ictus kordis kuat angkat di SIC V linea aksilaris media.
Perkusi
Batas kiri jantung:
Atas : SIC III sinistra di sisi lateral linea parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V sinistra di linea midclavicula sinistra .
Batas kanan jantung:
Atas : SIC III dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra
Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, intensitas BJ I sama dengan BJ II, tidak
terdengar bising sistolik maupun diastolic, tidak ada suara tambahan.
Pulmo :
Inspeksi
6
Kelainan bentuk (-), simetris, tidak ada ketinggalan gerak ke dua sisi
paru, retraksi dinding dada (-), spider nevi (-).
Palpasi
Ketinggalan gerak :
Anterior :
Posterior :
Fremitus:
Anterior :
Posterior :
Perkusi
Anterior :
Posterior :
Auskultasi
Anterior :
Posterior :
Suara Tambahan :Wheezing (-/-) Ronki basah halus (-/-) dikedua lapang paru.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), bladder tidak teraba penuh,
terpasang Dower catether sehari terisi 2 kantong urine bag, urin kuning
kemerahan (+), lendir (-), nanah (-). Batu/Kristal (-)
Ekstremitas :
Superior dekstra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-),eritem
palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat
(-), jari tabuh (-), nyeri tekan (-), nyeri gerak (-),
deformitas (-), parese (-)
Superior sinistra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-),eritema
palmaris (-), luka (-), ikterik (-) , spoon nail (-), kuku pucat
(-), jari tabuh (-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-),
deformitas (-), parese (-)
Inferior dekstra
: oedem (-), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis
(-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris
(-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-),
deformitas (-), plegi (-)
Inferior sinistra : oedem (-), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis
(-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris (-), ikterik
(-), spoon nail (-), jari tabuh (-), deformitas (-), plegi (-)
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap ( 2 April 2013)
No
1.
Parameter
WBC
Hasil
5, 0 x
10^3/UL
Nilai Normal
4,0-10,0
2.
Lymph#
0,8 x 10^3/UL
0,8-4,0
3.
Mid #
0,1 x 10^3/UL
0,1-0,9
4.
Gran #
4,1 x 10^3/UL
2,0-7,0
5.
Lymph %
16,2 %
20,0-40,0
6.
Mid %
2,8 %
3,0-9,0
7.
Gran %
81,0 %
50,0-70,0
8.
HGB
7,8 g/dl
11,0-16,0
9.
RBC
3,12 x
3,50-5,50
10.
HCT
10^6/UL
24,3 %
37,0-50,0
11.
MCV
77,9 fL
82,0-95,0
12.
MCH
25,0 pg
27,0-31,0
13.
MCHC
32,0 g/dl
32,0-36,0
14.
RDW-CV
16,4 %
11,5-14,5
15.
RDW-SD
47,8 fL
35,0-56,0
16.
PLT
142 x
100-300
17.
MPV
10^3/UL
7,4 fL
7,0-11,0
18.
PDW
16,9
15,0-17,0
19.
PCT
0, 105 %
0,108-0,282
Parameter
DBIL
TBIL
SGOT
SGPT
ALP
Gama GT
Albumin
Globulin
Urea
Kreatinin
Asam urat
Kolesterol
Trigliserid
Hasil
0.27
0.59
67.1
44,3
102,1
6,8
2.4
4.4
37.61
1,27
5
116
301
Nilai Normal
0-0.35
0.2-1.2
0-31
0-31
98-279
8-34
3.5-5.5
2-3.9
10-50
0.7-1.2
2.4-5.7
140-200
36-165
c. Ultrasonografi (USG)
Hasil pemeriksaan:
Ren dextra: ukuran membesar, intensitas Echo corteks normal, batas
corteks medula jelas, tampak ekstasis berat PCS, tidak tampak batu.
Ren sinistra: ukuran membesar, intensitas Echo corteks normal, batas
corteks medula jelas, tampak ekstasis PCS, tidak tampak batu.
Vesika Urinaria: ukuran normal, tidak tampak batu.
b.
Rongent Abdomen
Keterangan:
Opasitas yang pada foto polos terletak
pada kavum pelvis dexra, berada pada
struktur ureter kanan distal.
10
2.
DIAGNOSIS BANDING
-
3. PENATALAKSANAAN
- Tranfusi PRC 1 kolf/hari
-
Cefotaxime 3x1gr
4. PLANNING
- IVP
- UL
- Blood Smear
- ESWL
VI. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING
IV.
Hidronefrosis
Ureterolithiasis
Daftar
Problem
Masalah
1. Lemas, mudah Anemia
lelah, CA (+), hipokromik
ektremitas
mikrositik
pucat (+), urin
kemerahan
Assesment
Anemia e.c
perdarahan
11
Planning
Diagnosa
-Blood
smear
-SI-TIBC
Planning
Terapi
- Transfusi
PRC 1
kolf/hari
selama 4 hr
- Diet TKTP
Planning
Monitoring
-DL
-Klinis &
KU pasien
Hb : 7,8
Eritrosit : 3,12
Hct : 24,3
MCV : 77,9
MCH : 25,0
2. Nyeri
pinggang
kanan, BAK
kurang lancr
nyeri tekan regio
lumbal dextra,
renal
dextra
teraba
membesar,
USG
:
hidronefrosis
grade III dextra
BOF
:
ureterolitiasis
dextra
3. Trigliserid
meningkat =
301
Kolik renal
Oliguria
Hidronefrosis
ureterolitiasis
Trigliseridem
ia
Hidronefros -IVP
is grade III -UL
dextra e.c
ureterolitias
is dextra
- Infus Nacl 1
flash / hari
- Infus D5 1
flash / hari
- Cefotaxime
3x1gr
-Ketorolac
2x1 amp prn
-ESWL
Klinis & KU
pasien
Balance
cairan
Dislipidemi
a
Gemfibrosil
1x300mg /
hari
Fungsi hati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
URETEROLITIASIS
A. DEFINISI
Batu saluran kemih didefinisikan sebagai zat yang tidak larut yang
terbentuk dari unsur yang ada dalam urin. Terdiri dari kristaloid batu
12
sesuai
dengan
perkembangan
kehidupan
suatu
bangsa.
13
INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU
India USA
Japan UK
86.1
33
17.4
39.4
34
50.8
20.2
Magnesium Ammonium
Phosphate (Struvite )
2.7
15
17.4
15.4
Asam Urat
1.2
8.0
4.4
8.0
Cystine
0.4
3.0
1.0
2.8
C. ETIOLOGI
Batu saluran kemih dibagi menjadi batu infektif dan metabolisme.
Batu infeksi disebabkan oleh bakteri, sebagian besar spesies Proteus
mengandung enzim urease, yang memecah urea untuk membentuk
kompleks tak larut magnesium-amonium-kalsium fosfat. Bakteri menjadi
tertanam di batu-batu ini, yang membentuk cor atau staghorn kalkuli di
pelves ginjal untuk menghasilkan kombinasi obstruksi dan infeksi dengan
kerusakan strukturginjal. (Gardiner, R. 2006)
Sebagian besar batu metabolik mengandung kalsium (dalam
kombinasi dengan oksalat dan / atau fosfat) dan, tidak seperti kebanyakan
batu empedu, yaitu radioopak pada polos X-ray. Sering merupakan
kerentanan keluarga. Meskipun etiologinya adalah multifaktorial, kondisi
predisposisi yang jelas seperti hiperparatiroidis meprimer, penyakit Paget
dan demineralisasi kondisi tulang, hipertiroid, sarkoidosis, fungsi ileum
terganggu, asidosis dan kelaianan tubulus ginjal diidentifikasi pada
sebagian kecil pasien. (Gardiner, R. 2006)
Batu asam urat adalah radiolusen. Pasien dengan gout dan klinis
ditandai dengan katabolisme protein yang cepat beresiko pembentukan
batu urat. Batu urat menyebabkan pH urin selalu lebih rendah dari 6,5.
Batu sistin murni juga membentuk asam dalam urin. Batu sistin (sekitar
14
Secara
epidemiologis
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktorfaktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya. (Purnomo, B.B., 2008)
Faktor intrinsik itu antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usian30-50 tahun
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik antara lain :
1.Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikemal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapa meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsirm mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannnya
banyak atau kurang aktivitas atau sedentary life.
(Purnomo, B.B., 2008)
15
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur
kalsium
oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amoniumfosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).
(Emedicine. 2011)
1. Batu Kalsium
Banyak dijumpai pada laki-laki. Batu jenis ini dijumpai lebih dari
80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun
fosfat.
Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab
terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :
a. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme
2.
makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman
3.
soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.
Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urin melebihi 850
4.
mg/24 jam.
Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga
menghalangi
kalsium
berikatan
dengan
oksalat
atau
fosfat.
waktu lama.
Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai
inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium
bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga
mencegah ikatan kalsium oksalat. (Emedicine. 2011) (Purnomo, B.B.
2003)
2. Batu Struvit
Dijumpai sekitar 10-15%. Batu ini disebut juga batu infeksi
karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Sering pada wanita akibat ISK oleh bakteri yang menghasilkan
urease. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH
urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
(Emedicine. 2011)
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium
amonium fosfat (MAP).
17
18
Asam urat relatif tidak larut dalam urin, sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya
batu asam urat adalah :
1. urin yang terlalu asam (pH urin < 6),
2. volume urin yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,
3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (biasanya 25% pada
penderita gout).
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali
keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV
tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga
harus dibedakan dengan bekuan darah. (Purnomo, B.B. 2003)
4. Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme
sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase. (Emedicine. 2011)
19
asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24jam), maka kadar asam urat
yang berlebih dalam urin ini dapat bertindak sebagai inti untuk terbentuknya
batu kalsium oksalat. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
2. Teori Matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi
organik sebagai kerangka yang terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein
A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk
batu. Matriks organik terdiri atas serum/protein urine sebagai kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
3. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal,
antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida.
Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal
dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi kristal. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
(Leena, Chrisyee. 2012)
Senyawa itu antara lain:
1. Glikosaminoglikan (GAG)
20
batu
menghambat
aliran
urin,
terjadinya
obstruksi
22
aorta,
cholelithiasis.
CT
scan
mengidentifikasi
atau
J. DIAGNOSIS BANDING
keluhan nyeri : kolik ginjal et causa penyakit urologi lain seperti
aliran bekuan darah, striktur, kompresi atau angulasi berat ureter.
nyeri abdomen oleh sebab lain : gastrointestinal (appendicitis,
kolelitiasis, batu empedu, prankreatitis), vascular (infark ginjal, infark
limpa).
Berasal dari organ reproduksi : pada wanita (carcinoma cervik,
kehamilan extrauteri, myoma, prolap uteri, endometriosis, infeksi, kista
ovarii, abses), pada pria (prostat hipertrofi, carcinoma prostate). (Purnomo,
2007).
K. PENATALAKSANAAN
a. Peningkatan asupan cairan meiningkatkan aliran urine dan membantu
mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah besar pada orang-orang
yang rentan mengalami batu ginjal dapat mencegah pembentukan batu.
b. Modifikasi makana dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu,
bila kandungan batu teridentifikasi.
c. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatkan pemecahan batu.
24
untuk
mengurangi
sampai
penyebabnya
dapat
L. KOMPLIKASI
25
a. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana
saja di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine.
Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat
ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu
pembengkakan
pelvis
ginjal
dan
sistem
duktus
pengumpul.
26
TINJAUAN PUSTAKA
HIDRONEFROSIS
A. DEFINISI
Hidronefrosis mengacu pada pada pelebaran pelvis dan kaliks
ginjal, disertai atrofi parenkim, akibat obstruksi aliran keluar urin.
Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di
semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Obstruksi
dapat berupa batu. (Robin, 2007).
27
B. ETIOLOGI
1. Jaringan parut ginjal/ureter.
2. Batu
3. Neoplasma/tumor
4. Hipertrofi prostat
5. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
6. Penyempitan uretra
7. Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).
C. PATOGENESIS
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika
obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka
hanya satu ginjal saja yang rusak. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal
yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal
ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau
kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu
kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi
pada kehamilan akibat pembesaran uterus. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya
fungsi renal terganggu. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
D. MANIFESTASI KLINIS
28
G. DIAGNOSIS BANDING
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis. (Rusdidjas, 2002)
Bila
terjadi
hematuria,
perlu dipertimbangkan
kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat
bahwa
batu
saluran
kemih
yang
bertahun-tahun
dapat
30
dilakukan
pembedahan
untuk
melepaskan
ureter
I. PROGNOSIS
31
dan
DAFTAR PUSTAKA
Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition
Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih Bagian Atas.
32
2011.
Staghorn
and
Struvit
stone.
Retrieved
at
Chrisyee.
2012.
Urolitiasis.
Diambil
dari
http://id.scribd.com/doc/87647502/UROLITIASIS
Moore, Keith,L., et al. 1999. Clinically Oriented Anatomy. Lippincott Williams &
Wilkins. Baltimore, Maryland, USA.
Patel, Pradip R. 2005. Lecture notes: Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar Dasar Urologi, Edisi
Kedua. Jakarta : Sagung Seto
Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. 756-763.
Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Staf Pengajar Sub-Bagian Radio Diagnostik. 2000. Bagian Radiologi, FKUI.
Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sylvia A.Price dkk, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jilid 2, Penerbit EGC, Jakarta
Tanagho EA, McAninch JW. 2004. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book.
33