Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK (2015)

LAPORAN PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia Neonatrum
NICU RSWS

Oleh:
SRI ASTUTY MASHURI
C121 11 012
CI Institusi

(______________________

CI Lahan

(_____________________)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

HIPERBILIRUBINEMIA
A. Definisi
Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern
Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin


mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total


yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,
sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu
keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih
dari 10 mg% pada minggu pertama. Keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan
kernikterus yang kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, tetapi tidak
semua ikterus pada neonatus merupakan ikterus yang fisiologik. Ikterus ini biasanya
menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.

B. Etiologi
Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri atau dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Produksi yang berlebihan, yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis
2. Gangguan dalam proses pengambilan (uptake) dan konjungasi di hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar
3. Gangguan dalam transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin


indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Klasifikasi Ikterus
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi
dan berat badan tidak bertambah.
6. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Patofisiologi
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah
sebesar 1-3 mg/dL dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai
puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dL untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dL antara hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus
akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi
dan ekskresi bilirubin oleh hati. Di RSCM Jakarta, ikterus disebut fisiologik bila
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melewati 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari.
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%


5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik

Ikterus Patologik
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemi. Untuk melihat ikterus
kadang-kadang agak sulit, apalagi dengan cahaya buatan. Yang paling baik adalah
dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk
menghilangkan warna pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya bermanifestasi pada kadar
yang lebih rendah pada yang berkulit putih dan lebih tinggi pada orang kulit berwarna.
Umumnya ikterus baru terlihat jelas bila bilirubin melebihi 6 mg%.
Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan berkembangnya menjadi
ikterus yang patologik. Kerusakan otak akibat bilirubin indirek pada otak disebut sebagai
kernikterus. Tanda klinik kernikterus pada permulaan tidak jelas, dapat berupa mata yang
berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan
akhirnya opistotonus.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada
otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah
tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia.

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

E. Manifestasi Klinis
1. Ikterus yang terjadi dalam 24 jam pertama
2. Ikterus yang kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada bayi cukup bulan atau 12,5 mg%
pada bayi kurang bulan.
3. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama


5. Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg%
6. Ikterus yang memiliki hubungan dengan proses hemolitik, infeksi, atau keadaan
patologik lain yang telah diketahui.
Gejala lain yang bisa muncul yaitu:
Kulit berwarna kuning sampe jingga
Pasien tampak lemah
Nafsu makan berkurang
Reflek hisap kurang
Urine pekat
Perut buncit
Pembesaran lien dan hati
Gangguan neurologic
Feses seperti dempul
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa
Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi
Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4
dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
F. Derajat Hiperbilirubin (Kramer)
Derajat Ikterus Menurut Kramer
1. Kepala dan leher
2. Badan sampai pusat
3. Pusat bagian bawah sampai lutut
4. Lutut sampai pergelengan
pergelangan tangan

kaki,

bahu

sampai

5. Kaki dan tangan termasuk telapak tangan dan kaki

Penilaian Klinis Ikterus


Kadar
(mg/dL)
Muka
4-8
Dada/Punggung
5-12
Perut dan Paha
8-16
Tangan dan Kaki
11-18
Telapak tangan dan > 15
Daerah Tubuh

Bilirubin

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

kaki
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
Bilirubin total
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungin meningkat
(> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. Pada bayi
premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah
lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH
atau sperositis pada incompabilitas ABO
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

H. Komplikasi
1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian
4. Kernikterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus,
nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.
Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang,
tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis
yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,
gangguan bicara dan retardasi mental.
I. Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus
atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada
masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa
neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum,
latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan
epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai
gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan
memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik,
ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.
J. Pencegahan
Ikterus (hiperbilirubin) dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan Fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini
7. Pencegahan infeksi
K. Penatalaksanaan
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

intensitas yang tinggi (a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin
berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4 -5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan
pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek
sampingnya
(letargi).
Colistrisin
dapat
mengurangi
Bilirubin
dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
L. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pemeriksaan fisik

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek
hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor).
Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin
resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan
warna urine dan feses.
Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan
darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran
pencernaan, ibu menderita DM
Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, perpisahan dengan anak.
Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia
Hasil Laboratorium
o Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
o Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl

Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi
2. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas
3. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar
bilirubin
4. Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
fototherapi, dan diare.
5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANAK 2015 (NICU, RSWS)

10

Anda mungkin juga menyukai