Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20/22/24 minggu. Dari 210 juta kehamilan, 75 juta
dianggap tidak direncanakan5di mana sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada
aborsi. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100000
kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per 100000
kelahiran hidup. Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta
kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia
produktif pada 6 wilayah.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.
Kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini adalah mengenai seorang
wanita, 30 tahun, yang datang dengan keluhan keluar darah disertai jaringan dari
kemaluan. Di RSUD Arga Makmur, dilakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan obstetri ginekologis, dan USG. Pasien akhirnya didiagnosis
dengan abortus inkomplit dan dilakukan kuretase.
Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab dari abortus sendiri di
mana lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan trimester
pertama terutama abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Selain itu,
trauma yang sering sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat
menyebabkan abortus melalui beberapa mekanisme. Belakangan ini, muncul
konsep biomolekular baru mengenai keterlibatan stres oksidatif oleh asap rokok
terhadap risiko abortus.

Kasus yang dibahas dalam laporan kasus ini memiliki kemungkinan


ketiga faktor penyebab abortus di atas. Dengan mengetahui penyebabnya, abortus
selanjutnya pada kehamilan selanjutnya dapat dicegah. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu makalah.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Keterangan Umum
Nama

: Ny. S

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Buruh Tani

Alamat

: Desa Beringin Jaya

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Status

: Menikah

No RM

: 200024

Tanggal masuk RS : 10 Februari 2016

2.2. Anamnesa (Autoanamnesis)


Ny. S, 26 tahun, masuk ke Bangsal Kebidanan (Kemuning) RSUD Arga Makmur
pada tanggal 10 Februari 2016 pukul 14.30 WIB dengan :
Keluhan utama
Keluar darah berwarna merah disertai gumpalan kecil dari kemaluan sejak
5 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
Ny. S, 26 tahun, datang dengan keluhan keluar darah berwarna merah
disertai gumpalan darah dari kemaluan sejak 5 hari yang lalu. Pasien melihat
keluar gumpalan darah kehitaman seperti jaringan atau mata ikan. Kemudian

pasien dibawa ke bidan dekat rumahnya lalu diobservasi beberapa jam, keadaan
pasien membaik dan perdarahan berhenti lalu pasien dipulangkan.
Sejak 4 hari yang lalu, pasien kembali mengeluh keluar darah merah kehitaman
saat BAK. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut seperti mulas-mulas dan nyeri
pinggang. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas dan dirawat inap selama 2 hari.
Saat dirawat, bercak-bercak perdarahan masih keluar namun tidak disertai
gumpalan, pasien diberi obat melalui infus (pasien tidak tahu nama obatnya).
Pasien dikatakan mengalami keguguran pada kehamilannya kemudian pasien
dirujuk ke Poli Kebidanan RSUD Arga Makmur untuk dilakukan USG.

Riwayat Penyakit Ibu:


-

Riwayat mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya disangkal.


-

Riwayat menderita penyakit infeksi dan darah tinggi selama kehamilan


disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Dalam keluarga ibu tidak ada yang menderita


penyakit menular yaitu hepatitis.

Dalam keluarga ibu tidak ada yang menderita


penyakit menurun yaitu DM.
-

Dalam keluarga tidak ada yang menderita


penyakit kronis seperti jantung,hipertensi, dan TBC.

Suami pasien seorang perokok sejak 20 tahun


yang lalu, 5-8 batang per hari.

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat minum jamu-jamuan selama kehamilan disangkal.


Riwayat bekerja berat (bertani) saat hamil (+)

Riwayat Perkawinan :
1x lamanya 12 tahun

Riwayat Kontrasepsi:
Jenis

: -

Lama

: -

Keluhan

: -

Riwayat Reproduksi :
Menache umur 15 tahun, haid teratur, siklus 28 hari lamanya 7 hari, haid
pertama hari terakhir (HPHT) 20 Oktober 2015

Riwayat Obstetri : G3P2A0


No

Tempat

Bulan/Tahun

bersalin
1.
2.
3.

Bidan
Bidan
Hamil

2007
2010

Hasil
kehamilan

Persalina

Aterm
Aterm

n
Spontan
Spontan

ini

Riwayat Kehamilan Sekarang :


Haid

Jenis

: Teratur
5

Penyulit

Nifas
Sex

Baik
Baik

L
L

Anak
BB
3500g
3500g

KU
+
Sehat

Siklus

: 28 hari

Banyaknya

: Biasa (2-3 kali sehari)

Hari pertama haid terakhir

: 20-10-2015

Taksiran tanggal persalianan

: 27-07-2016

Lama hamil

: 16 minggu

Periksa hamil

: Belum pernah dilakukan

2.3. Pemeriksaan Fisik


Pada tanggal 10 Februari 2016
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

TD

: 120/80 mmHg

HR

: 82 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36,5 C

Status Lokalis
Kepala

: Normocephal, Rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut


Mata :

Pupil

Isokor

(+/+),

Refleks

Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)


Hidung

: Normal, deviasi septum (-), sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir pucat (-)

Telinga

: Tidak ada kelainan

Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat


6

cahaya

(+/+),

Paru

: Inspeksi :

Statis simetris ka=ki, dinamis simetris ka=ki

Palpasi :

Stemfremitus ka=ki

Perkusi :

Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal pada kedua lapang paru,


ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung

: Inspeksi :

Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi :

Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternal dektra


Batas jantung kiri

: Linea midclavicula sinistra ICS

III
Auskultasi : HR 82 x/m, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen

: Inspeksi

: Abdomen datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Lemas, hepar/lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Genetalia

: Lihat status obstetrik

Ekstremitas

: Akral hangat +/+ , CRT <2

Status Obstetrik
Abdomen
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
P/V
Tanda Chadwick

: Soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-)


: TFU tidak teraba
: Tidak dapat dinilai
: Tidak dapat dinilai
: Tidak dapat dinilai
: (+)
: (+)

Status Ginekologis
7

Inspeksi
Inspekulo

VT

: Massa (-), Perdarahan per vagina (+) tidak aktif


: Portio
: licin, erosi (-), lividae (+), fluksus (+) dari
kanalis servikalis, OUE terbuka.
Vagina : massa (-), laserasi (-), fluksus (+), tampak
gumpalan darah di introitus vagina,
dibersihkan kesan tidak mengalir.
:
Korpus uteri antefleksi, besar biasa, tanda Hegar (+),
tanda Piskacek (+)
Adneksa kanan-kiri sulit dinilai
Parametrium lemas
Cavum douglas tidak menonjol, nyeri (-).
Nyeri goyang serviks (-)

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Laboraturium
Hematologi
Hemoglobin

13,0 g/dl

Leukosit

16.300 sel/mm3

Eritrosit

4,4 juta/mm3

Trombosit

209.000 sel/mm3

Hematokrit

39 %

CT

BT

Golongan Darah

Diff count

Basophil

0%

Eosinophil

0%

N.staaf

0%

N. segment

45%

Limfosit

47%

Monosit

8%

Serologi
HBSAG

(+) positif

Urine Rutin
Tes beta HCG urin

Tidak dilakukan

Warna

Kuning

Kejernihan

Jernih

Protein

Bilirubin

Urobilinogen

Reduksi

Keton

Sediment :

Epitel

Silinder

Bakteri

Kristal

Leukosit

5-6 /LPB

Eritrosit

200-250 /LPB

Ultrasonografi Transabdominal

Kandung kemih terisi baik


Uterus antefleksi, besar biasa ukuran mm x mm x mm
Tampak gestational sac intrauterin dengan batas tidak beraturan
Tampak gambaran hipoekoik di kavum uteri
Tampak fetal pole, DJJ (-)
Cairan bebas (-)
Kesimpulan
: Sisa konsepsi
9

DIAGNOSIS KERJA
Abortus Inkomplit

TATALAKSANA
Non farmakologi

Pasang laminaria
Motivasi operasi
Persiapan operasi (kuretase) tanggal 11 02 2016 jam 10:00 WIB
SIO (surat izin operasi)
Cukur Pubis
Puasa mulai jam 3 pagi
Konsul Anestesi
Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
Edukasi kepada pasien dan keluarga

Farmakologi

IVFD RL 30 gtt/menit
Inj Cefotaxime 1 gr /12 jam
Operatif (Kuretase)

DURATE OPERASI

Diagnosis pra bedah : Abortus Inkomplit


Diagnosis post bedah : Post kuretase a.i abortus inkomplit
Jenis operasi : Kuretase
Lama pembedahan : 30 menit
Langkah langkah operasi :

Kuretase dimulai pukul 10.15 WIB


Pasien dalam posisi litotomi dengan general anestesi
Dilakukan aseptik dan antiseptik
Dilakukan pengosongan kandung kemih
Dipasang simsatas dan sims bawah
10

Dipasang tenakulum pada jam 11


Di sondase, panjang uterus 8 cm AF
Dilakukan kuretase tajam secara sistematis
Didapatkan jaringan 25 gram, darah 50 cc
Pendarahan aktif (-)
Operasi selesai

FOTO KLINIS

FOLLOW UP
Tanggal
S:
O:

11 Februari 2016
Keluar darah dari kemaluan

Status generalis
Sens : compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,5c

11

12 Februari 2016
Keluar darah dari kemaluan
(-)
Status generalis
Sens : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 82 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,3c

Status Obstetrikus
Abdomen: lemas, peristaltik
(+), nyeri tekan (+)
TFU: tidak teraba
P/V: (+)
BAK: (+) N
BAB: (+) N
Laboratorium
Hb 11,2 g/dL; Ht 32,3%;
WBC 8.800/mm3;
PLT
234.000/mm3
A:
Post kuretase a/i abortus
inkomplit
P:
- IVFD RL 30 gtt/menit
- Inj. Cefotaxime 1gr/12
jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8
jam
Rencana Besok aff infus
:

Status Obstetrikus
Abdomen: lemas, peristaltik
(+), nyeri tekan (-)
TFU: tidak teraba
P/V: (-)
BAK: (+) N
BAB: (+) N

Post kuretase a/i abortus


inkomplit
- Tab cefadroxil 500 mg 2 x
1
- Tab asam mefenamat
500mg 3 x 1
- Vitamin B kompleks 3 x 1
Pulang berobat jalan dan
kontrol 1 minggu kemudian

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.
Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari (ACOG memberi batasan 20 minggu,1FIGO memberi batasan 22
minggu,2Hanretty memberikan batasan 24 minggu,3WHO memberi batasan 28
minggu4).

12

3.2.
Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan 5di mana sekitar
15% kehamilan akan berakhir pada aborsi.6Sekitar 500.000 wanita meninggal
akibat komplikasi persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan kesehatan
setelah melahirkan. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160
per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per
100000 kelahiran hidup.4

Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS mencapai


1278.000 kasus dengan rasio 20,8 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif
(15-49 tahun).Di Indonesia, ditunjukkan prevalensiabortus sebesar 2 juta kasus
pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif
pada 6 wilayah. Motif sebagain besar kasus abortus adalah abortus kriminalis.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu
dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu.Insidensi abortus inkomplit belum
diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil
dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh
kehamilan.7
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia

13

paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.8
Penelitian Basama, et al. (2009) pada 182 dengan abortus imminens menunjukkan
bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu; 8,2% pada usia
gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia gestasi 13-20 minggu. 9 Biasanya abortus
imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah pasien
mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.10 Pada penelitian Johns et al. (2006)
ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus imminens atau
insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%.11
3.3.
Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1

Bertambahnya usia ibu.


Abortus

meningkat dengan pertambahan umur, OR 2,3 setelah usia 30

tahun.Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun;
11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 3539%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru ini
peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus.
Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita 35 tahun dan pria 40
tahun.12
2

Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk


kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang
baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko
30%, dan 4 kali berrisiko 40%. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan
terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami abortus habitualis
ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya Warton dan Fraser memberikan prognosis yang
lebih baik yaitu 25,9% dan 39%.13

Kebiasaan orang tua

Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus


meningkat1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi
setiap hari.Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan mendestruksi organel

14

seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel.14 Selain itu,
secara tidak langsung ROS akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini
menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda sperma.15
Plasentasi normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomik
tropoblas yang normal. Pada organogenesis embrionik dalma menjamin invasi
tropoblas, tekanan oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh
karena itu, produksi ROS biasanya menurun. Keadaan ini diatur aktivitas integrin
yang merangsang tropoblas untuk proliferasi.Tekanan oksigen rendah membantu
implantasi sedangkan tekanan tinggi membantuk proliferasi sel tropoblas.16
Transisi trimester 1 ke 2 membawa banyak perubahan metabolisme.Pada akhir
trimester satu, ada peningkatan tekanan oksigen dari <20 mmHg menjadi >50
mmHg menyebabkan stress oksidatif.Pada abortus, stres oksidatif juga dipicu oleh
zymosan opsonisasi dan stimulai N-formil-metionil-leucil-fenilalanin.
Dengan faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk. 17 Stres
oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta
dan abortus dini.ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi
sehingga dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.18
Dengan risiko stres oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang
berperan sebagai antioksidan sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu,
Vural, et al. menunjukkan adanya peningkatan radikal bebas superoksida oleh
PMN pada trimester satu kehamilan.19
b

Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertamakehamilan. Tingkat aborsi spontan


dua kali lebih tinggi pada wanita yang minumalkohol 2x/minggu dan tiga kali
lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkoholsetiap hari. Dalam suatu
penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3kali untuk setiap gelas
alkohol yang dikonsumsi setiap hari.20

Kafeindosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanitayang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkatabortus yang sedikit lebih tinggi.21

Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi,
jumlahdosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
secara pasti.22

15

Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan


risiko abortus,khususnya abortus septik meningkat.22

Psikologis seperti ansietas dan depresi.22


3.4.

Etiologi

1.

Faktor Genetik

Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama abortus
rekuren disebabkan oleh kelainan genetik.Kelainan genetik menjadi penyebab
70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah 12
minggu.Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal. Gamet
jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme yang dapt
berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan kromosom sperma,
kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA, peningkatan apoptosis, dan
morfologi sperma yang abormal . Sekitar 42% struktur vili korionik abnormal akibat

gangguan genetik.23

Kelainan kromosom
Sekitar 50% abortus trimester satu disebabkan oleh abnormalitas kromosom di
mana prevalensi ini menjadi 75% pada wanita berusia di atas 35 tahun dan pada
wanita dengan abortus rekuren. Sekitar 25% abortus terjadi pada trimester
satu.Tipe kelainan kromosom parental yang paling banyak adalah translokasi
seimbang,

baik

resiprokal

(segmen

distal

kromosom

saling

bertukar),

Robertsonian (dua kromosom akrosentrik bersatu pada wilayah sentromer dengan


hilangnya lengan pendek), gonosomal mosaik, dan inversi.23 Keadaan ini dapat
menyebabkan abortus, anomali fetus, atau bayi lahir mati.24Secara struktural
abnormalitas kromosom yang dapat terjadi yaitu delesi, translokasi, inversi, dan
duplikasi. Walaupun begitu, hanya translokasi dan iversi yang memainkan pernan
penting pada abortus dan abortus rekuren.24
Aneuploididisebabkanolehnondisjungsi

selama

meiosis

yang

menghasikan

tambahan atau hilangnya kromosom. Triploidi dan tetraploidi terkait dengan


16

fertilisasi yang tidak normal. Triploidi biasanya terjadi karena fertilisasi oosit oleh
dua spermatozoa atau akibat kegagalan salah satu bagian pematangan baik pada
oosit maupun pada spermatozoa. Tetraploidi biasanya disebabkan kegagalan untuk
menyelesaikan pemisahan zigotik pertama. Pada pasangan dengan abortus
habitualis,

analisis

sitogenetikkonvensionalmelaporkaninsidentrisomi,

poliploididanmonosomi X padajaringanadalah52%, 21% dan13%. 24Trisomi 16


adalahtrisomi yang paling sering terjadi yaitu mencakup 32% dari seluruh kasus
trisomi. Kondisi lain adalah trisomi (pada kromosom 13, 14, 15, 121, 22),
poliploidi,

monosomi

X,

dantranslokasitidakseimbang.

Secararinci,

padausiagestasi 1 minggu, yang paling seringterjadiadalahtrisomi 17, 3


minggutrisomi 16 dantetraploidi, 6 minggutrisomi 22, 5 minggutriploidi, 6
minggumonosomi X.24

Kebanyakan kelainan trisomi menunjukkan kesalahan tahap meiosis sebagai efek


peningkatan usia ibu. Trisomi biasanya disebabkan oleh dispermia dan kegagalan
meiosis sel maternal saat pembelahan oosit diploid. Biasanya pertumbuhan janin
terhambat dan plasenta besar kistik. Beberapa hasil konsepsi triploid muncul
sebagai mola parsial yang ditandai dengan kantong kehamilan yang besar dan
degenerasi kistik plasenta. Tetraploid jarang berkembang di bawah usia kehamilan
4 atau 5 minggu. Monosomi X merupakan kelainan kromosom tunggal yang
paling sering terjadi di antara aborsi spontan, kira-kira 15%-20% dari seluruh
kasus abortus.25
Pada genomik mosaik, dua atau lebih jalur genetik akan dipresentasikan masingmasing.Inaktivasi kromosom Xterjadi di mana salah satu atau dua kromosom X
inaktif selama embriogenesis dini di mana seharusnya proses ini penting sebagai

17

kompensasi untuk gen kromosom X yaitu delesi pada Xq28.32Mikrodelesi


kromosom Y yang menyebabkan kegagalan spermatogenik.25
b.

Kelainan gen

Gangguan genetik ini akan menyebabkan gangguan fenotipe yang memiliki


implikasi penting dalam kejadian abortus.
i

Mutasi gen reseptor progesteron26

ii

Mutasi gen hemostatik: mutasi FV dan mutasi gen protrombin G20210A


meningkatkan risiko 2 sampai 4,9 kali.26 Mutasi protein C/S meningkatkan
3,5-15,4 kali risiko abortus. Mutasi misense gen MTHFR C677T dan
A1298C.26

iii

Mutasi gen inflamasi: mutasi gen SCO2 yang diperlukan dalam oksidase
sitokrom c.37Polimorfisme A/G intron 6 dari gen eNOS, dan VEGF.

iv

Ekspresi gen plasenta: mutasi Mash1 dan Hand1. Peningkatan gen


apoptosis menyebabkan kematian vili korionik. Mutasi PP14, MUC1,
CD95, aneksin II reaksi imunolofik fetomaternal.

Mutasi gen mitokondria.

c.Kelainan HLA
Ligase CD40 pada trimester awal menginhibisi aksis HPA.27

2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun kelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan sebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada fetus.28 Penelitian
histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus, ditunjukkan bahwa 97%
menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili mengalami fibrosis stroma, 75%
18

mengalami degenerasi fibroid, dan 75% mengalami pengurangan pembuluh darah.


Inflamasi dan gangguan genetik dapat menyebabkan aktivasi proliferasi
mesenkim dan edema stroma vili.28 Keadaan ini akan berlanjut membentuk
sisterna dan digantikan dengan jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang
merembes melalui desidua akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik.
Kemudian, material pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid. Penelitian
Ladefogd, et al. pada 269 jaringan abortus menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hidropik yang signifikan antara jaringan abortus spontan dan jaringan
abortus lainnya (p<0,001).29
3.

Kelainan uterus

Pada pasien dengan abortus, prevalensi pasien dengan anomali uterus bervariasi
dari 1,8%-37,6% terutama pada kehamilan trimester akhir.30 Kelainan uterus dapat
dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses
perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau
yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES).Cacat uterus akuisita
yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan
abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat
dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya
ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam
kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus
yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed
abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut
disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini
mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil
pembuahan.31

19

Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan


suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada serviks.
Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua dengan
insidensi 0,5-8%.Keadaan ini juga dapat menyebabkan hilangnya barrier mekanik
yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina dan kebanyakan
asimptomatik. Serviks merupakan barier mekanik yang memisahkan kehamilan
dari flora bakteri vagina.Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran
plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran
plasenta ke dalam vagina.32

Kelainan endokrin1

Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron


Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan
dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi progesteron tidak
cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding endometrium.

Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia


Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah peningkatan
hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap fungsi ovarium.

Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.

Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus


luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.

Kelainan Koagulasi dan Imunologi


Kehamilan adalah suatu keadaan di mana hemostatis berada dalam kondisi
prokoagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulan dan penurunan
faktor antikoagulan.33 Mikropartikel prokoagulan yang bersirkulasi berada adalam

20

keadaan tidak stabil. Pasien dengan abortus rekuren selalu berada dalam konsisi
protombotik.34
HCG dan glikodelin

diproduksi

dalam

kadar

yang

tinggi

oleh

desidualisasiendometrium. Glikodelinspesifik dan oligosakarida membentuk


struktur yang disebut struktur LacdiNAc.Glikodelin memicu pembentukan mRNA
hCG, produksi protein pada trimester pertama, dan perkembangan sel tropoblas
trimester tiga. hCG membawa struktur SLeX dan SLea yang menyebabkan
pencegahan perlekatan selektin E, L, atau P dari leukosit maternal ke
sinsitiotropoblas janin. Pada pasien abortus, glikodelin meurun sehingga terjadi
aktivasi system imun maternal sehingga terjadi rejeksi janin.34 Selain itu,
penelitian Gardiner pada 22 pasien abortus rekuren trimester awal menunjukkan
penurunan kadar tissue factor pathway inhibitor yang penting dalam regulasi
aktivasi protein C/S.35
a

Trombofilia: mekanisme yang berhubungan adalah trombosis uteroplasenta


sehingga mengganggu oksigenasi ke janin.

Antibodi antifosfolipid: patogenesis aPL terkait dengan trombosis plasenta yang


menyebabkan cacat desidualisasi pada endometrium dan kelainan fungsi dan
diferensiasi tropoblas dini.

Defek Trombofilik yang diturunkan: penyakit ini merupakan kelainan faktor


pembekuan yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan trombosis
patologis akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan darah dan
antikoagulasi. Teori yang paling banyak menjelaskan tentang hal ini adalah
resistensi terhadap protein C yang disebabkan oleh mutasi faktor V Leiden atau
yang lainnya, penurunan atau tidak adanya aktivitas antitrombin III, mutasi gen
protrombin dan mutasi gen untuk methylene tetrahydrofolate reductase yang
menyebabkan peningkatan kadar homosistein serum (hiperhomosisteinemia).17,35

Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun.Faktorautoimunmisal

SLE,

APS,

antikoagulan

lupus,

antibodi

antikardiolipin.Insidensiberkisar 1-5% tetapirisikonyamencapai 70%.Selainitu,


faktoralloimundapatmempengaruhimelalui

21

HLA.Bilakadarataureseptor

leptin

menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan terjadi peningkatan risiko


abortus.

Mekanismenyaberhubungandengantimbalbalikaktifreseptor

di

vilidanekstravili tropoblas.36

Inflamasi
Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga
angiogenesis.Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi sel NK
berperan penting dalam mengatur hal ini.37 Penurunan ekspresi Ki-67 dan
peningkatan materi apoptosis ditemukan pada pemeriksaan sinsiotropoblas
jaringan abortus yag mana menandakan adanya hubungan antara mekanisme
inflamasi dan apoptosis dalam abortus.37 Kokawa et al.Menunjukkan adanya
fragmen DNA internukleosomal dan perubahan apoptosis pada vili korionik
manusia dan desidua selama kehamilan trimester pertama. 38 Lea et al. juga
menunjukkan adanya peingkatan apoptosis pada sel epitel di sekeliling iterus saat
implantasi plasenta.39

Infeksi. Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidakumum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus,Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari 4 traktus genetalia
sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang
menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.1,36

Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus.27 Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan

22

prematur.Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. 36
10 Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus yang
tidak dilaporkan. Berdasarkan studi kasus yang terjadi, mekanisme trauma paling
banyak adalah kecelakaan lalu lintas (55%), jatuh (13%), penyiksaan diri sendiri
(10%), jatuh dari sepeda (4%), jatuh saat berjalan (4%), atau penyebab lainnya
(11%). Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling banyak adalah jatuh
sendiri dan kesengajaan. Data epidemiologis 16 negara menunjukkan bahwa
kecelakaan lalu lintas, kebakaran, dan jatuh yang paling banyak menyebabkan
mortalitas maternal. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta,
pendarahan fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung.40
Kontraksi preterm ditemukan pada 25% pasien trauma dan semakin meningkat
sesuai dengan ISS. Penelitian Ikossi, et al. (2004) pada 1195 wanita hamil yang
mengalami trauma menunjukkan bahwa 17 meninggal dan dari wanita hamil yang
selamat, 66 mengalami risko tinggi abortus.5,1% pasien melahirkan secara
normal, 75% dengan sectio caesarea yang dilakukan <24 jam melahirkan. Indikasi
dilakukan sectiocaesarea cito adalah fetal distress, maternal distress, atau
kombinasi keduanya.41
Penelitian Shah, et al. pada 114 pasien, ditunjukkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan abortus adalah kematian maternal, trauma abdomen berat, syok
hemoragik. Pasien dengan ISS >15, trauma terutama pada toraks, abdomen, atau
ekstremitas inferior (AIS >2) atau AIS pada kepala > 2 akan memiliki risiko tinggi
untuk mengalami keguguran. Hal ini berkaitan dengan hipoksia janin dan
vaskokontriksi pembuluh darah maternal.42 Penelitian Ali, et al. pada 20 wanita
hamil menunjukkan bahwa ISS>12 menunjukkan 65% abortus dengan 1 kematian
maternal 25. Kematian fetal dibanding maternal berkisar 3-9:1 26.43
Uterus dilindungi pelvik sampai usia kehamilan 12 minggu, jadi jarang terjadi
trauma akibat trauma abdomen lansung. Setelah 20 minggu, diatas umbulukus,
kandung kemih tersisihkan oleh pembesaran uterus sehingga uterus lebih rentan
terkena trauma. Dinding uterus juga menjadi lebih tipis dan cairan amnion
menurun seiring dengan penambahan gestasi.Pada trauma kapitis, terjadi

23

perubahan fungsi HPA sehingga regulasi hormon yang menyokong kehamilan


menjadi terganggu. Kelley, et al. menunjukkan adanya hipopituarisme pada 40%
pasien dengan trauma kapitis. Penelitian Weiss, et al. pada 761 wanita hamil yang
mengalami trauma, biasanya berusia muda.
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus.
Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ
panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian,
sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu
kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar
kemungkinan abortus.17

3.5.
Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1

Tujuan

Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini dilakukan

24

oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis
penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah dengan pertimbangan dari
tokoh agama yang terkait.
b

Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.

Jenis (dibahas pada diagnosis)

Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia
kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus trimester
satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita
ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan uterus, dan abortus
trimester tiga.
3.6.

Patogenesis & Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn
nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali
adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat menjadi
benda

asing

dalam

uterus

yang

menyebabkan

uterus

kontraksidanmengeluarkanisinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan

dalam

cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses
pengeluaran hasil konsepsi.Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali dengan
pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan
perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan

25

gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan


pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk
yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang
bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati
lama.Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri
spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.
3.7.
Diagnosis
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif

mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada


pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya
perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama,
ekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat perdarahan
tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan ringansedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah yang
bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak, merah
terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam waktu 5 menit, dan
pasien tampak pucat.3
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usiagestasi di bawah 14
minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau
sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta
sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil
konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses
persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang
tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam
bentuk gangguan pembekuan darah.
Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:1,17,36
1

Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi
serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,
terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa
riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks
26

belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding


vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.
2

Abortus Insipiens adalah erdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi


serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan
mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa
riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester
pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo,
ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan.

Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal
dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa
darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada riwayat
keluarnya jaringan dari jalan lahir.

Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah


dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri
telah menutup dan uterus mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat
diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap.
Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau
transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-bercak dan
anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat
keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo, ditemukan darah segar
di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan

Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam


kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan
ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,
bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan
bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan
jaringan

Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturutturut.Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di

27

atas, riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya
demam.
7

Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret
yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai
sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)

Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi
terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi
(diameter minimal 25 mm) dengan USG.

3.8.
1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:1,3,36

Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3
mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung
telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10
mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu,
diameter kantung gestasi 20 mm, terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu.
Pada usia gestasi 8 minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut,
terlihat rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak
pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu, telah
terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia
gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung telah terbentuk
dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio
>8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung.

28

Kariotipe genetik

Tiroid, KGD

BIopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron

Infeksi

Imunologis

Beta hCG
Serum beta HCG>2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90% KDR
3.9.

Diagnosis banding1,17,36
Diagnosis
banding
Abortus
iminens

Abortus
insipien

Abortus
inkomplit

Gejala
perdarahan dari
uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu berupa
flek-flek
nyeri perut ringan
keluar jaringan (-)
perdarahan banyak
dari uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu
nyeri perut berat
keluar jaringan (-)
perdarahan banyak /
sedang dari uterus
pada kehamilan
sebelum 20 minggu
nyeri perut ringan
keluar jaringan
sebagian (+)

Pemeriksaan fisik
TFU sesuai dengan
umur kehamilan
Dilatasi serviks (-)

TFU sesuai dengan


umur kehamilan
Dilatasi serviks (+)

TFU kurang dari umur


kehamilan
Dilatasi serviks (+)
teraba jaringan dari
cavum uteri atau masih
menonjol pada osteum
uteri eksternum

29

Pemeriksaan
penunjang
tes kehamilan urin masih
positif
USG : gestasional sac
(+), fetal plate (+), fetal
movement (+), fetal heart
movement (+)
tes kehamilan urin masih
positif
USG : gestasional sac
(+), fetal plate (+), fetal
movement (+/-), fetal
heart movement (+/-)
tes kehamilan urin masih
positif
USG : terdapat sisa hasil
konsepsi (+)

Abortus
komplit

perdarahan (-)
nyeri perut (-)
keluar jaringan (+)

TFU kurang dari umur


kehamilan
Dilatasi serviks (-)

Missed
abortion

perdarahan (-)
nyeri perut (-)
biasanya tidak
merasakan keluhan
apapun kecuali
merasakan
pertumbuhan
kehamilannya tidak
seperti yang
diharapkan. Bila
kehamilannya > 14
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan rahimnya
semakin mengecil,
tanda-tanda
kehamilan sekunder
pada payudara mulai
menghilang.
Tanda kehamilan (+)
Terdapat banyak atau
sedikit gelembung
mola
Perdarahan banyak /
sedikit
Nyeri perut (+)
ringan
Mual - muntah (+)
Perdarahan berupa
flek-flek
Nyeri perut ringan
Tanda kehamilan (+)
Nyeri abdomen (+)
Tanda kehamilan (+)
Perdarahan
pervaginam (+/-)

TFU kurang dari umur


kehamilan
Dilatasi serviks (-)

Mola
hidatidosa

Blighted
ovum
KET

tes kehamilan urin masih


positif
bila terjadi 7-10 hari
setelah abortus.
USG : sisa hasil konsepsi
(-)
tes kehamilan urin
negatif setelah 1 minggu
dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan.
USG : gestasional sac
(+), fetal plate (+), fetal
movement (-), fetal heart
movement (-)

TFU lebih dari umur


kehamilan
Terdapat banyak atau
sedikit gelembung
mola
DJJ (-)

tes kehamilan urin masih


positif
(Kadar HCG lebih dari
100,000 mIU/mL)
USG : adanya pola badai
salju (Snowstorm).

TFU kurang dari usia


kehamilan
OUE menutup

tes kehamilan urin positif


USG : gestasional sac
(+), namun kosong (tidak
terisi janin).
Lab darah : Hb rendah,
eritrosit dapat meningkat,
leukosit dapat
meningkat.
Tes kehamilan positif
USG : gestasional sac
diluar cavum uteri.

Nyeri abdomen (+)


Tanda-tanda syok
(+/-) : hipotensi, pucat,
ekstremitas dingin.
Tanda-tanda akut
abdomen (+) : perut
tegang bagian bawah,
nyeri tekan dan nyeri
lepas dinding abdomen.
Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus yang
batasnya sukar
ditentukan.
Cavum douglas
menonjol berisi darah
dan nyeri bila diraba

30

3.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari oleh jenis
abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid
dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.Langkah pertama
dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinispasien.
Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan
awalkegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi
yang dapatmengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan
hebat (masif) atautaruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil
langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya
yaitu:
1

Abortus imminens
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan
untukmembatasi aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan
prostaglandin. Tidak dianjurkanterapi dengan hormon estrogen dan
progesteron.Meta

analisis

menunjukkan

bahwa

tatalaksana

abortus

imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil


yang hampir sama (RR 0,53; 95CI 0,35-0,79). Regimen progesteron yang
dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mgdilanjutkan sampai 16
minggu, pervaginam 25-90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan
dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti
berdarah.44

Terapi dydrogesteron dipertimbangkan dengan asumsi farmakodinamik


untuk menyokong pertumbuhan uterus. Akan tetapi, penelitian menunjukkan
bahwa

perbandingan

abortus

antara

kelompok

yang

menerima

dydrogesteron dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan hasil yang


berbeda (p<0,001) dengan konsentrasi progesteron yang hampir sama.45
31

Akan tetapi, penelitian Zibdeh et al. menunjukkan adanya pengurangan


insidensi abortus rekuren pada kelompok yang diterapi dydrogesteron
dibanding kelompok kontrol (OR 0,38, p<0,001).79 Begitu juga pada kasus
abortus iminens (OR 3,77).46
Hindaricampurterlebihdahulukarenadapatterjadikolonisasibakteripadakavum
uteri di manabakteridapatlanjutmenginvasimembran fetus, plasenta, cairan
amnion yang meningkatkanrisikoabortus.Selainitu, cairan semen darilakilakidapatmerangsangkontraksi

uterus

danpengeluaranoksitosin.47

Vitamindiberkandenganasumsifungsiantioksidanuntukmengatasipenyebabstr
esoksidatifpadakasusabortus.Penelitian Rumbold, et al. (2005) pada 35353
kehamilanmenunjukkanbahwapemberian

vitamin

gagalmenunjukkanpenurunanangkaabortustetapipemberian vitamin C dan E


meunjukkanhasilsebaliknya. Suatu RCT pada 183 wanita menunjukkan
bahwa suplementasi hCG tidak menurunkan angka abortus pada abortus
imminens. Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai bermanfaat dalam
menurunkan risiko abortus (OR 0,17).
2

Abortus insipiens
Umumnya harus dirawat. Karena tidak adakemungkinan kelangsungan
hidup bagi janin, maka dapat diberikanmisoprostol untuk mengeluarkan
konsepsi. Dapatanalgetik mungkin diberikan.Demikian pula, setelah janin
lahir, kuretase mungkin diperlukan.1,47
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak
banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses
abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat
keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat
diulang setelah 15 menit bila perlu) ataumisoprostol 400 g oral (dapat
diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal
pengeluaran plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan. Namun
bahaya yang perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding
uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.36

Abortus inkomplit

32

Abortus

inkomplit

dapat

ditatalaksana

dengan

rawat

ekspektatif,

pembedahan, maupun medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif


berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2 minggu. 44 Terapi
medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas.
Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya.
Reynold et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik
yang signifikan mengenai efikasi medikamentosa dan pembedahan dalam
penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat peningkatan risiko
infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal (p<0,001). Hal ini
berlaku saat kantung gestas <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa
dibanding pemebdahan akan berkurang 85%.86Penelitian Weeks et al.
Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan aspirasi vakum manual
menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak bermakna
(96,3 vs 91,4).47
a

Perbaiki keadaanumum: volume intravaskuler efektif harusdipertahankan


untukmemberikan perfusi jaringan yang adekuat.

Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat


Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi.Fawcus et
al. (1997) menunjukkan 49,5% wanita hamil dengan abortus inkomplit
diberikan terapi antibiotik dan transfusi.47 Penelitian Chow et al. (1997) pada
77 pasien abortus menunjukkan penatalaksanaan dengan penicillin +
chloraphenicol lebih baik dibanding chloramphenicol tunggal. Seeras (1989)
menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi sepsis antara kelompok kontrol
dengan kelompok yang menerima tetrasiklin kapsul 500 mg 4 kali sehari
(RR 1,36, 95CI 0,86-2,14). Pada RCT yang menilai profilaksis doksisiklin
sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek yang bermakna terhadap
penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.

Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perludilakukan


laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim
Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan
pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau
forceps cincin. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan <16

33

minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan pilihan


aspirasi vakum.Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus
insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia
kehamilan <12-14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk
segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2mg IM (dapat diulang setelah 15
menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 g oral(dapat diulang setelah 4
jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu, dilakukan induksi
ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan kecepatan
40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi.Bila perlu, dapat
diberikan misoprostol 200 g per vaginam tiap 4 jam hingga terjadiekspulsi,
dosis total tidak lebih dari 800 g. Setelah itu, mengevakuasi sisa hasil
konsepsi yang tersisa dari uterus.747
Penelitian Gulmezoglu menunjukkan bahwa metode operatif yang dipilih
untuk abortus inkomplit adalah aspirasi vakum dengan efek samping yang
rendah: kehilangan darah minimal (RR 0,28), nyeri minimal (RR 0,74),
waktu lebih singkat (-1,2 menit) dibanding kuretase tajam. Di samping itu,
prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum danmemiliki efektivitas yang
cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%).Walaupun begitu,
perhitungan statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.46 Heath
et al. menunjukkan bahwa tidak ada manfaat pemeriksaan histopatologi
jaringan kuretase. Akan tetapi, hal ini tetap saja diperiksakan untuk
mencegah kemungkinan KET.
Beberapastudimenganjurkanterapi misoprostol. Efikasi misoprostol berkisar
13%-96% dengan banyak faktor yang mempengaruhinya misal, abortus, dan
ukuran kantung gestasi. Angka keberhasilan tinggi (70%-96%) ditemukan
pada kasusu abortus inkomplit dengan misoprostol dosis tinggi (1200 mcg2400 mcg) yang berikan pervaginam.36,47

34

Chung et al. menunjukkan bahwa 400 mcg misoprostol oral setiap 4 jam
menunjukkan efikasi yang baik dengan dosis maksimum 1200 mcg.
Gonlund yang membandingkan rawat ekspektatif dengan misoprostol
vaginal 400 mcg menunjukkan keberhasilan 90% lebih baik dengan evaluasi
pada hari 8 dan 14. Studi yang membandingkan rute oral dan vaginal
menunjukkan bahwa vaginal lebih baik. Meka et al. menganjurkan
penatalaksanaan dengan 600 mcg misoprostol pervaginam dan kontrol tes
kehailan urin setelah 3 minggu tatalaksana.
Mengenai efektivitas melalui rute apa misoporstol harus diberikan masih
kontroversial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa misoprostol lebih
efektif diberikan per bukal atau per vaginam agar tidak perlu melalui proses
first pass metabolism. Meta analisis pada 15 penelitian (2118 wanita)
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kejadian abortus pada
kelompok yang diberikan progestogen oral/im/vaginal dan plasebo. Mittal et
al. (2004) juga menunjukkan efikasi misoprostol yang sama antarakedua
kelompok. Wiebe et al (2004) pada wanta abortsi menunjukkan bahwa terapi
misoprostol vaginal lebih efektif dibanding bukal setelah terapi metroteksat.
Akan tetapi, Middleton et al. (2005) pada 442 wanita menunjukkan bahwa
efikasi terapi misoprostol bukal lebih baik dibanding vaginal setelah
mifepriston.

35

Abortus komplit

Perbaikikeadaanumum

Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat

Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perludilakukan


laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim.36,48

Abortus rekuren
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh
karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,
pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,
larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,
hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.
Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya
tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital.
Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk
stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang
ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.36

Missed abortion
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase
jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu,
dilakukan induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan
oksitosin(untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian
prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium serviks,
dgn pemberian mesoprostol (sublingual).Bila usia gestasi lebih dari 4

36

minggu memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena


hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.17
7

Abortus infeksi atau septik


Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada
infeksi berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5
mg/kgBB intravena selama 24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena
setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan amoxicillin oral 3 kali
sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari,
dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.48

Blighted ovum
Dilatasi dan kuraetase secara selektif.

3.11. Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada
kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat
jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum
dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat
dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada usia kehamilan
38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara
Mac Donald.48
3.12. Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka
kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %,
apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan
kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus
sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah
melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,
apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling
sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan
abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran
preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan
berikutnya (Thom dkk, 1992).16,36

37

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

38

Telah dilaporkan suatu kasus seorang wanita dewasa berusia 30 tahun dengan
diagnosis kerja yaitu Abortus Inkomplit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerikasaan penunjang.
Kasus
Ny. S, 26 tahun, datang
dengan keluhan keluar
darah berwarna merah
disertai gumpalan darah
dari kemaluan sejak 5
hari yang lalu.

Pasien mengaku dirinya


tidak haid sejak bulan
Oktober 2016. Pada saat
itu, pasien melakukan
pemeriksaan tes pack urin
merek
Sensitif
dan
mendapatkan hasil yang
positif. Akan
tetapi,
pasien belum pernah
konfirmasi
hasil
kehamilan ini ke dokter
kandungan.
HPHT: 20 Oktober 2015
TTP:27 Juli 2016

Darah
yang
berwarna
kehitaman

Teori
Pendarahan pervaginam
adalah suatu kondisi di
mana keluarnya darah
dari vagina. Pendarahan
pervaginam terdiri dari
mayoritas
pendarahan
antepartum, pendarahan
postpartum,
maupun
pendarahan
akibat
abnormalitas ginekologi
tertentu sehingga harus
diketahui status gestasi
pasien.
Kehamilan yaitu masa
yang
dimulai
dari
konsepsi, nidasi, embrio,
hingga menjadi fetus.
Tanda-tanda kehamilan
meliputi
amenorrhea,
hiperemesis,
dan
perubahan
fisiologis
tubuh ibu hamil. Tanda
pasti
adalah
bila
pemeriksa
merasakan
gerakan janin dan adanya
denyut jantung janin.
Akan tetapi, kondisi ini
tetap harus dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
USG
transabdominal
maupun transvaginal.

keluar Jenis
abortus
merah dibedakan
disertai penatalaksanaan

39

Analisis
Pasien ini mengalami
pendarahan pervaginam
dengan
berbagai
diagnosis
banding
penyebabnya.

Berdasarkan
HPHT,
pasien ini mengalami
kehamilan 16 minggu dan
kemungkinan mengalami
abortus. Dalam kasus ini,
status gestasi pasien
harus
dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
USG
untuk
menyingkirikan
kemungkinan penyebab
pendarahan pervaginam
lainnya,
seperti
kehamilan ektopik atau
mola hidatidosa. Tanda
pasti hamil belum dapat
menjadi patokan karena
tanda ini secara normal
baru dirasakan pada usia
kehamilan di atas 20
minggu.
harus Dalam kasus ini, pasien
karena kemungkinan mengalami
untuk abortus inkomplit.

gumpalan darah
pada
saat
BAK.
Kadang,
pasien melihat keluar
gumpalan darah seperti
jaringan atau mata ikan.
Keluhan
ini
disertai
dengan nyeri perut seperti
mulas-mulas dan nyeri
pinggang.

Pasien mengaku masih


bekerja sebagai buruh
tani saat hamil, seperti
merumput dan memanen
padi, mengangkat hasil
panen
padi
dan
sejenisnya.

setiap jenisnya berbeda.


Pada abortus imminens,
darah
yang
keluar
biasanya berupa bercakbercak tanpa keluarnya
jaringan dan nyeri perut
ringan. Pada abortus
insipiens,
pendarahan
pervaginam
sedang
sampai banyak tanpa
disertai
keluarnya
jaringan dan nyeri perut
berat.
Pada
abortus
inkomplit,
pendarahan
pervaginam
sedang
sampai banyak disertai
keluarnya
sebagian
jaringan. Pada abortus
komplit,
pendarahan
biasanya sedikit atau
bahkan tidak ada disertai
riwayat keluar darah yang
banyak disertai jaringan,
dan
nyeri
perut
cenderung
tidak
dirasakan lagi.
Ada berbagai macam
penyebab
abortus
diantaranya
kelainan
genetik, penyakit ibu,
infeksi, stres oksidatif,
trauma, dan diet yang
kurang.
Penelitian Ikossi, et al.
(2004) pada 1195 wanita
hamil yang mengalami
trauma
menunjukkan
bahwa 17 meninggal dan
66 mengalami risko
tinggi abortus.Penelitian
Weiss, et al. pada 761
wanita
hamil
yang

40

Bekerja berat seperti


yang dilakukan pasien
disinyalir
dapat
meningkatkan rangsang
mekanik pada uterus
yang akan mengaktifkan
hormon
progesterone
sehingga
produksi
hormon
progesteron
menurun.
Penyebab
lainnya perlu ditinjau lagi
walaupun
penatalaksanaan
bergantung pada jenis
abortus. Hanya saja, bila
terdapat
keterlibatan

Suami pasien sering


merokok saat di rumah
sekitar 5-8 batang per
hari.
Pasien
tidak
pernah
mengonsumsi
vitamin
apapun
untuk
kehamilannya

Status generalis dan


status lokalis dalam batas
normal.
Dijumpai
hiperpigmentasi mammae
pada inspeksi toraks
depan.

mengalami
trauma, genetik,
harus
biasanya berusia muda.
dipertimbangkan dengan
seksama untuk rencana
kehamilan berikutnya.
Stres oksidatif sendiri Asap rokok mebentuk
dapat
menyebabkan banyak
karbon
apoptosis
yang monoksida yang bersifat
mengganggu
invasi teratogenik dana dapat
plasenta dan abortus dini. menyebabkan
mutasi
ROS
akan
bereaksi genetik. Asap rokok juga
dengan molekul pada dapat
menyebabkan
berbagai sistem biologi terbentuknya
banyak
sehingga dapat terjadi radikal bebas. Pada akhir
kerusakan
sel
yang trimester satu, secara
ekstensif dan disrupsi normal ada peningkatan
fungsi sel.
tekanan oksigen dari <20
Dengan
risiko
stres mmHg menjadi >50
oksidatif, pasien tidak mmHg
menyebabkan
pernah
mengonsumsi stress oksidatif dalam hal
vitamin yang berperan mengatur
implantasi
sebagai
antioksidan plasenta. Risiko asap
sehingga meningkatkan rokok akan memperburuk
risiko abortus.
stres
oksidatif
yang
terjadi. Selain itu, pasien
tidak
mengonsumsi
vitamin C dan E yang
dapat berfungsi sebagai
antioksidan.
Status generalis yang Tidak ada komplikasi lain
normal
menunjukkan dalam kehamilan.
pasien berada dalam Hiperpigmentasi
kondisi
yang
stabil. mammae menunjukkan
dalam
Status lokalis dalam batas kemungkinan
normal
memberikan kondisi gestasi.
informasi bahwa tidak
ada penyulit penyakit
dalam kehamilan dengan
batasan
pemeriksaan
fisik.
Hiperpigmentasi
mammae
merupakan
salah satu perubahan
fisiologis pada wanita

41

Pada
pemeriksaan
obstetrikus,
dijumpai
abdomen lemas, nyeri
tekan tidak dijumpai,
TFU tidak teraba, dan
terdapat
perdarahan
pervaginam
minimal,
aktif (-).
Pada
pemeriksaan
ginekologis,
dari
inspekulo
tampak
gumpalan
darah
di
introitus vagina dan
orifisium
uterus
eksternum terbuka. Pada
VT dijumpai serviksl1
cm; uterus lebih besar
dari
besar
biasa;
parametrium kanan-kiri
sulit dinilai; nyeri goyang
serviks
(+),
cavum
douglas menonjol.
Pada USG dijumpai
bahwa uterus antefleksi,
besar biasa ukuran mm x
mm x mm; tampak
gestational
sac
intrauterin dengan batas
tidak beraturan, masih
tampak sisa jaringan hasil
konsepsi, tampak fetal
pole, DJJ (-), cairan
bebas (-).
Tes beta hCG tidak
dilakukan.

hamil.
Pada abortus inkomplit,
tidak ada pemeriksaan
obstetrik yang spesifik.
Yang dapat terlihat hanya
pendarahan pervaginam.

Pada pemeriksaan VT
ditemukan kanalis serviks
terbuka, jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri
atau
kadang
sudah
menonjol dari ostium
uteri eksternum. Pada
pemeriksaan inspekulo,
ditemukan darah segar di
sekitar dinding vagina,
porsio
terbuka,
dan
ditemukan jaringan di
jalan lahir.
Pada usia 4 minggu,
dapat terlihat kantung
gestasi eksentrik dengan
diameter 2-3 mm. Pada
usia gestasi 7 minggu,
diameter kantung gestasi
20 mm, terlihat bagian
kepala dan badan yang
menyatu.
Pada
usia
gestasi
8
minggu,
diameter kantung gestasi
25 mm, herniasi midgut,
terlihat
rhombencephalon,
dan
limb buds. Pada usia
gestasi 9 minggu, tampak
pleksus
koroidalis,
vertebra, dan ekstremitas.

42

Hasil
pemeriksaan
obstetrikus pasien ini
menunjukkan diagnosis
pasien ini lebih ke arah
abortus
inkomplit
dibanding
abortus
komplit karena masih
dijumpai
adanya
pendarahan pervaginam.
Dari hasil pemeriksaan
ginekologis,
terlihat
bahwa hasil pemeriksaan
mendukung
untuk
diagnosis
abortus
inkomplit.

Adanya gestational sac


dan fetal pole menjadi
suatu konfirmasi bahwa
telah terbentuk hasil
konsepsi atau dengan
kata lain pasien benarbenar hamil. Kantung
gestasi yang dijumpai
pada
intrauterine
menunjukkan kehamilan
terjadi dalam rahim,
bukan kehamilan ektopik
yang menjadi diagnosis
banding abortus.
Pada pemeriksaan USG
juga masih tampak sisa
jaringan hasil konsepsi
berarti jaringan sebagaian

Penatalaksanaan
pada
kasus ini adalah kuretase
emergensi. Selain itu,
diberikan
tatalaksana
medikamentosa,
yaitu
pada hari pertama setelah
operasi pasien diberikan
terapi diet lunak, IVFD
RL 30 gtt/menit, Inj.
Cefotaxime 1gr/12 jam,
Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam.
Pada hari kedua IVFD
dilepas
dan
terapi
dilanjutkan dengan terapi
oral, yaitu Cefadroxil 2 x
500
mg,
Asam
Mefenamat 2 x 500 mg,
vitamin B kompleks 1 x 1
tab

Pada usia gestasi 10


inggu, telah terlihat bilik
jantung,
lambung,
kandung kemih, dan
osifikasi tulang, pada usia
gestasi 11, usus telah
terbentuk dan struktur
lainnya cenderung telah
terbentuk dengan baik.
Abortus dapat ditegakkan
dari USG transabdominal
bila pada embrio >8 mm
tidak ditemukan aktivitas
jantung.
Abortus inkomplit dapat
ditatalaksana
dengan
rawat
ekspektatif,
pembedahan,
maupun
medikamentosa.
Menurut SPM POGI, bila
perdarahan ringan dan
kehamilan <16 minggu,
dapat
dilakukan
pengeluaran
hasil
konsepsi yang terjepit
pada serviks dengan jari
atau forseps cincin. Bila
perdarahan sedang-berat
dan usia kehamilan <16
minggu,
dilakukan
evakuasi hasil konsepsi
dari uterus dengan pilihan
aspirasi vakum atau
kuretase tajam (sumber
lain menyebutkan batasan
usia kehamilan <12-14
minggu).
Penelitian Gulmezoglu
menunjukkan
bahwa
metode operatif yang
dipilih untuk abortus
inkomplit adalah aspirasi

43

sudah
keluar
dan
sebagian
lagi
masih
tersisa.
Hasil
pemeriksaan
ini
mengonfirmasi
jenis
abortus yaitu abortus
inkomplit dibanding jenis
abortus lainnya.

Sarana
opertif
yang
tersedia di RSUD Arga
Makmur adalah kuretase
sehingga penatalaksanaan
yang dilakukan adalah
kuretase tajam.
Medikamentosa diberikan
untuk mengurangi rasa
nyeri
dan
sebagai
pencegahan
terjadinya
infeksi.

vakum
dengan
efek
samping yang rendah:
kehilangan
darah
minimal (RR 0,28), nyeri
minimal
(RR
0,74),
waktu lebih singkat (-1,2
menit). Walaupun begitu,
perhitungan
statistik
menunjukkan perbedaan
yang tidak bermakna.
Selain itu, prosedur ini
hanya
memerlukan
anestesi lokal.

DAFTAR PUSTAKA

44

1. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


Wiknjosastro GH (editor),In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2010.
2. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion. Robertson A (editor).
In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGrawHill, 2003.
3. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics Illustrated,
6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.
4. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008
5. Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran, Vinay Kumar,
Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed. Philadelphia: WB. Saunders 2004;
1079-80.
6. Basama FM, Crosfill F. The outcome of pregnancies in 182 women with threatened
miscarriage. Arch Gynecol Obstet 2004; 270:86-90
7. Weiss JL, Malone FD, Vidaver J, et al. Threatened abortion: A risk factor for poor
pregnancy outcome, a population-based screening study. Am J Obstet Gynecol 2004;
190:745-50.
8. Johns J, Jauniaux E. Threatened miscarriage as a predictor of obstetric outcome. Obstet
Gynecol 2006; 107:845-50.
9. Tien JC & Tan TYT. Non surgical intervensions for threatened and recurrent
miscarriages. Singapore Med J, 2007; 48(12): 1074.
10. Backos, M and Regan, L. Recurrent Miscarriage. In: James, et al. (eds), High Risk
Pregnancy Management Options. 3rd Edition.Philadelphia: Elsevier Saunders, 2006; 160182.
11. Pierce GB, Parchment RE, Lewellyn AL. Hydrogen peroxideas a mediator of
programmed cell death in the blastocyst.Differentiation 1991;46:181186.
12. Suganuma R, Yanagimachi R, Meistrich ML. Decline in fertilityof mouse sperm with
abnormal chromatin during epididymalpassage as revealed by ICSI. Hum Reprod
2005;20:3101-3108.
13. Gupta S, Agarwal A, Banerjee J& Alvarez J. The role of oxidative stress in spontaneous
abortion and recurrent pregnancy loss: a systematic review. CME Review Article 2012;
62(5): 335-347.
14. CohenRK & Koren G. Antioxidants and fetal protectionagainst ethanol teratogenicity:
review of the experimentaldata and implications to humans. Neurotoxicol Teratol
2003;25:1-9.
15. Burd L, Roberts D, Odendaal H. ethanol and the placenta: a review. Journal of maternal
fetal and neonatal medicine 2007, 20(5):361375.
16. Weng X, Odouli R & Li DK. Maternal caffeine consumption during pregnancy and the
risk of miscarriage: a prospective cohort study. Am J Obstet Gynecol 2008; 198: 279-308.
17. Brent RL. Saving lives and changing family histories: Appropriate counseling of pregnant
women and men and women of reproductive age, concerning the risk of diagnostic
radiation exposures during and before pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 2009, 200(1):424.
18. King H, Webb RT & Mortensen PB. Risk of stillbirth and neonatal death linked with
maternal mental illness: a national cohort study. archives of disease in childhood, fetal
and neonatal, 2009 94(2): 105-110.
19. Fertl KI, Bergner A, Beyer R, Klapp BF & Rauchfuss BF. Levelsand effects of different
forms of anxiety during pregnancy after a priormiscarriage. Eur. J. Obstet. Gynecol.
Reprod. Biol. 2009; 142: 23-29.

45

20. Korevaar JC, Leschot NJ, Bossuyt PM, Knegt AC, Schoorl KB, Wouters CH, et
al.Selective chromosome analysis in couples with two or more miscarriages: casecontrol
study. BMJ 2005; 331: 137-141.
21. Cunningham. Recurrent Miscarriage: Abortion. Mark E (editor), In: Williams Obstetrics
23rd Edition. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 2010.
22. Godjin M. Chromosome abnormalities in first-trimester pregnancy loss. University of
Amsterdam, 2003; 1: 1-19.
23. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Womens Health Reports2003, 3:361-366.
24. Schweikert A, Rau T, Berkholz A, Allera A, Daufeldt S,Wildt L, et al. Association of
progesterone receptorpolymorphism with recurrent abortions. Eur JObstet Gynecol
Reprod Biol, 2004: 113;67-72.
25. Brosens JJ, Hodgetts A, Zaidi FF, Sherwin JR, Fusi L, Salker MS, et al. Proteomic
analysis of endometrium from fertile and infertile patients suggests a role for
apolipoprotein A-I in embryo implantation failure and endometriosis. Mol Hum
Reprod 2010;16:273-285.
26. Teklenburg G, Salker M, Heijnen C, Macklon NS & Brosens JJ. The molecular basis of
recurrent pregnancy loss: impaired natural embryo selection. Mol Hum Reprod, 2010:
16(12): 886-895.
27. Suryanarayana V, Rao L, Kanakavalli M,Padmalatha V, Raseswari T, &Deenadayal M.
Associationbetween novel HLA-G genotypes and risk of recurrentmiscarriages: A casecontrol study in a South Indian population. Repro Sci, 2008; 15: 817-824.
28. Choi HK, Choi BC, Lee SH, Kim JW, Cha KY &Baek KH. Expression of angiogenesis
and apoptosisrelated genes in chorionic villi derived from recurrent pregnancy
patients. Mol Reprod Dev, 2003; 66:24-33.
29. Laird SM, Tuckerman EM, Cork BA, Linjawi S, Blakemore AF, Li TC, et al. A review of
immune cells and molecules in women withrecurrent miscarriage.Human Reproduction
Update2003: 9(2); 163-174.
30. Salmon JE. A noninflammatory pathway for pregnancy loss:innate immune activation.
31. Haque AU, Siddique S, Jafari M, Hussain I& Siddiqui S. Pathology of chorionic villi in
spontaneous abortions. International Journal of Pathology 2004; 2(1): 5-9
32. Emmrich P. Pathology of the placenta. Zentralbl Pathol 1992;138:1-8.
33. Salim R, ReganL, Woelfer B, Backos M& Jurkovic D. A comparativestudy of the
morphology of congenital uterine anomalies inwomen with and without a history of
recurrent first trimester miscarriage.Hum. Reprod.2003: 18; 162-166.
34. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Womens Health Reports 2003, 3:361366.
Current Science Inc. ISSN 15345874 Copyright 2003 by Current Science Inc
35. Prawirohardjo,S. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal.302-304; 309-310
36. Brenner, B., 2004. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb. Res. 114,409414
37. Rai, R., Tuddenham, E., Backos, M., Jivraj, S., Elgaddal, S., Choy, S., Cork, B.,Regan,
L., 2003. Thromboelastography, whole-blood haemostasis andrecurrent miscarriage.
Hum. Reprod. 18, 25402543.
38. Jeschke, U., Richter, D.U., Walzel, H., Bergemann, C., Mylonas, I., Sharma, S.,Keil, C.,
Briese, V., Friese, K., 2003a. Stimulation of hCG and inhibitionof hPL in isolated human
trophoblast cells in vitro by glycodelin A.Arch. Gynecol. Obstet. 268, 162167.
39. Toth B, BastugM, Scholz C, Arck P, Schulze S& KunzeS,et al. Leptin and peroxisome
proliferator-activatedreceptors: impact on normal and disturbed first trimester
humanpregnancy. Histol. Histopathol., 2008; 23:1465-1475.
40. Gardiner C, Cohen S, Austin S, Machin SJ, & Mackie IJ. Pregnancy loss, tissue factor
pathway inhibitor deficiency, and resistance to activated protein C. J Thromb Haemost
2006; 4: 2724-2726.

46

41. LappasM, Permezel M&Rice GE. Leptin and adiponectin stimulatethe release of
proinflammatory cytokines and prostaglandinsfrom human placenta and maternal adipose
tissue via nuclear factorkappaB,peroxisomal proliferator-activated receptor-gamma
andextracellularly regulated kinase 1/2. Endocrinology, 2005; 146: 3334-3342.
42. Hiby SE, Regan L, Lo W, Farrell L, Carrington M& MoffettA. Association of maternal
killer-cell immunoglobulin-like receptors andparental HLA-C genotypes with recurrent
miscarriage. Hum. Reprod., 2008;23; 972-976.
43. Expression of Ki-67, Bcl-2 and Bax in the First TrimesterAbortion Materials.
44. Ikossi DG, Lazar AA, Morabito D, Fildes J, & Knudson MM. Profile of mothers at risk:
an analysis of injury and pregnancy loss in 1195 trauma patients. J Am oll Surg, 2004;
9(16): 49-56.
45. Mochtar, Rustam., S., Amru. 2012. Abortus. Dalam: Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi
& Obstetri Patologi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
46. Toth B, Jeschke U, Rogenhofer N, Scholz C, Wufel W, Thaler CJ, et al. Recurrent
miscarriage: current concepts in diagnosis and treatment. Journal of Reproductive
Immunology 2010; 12(6): 1-8.
47. Sur SD, Raine-Fenning NJ. The management of miscarriage. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol. 2009;23(4):479-491.
48. Reynolds A,Ayres-de-Campos D, Costa MA& Montenegro N. How should success be
definedwhen attempting medical resolution of first-trimester missed abortion?.Eur J
Obstet GynecolReprod Biol 2005;118:716

47

Anda mungkin juga menyukai