PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20/22/24 minggu. Dari 210 juta kehamilan, 75 juta
dianggap tidak direncanakan5di mana sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada
aborsi. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100000
kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per 100000
kelahiran hidup. Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta
kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia
produktif pada 6 wilayah.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.
Kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini adalah mengenai seorang
wanita, 30 tahun, yang datang dengan keluhan keluar darah disertai jaringan dari
kemaluan. Di RSUD Arga Makmur, dilakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan obstetri ginekologis, dan USG. Pasien akhirnya didiagnosis
dengan abortus inkomplit dan dilakukan kuretase.
Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab dari abortus sendiri di
mana lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan trimester
pertama terutama abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Selain itu,
trauma yang sering sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat
menyebabkan abortus melalui beberapa mekanisme. Belakangan ini, muncul
konsep biomolekular baru mengenai keterlibatan stres oksidatif oleh asap rokok
terhadap risiko abortus.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Keterangan Umum
Nama
: Ny. S
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Buruh Tani
Alamat
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Status
: Menikah
No RM
: 200024
pasien dibawa ke bidan dekat rumahnya lalu diobservasi beberapa jam, keadaan
pasien membaik dan perdarahan berhenti lalu pasien dipulangkan.
Sejak 4 hari yang lalu, pasien kembali mengeluh keluar darah merah kehitaman
saat BAK. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut seperti mulas-mulas dan nyeri
pinggang. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas dan dirawat inap selama 2 hari.
Saat dirawat, bercak-bercak perdarahan masih keluar namun tidak disertai
gumpalan, pasien diberi obat melalui infus (pasien tidak tahu nama obatnya).
Pasien dikatakan mengalami keguguran pada kehamilannya kemudian pasien
dirujuk ke Poli Kebidanan RSUD Arga Makmur untuk dilakukan USG.
Riwayat Kebiasaan
-
Riwayat Perkawinan :
1x lamanya 12 tahun
Riwayat Kontrasepsi:
Jenis
: -
Lama
: -
Keluhan
: -
Riwayat Reproduksi :
Menache umur 15 tahun, haid teratur, siklus 28 hari lamanya 7 hari, haid
pertama hari terakhir (HPHT) 20 Oktober 2015
Tempat
Bulan/Tahun
bersalin
1.
2.
3.
Bidan
Bidan
Hamil
2007
2010
Hasil
kehamilan
Persalina
Aterm
Aterm
n
Spontan
Spontan
ini
Jenis
: Teratur
5
Penyulit
Nifas
Sex
Baik
Baik
L
L
Anak
BB
3500g
3500g
KU
+
Sehat
Siklus
: 28 hari
Banyaknya
: 20-10-2015
: 27-07-2016
Lama hamil
: 16 minggu
Periksa hamil
: Compos Mentis
TD
: 120/80 mmHg
HR
: 82 x/menit
RR
: 20 x/menit
: 36,5 C
Status Lokalis
Kepala
Pupil
Isokor
(+/+),
Refleks
Mulut
Telinga
Leher
cahaya
(+/+),
Paru
: Inspeksi :
Palpasi :
Stemfremitus ka=ki
Perkusi :
: Inspeksi :
Palpasi :
III
Auskultasi : HR 82 x/m, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
: Inspeksi
: Abdomen datar
: Timpani
Palpasi
Genetalia
Ekstremitas
Status Obstetrik
Abdomen
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
P/V
Tanda Chadwick
Status Ginekologis
7
Inspeksi
Inspekulo
VT
13,0 g/dl
Leukosit
16.300 sel/mm3
Eritrosit
4,4 juta/mm3
Trombosit
209.000 sel/mm3
Hematokrit
39 %
CT
BT
Golongan Darah
Diff count
Basophil
0%
Eosinophil
0%
N.staaf
0%
N. segment
45%
Limfosit
47%
Monosit
8%
Serologi
HBSAG
(+) positif
Urine Rutin
Tes beta HCG urin
Tidak dilakukan
Warna
Kuning
Kejernihan
Jernih
Protein
Bilirubin
Urobilinogen
Reduksi
Keton
Sediment :
Epitel
Silinder
Bakteri
Kristal
Leukosit
5-6 /LPB
Eritrosit
200-250 /LPB
Ultrasonografi Transabdominal
DIAGNOSIS KERJA
Abortus Inkomplit
TATALAKSANA
Non farmakologi
Pasang laminaria
Motivasi operasi
Persiapan operasi (kuretase) tanggal 11 02 2016 jam 10:00 WIB
SIO (surat izin operasi)
Cukur Pubis
Puasa mulai jam 3 pagi
Konsul Anestesi
Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
Edukasi kepada pasien dan keluarga
Farmakologi
IVFD RL 30 gtt/menit
Inj Cefotaxime 1 gr /12 jam
Operatif (Kuretase)
DURATE OPERASI
FOTO KLINIS
FOLLOW UP
Tanggal
S:
O:
11 Februari 2016
Keluar darah dari kemaluan
Status generalis
Sens : compos mentis
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,5c
11
12 Februari 2016
Keluar darah dari kemaluan
(-)
Status generalis
Sens : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 82 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,3c
Status Obstetrikus
Abdomen: lemas, peristaltik
(+), nyeri tekan (+)
TFU: tidak teraba
P/V: (+)
BAK: (+) N
BAB: (+) N
Laboratorium
Hb 11,2 g/dL; Ht 32,3%;
WBC 8.800/mm3;
PLT
234.000/mm3
A:
Post kuretase a/i abortus
inkomplit
P:
- IVFD RL 30 gtt/menit
- Inj. Cefotaxime 1gr/12
jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8
jam
Rencana Besok aff infus
:
Status Obstetrikus
Abdomen: lemas, peristaltik
(+), nyeri tekan (-)
TFU: tidak teraba
P/V: (-)
BAK: (+) N
BAB: (+) N
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari (ACOG memberi batasan 20 minggu,1FIGO memberi batasan 22
minggu,2Hanretty memberikan batasan 24 minggu,3WHO memberi batasan 28
minggu4).
12
3.2.
Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan 5di mana sekitar
15% kehamilan akan berakhir pada aborsi.6Sekitar 500.000 wanita meninggal
akibat komplikasi persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan kesehatan
setelah melahirkan. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160
per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per
100000 kelahiran hidup.4
13
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.8
Penelitian Basama, et al. (2009) pada 182 dengan abortus imminens menunjukkan
bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu; 8,2% pada usia
gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia gestasi 13-20 minggu. 9 Biasanya abortus
imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah pasien
mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.10 Pada penelitian Johns et al. (2006)
ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus imminens atau
insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%.11
3.3.
Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1
tahun.Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun;
11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 3539%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru ini
peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus.
Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita 35 tahun dan pria 40
tahun.12
2
14
seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel.14 Selain itu,
secara tidak langsung ROS akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini
menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda sperma.15
Plasentasi normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomik
tropoblas yang normal. Pada organogenesis embrionik dalma menjamin invasi
tropoblas, tekanan oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh
karena itu, produksi ROS biasanya menurun. Keadaan ini diatur aktivitas integrin
yang merangsang tropoblas untuk proliferasi.Tekanan oksigen rendah membantu
implantasi sedangkan tekanan tinggi membantuk proliferasi sel tropoblas.16
Transisi trimester 1 ke 2 membawa banyak perubahan metabolisme.Pada akhir
trimester satu, ada peningkatan tekanan oksigen dari <20 mmHg menjadi >50
mmHg menyebabkan stress oksidatif.Pada abortus, stres oksidatif juga dipicu oleh
zymosan opsonisasi dan stimulai N-formil-metionil-leucil-fenilalanin.
Dengan faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk. 17 Stres
oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta
dan abortus dini.ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi
sehingga dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.18
Dengan risiko stres oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang
berperan sebagai antioksidan sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu,
Vural, et al. menunjukkan adanya peningkatan radikal bebas superoksida oleh
PMN pada trimester satu kehamilan.19
b
Kafeindosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanitayang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkatabortus yang sedikit lebih tinggi.21
Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi,
jumlahdosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
secara pasti.22
15
Etiologi
1.
Faktor Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama abortus
rekuren disebabkan oleh kelainan genetik.Kelainan genetik menjadi penyebab
70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah 12
minggu.Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal. Gamet
jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme yang dapt
berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan kromosom sperma,
kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA, peningkatan apoptosis, dan
morfologi sperma yang abormal . Sekitar 42% struktur vili korionik abnormal akibat
gangguan genetik.23
Kelainan kromosom
Sekitar 50% abortus trimester satu disebabkan oleh abnormalitas kromosom di
mana prevalensi ini menjadi 75% pada wanita berusia di atas 35 tahun dan pada
wanita dengan abortus rekuren. Sekitar 25% abortus terjadi pada trimester
satu.Tipe kelainan kromosom parental yang paling banyak adalah translokasi
seimbang,
baik
resiprokal
(segmen
distal
kromosom
saling
bertukar),
selama
meiosis
yang
menghasikan
fertilisasi yang tidak normal. Triploidi biasanya terjadi karena fertilisasi oosit oleh
dua spermatozoa atau akibat kegagalan salah satu bagian pematangan baik pada
oosit maupun pada spermatozoa. Tetraploidi biasanya disebabkan kegagalan untuk
menyelesaikan pemisahan zigotik pertama. Pada pasangan dengan abortus
habitualis,
analisis
sitogenetikkonvensionalmelaporkaninsidentrisomi,
monosomi
X,
dantranslokasitidakseimbang.
Secararinci,
17
Kelainan gen
ii
iii
Mutasi gen inflamasi: mutasi gen SCO2 yang diperlukan dalam oksidase
sitokrom c.37Polimorfisme A/G intron 6 dari gen eNOS, dan VEGF.
iv
c.Kelainan HLA
Ligase CD40 pada trimester awal menginhibisi aksis HPA.27
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun kelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan sebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada fetus.28 Penelitian
histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus, ditunjukkan bahwa 97%
menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili mengalami fibrosis stroma, 75%
18
Kelainan uterus
Pada pasien dengan abortus, prevalensi pasien dengan anomali uterus bervariasi
dari 1,8%-37,6% terutama pada kehamilan trimester akhir.30 Kelainan uterus dapat
dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses
perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau
yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES).Cacat uterus akuisita
yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan
abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat
dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya
ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam
kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus
yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed
abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut
disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini
mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil
pembuahan.31
19
Kelainan endokrin1
20
keadaan tidak stabil. Pasien dengan abortus rekuren selalu berada dalam konsisi
protombotik.34
HCG dan glikodelin
diproduksi
dalam
kadar
yang
tinggi
oleh
Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun.Faktorautoimunmisal
SLE,
APS,
antikoagulan
lupus,
antibodi
21
HLA.Bilakadarataureseptor
leptin
Mekanismenyaberhubungandengantimbalbalikaktifreseptor
di
vilidanekstravili tropoblas.36
Inflamasi
Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga
angiogenesis.Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi sel NK
berperan penting dalam mengatur hal ini.37 Penurunan ekspresi Ki-67 dan
peningkatan materi apoptosis ditemukan pada pemeriksaan sinsiotropoblas
jaringan abortus yag mana menandakan adanya hubungan antara mekanisme
inflamasi dan apoptosis dalam abortus.37 Kokawa et al.Menunjukkan adanya
fragmen DNA internukleosomal dan perubahan apoptosis pada vili korionik
manusia dan desidua selama kehamilan trimester pertama. 38 Lea et al. juga
menunjukkan adanya peingkatan apoptosis pada sel epitel di sekeliling iterus saat
implantasi plasenta.39
Infeksi. Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidakumum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus,Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari 4 traktus genetalia
sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang
menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.1,36
Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus.27 Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan
22
prematur.Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. 36
10 Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus yang
tidak dilaporkan. Berdasarkan studi kasus yang terjadi, mekanisme trauma paling
banyak adalah kecelakaan lalu lintas (55%), jatuh (13%), penyiksaan diri sendiri
(10%), jatuh dari sepeda (4%), jatuh saat berjalan (4%), atau penyebab lainnya
(11%). Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling banyak adalah jatuh
sendiri dan kesengajaan. Data epidemiologis 16 negara menunjukkan bahwa
kecelakaan lalu lintas, kebakaran, dan jatuh yang paling banyak menyebabkan
mortalitas maternal. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta,
pendarahan fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung.40
Kontraksi preterm ditemukan pada 25% pasien trauma dan semakin meningkat
sesuai dengan ISS. Penelitian Ikossi, et al. (2004) pada 1195 wanita hamil yang
mengalami trauma menunjukkan bahwa 17 meninggal dan dari wanita hamil yang
selamat, 66 mengalami risko tinggi abortus.5,1% pasien melahirkan secara
normal, 75% dengan sectio caesarea yang dilakukan <24 jam melahirkan. Indikasi
dilakukan sectiocaesarea cito adalah fetal distress, maternal distress, atau
kombinasi keduanya.41
Penelitian Shah, et al. pada 114 pasien, ditunjukkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan abortus adalah kematian maternal, trauma abdomen berat, syok
hemoragik. Pasien dengan ISS >15, trauma terutama pada toraks, abdomen, atau
ekstremitas inferior (AIS >2) atau AIS pada kepala > 2 akan memiliki risiko tinggi
untuk mengalami keguguran. Hal ini berkaitan dengan hipoksia janin dan
vaskokontriksi pembuluh darah maternal.42 Penelitian Ali, et al. pada 20 wanita
hamil menunjukkan bahwa ISS>12 menunjukkan 65% abortus dengan 1 kematian
maternal 25. Kematian fetal dibanding maternal berkisar 3-9:1 26.43
Uterus dilindungi pelvik sampai usia kehamilan 12 minggu, jadi jarang terjadi
trauma akibat trauma abdomen lansung. Setelah 20 minggu, diatas umbulukus,
kandung kemih tersisihkan oleh pembesaran uterus sehingga uterus lebih rentan
terkena trauma. Dinding uterus juga menjadi lebih tipis dan cairan amnion
menurun seiring dengan penambahan gestasi.Pada trauma kapitis, terjadi
23
3.5.
Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1
Tujuan
Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini dilakukan
24
oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis
penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah dengan pertimbangan dari
tokoh agama yang terkait.
b
Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia
kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus trimester
satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita
ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan uterus, dan abortus
trimester tiga.
3.6.
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn
nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali
adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat menjadi
benda
asing
dalam
uterus
yang
menyebabkan
uterus
kontraksidanmengeluarkanisinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan
dalam
cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses
pengeluaran hasil konsepsi.Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali dengan
pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan
perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan
25
mengeluh tentang
Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi
serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,
terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa
riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks
26
Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturutturut.Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di
27
atas, riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya
demam.
7
Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret
yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai
sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)
Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi
terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi
(diameter minimal 25 mm) dengan USG.
3.8.
1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:1,3,36
Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3
mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung
telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10
mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu,
diameter kantung gestasi 20 mm, terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu.
Pada usia gestasi 8 minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut,
terlihat rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak
pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu, telah
terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia
gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung telah terbentuk
dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio
>8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung.
28
Kariotipe genetik
Tiroid, KGD
Infeksi
Imunologis
Beta hCG
Serum beta HCG>2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90% KDR
3.9.
Diagnosis banding1,17,36
Diagnosis
banding
Abortus
iminens
Abortus
insipien
Abortus
inkomplit
Gejala
perdarahan dari
uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu berupa
flek-flek
nyeri perut ringan
keluar jaringan (-)
perdarahan banyak
dari uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu
nyeri perut berat
keluar jaringan (-)
perdarahan banyak /
sedang dari uterus
pada kehamilan
sebelum 20 minggu
nyeri perut ringan
keluar jaringan
sebagian (+)
Pemeriksaan fisik
TFU sesuai dengan
umur kehamilan
Dilatasi serviks (-)
29
Pemeriksaan
penunjang
tes kehamilan urin masih
positif
USG : gestasional sac
(+), fetal plate (+), fetal
movement (+), fetal heart
movement (+)
tes kehamilan urin masih
positif
USG : gestasional sac
(+), fetal plate (+), fetal
movement (+/-), fetal
heart movement (+/-)
tes kehamilan urin masih
positif
USG : terdapat sisa hasil
konsepsi (+)
Abortus
komplit
perdarahan (-)
nyeri perut (-)
keluar jaringan (+)
Missed
abortion
perdarahan (-)
nyeri perut (-)
biasanya tidak
merasakan keluhan
apapun kecuali
merasakan
pertumbuhan
kehamilannya tidak
seperti yang
diharapkan. Bila
kehamilannya > 14
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan rahimnya
semakin mengecil,
tanda-tanda
kehamilan sekunder
pada payudara mulai
menghilang.
Tanda kehamilan (+)
Terdapat banyak atau
sedikit gelembung
mola
Perdarahan banyak /
sedikit
Nyeri perut (+)
ringan
Mual - muntah (+)
Perdarahan berupa
flek-flek
Nyeri perut ringan
Tanda kehamilan (+)
Nyeri abdomen (+)
Tanda kehamilan (+)
Perdarahan
pervaginam (+/-)
Mola
hidatidosa
Blighted
ovum
KET
30
3.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari oleh jenis
abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid
dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.Langkah pertama
dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinispasien.
Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan
awalkegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi
yang dapatmengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan
hebat (masif) atautaruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil
langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya
yaitu:
1
Abortus imminens
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan
untukmembatasi aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan
prostaglandin. Tidak dianjurkanterapi dengan hormon estrogen dan
progesteron.Meta
analisis
menunjukkan
bahwa
tatalaksana
abortus
perbandingan
abortus
antara
kelompok
yang
menerima
uterus
danpengeluaranoksitosin.47
Vitamindiberkandenganasumsifungsiantioksidanuntukmengatasipenyebabstr
esoksidatifpadakasusabortus.Penelitian Rumbold, et al. (2005) pada 35353
kehamilanmenunjukkanbahwapemberian
vitamin
Abortus insipiens
Umumnya harus dirawat. Karena tidak adakemungkinan kelangsungan
hidup bagi janin, maka dapat diberikanmisoprostol untuk mengeluarkan
konsepsi. Dapatanalgetik mungkin diberikan.Demikian pula, setelah janin
lahir, kuretase mungkin diperlukan.1,47
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak
banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses
abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat
keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat
diulang setelah 15 menit bila perlu) ataumisoprostol 400 g oral (dapat
diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal
pengeluaran plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan. Namun
bahaya yang perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding
uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.36
Abortus inkomplit
32
Abortus
inkomplit
dapat
ditatalaksana
dengan
rawat
ekspektatif,
33
34
Chung et al. menunjukkan bahwa 400 mcg misoprostol oral setiap 4 jam
menunjukkan efikasi yang baik dengan dosis maksimum 1200 mcg.
Gonlund yang membandingkan rawat ekspektatif dengan misoprostol
vaginal 400 mcg menunjukkan keberhasilan 90% lebih baik dengan evaluasi
pada hari 8 dan 14. Studi yang membandingkan rute oral dan vaginal
menunjukkan bahwa vaginal lebih baik. Meka et al. menganjurkan
penatalaksanaan dengan 600 mcg misoprostol pervaginam dan kontrol tes
kehailan urin setelah 3 minggu tatalaksana.
Mengenai efektivitas melalui rute apa misoporstol harus diberikan masih
kontroversial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa misoprostol lebih
efektif diberikan per bukal atau per vaginam agar tidak perlu melalui proses
first pass metabolism. Meta analisis pada 15 penelitian (2118 wanita)
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kejadian abortus pada
kelompok yang diberikan progestogen oral/im/vaginal dan plasebo. Mittal et
al. (2004) juga menunjukkan efikasi misoprostol yang sama antarakedua
kelompok. Wiebe et al (2004) pada wanta abortsi menunjukkan bahwa terapi
misoprostol vaginal lebih efektif dibanding bukal setelah terapi metroteksat.
Akan tetapi, Middleton et al. (2005) pada 442 wanita menunjukkan bahwa
efikasi terapi misoprostol bukal lebih baik dibanding vaginal setelah
mifepriston.
35
Abortus komplit
Perbaikikeadaanumum
Abortus rekuren
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh
karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,
pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,
larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,
hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.
Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya
tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital.
Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk
stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang
ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.36
Missed abortion
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase
jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu,
dilakukan induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan
oksitosin(untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian
prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium serviks,
dgn pemberian mesoprostol (sublingual).Bila usia gestasi lebih dari 4
36
Blighted ovum
Dilatasi dan kuraetase secara selektif.
3.11. Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada
kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat
jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum
dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat
dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada usia kehamilan
38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara
Mac Donald.48
3.12. Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka
kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %,
apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan
kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus
sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah
melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,
apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling
sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan
abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran
preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan
berikutnya (Thom dkk, 1992).16,36
37
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
38
Telah dilaporkan suatu kasus seorang wanita dewasa berusia 30 tahun dengan
diagnosis kerja yaitu Abortus Inkomplit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerikasaan penunjang.
Kasus
Ny. S, 26 tahun, datang
dengan keluhan keluar
darah berwarna merah
disertai gumpalan darah
dari kemaluan sejak 5
hari yang lalu.
Darah
yang
berwarna
kehitaman
Teori
Pendarahan pervaginam
adalah suatu kondisi di
mana keluarnya darah
dari vagina. Pendarahan
pervaginam terdiri dari
mayoritas
pendarahan
antepartum, pendarahan
postpartum,
maupun
pendarahan
akibat
abnormalitas ginekologi
tertentu sehingga harus
diketahui status gestasi
pasien.
Kehamilan yaitu masa
yang
dimulai
dari
konsepsi, nidasi, embrio,
hingga menjadi fetus.
Tanda-tanda kehamilan
meliputi
amenorrhea,
hiperemesis,
dan
perubahan
fisiologis
tubuh ibu hamil. Tanda
pasti
adalah
bila
pemeriksa
merasakan
gerakan janin dan adanya
denyut jantung janin.
Akan tetapi, kondisi ini
tetap harus dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
USG
transabdominal
maupun transvaginal.
keluar Jenis
abortus
merah dibedakan
disertai penatalaksanaan
39
Analisis
Pasien ini mengalami
pendarahan pervaginam
dengan
berbagai
diagnosis
banding
penyebabnya.
Berdasarkan
HPHT,
pasien ini mengalami
kehamilan 16 minggu dan
kemungkinan mengalami
abortus. Dalam kasus ini,
status gestasi pasien
harus
dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
USG
untuk
menyingkirikan
kemungkinan penyebab
pendarahan pervaginam
lainnya,
seperti
kehamilan ektopik atau
mola hidatidosa. Tanda
pasti hamil belum dapat
menjadi patokan karena
tanda ini secara normal
baru dirasakan pada usia
kehamilan di atas 20
minggu.
harus Dalam kasus ini, pasien
karena kemungkinan mengalami
untuk abortus inkomplit.
gumpalan darah
pada
saat
BAK.
Kadang,
pasien melihat keluar
gumpalan darah seperti
jaringan atau mata ikan.
Keluhan
ini
disertai
dengan nyeri perut seperti
mulas-mulas dan nyeri
pinggang.
40
mengalami
trauma, genetik,
harus
biasanya berusia muda.
dipertimbangkan dengan
seksama untuk rencana
kehamilan berikutnya.
Stres oksidatif sendiri Asap rokok mebentuk
dapat
menyebabkan banyak
karbon
apoptosis
yang monoksida yang bersifat
mengganggu
invasi teratogenik dana dapat
plasenta dan abortus dini. menyebabkan
mutasi
ROS
akan
bereaksi genetik. Asap rokok juga
dengan molekul pada dapat
menyebabkan
berbagai sistem biologi terbentuknya
banyak
sehingga dapat terjadi radikal bebas. Pada akhir
kerusakan
sel
yang trimester satu, secara
ekstensif dan disrupsi normal ada peningkatan
fungsi sel.
tekanan oksigen dari <20
Dengan
risiko
stres mmHg menjadi >50
oksidatif, pasien tidak mmHg
menyebabkan
pernah
mengonsumsi stress oksidatif dalam hal
vitamin yang berperan mengatur
implantasi
sebagai
antioksidan plasenta. Risiko asap
sehingga meningkatkan rokok akan memperburuk
risiko abortus.
stres
oksidatif
yang
terjadi. Selain itu, pasien
tidak
mengonsumsi
vitamin C dan E yang
dapat berfungsi sebagai
antioksidan.
Status generalis yang Tidak ada komplikasi lain
normal
menunjukkan dalam kehamilan.
pasien berada dalam Hiperpigmentasi
kondisi
yang
stabil. mammae menunjukkan
dalam
Status lokalis dalam batas kemungkinan
normal
memberikan kondisi gestasi.
informasi bahwa tidak
ada penyulit penyakit
dalam kehamilan dengan
batasan
pemeriksaan
fisik.
Hiperpigmentasi
mammae
merupakan
salah satu perubahan
fisiologis pada wanita
41
Pada
pemeriksaan
obstetrikus,
dijumpai
abdomen lemas, nyeri
tekan tidak dijumpai,
TFU tidak teraba, dan
terdapat
perdarahan
pervaginam
minimal,
aktif (-).
Pada
pemeriksaan
ginekologis,
dari
inspekulo
tampak
gumpalan
darah
di
introitus vagina dan
orifisium
uterus
eksternum terbuka. Pada
VT dijumpai serviksl1
cm; uterus lebih besar
dari
besar
biasa;
parametrium kanan-kiri
sulit dinilai; nyeri goyang
serviks
(+),
cavum
douglas menonjol.
Pada USG dijumpai
bahwa uterus antefleksi,
besar biasa ukuran mm x
mm x mm; tampak
gestational
sac
intrauterin dengan batas
tidak beraturan, masih
tampak sisa jaringan hasil
konsepsi, tampak fetal
pole, DJJ (-), cairan
bebas (-).
Tes beta hCG tidak
dilakukan.
hamil.
Pada abortus inkomplit,
tidak ada pemeriksaan
obstetrik yang spesifik.
Yang dapat terlihat hanya
pendarahan pervaginam.
Pada pemeriksaan VT
ditemukan kanalis serviks
terbuka, jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri
atau
kadang
sudah
menonjol dari ostium
uteri eksternum. Pada
pemeriksaan inspekulo,
ditemukan darah segar di
sekitar dinding vagina,
porsio
terbuka,
dan
ditemukan jaringan di
jalan lahir.
Pada usia 4 minggu,
dapat terlihat kantung
gestasi eksentrik dengan
diameter 2-3 mm. Pada
usia gestasi 7 minggu,
diameter kantung gestasi
20 mm, terlihat bagian
kepala dan badan yang
menyatu.
Pada
usia
gestasi
8
minggu,
diameter kantung gestasi
25 mm, herniasi midgut,
terlihat
rhombencephalon,
dan
limb buds. Pada usia
gestasi 9 minggu, tampak
pleksus
koroidalis,
vertebra, dan ekstremitas.
42
Hasil
pemeriksaan
obstetrikus pasien ini
menunjukkan diagnosis
pasien ini lebih ke arah
abortus
inkomplit
dibanding
abortus
komplit karena masih
dijumpai
adanya
pendarahan pervaginam.
Dari hasil pemeriksaan
ginekologis,
terlihat
bahwa hasil pemeriksaan
mendukung
untuk
diagnosis
abortus
inkomplit.
Penatalaksanaan
pada
kasus ini adalah kuretase
emergensi. Selain itu,
diberikan
tatalaksana
medikamentosa,
yaitu
pada hari pertama setelah
operasi pasien diberikan
terapi diet lunak, IVFD
RL 30 gtt/menit, Inj.
Cefotaxime 1gr/12 jam,
Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam.
Pada hari kedua IVFD
dilepas
dan
terapi
dilanjutkan dengan terapi
oral, yaitu Cefadroxil 2 x
500
mg,
Asam
Mefenamat 2 x 500 mg,
vitamin B kompleks 1 x 1
tab
43
sudah
keluar
dan
sebagian
lagi
masih
tersisa.
Hasil
pemeriksaan
ini
mengonfirmasi
jenis
abortus yaitu abortus
inkomplit dibanding jenis
abortus lainnya.
Sarana
opertif
yang
tersedia di RSUD Arga
Makmur adalah kuretase
sehingga penatalaksanaan
yang dilakukan adalah
kuretase tajam.
Medikamentosa diberikan
untuk mengurangi rasa
nyeri
dan
sebagai
pencegahan
terjadinya
infeksi.
vakum
dengan
efek
samping yang rendah:
kehilangan
darah
minimal (RR 0,28), nyeri
minimal
(RR
0,74),
waktu lebih singkat (-1,2
menit). Walaupun begitu,
perhitungan
statistik
menunjukkan perbedaan
yang tidak bermakna.
Selain itu, prosedur ini
hanya
memerlukan
anestesi lokal.
DAFTAR PUSTAKA
44
45
20. Korevaar JC, Leschot NJ, Bossuyt PM, Knegt AC, Schoorl KB, Wouters CH, et
al.Selective chromosome analysis in couples with two or more miscarriages: casecontrol
study. BMJ 2005; 331: 137-141.
21. Cunningham. Recurrent Miscarriage: Abortion. Mark E (editor), In: Williams Obstetrics
23rd Edition. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 2010.
22. Godjin M. Chromosome abnormalities in first-trimester pregnancy loss. University of
Amsterdam, 2003; 1: 1-19.
23. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Womens Health Reports2003, 3:361-366.
24. Schweikert A, Rau T, Berkholz A, Allera A, Daufeldt S,Wildt L, et al. Association of
progesterone receptorpolymorphism with recurrent abortions. Eur JObstet Gynecol
Reprod Biol, 2004: 113;67-72.
25. Brosens JJ, Hodgetts A, Zaidi FF, Sherwin JR, Fusi L, Salker MS, et al. Proteomic
analysis of endometrium from fertile and infertile patients suggests a role for
apolipoprotein A-I in embryo implantation failure and endometriosis. Mol Hum
Reprod 2010;16:273-285.
26. Teklenburg G, Salker M, Heijnen C, Macklon NS & Brosens JJ. The molecular basis of
recurrent pregnancy loss: impaired natural embryo selection. Mol Hum Reprod, 2010:
16(12): 886-895.
27. Suryanarayana V, Rao L, Kanakavalli M,Padmalatha V, Raseswari T, &Deenadayal M.
Associationbetween novel HLA-G genotypes and risk of recurrentmiscarriages: A casecontrol study in a South Indian population. Repro Sci, 2008; 15: 817-824.
28. Choi HK, Choi BC, Lee SH, Kim JW, Cha KY &Baek KH. Expression of angiogenesis
and apoptosisrelated genes in chorionic villi derived from recurrent pregnancy
patients. Mol Reprod Dev, 2003; 66:24-33.
29. Laird SM, Tuckerman EM, Cork BA, Linjawi S, Blakemore AF, Li TC, et al. A review of
immune cells and molecules in women withrecurrent miscarriage.Human Reproduction
Update2003: 9(2); 163-174.
30. Salmon JE. A noninflammatory pathway for pregnancy loss:innate immune activation.
31. Haque AU, Siddique S, Jafari M, Hussain I& Siddiqui S. Pathology of chorionic villi in
spontaneous abortions. International Journal of Pathology 2004; 2(1): 5-9
32. Emmrich P. Pathology of the placenta. Zentralbl Pathol 1992;138:1-8.
33. Salim R, ReganL, Woelfer B, Backos M& Jurkovic D. A comparativestudy of the
morphology of congenital uterine anomalies inwomen with and without a history of
recurrent first trimester miscarriage.Hum. Reprod.2003: 18; 162-166.
34. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Womens Health Reports 2003, 3:361366.
Current Science Inc. ISSN 15345874 Copyright 2003 by Current Science Inc
35. Prawirohardjo,S. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal.302-304; 309-310
36. Brenner, B., 2004. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb. Res. 114,409414
37. Rai, R., Tuddenham, E., Backos, M., Jivraj, S., Elgaddal, S., Choy, S., Cork, B.,Regan,
L., 2003. Thromboelastography, whole-blood haemostasis andrecurrent miscarriage.
Hum. Reprod. 18, 25402543.
38. Jeschke, U., Richter, D.U., Walzel, H., Bergemann, C., Mylonas, I., Sharma, S.,Keil, C.,
Briese, V., Friese, K., 2003a. Stimulation of hCG and inhibitionof hPL in isolated human
trophoblast cells in vitro by glycodelin A.Arch. Gynecol. Obstet. 268, 162167.
39. Toth B, BastugM, Scholz C, Arck P, Schulze S& KunzeS,et al. Leptin and peroxisome
proliferator-activatedreceptors: impact on normal and disturbed first trimester
humanpregnancy. Histol. Histopathol., 2008; 23:1465-1475.
40. Gardiner C, Cohen S, Austin S, Machin SJ, & Mackie IJ. Pregnancy loss, tissue factor
pathway inhibitor deficiency, and resistance to activated protein C. J Thromb Haemost
2006; 4: 2724-2726.
46
41. LappasM, Permezel M&Rice GE. Leptin and adiponectin stimulatethe release of
proinflammatory cytokines and prostaglandinsfrom human placenta and maternal adipose
tissue via nuclear factorkappaB,peroxisomal proliferator-activated receptor-gamma
andextracellularly regulated kinase 1/2. Endocrinology, 2005; 146: 3334-3342.
42. Hiby SE, Regan L, Lo W, Farrell L, Carrington M& MoffettA. Association of maternal
killer-cell immunoglobulin-like receptors andparental HLA-C genotypes with recurrent
miscarriage. Hum. Reprod., 2008;23; 972-976.
43. Expression of Ki-67, Bcl-2 and Bax in the First TrimesterAbortion Materials.
44. Ikossi DG, Lazar AA, Morabito D, Fildes J, & Knudson MM. Profile of mothers at risk:
an analysis of injury and pregnancy loss in 1195 trauma patients. J Am oll Surg, 2004;
9(16): 49-56.
45. Mochtar, Rustam., S., Amru. 2012. Abortus. Dalam: Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi
& Obstetri Patologi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
46. Toth B, Jeschke U, Rogenhofer N, Scholz C, Wufel W, Thaler CJ, et al. Recurrent
miscarriage: current concepts in diagnosis and treatment. Journal of Reproductive
Immunology 2010; 12(6): 1-8.
47. Sur SD, Raine-Fenning NJ. The management of miscarriage. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol. 2009;23(4):479-491.
48. Reynolds A,Ayres-de-Campos D, Costa MA& Montenegro N. How should success be
definedwhen attempting medical resolution of first-trimester missed abortion?.Eur J
Obstet GynecolReprod Biol 2005;118:716
47