P1 Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat
P1 Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat
I.
TUJUAN
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara cara pemberian obat
terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur.
II.
DASAR TEORI
Obat adalah bentuk sediaan tertentu dari bahan obat yang digunakan pada
organisme hidup dan dapat menimbulkan respon pada pemakainya. Disini kita
mempelajari tentang farmakologi yang dapat didefinisikan secara sempit sebagai
ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi. Kerja suatu obat
merupakan hasil dari banyak sekali proses dan umumnya ini didasari suatu
rangkaian reaksi yang dibagi tiga fase:
a. Fase farmasetika
Fase ini meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat,
dimana kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan. Karena itu fase
ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat.
b. Fase farmakokinetika
Fase ini termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi. Yang dimaksud
dengan invasi adalah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu
bahan obat dalam organisme, sedangkan eliminasi merupakan proses-proses
yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme.
c. Fase farmakodinamika
Fase farmakodinamik merupakan interaksi obatreseptor dan juga proses-proses
yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi. Dari bentuk kerja obat
yang digambarkan, jelas bahwa ini tidak hanya bergantung pada sifat
farmakodinamika bahan obat, tetapi juga tergantung pada:
> jenis dan tempat pemberian
> keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi
> distribusi dalam organisme
> ikatan dan lokalisasi dalam jaringan
> biotransformasi
> keterekskresian dan kecepatan ekskresi
(Kimia Medisinal 2, Siswandono MS dan Dr. Bambang Soekardjo, SU., 2000)
Selain pemberian topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau
membran mukosa, penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke
dalam aliran darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-beda,
namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan dapat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah dipengaruhi secara bermakna oleh
cara pemberian.
(Katzung, 1986)
Cara-cara pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang sesuai
adalah sebagai berikut:
Cara/bentuk sediaan parenteral
a. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena,
onset of action cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang
menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus
kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya (t1/2) pendek).
b. Intramuskular (IM) (Onset of action bervariasi, berupa larutan dalam air yang
lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat
dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang
sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil
partikel, semakin cepat proses absorpsi).
c. Subkutan (SC) (Onset of action lebih cepat daripada sediaan suspensi,
determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi
penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan).
(Joenoes, 2002)
d. Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat efek obat setempat pada selaput
otak atau sumbu serebrospinal, seperti pengobatan infeksi SSP yang akut).
e. Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya.
(Anonim, 1995)
Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling umum dilakukan
karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor
dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita, interaksi
dalam absorpsi di saluran cerna). Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat
tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara
penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak.
(Ansel, 1989)
III.
3.2
3. Gliserin
Praktikan dibagi menjadi
5 kelompok dan masing-masing kelompok mendapat 5 mencit.
Diperhitungkan volume Luminal yang akan diberikan dengan dosis 80 mg/kg BB.
Oral,
Subkutan,
Intramuscular, Intraperitoneal,
Suntikkan
ke
rongga
perut.
Janganmaximus
sampai masuk
Masukkan
Melalui mulut
sampai
dengan
bawah
jarum
kulit
tumpul
pada
Suntikkan
tengkuk
ke dalam
hewanotot
ujidalam
dengan
pada daerah
jarumotot
injeksi
gluteus
IV.
Skema kerja
Dicatat waktu reflex balik badan
Dibandingkan hasilnya dengan uji statistika anava dengan cara satu arah.
V.
Perhitungan
38,2 gram
80 mg=3,056 mg
1000 gram
Data penimbangan
Kertas + zat = 0,4975 gram
Kertas + sisa = 0.2505 gram
Zat = 0, 2470 gram
C stok sebenarnya = 0,2470 gram X 30 mg = 59,0862 mg/10 mL = 5,9086 mg/mL
0, 1254 gram
Kelompok 1 (p.o)
Mencit 1
Dosis :
22,2 gram
3,05 mg=3,3855 mg
20 gram
VP
3,3855 mg
=0,57 ml
5,9086 mg/mL
Mencit 2
Dosis :
23,8 gram
3,05 mg=3,6295mg
20 gram
VP
3,6295 mg
=0,61 ml
5,9086 mg/ml
Mencit 3
Dosis :
25,4 g ram
3,05 mg=3,8735 mg
20 gram
VP
3,8735 mg
=0,65 ml
5,9086 mg/ml
Dosis Mencit
22.2 gram
22.2 g
80 mg/kgBB
1000 g
= 1.78 mg
23.8 gram
23.8 g
80 mg/kgBB
1000 g
= 1.90 mg
25.4 gram
25.4 g
80 mg/kgBB
1000 g
= 2.03 mg
Vp mencit
1.78 mg
5,9086 mg
1.90 mg
5,9086 mg
2.3 mg
5,9086 mg
Subcutan
Intramuskular
Intraperitoneal
1 ml = 0.30 mL
1 ml = 0.30 mL
1 ml = 0.30
17
19
20
34
22
21
25
18
n= 5
x = 22,4
x = 112
x2 =2690
n= 3
x = 21,33
x =64
x2= 1390
19
13
27
8
21
27
n= 3
x = 19,67
x =59
x2= 1259
n= 3
x = 18,67
x =56
x2= 1234
xt =291
x2t= 6573
a.
T = x t
( xt )
N
( 291 )2
6573
14
524,36
b.
2b=
5
3
3
3
14
31,16
c.
2w =524,3631,16
493,2
31,16
41
10,39
d.
RJK b=
e.
RJK w =
f.
F h itung=
493,2
144
49,32
10,39
= 0,21
49,32
F tabel ( daftar I )
(k 1)= 4 1 = 3
(N k) = 144 = 10
3,7
1
Jadi F hitung F tabel berarti dalam kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan.
Anava satu jalan (terhadap Durasi)
peroral
750
Subkutan
206
Intramuscular
481
Intraperitoneal
967
607
489
401
557
243
248
n= 5
x = 560,8
x = 2804
x2 = 1641120
a.
n= 3
x = 232,33
x = 697
x2= 162989
2
( xt )
2
T = x t
N
( 6126 )2
3339016
14
342
382
188
265
n=3
x = 401,67
x = 1205
x2= 494249
n=3
x = 473,33
x =1420
x2= 1040658
xt =6126
x2t =3339016
658453,43
b.
2b=
5
3
3
3
14
209998,63
c.
2w =658453,43209998,63
448454,8
d.
209998,63
41
69999,54
RJK b=
448454,8
144
44845,48
e.
RJK w =
f.
Fhitung=
69999,54
= 1,56
44845,48
F tabel ( daftar I )
(k 1)= 4 1 = 3
(N k) = 144 = 10
3,7
1
Jadi F hitung F tabel berarti dalam kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan
VI.
Pembahasan
Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat
terhadap absorpsi obat dalam tubuh (hewan uji). Mencit dipilih sebagai hewan uji
karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok
untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Untuk mengurangi resiko terganggunya
absorbsi obat karena adanya makanan maka hewan uji harus dipuasakan sehari
sebelum perlakuan sehingga pengosongan lambung optimum.
Pemberian obat pada hewan uji meliputi cara oral, subkutan, intraperitoneal,
dan intramuskular. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk ke saluran
cerna) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul (sonde) agar tidak
membahayakan bagi hewan uji. Kedua, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat
melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Ketiga dengan
cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti
paha atau lengan atas. Yang keempat atau yang terakhir adalah dengan cara
intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang digunakan
karena rentan menyebabkan infeksi).
Dari keempat cara tersebut yang paling cepat memberikan efek pada saat
percobaan adalah dimulai dari intraperitonial dengan nilai rata-rata onset 18,67;
intramuskular 19,67; subcutan 21,33; dan yang terakhir adalah secara peroral 22,4.
Hasil tersebut diperoleh dari nilai rata-rata onset yang paling kecil, karena semakin
kecil nilai onset maka obat tersebut cepat menimbulkan efek. Dari data yang
diperoleh, didapat hasil yang tidak sesuai secara teori. Dimana seharusnya secara teori
apabila dilihat dari pengaruh cara pemberian terhadap onset yang harus cepat
menimbulkan efek ialah secara intraperitonial, intramuskular, subkutan lalu kemudian
peroral. Intra peritoneal cepat memberikan efek karena larutan diinjeksikan kedalam
perut, dimana pada bagian sekitar rongga perut banyak terdapat pembuluh darah
sehingga obat lebih mudah diabsorbsi dan cepat memberikan efek. Sehingga memiliki
angka onset yang kecil. Tetapi pada percobaan ini digunakannya bahan obat
Phenobarbital dimana bahan obat tersebut bersifat larut dalam lipid, yang kemudian
seharusnya secara teori yang lebih cepat menimbulkan efek adalah dengan cara
pemberian subkutan. Karena pada hewan uji mencit, yang banyak jaringan lemaknya
ada pada bawah kulit. Untuk per oral, apabila secara teori angka onsetnya paling besar
begitu juga dengan durasi hal itu karena obat yang diberikan dengan cara ini
mengalami berbagai proses yang melewati berbagai organ agar sampai ke lambung
dan usus untuk diabsorbsi terlebih dahulu baru didistribusikan melalui pembuluh
darah ke tempat yang dituju untuk memberikan efek. Karena lama memberikan efek
maka lama juga untuk obat tersebut hilang dari peredaran. Sehingga cara ini
membutuhkan waktu yang lama. Begitu pula pada durasi, dari data yang diperoleh
didapat hasil yang tidak sesuai dengan teori. Dimana secara teori, seharusnya durasi
yang paling cepat adalah secara intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan peroral.
Sedangkan dari data percobaan yang diperoleh adalah subkutan, intramuskular,
intraperitonial, lalu peroral.
Dari data yang diperoleh, setelah dilakukan perhitungan onset dan durasi,
dilakukan analisa data dengan uji anava 1 jalan. Menghasilkan F hitung < F tabel pada
uji terhadap durasi dan terhadap onset hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara cara pemberian obat secara intra peritonial, intra
muskular, subcutan, dan peroral.
VII.
Kesimpulan
Cara pemberian obat yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi
Pertanyaan
1. Jelaskan secara spesifik dengan contoh-contoh, mengenai karakteristik lingkungan
fisiologis, anatomis dan biokimiawi yang berada pada daerah kontak mula antara obat
dengan tubuh beserta akibat yang ditimbulkannya!
Jawab :
a
Peroral
Intramuscular
Secara anatomi dan fisiologisnya, obat diinjeksikan melalui otot yang nantinya
menembus dinding kapiler kemudian memasuki aliran darah
Subcutan
Intraperitoneal
Absorbsi melalui rongga perut, karena rongga perut banyak mengandung
pembuluh darah.
Pada pasien muntah dan tidak sadarkan diri, sebaiknya tidak diberikan obat secara
peroral, tetapi diberikan melalui injeksi atau intrarektal.
Pada pasien yang memerlukan efek obat yang cepat misal untuk obat
jantung diberikan secara sublingual.
Untuk pasien yang memerlukan obat yang berefek secara local misalnya
wasir digunakan cara pemberian obat melalui rectal.
Obat yang terlalu asam, tidak boleh digunakan secara peroral karena dapat
mengiritasi lambung.
Obat yang sukar larut tidak boleh digunakan secara injeksi karena mempunyai
kemungkinan dapat menyumbat pembuluh darah.
Obat yang mudah berikatan dengan lemak sebaiknya tidak diberikan secara
subcutan karena dapat tersimpan dalam jaringan lemak sehingga efek obat
menjadi lebih lambat.
Syarat obat yang diberikan secara peroral adalah obat tersebut tidak boleh
merangsang atau diuraikan melalui asam lambung.
Misalnya :
1
Insulin harus diberikan secara injeksi karena bila peroral maka akan dirusak
oleh enzim proteolitik dari saluran gastrointestinal.
VIII.
Daftar Pustaka
Anief, Moh., 2000, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi,IV, Depkes RI, Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas
Surabaya.
Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,
Jakarta.
DosenPengampu,
Praktikan,
Kinanthi Sekartanjung
(1041411085)
Maya Kristiani
(1041411098)
Disusun oleh :
1.
(1041411081)
2.
Kinanthi Sekartanjung
(1041411085)
3.
Maya Kristiani
(1041411098)
4.
(1041411103)
5.
(1041411107)