Anda di halaman 1dari 10

Perilaku Sehat

Maria Vanessa Bertha Lopulalan


102015134
Kelompok: F3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta
Barat 11510
E-mail: maria.2015fk134@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pakerson, dan rekan (1993) menguraikan perilaku sehat mengacu pada tindakan individu,
kelompok, dan organisasi sebagai faktor penentu yang berkorelasi dan berkonsekuensi,
termasuk perubahan sosial, pengembangan kebijakan dan implementasi, meningkatkan
keterampilan penanganan, dan meningkatkan kualitas hidup1. Menurut Gochman (1988)
terdapat lima perilaku sehat yang dapat diterapkan yaitu pencegahan, perlindungan, perilaku
sebelum sakit, perilaku saat sakit, dan kondisi sosial2. Perilaku dapat berubah, ada beberapa
faktor yang menentukan perilaku sehat individu seperti adanya konsekuensi, faktor sosial,
kepribadian, dan emosional. Konsekuensi dibagi menjadi 3 yaitu reinforcement, extinction,
dan punishment. Tingkatan perubahan perilaku suatu individu dibagi menjadi 5 yaitu
prekontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan pemeliharaan.
2. Skenario
Seorang anak kecil berusia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok
gigi sendiri. Walau terkadang malas melakukannya, si anak oleh ibunya tetap diajak untuk
menggosok giginya terutama di pagi dan malam hari. Untuk mengurangi kemalasan itu ibu
memberi sebuah koin setiap si anak mau menggosok gigi. Koin ini bisa ditukarkan dengan
makanan kesukaan anak itu bila sudah berjumlah 10 buah.

3. Rumusan Masalah
3.1. Anak berumur 3 tahun malas gosok gigi
3.2. Untuk mengurangi kemalasan anak, ibu memberikan koin yang bisa ditukar
dengan makanan kesukaan anak tersebut.
4. Hipotesis
Penerapan perilaku sehat kepada anak diterapkan sejak dini dengan dukungan dan
pengawasan dari orangtua.

Pembahasan
1. Definisi
Pakerson, dan rekan (1993) menguraikan perilaku sehat mengacu pada tindakan
individu, kelompok, dan organisasi sebagai faktor penentu yang berkorelasi dan
berkonsekuensi, termasuk perubahan sosial, pengembangan kebijakan dan implementasi,
meningkatkan keterampilan penanganan, dan meningkatkan kualitas hidup. Menurut Depkes
RI (2002) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan pengalaman
belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan Advokasi, Bina Suasana (Social
Support) dan Gerakan Masyarakat (Empowerment) sehinga dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
2. Lima Perilaku Sehat
2.1 Pencegahan
Segala tindakan yang secara medis direkomendasikan, dilakukan secara sukarela
oleh seseorang yang percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk mencegah penyakit
atau ketidakmampuan atau untuk mendeteksi penyakit yang tidak tampak nyata
(asimptomatik)3.

Pencegahan terbagi menjadi dua yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder
Pencegahan primer adalah untuk mengurangi atau menghilangkan faktor resiko.
Contohnya imunisasi, minum multivitamin
Pencegahan sekunder adalah mendekteksi gejala asimptomatik dari penyakit pada
fase awal. Contohnya dengan cara pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda-tanda kanker,
sakit jantung, MRI.
2.2 Perlindungan
Tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga
kesehatan. Tindakan ini dapat merupakan tindakan medis maupun non medis. Contohnya
dengan cara berdoa, memakan bawang putih, mandi air hangat.
2.3 Perilaku Sebelum Sakit
Tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak yakin akan kondisi kesehatannya dan
ingin memperjelas arti kondisinya dengan cara mencari pertolongan ke dokter, atau tenaga
medis lainnya agar dapat menentukan kondisinya sehat atau tidak. Contohnya datang ke
dokter untuk cek tekanan darah, cek darah.
2.4 Perilaku Saat Sakit
Tindakan yang dilakukan oleh orang yang sakit, baik yang dilakukan oleh orang lain
atau dirinya sendiri.
Contohnya adalah kontrol ke dokter, tirah baring, fisioterapi
2.5 Kondisi Sosial

Tindakan yang dilakukan oleh lingkungan sosial agar kesehatan tetap terjamin.
Contohnya adalah pendidikan kesehatan, kompetensi profesional dokter.

3. Hal-Hal yang Menentukan Perilaku Sehat Individu


Perilaku dapat berubah karena adanya konsekuensi. Tiga konsekuensi yang berperan
adalah:
3.1 Reinforcement (Peningkatan)
Berdasarkan teori B. F. Skinner (1938) Reinforcement adalah respon individu yang
timbul karena lingkungan dan dapat meningkatkan kesempatan untuk dilakukan terusmenerus. Hal itu dilakukan untuk membawa kesenangan dan kepuasan. Respon individu
bertindak sebagai penguat apabila menghasilkan konsekuensi yang menguntungkan4.
Reinforcement dibagi menjadi 2 yaitu: positive dan negative reinforcement
Positive reinforcement terjadi apabila adanya peningkatan perilaku individu karena
terpicu oleh sesuatu. Hal tersebut bertindak sebagai peningkat frekuensi respon. (Milhollan &
Forisha, 1972).
Contohnya jika seorang siswa dipuji karena mengangkat tangan nya di kelas, lalu
frekuensi mengangkat tangan meningkat, pujian dapat dilihat sebagai reinforcement atau
penguat positif.
Negative reinforcement adalah peningkatan perilaku untuk menghilangkan atau
menurunkan sesuatu yang tidak enak dan tidak diinginkan, seperti sakit atau kecemasan.

Contohnya seseorang memadamkan rokoknya karena asap panas di wajahnya.


Reinforcement negatif bukanlah hukuman; reinforcement adalah peningkatan perilaku,
sedangkan hukuman adalah penurunan
Reinforcement dibagi menjadi 2 berdasarkan kepentingannya yaitu:
Reinforcers Primary: rangsangan yang secara alami memperkuat karena mereka
langsung memenuhi kebutuhan.
Contohnya makanan atau air.
Reinforcers Sekunder: rangsangan, yang memperkuat melalui asosiasi mereka dengan
penguat utama. Yaitu mereka tidak langsung memenuhi kebutuhan tetapi bisa menjadi sarana
untuk melakukannya.
Contohnya adalah uang. Anda tidak bisa makan atau minum, tetapi jika Anda
memilikinya Anda dapat membeli apa pun yang Anda inginkan. Jadi penguat sekunder bisa
sama kuat motivator sebagai penguat utama5.
3.2 Extinction (Peniadaan)
Extinction adalah penghapusan penguat (reinforcer) yang mempertahankan atau
meningkatkan perilaku (Alberto & Troutman, 2002)6. Extinction terjadi jika tidak ada
stimulus lain yang mempertahankan perilaku sehat. Stimulus bisa berupa apa saja yang dapat
memacu seseorang. Kunci penerapan extinction adalah kesabaran dari orang tua atau guru
dalam proses prilaku sehat seseorang. Cara ini adalah cara yang paling efektif digunakan oleh
orangtua dan guru dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah seorang anak kecil mau gosok gigi karena koin yang diberikan oleh
orangtua untuknya. Jika koin tersebut berhenti diberikan sang anak menjadi malas sikat gigi.
Suatu saat ketika gigi sang anak berlubang dan minta diantarkan ke dokter gigi, orangtua
diam dan mengacuhkan anaknya, hingga anak itu sadar betapa pentingnya sikat gigi dengan
mengakui kesalahannya dan berusaha untuk tidak malas sikat gigi lagi barulah orangtua dapat
mengantarkan anaknya ke dokter gigi. Untuk anak yang usia 3-8 tahun perubahan sikap dan
perilaku anak termasuk cepat berkisar antar 3-7 hari (McSweeney, 2002).
3.3 Punishment (Hukuman)
Punishment adalah sekelompok cara untuk mengurangi suatu perilaku, cara ini paling
sering digunakan sebagai teknik perubahan perilaku. Prosedur pengurangan perilaku
meliputi, dari tindakan yang kecil sampai yang paling mengganggu dan membatasi adalah
kata-kata verbal yang mengandung permusuhan, pembatasan waktu, koreksi yang berlebihan,
kekerasan fisik (Kerr & Nelson, 2002). Cara punishment merupakan cara yang paling tidak
efektif namun sayangnya masih sering diterapkan oleh orangtua dan guru di sekolah.
McDaniel (1980) menyatakan bahwa punishment tidak menghilangkan kelakuan
menyimpang namun hanya menunda kebiasaan buruk tersebut. Punishment jangka panjang
dapat membuat seseorang menjadi lebih agresif, dan terciptanya rasa takut. Punishment
hanya menjelaskan apa yang tidak boleh diperbuat oleh seseorang namun tidak menjelaskan
apa yang seharusnya dilakukan. Orang yang memberikan punishment disebut punisher7.
Contohnya adalah seorang anak berusia delapan tahun suka mengganggu temannya,
sang guru yang mengetahui hal tersebut memberikan hukuman berupa perkerjaan rumah yang
lebih dari teman-temannya. Hal ini bisa membuat sang anak kecil tersebut lebih aggresif dari
sebelumnya karena merasa adanya tekanan (pekerjaan rumah).
4. Faktor Sosial, Kepribadian, dan Emosional

4.1 Faktor Sosial: Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
antara lain sktruktur sosial, pranata pranata sosial dan permasalahan permasalahan sosial
yang lain. Pada faktor sosial ini bila seseorang berada pada lingkungan yang baik yang maka
orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang baik sedangkan sebaliknya bila seseorang
berada pada lingkungan yang kurang baik maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat
yang kurang baik juga. Dukungan sosial ( keluarga, teman ) mendorong perubahanperubahan sehat. Contohnya konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan perilaku seksual.
4.2 Faktor Kepribadian: Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku salah satunya
adalah perilaku itu sendiri (kepribadian) yang dimana dipengaruhi oleh karakteristik individu,
penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku
yang serupa.
Contohnya yang berhubungan adalah rasa kehatian-hatian, membatasi porsi minum kopi
agar tidak menjadi kecaduan, ini akan membantu individu agar dengan tidak menjadikan hal
tersebut suatu kebiasaan (habit) yang dapat merubah perilaku.
4.3 Faktor Emosi: Rangsangan yang bersumber dari rasa takut, cinta, atau harapan
harapan yang dimiliki yang bersangkutan.
Contohnya berhubungan dengan stress yang mendorong melakukan perilaku tidak sehat
seperti merokok.
5. Perubahan Perilaku
5.1 Prekontemplasi: Pada tahap ini seseorang belum menyadari adanya permasalahan
ataupun kebutuhan untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu memerlukan informasi dan
umpan balik untuk menimbulkan kesadaran akan adanya masalah dan kemungkinan untuk
berubah. Nasehat mengenai sesuatu hal/informasi tidak akan berhasil bila dilakukan pada
tahap ini.

5.2 Kontemplasi: Sudah timbul kesadaran akan adanya masalah. Namun masih dalam
tahap keragu-raguan. Menimbang-nimbang antara alasan untuk berubah ataupun tidak. Sering
kali berakhir dengan tidak ada perubahan perilaku sehat.
5.3 Persiapan: Kesempatan untuk melangkah maju atau kembali ke tahap kontemplasi.
5.4 Tindakan: Seseorang mulai melakukan perubahan. Goalnya adalah dihasilkannya
perubahan perilaku sesuai masalah.
5.5 Pemeliharaan: Perubahan perilaku yang telah dicapai perlu dilakukan terus-menerus
untuk terjadinya pencegahan kekambuhan8.

Kesimpulan
Pada skenario ini bisa kita lihat bahwa sang ibu menggunakan cara positive
reinforcement untuk memicu anaknya agar mau menyikat gigi. Positive reinforcement terjadi
apabila adanya peningkatan perilaku individu karena terpicu oleh sesuatu. Koin disini
merupakan stimulus atau pemicu.

Saran
Akan lebih baik lagi jika ibu dapat menerapkan cara konsekuensi yang lain. Cara yang
paling efektif dalam meyikapi hal seperti ini adalah menggunakan kombinasi dari positive
reinforcement dan extinction. Misalnya selama 6 bulan pertama orangtua memberikan koin
sebagai stimulus positif reinforcement sambil meninjau prilaku anak. Jika dalam jangka
waktu 6 bulan anak sudah tidak malas lagi sikat gigi, maka koin yang berperan sebagai
stimulus bisa dihentikan. Namun orangtua harus mengetahui betul sikap dan prilaku anak

karena jika tidak anak akan salah mengerti dari sikap extinction orangtua. Extinction jika
dilakukan tidak tepat dapat menyebabkan anak bingung akan sikap orangtua yang berubahubah atau inkonsisten9.

Daftar Pustaka
1. Karen Glanz, Barbara K. Rimer, K. Viswanath. 2008. Health Behavior and Health
Education. John Wiley & Sons.
2. Karen Glanz, Barbara K. Rimer, K. Viswanath. 2008. Health Behavior and Health
Education. John Wiley & Sons.
3. David S. Gochman. 1988. Health Behavior: Emerging Research Perspectives. Plenum
Press.
4. McLeod, S. A. (2015). Skinner - Operant Conditioning. Retrieved from
www.simplypsychology.org/operant-conditioning.html diakses pada tanggal 7
Oktober 2015
5. McLeod, S. A. (2015). Skinner - Operant Conditioning. Retrieved from
www.simplypsychology.org/operant-conditioning.html diakses pada tanggal 7
Oktober 2015
6. J.E. Walker, T.M. Shea, A.M. Bauer. 2007, p. 64-71. Behavior Management: A
Practical Approach for Educators. Pearson Education Inc.

7. McLeod, S. A. (2015). Skinner - Operant Conditioning. Retrieved from


www.simplypsychology.org/operant-conditioning.html diakses pada tanggal 7
Oktober 2015
8. Soekidjo Notoadmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Jakarta
9. Eric J. Mash, Russell A. Barkley. 2006. Treatment of Childhood Disorders 3rd Edition.
The Guilford Press. Newyork.

Anda mungkin juga menyukai