PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat
sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi
dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10
sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani
pembedahan. Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak
mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara
pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami
nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan
komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum
ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang
lain
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat
bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan
disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu
dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah
Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
1
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering
dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu.
Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang
batu- batu ini murni dari satu komponen saja.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Mampuh mengetahui dan memahami konsep Kolelitiasis dan Asuhan Keperawatan
Kolealitiasis pada Dewasa
Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami pengertian Kolelitiasis
2. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Kolelitiasis
3. Mengetahui dan memahami Etiologi Kolelitiasis
4. Mengetahui dan memahami Patofisiologi Kolelitiasis
5. Mengetahui dan memahami WOC Kolelitiasis
6. Mengetahui dan memahami Klasifikasi Kolelitiasis
7. Mengetahui dan memahami Manifestasi Klinik Kolelitiasis
8. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis
9. Mengetahui dan memahami komplikasi Kolelitiasis
10. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan Kolelitiasis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kolelitiasis
1. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya
sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
b. fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu
proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel
thorak
yang
membatasinya
juga
mempunyai
banyak
mikrovilli.
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
3. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1) Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2) Usia lebih dari 40 tahun .
3) Kegemukan (obesitas).
4) Faktor keturunan
5) Aktivitas fisik
6) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7) Hiperlipidemia
8) Diet tinggi lemak dan rendah serat
9) Pengosongan lambung yang memanjang
10) Nutrisi intravena jangka lama
11) Dismotilitas kandung empedu
12) Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14) Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)
4. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu
yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang
karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang
5
terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)
dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut
dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang
hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau
kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil
tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya
enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan
dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam
air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Presipitasi / pengendapan
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
6
5. WOC
Penumpukkan komponen empedu dan masuknya esobericia coll
dari saluran usus kedalm saluran dan kantong empedu
Cairan empedu
Inflamasi
kolesistisis
Masuk kedalam
peredaran darah
perdarahan
Pankreatisisnyer
i kolik
Hemoglobin
menurun
Konjungtiva
anemis
Feces seperti
dempol
Nyeri kolik
Mual muntah
7
6. Klasifikasi
Menurut Lesmana L, 2000 dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
1. Supersaturasi kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu
3. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
4. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 2050% kolesterol.
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala
klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,
intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas,
tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada
orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier
danobstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier
yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam.
Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri
sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri
perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis.
Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin jugaterlokalisir di
epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas.
Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus.
Tekananpada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi,
sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan
tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas
yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang
timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to
thrive,keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala
asimptomatik.Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak
dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan
beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai
kelainan.Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti
perforasi atau empiema pada kandung empedu.
Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu,
kolangitis duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering
berupakolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar
sampai ke skapula dan sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar
sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphys sign) berupa napas yang terhenti
sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah
subkostakanan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
10
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
visualisassi serta evaluasi percabangan bilier. (Smeltzer,SC dan Bare,BG.2002)
Pemeriksaan Laboratorium
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9. Komplikasi
11
7. Fistel kolesistoenterik
8. Batu empedu Asimtomatik
9. Obstruksi duktus sistikus
10. Kolik bilier
11. Kolesistitis akut
12. Perikolesistitis sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung
empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat
terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema,
biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum),
dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus
12
dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung
empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,
kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya
fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian
tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi
10. Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah
dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik,
analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala
akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
13
obat-obatan
dipilih
dalam
pada
penggunaanchenodeoxycholic seperti
terjadinya
diare,
14
menyebabkan
iritasi
mukosa,
sedasi
ringan
dan
adanya
ERCP,
suatu
endoskop
dimasukkan
melalui
mulut,
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui
selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
16
B. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
:
a.
Identitas : Nama, No.MR, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk RS,
pendidikan, penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau
atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung , dan
bertambah berat setelah makan disertai dengan mual dan muntah.
2. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang
sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
17
4. Riwayat psikososial
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan
mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan
yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh. Persepsi diri baik, klien
merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan
cholesistektomi.
5. Riwayat lingkungan
Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis. Karena
kolelitiasis dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak baik.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak teraba,
massa
2. Sistem endokrin
18
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d obstruksi, spasme, proses inflamasi, iskemik jaringan,
infeksi.
2) Kekurangan volume cairan b.d intake cairan yang tidak adekuat akibat
muntah.
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak
adekuat akibat mual, muntah, dispepsia
19
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawata
NOC
NIC
n
1
Nyeri
ketidaknyamanan
memantau
perawatan
Laporkan tanda atau
gejala
nyeri
tenaga
terutama
pada
untuk
bisa
kesehatan
mengkomunikasik
professional
Menilai gejala dari
nyeri
Gunakan
efektif
Gunakan
catatan
nyeri
Nyeri : Efek pengganggu
dan penyebab
Kaji
Kehilangan kosentrasi
Kehilangan mood
annya
komunikasi
terapeutik
klien
agar
dapat
menyatakan
pengalamannya
terhadap
20
secara
nyeri
Kesabaran berkurang
Gangguan tidur
Kehilangan mobilitas fisik
Kehilangan kemandirian
Kurangnya nafsu makan
Kesulitan untuk makan
Kesulitan eliminasi
Tingkat Kenyamanan
Melaporkan perkembangan
fisik
Melaporkan perkembangan
kepuasan
Mengekspresikan kepuasan
Kekurangan
volume
cairan
b.d
intake cairan
yang
adekuat
tidak
dalam
merespon
nyeri
Tentukan dampak
terhadap
kehidupan sehari
hari
Mendorong pasien
dalam memonitor
nyerinya sendiri
Manajemen Pengobatan
Kaji
obat-obat
yang
dibutuhkan
Tingkat Nyeri
dukungan
nyeri
serta
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Panjangnya episode nyeri
Ekspresi nyeri lisan
Kegelisahan
Berkeringat
Hilangnya nafsu makan
dan / protapnya
Monitor
keefektifan dalam
pemberian obat
Monitor
efek
buruk obat
menyediakan
diet seimbang
21
asupan
atau
makanan
akibat
Pemantauan nutrisi
muntah
Mengumpulkan
dan
menganilisi
atau
meminimalkan
malnutrisi
Manajemen cairan
Meningkatkan
keseimbangan
cairan
dan
mencegah
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal
atau
tidak diharapkan
Monitor Nutrisi
3
Nutrisi
Timbang BB klien
pada jarak yang
ditentukan
Pantau
kekurangan
Daya tahan
gejala
dan
penambahan BB
22
Kontrol
kulit
turgor
jika
diperlukan
Pantau
tingkat
nyaman, kelelahan
cairan
dan kelemahan
Jumlah makanan dan cairan
yang
dikonsumsi
tubuh
Pantau tukem
Kontrol
Tingkat
badan,
kesesuain
otot,
dan
intake
berat
lemak
bernutrisi,
jika diperlukan
Manajemen Nutrisi
Tunjukkan
intake
usia
Memberikan
makanan
yang
Memantau
kemampuan pasien
untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
Manajemen Cairan
Timbang BB tiap
hari
Pertahankan intake
yang akurat
Monitor
status
hidrasi
Monitor
nutrisi
23
status
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab terjadinya
kolelitiasis/batu empedu belum diketahui secara pasti. Penatalaksanaan dari kolelitiasis
ini dapat dilakukan dengan pembedahan maupun non pembedahan serta menjalani diet
24
rendah lemak, tinggi protein, dan tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam
kandung empedu. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam
penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat membantu klien untuk dapat
memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan klien untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia.
B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya
dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih dalam tentang penyakit
kolelitiasis. Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih aktif dalam memberikan
penyuluhan untuk mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan
preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua pihak, maka komplikasi dari
kolelitiasis akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Andessa, 2011, Asuhan Keperawatan Kolelitiasis, diakses tanggal 4 Oktober 2011 pukul 12.00
WIB. http://hesa-andessa.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-kolelitiasis.html
Anonim, 2009, Asuhan Keperawatan pada kolelitiasis, diakses pada tanggal 1 Oktober 2011
pukul 10.00 WIB<http://keperawatankita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-sertaaskepnya/>
Anonim, 2009, Asuhan Keperawatan pasien kolelitiasis, diakses tanggal 2 Oktober 2011 pukul
10.30 WIB <perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html>
Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise
25
Dr. H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2: 2009;
Buku kedokteran EGC
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2005. 570-579.
26