Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

MIKROBIOLOGI FARMASI
PEWARNAAN MIKROORGANISME

KAMIS, 12 NOVEMBER 2015


OLEH KELOMPOK A-3 :
1. TSULSIYAH ZAHROH P.

142210101051

2. FENI PUSPITA DEWI

142210101053

3. WIDYANING DWI A.

142210101055

4. LAURENSIA JEANY

142210101057

5. VERONICA BUDI M.

142210101059

6. EVA WULANDARI

142210101063

7. RIZKA ILLA C.

142210101065

8. INTAN FAHRI SAVITRI

142210101069

9. ANJAR RINA RAHAYU

142210101071

10. MILA NUR A.

142210101073

11. MONICA CINURADA

142210101075

12. ADINDA NADIA N.

142210101079

BAGIAN BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangatlah sulit, kerena selain
bakteri itu tidak berwarna, transparan dan sangat kecil. Selain itu bakteri yang hidup akan
kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Sedangkan, untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga
sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan
salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar
dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan
senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya
muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya
muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Oleh karena itu dengan dilakukannya praktikum Identifikasi Bakteri Dengan
Pewarnaan diharapkan mahasiswa mampu melakukan teknik pewarnaan mikroba, dapat
mengetahui bentuk atau ciri-ciri secara mikroskopis, dan dapat mengidentifikasi mikroba
tersebut atau menggolongkan mikroba tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja macam-macam pewarnaan mikroba?
2. Bagaimana cara melakukan pewarnaan mikroba?
1.2

TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengenal macam-macam pewarnaan mikroba.
2. Mahasiswa dapat melakukan pewarnaan mikroba.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Bakteri Dengan Pewarnaan


Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengabsorbsi
maupun tidak mebiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan
untuk mewarnai mikroorganisme atau latar belakangnya. Zat warna yang mengabsorbsi dan
membiaskan cahaya sehingga kontras mikroorganisme dengan sekelilingnya ditingkatkan.
Penggunaan zat warna memungkimkan pengamatan struktur sel seperti spora, flagella dan
bahan inklusi yang mengandung zat pati dan granula fosfat. Pewarnan yang digunakan untuk
melihat alah satu struktur sel disebut pewarnaan khusus, sedangkan pewarnaan yang
digunakan untuk memilah organisme disebut pewarnaan diferensial. Pewarnaan gram
merupakan contoh pewarnaan diferensial yang mmilah bakteri menjadi dua yaitu kelompok
gram positif dan gram negatif (Lay W. Bibiana.1994).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop,
memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri
seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada
bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan
sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri
atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan
tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan
yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba
disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu di
antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion positif (zat
pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion negatif (zat pewarna Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama
oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu
diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat
pewarna basa, Kristal violet, safranin dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang
biasa digunakan. Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri
menyeluruh. Jadi, mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya
pewarnaan pada daerah latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar
belakang yang berwarna (Volk & Wheeler, 1993).

BAB III
METODE KERJA

Identifikasi bakteri dengan pewarnaan


Bahan : Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus.
Sebelum dilakukan pewarnaan pada sel mikroba maka harus dilakukan fiksasi panas
terlebih dahulu.
3.1.1 Fiksasi Panas

3.1.2

Pewarnaan Sederhana

3.1.3

Pewarnaan Gram

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 PewarnaanSederhana
No
1

Bakteri
E. coli

Keterangan
Morfologinya kokobasil, dan bentuk yang

Gambar

cenderung kebatang panjang.


Bakteriiniada yang soliter, namunadajuga
yang
tampakbergerombolatauberpasangan.
2

S. aureus

Morfologinya stafilokokus atau berbentuk


bulat. Bakteri ini umumnya tumbuh
bergorombol sehingga tampak seperti
anggur.

4.1.2 Pewarnaan Gram


No
1

Bakteri
E. coli

HasilPengamatan
Keterangan
Gram Negatif
Berwarna merah
muda setelah
penambahan
safranin

S. aureus

Gram Positif

Berwarna biru ungu


setelah
penambahan
safranin

Gambar

B. subtilis

Gram Positif

Berwarna biru ungu


setelah
penambahan
safranin.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Fungsi Pewarnaan dan Macam-Macam Pewarnaan untuk Identifikasi Bakteri
Pewarnaan adalah memberikan zat warna pada sel ataupun bagian-bagiannya
sehingga menambah kontras agar tampak lebih jelas. Pewarnaan atau pengecatan
terhadap mikroba banyak dilakukan baik secara langsung (bersama bahan yang ada)
ataupun secara tidak langsung (melalui biakan murni). Tujuan dari pewarnaan
tersebut ialah untuk :

Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.


Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik

dan kimia yang ada akan dapat diketahui. (Suriawiria, 1995).


Menunjukkan bagian-bagian sel.
Membedakan mikroba yang satu dengan yang lainya.
Untuk mengenal sifat-sifat dari mikrorganisme.
Pewarna (stain) merupakan garam-garam yang tersusun atas ion positif dan

negatif, yang salah satunya berwarna dan disebut kromosfor (chromosphore). Bila
kromosfor berada pada ion positif disebut pewarna basa (basic dye) dan bila
kromosfor berada pada ion negatif disebut sebagai pewarna asam (acidic dye)
(Pratiwi, 2008).
Macam dan Fungsi Pewarnaan
Ada tiga macam prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana (simple stain),
pewarnaan diferensial (differential strain), dan pewarnaan khusus (special strain).
Pada pewarnaan sedarhana hanya digunakan satu macam pewarna dan bertujuan
mewarnai seluruh sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler dan struktur dasarnya
dapat terlihat (Pratiwi, 2008).

Menurut Zubaidah (2006), yaitu banyak senyawa organik berwarna (zat


pewarna)

digunakan

untuk

mewarnai

mikroorganisme

untuk

pemeriksaan

mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur pewarnaan untuk :

Mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar.


Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme.
Membantu mengidentifikasi dan membedakan organisme yang serupa.

Macam-macam pewarnaan adalah :


Beberapa pewarnaan yang sangat penting dan sering digunakan untuk
pewarnaan pada bakteri yaitu :
a. Pewarnaan Sederhana
Tujuan dari pewarnaan sederhana adalah mengidentifikasi morfologi sel
bakteri dengan menggunakan zat warna tunggal. Prinsipnya yaitu pewarnaan ini
hanya menggunakan satu macam zat warna saja. Sebelum zat warna difiksasi
terlebih dahulu pewarnaan ini dipakai untuk melihat bentuk-bentuk bakteri. Zat
warna yang di gunakan adalah Methylen blue, Crystal violet, basic fuchin atau
safranin. Fungsi

zat

warna:

Crystal

violet

merupakan

pewarna

primer

(utama) yang akan memberi warna mikrioorganisme target. Crystal violet bersifat
basa sehingga mampu berikatan dengan sel mikroorganisme yang bersifat
asam (Sutedjo, 1991).
Pemberian warna pada bakteri atau jasad renik lain dengan cara
menggunakan larutan tunggal suatu zat pewarna pada lapisan tipis, atau olesan
yang sudah difikasi, dinamakan dengan pewarnaan sederhana. Lapisan tadi
digenangi dengan larutan pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian
larutan itu dicuci dengan air dan kaca objeknya dikeringkan dengan kertas
pengisap. Biasanya sel-sel itu terwarnai secara merata. Akan tetapi pada beberapa
organisme, terutama zat pewarna itu biru menthylen, beberapa granula di dalam
sel tampak terwarnai lebih gelap ketimbang bagian-bagian sel lainya (Pelczer,
2006).
b. Pewarnaan Negatif
Tujuan dari pewarnaan negatif adalah untuk mengetahui bentuk mikroba
dengan pewarnaan-pewarnaan tidak langsung. Prinsip pewarnaan negatif adalah
cara pengamatan mikrobiologi yang dapat di lakukan untuk membedakan spesies
kecil dan cairan optiknya. Pewarnaan ini merupakan pewarnaan yang di gunakan

untuk melihat secara tidak langsung, karena yang diwarnai adalah latar
belakangnya, sedangkan bakterinya sendiri tidak mengalami pewarnaan. Pada
pewarnaan ini tidak di lakukan fiksasi karena itu dapat digunakan untuk melihat
bentuk-bentuk sel yang sesungguhnya dan untuk menentukan ukuran bakteri,
karena bakteri praktis tidak mengalami perubahan. Berbeda dengan pewarnaan
lain, pewarnaan negatif memungkinkan bakteri terlihat transparan dan tampak
jelas. Fungsi zat warna: Safranin merupakan pewarnaan tandingan atau pewarna
skunder, zat ini berfungsi untuk mewarnai sel-sel yang telah kehilangan warna
utama dengan kata lain memberikan warna pada bakteri non target (Pelczar,
2007).
Pewarnaan Negatif adalah pemberian warna secara tidak langsung terhadap
bakteri, karena yang diwarnai hanya latar belakangnya sedangkan bakterinya
sendiri tidak mengalami pewaranaan. Pada pewarnaan ini tidak dilakukan fiksasi
(pemanasan)

sebab

digunakan

untuk

melihat

bentuk-bentuk

sel

yang

sesungguhnya dan untuk menentukan ukuran bakteri, karena sel bakteri praktis
tidak mengalami perubahan (Pelczer, 2006).
c. Pewarnaan diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah proses pewarnaan yang menampilkan
perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Pada teknik
ini, biasanya digunakan lebih dari satu zat pewarna (Pelczer, 2006).
d. Pewarnaan Gram
Tujuan dari pewarnaan gram adalah untuk melakukan pengamatan
morfologi bakteri dengan pewarnaan diferensial. Prinsip pewarnaan gram
termasuk pewarnaan diferensial (untuk membedakan) karna dapat membedakan
bakteri-bakteri yang bersifat gram negatif dan positif. Pewarnaan ini ditemukan
pertama kali pada tahun 1884 oleh Criestian Gram.
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, gram-positif dan gram
- negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi
nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853
1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan
antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumonia. (Anonim, 2008).

Bakteri garam positif ialah bakteri yang mengikat warna utama (crystal
violet) dengan kuat sehingga tidak dapat di lunturkan oleh peluntur dan tidak
diwarnai lagi oleh zat warna lawan (safranin) pada mikroskop sel-sel bakteri
tampak berwarna ungu.
Bakteri gram negatif ialah bakteri yang mempuyai daya mengikat zat warna
utama tidak kuat sehingga dapat dilunturkan oleh peluntur dan dapat diwarnai
oleh zat warna lawan (safranin) pada pengamatan mikroskop sel-sel bakteri
tampak berwarna merah.
e. Pewarnaan Struktural
Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang
termasuk dalam pewarnaan struktural ialah :

Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus
Bacillus dangenus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh
vegetatif bakteri disebut sebagai endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu
spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan.Dengan
adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebutdapat bertahan
pada

kondisi

yang

ekstrim.

Menurut

Pelczar

(1986)

bakteri

yang

dapatmembentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan


pertumbuhansampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis
protoplasma baru didalam sitoplasma sel vegetatifnya. Menurut Volk &
Wheeler

(1988),

dalam

pengamatan

spora

bakteri

diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Cont
oh dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan penggunaan
larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif
juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna
merah, sedangkan spora berwarna hijau.Dengan demikian ada atau tidaknya
spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga
dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untukmewarnai spora
dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora
dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat

warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.


Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai
spora bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua sp
ora bakteri mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat
ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas
dimiliki

oleh

spora.

Dalam proses

pewarnaan,

sifat

senyawa inilah

(asam dupikolinat) yang kemudian dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan


pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit.Sedangkan menurut
Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat
kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.

Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir
dan lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan
berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti
( bundar/lonjong) makadisebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan
kurang menempel dengan erat pada sel bakteri disebut selaput lendir.Kapsul
dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai
makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuhinang
maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan
menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat
dipengaruhioleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang
bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Ukuran

kapsul berbeda-

beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jaluryang
berlainan dalam satu spesies. Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul
sebagai petunjuk virulensi. Semuakapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam
air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa ( misalnya dektrosa
pada leokonostok

mesendteroides), polimer

gulaamino

(misalnya

asam

hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam


D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks polisakarida, dan
glikoprotein ( misalnya B disentri).Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan
sebagaimana melakukan pewarnaan sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan
dengan

menggabungkan

prosedur

dari pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika kit
a memanaskan preparat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan hancur,
sedangakan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada preparat, bakteri
akan tidak dapatmenempel dengan erat dan dapat hilang ketika kita mencuci
preparat. Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan
sebagai pelunturnya adalah Copper Sulfate Kristal violet yang memberikan
warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun kapsul bersifat
nonionic sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan kuat pada
kapsul

bakteri.

Copper

sulfate

bertindak sebagai peluntur sekaligus

counterstain sehingga mengubah warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi


biru muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan kapsul, kapsul akan
transparan sedangakan sel bakteri dan latar belakangnya akan berwarna biru
muda atau pink.

Pewarnaan Granulla
Ada beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler,
Albertdan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan
adalah metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular
karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode
Albert seringdibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula metakromatik
disebut juga granula volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan
pada

Corynebacterium

diphteriae

tetapi

juga

di

beberapa bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan protozoa. Granula me
takromatikmengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula
metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan
energi.Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser
C. Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades.
NeisserB mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan
neisser C mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula
bakteri
berwarna biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah neisser B),
sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser
C)

Pewarnaan Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan
bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang
disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah
dan letak flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik,
peritrik dan atrik. Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut
dapat dilihat dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang
cukup.

Dua

metode pewarnaan

flagella, yaitu

metode Gray

dan metode Leifson. Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih
baik dan mengena walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan
yang

khusus.

Pada

pewarnaan

flagella

larutan

kristal

violet bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam tannic dan alumuniu
m kaliumsulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan membentuk
endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pewarnaan
Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut menurut
(Pelczer, 2006).

Fiksasi
Fiksasi perlu dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan bakteri yang berfungsi
untuk: (Pelczer, 2006).

Melekatkan sel bakteri pada kaca objek.


Membunuh bakteri, karena sel-sel yang mati lebih mudah diwarnai.
Melepaskan butiran protein menjadi gugus reaktif (NH3 +) yang akan bereaksi
dengan gugus OH dari zat warna.
Membuat sel-sel lebih kuat.
Mengubah daya ikat zat warna. (Pelczer, 2006).

Peluntur Zat Warna


Peluntur zat warna adalah suatu senyawa yang menghilangkan warna dari
sel yang telah diwarnai. Pelunturan zat warna digunakan untuk menghasilkan
kontras yang baik pada bayangan mikroskop. Pada umumnya sel-sel yang mudah
diwarnai akan lebih mudah dilunturkan zat warnanya (Pelczer, 2006).

4.2.2 Cara Membuat Preparat Oles yang Baik

Pembuatan preparat oles yang baik dengan media padat (agar miring, agar
cawan, atau bagian-bagian tubuh)., maka langkah pertamana perlu ditaruh 1 atau dua
ose penuh air steril atau air suling pada kaca obyek, lalu didalamnya ditaruh
sejumlah mikroorganisme yang bersangkutan. Sel bakteri pada medium padat
cenderung saling melekat sesamanya sehingga harus disebarkan secara merata
sehingga tidak menyulitkan pewarnaan atau pengamatan.
Kesalahan yang sering didapatkan dalam membuat preparat oles adalah terlalu
banyak mengambil biakan pada jarum inokulasi. Ini disebabkan ingin dapat
melihatsupaya yakin benar ada biayak yang terbawa. Padahal saat kita melihat
adanya cukup biyakan yang menempel pada jarum ose sesungguhnya jumlah sudah
terlalu banyak. Untuk membantu mengatasinya disarankan menggunakan jarum
inokulasi lurus. Preparat oles bakteri harus

betul-betul kering udara sebelum

difiksasi dengan panas. Fiksasi dilakukan pada olesan yang belum kering benar akan
menyebabkan sel mikroorganisme selnya menjadi tidak karuan. Fiksasi dengan panas
dilakukan secukupnya saja untuk menghindari terjadinya salah bentuk atau
penyusutan sel. Meskipun kaca obyek yang digunakan tidak steril tetapi hendaknya
menggunakan teknik aseptis. Ini penting untuk menghindari terkontaminasinya
preparat

yang

dibuatdan

melindungi

diri

sendiri

dan

kontaminasi

oleh

mikroorganisme yang sedang ditangani.


Cara membuat preparat oles :
1. Membersihkan kaca obyek baik-baik sehingga bebas kotoran dengan cara :
Pembersihan dilakukan ditempat cuci, yang dilengkapi dengan sabun

pembersih, air hangat, dan alkohol dalam botol.


Kaca obyek dibersihkan dengan tangan yang telah dibasahi dengan sabun

pembersih.
Bilas kaca obyek dengan air hangat sampai tidak ada lagi sisa sabun tertinggal.
Teteskan beberapa tetes isopropyl alkohol 95% pada kedua permukaan kaca

obyek.
Tiriskan kaca obyek tersebut untuk membuang kelebihan alkohol lalu seka

dengan lab kertas yang tidak meninggalkan serat pada kaca obyek
Setelah bersih pegang kaca obyek pada pinggirnya saja, jangan sentuh

permukaanya agar tidak mengotorinya.


2. Tuliskan pada kaca obyek sisi yang tidak akan terkena zat warna kearah lebar
kaca obyek dengan pinsil lilin singkatan nama microbe yang akan dibuat preparat.

3. Buatlah lingkaran sebesar mata uang logam di tengah-tengah permukaan kaca


obyek dengan pinsil lilin atau spidol. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kita
meletakkan olesan mikroorganisme. Tetapi bila sudah berpengalaman langkah ini
bisa ditinggal.
4. Gunalkan teknik aseptis dalam pembuatan preparat oles. Diameter lupinokulasi
yang baik untuk melakukan ini adalah 4mm
Preparat oles dari medium cair
Bila yang dipindahkan berasal pada medium cair, maka kita tinggal
memindahkan 1-2 lup penuh biakan: setelah terlebih dahulu mengocoknya
dengan baik tanpa membasahi sumbat tabung reaksi. Diusahakan agar tetesan

biakan cair tidak terlampau besar sehingga memperpanjang waktu pengerigan.


Preparat oles dari medium padat
Bila yang dipindahkan dalam biakan berasal dari medium padat. Maka
kita sediakan 1-2 lup penuh air steril pada kaca obyek. Kemudian dengan

jarum pindah yang lurus pindahkan sedikit saja biakan yang dimaksud.
5. Dengan berpedoman pada lingkaran yang telah dibuat pada permukaan bawah
kaca obyek. Sebarkan mikrobe tersebut hingga merata.
6. Biarkan olesan tersebut kering karena udara. Bila olesan tersebut berasal dari
biakan cair, biarkan mengering sampai 30 menit sampai olesan tersebut tampak
kering. Olesan yang terbuat drai mikroorganisme yang berasal dari biakan padat
biasanya lebih cepat kering dan akan tampak sepertilapisan tampak berwarna
putih.
7. Setelah olesan betul-betul kering. Lakukan kaca obyek tersebut beberapa kali
diatas apl sampai kaca obyek terasa agak panas bila titempelkan punggung tangan.
Proses inilah yang disebut fiksasi panas. Mungkin saja terjadi setelah fiksasi panas
tidak mematikan semua mikroorganisme yang ada pada kaca obyek. Oleh karena
itu semua kaca benda bekas olesan mikroba, terutama mikroba patogen hendaknya
disterilkan terlebih dulu sebelum dicuci.
4.2.3 Tujuan Fiksasi Panas
Fiksasi adalah proses pengawetan dan pelekatan atau penempelan struktur sel
mikroorganisme pada suatu posisi. Selain itu, fiksasi juga berfungsi untuk
menonaktifkan enzim lytic sehingga bakteri tidak mengalami lisis dan berubah
bentuk pada saat diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan pada kaca preparat sudah
kering. Jika olesan belum kerin , akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang
bersangkutan menjadi tidak beraturan bentuknya . Tujuan dari fiksasi adalah

perlekatan bakteri supaya pada saat pencucian, bakteri terebut tidak ikut hilang
tercuci .
Fiksasi yang digunakan pada percobaan kali ini adalah fiksasi panas, yaitu
dengan cara melewatkan kaca preparat diatas api. Fiksasi dilakukan sampai kaca
preparat terasa hangat apabila ditempelkan pada punggung tangan. Fiksasi yang
dilakukan tidak boleh terlalu panas dan lama, karena bakteri yang ada pada preparat
bias hangus terpanggang dan terjadi perubahan bentuk serta penyusutan sel.
Adapun tujuan dilakukan fiksasi panas ini antara lain :

Merekatkan sel bakteri pada kaca objek

Membunuh mikroorganisme secara cepat dengan tidak menyebabkan perubahan


bentuk dan strukturnya

Membunuh bakteri , karena sel-sel yang mati lebih mudah diwarnai

Melepaskan granuler butiran protein menjadi gugus relative (NH 3+) yang akan
bereaksi dengan gugus OH- dari zat warna

Mencegah otolisis sel yaitu pecahnya sel yang disebabkan oleh enzim-enzim yang
dikandungnya sendiri

Membuat sel-sel mikroba menjadi lebih kuat (keras)

Mengubah afinitas (daya ikat) zat warna

4.2.4 Bahan-Bahan Pereaksi Pewarnaa Gram dan Prinsip Kerjanya


1. Kristal ungu atau kristal violet
Kristal violet merupakan reagen yang berwarna ungu sekaligus pewarna
primer. Kristal violet bersifat basa sehingga mampu berikatan dengan sel
mikroorganisme yang bersifat asam. Kristal violet berfungsi membentuk ikatan
mg-Ribonucleid acid pada membran atau dinding sel bakteri sehingga membentuk
kompleks mg-Ribonucleid acid- crystal violet. Kompleks ini merupakan senyawa
yang tidak luntur dengan alkohol.Bakteri gram positif mengandung protein dan

gram negatif mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya
tipis. Kristal violet yang diteteskan didiamkan selama 1-3 menit bertujuan agar cat
atau pewarna ini dapat melekat sempurna pada dinding sel bakteri. Dengan
perlakuan pemberian kristal ungu sel mikroorganisme yang transparan akan
terlihat berwarna (ungu). Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan
meninggalkan warna ungu muda.
2. Safranin
Safranin merupakan pewarnavtandingan atau pewarna sekunder. Zat ini
berfungsi untuk mewarnai sel-sel yang telah kehilangan warna utama dengan kata
lain memberikan warna pada bakteri non target. Prinsip kerja Safranin adalah
sebagai zat warna tandingan (lawan) kompleks mg-Ribonucleid acid- crystal
violet dari dinding sel bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif mengandung
lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Bakteri gram
negatif mempunyai daya pengikat zat warna utama tidak kuat sehingga dapat
dilunturkan oleh

peluntur dan dapat diwarnai oleh zat warna lawan

(safranin).Safranin yang diteteskan didiamkan selama 30 detik. Pemberian


safranin pada bakteri gram negatif akan meninggalkan warna merah.
3. Lugol
Lugol berfungsi sebagai penguat ikatan pada kompleks mg-Ribonuclead
acid.
4. Alkohol 95%
Alkohol 95% berfungsi untuk mencuci lemak pada dinding sel bakteri.
4.2.5 Perbedaan Warna pada Bakteri Gram Positif dan Negatif
Bakteri Gram negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol ,
pori-pori pada dinding sel akan membesar, permeabilitas diding sel menjadi besar,
sehingga zat warna yang sudah diserap akan dilepaskan dan bakteri menjadi tidak
berwarna, saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah muda. Sedangkan,
pada bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi protein pada dinding selnya
saat dicuci denngan alkohol. Protein menjadi keras dan kaku, pori-pori mengecil,
permeabilitas kurang sehingga kompleks ungu kristal iodium dipertahankan dan
bakteri berwarna ungu (Staf Pengajar FKIUI, 1993).
Hal itu disebabkan karena bakteri gram positif dan gram negatif mempunyai
dinding sel yang berbeda susunan kimianya. Dinding sel bakteri gram positif hanya

tersusun dari satu lapisan saja, yaitu lapisan peptidoglikan yang relatif tebal.
Sedangkan dinding sel bakteri gram negatif mempunya dua lapisan dinding sel, yaitu
lapisan luar tersusun dari peptidoglikan dan protein, dan lapisan dalam tersusun dari
peptidoglikan tetapi lebih tipis dari lapisan peptidoglikan pada bakteri gram positf
(Timotius, KH. 1992).

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilalukan dapat ditarik kesimpulan :
1. Bakteri memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya bakteri S. aureus yang
berbentuk kokus dan bakteri E. coli dan B. subtilis yang berbentuk batang.
2. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram negatif, bakteri B. subtilis merupakan
bakteri gram negatif, dan bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif.

3. Pewarnaan gram harus dilakukan secara metodis, tepat dan hati-hati, karena akan
mempengaruhi hasil akhir pewarnaan.
4. Bentuk morfologi koloni berdasarkan bentuk bakteri tersebut, yaitu pada bakteri S.
aureus yang berbentuk kokus bentuk koloninya seperti rangkaian buah anggur. Pada
bakteri B. subtilis bentuk koloninya berupa batang memanjang.

DAFTAR PUSTAKA

Lay W. Bibiana.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.


Pelczar, M. J. Chan, E.C.S. 2007. Elements of Microbiology. New York : Mc Graw Hill Book
Company.
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.
Pratiwi, ST. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga.

Lampiran 1
DOKUMENTASI
1. Fiksasi bakteri
a. Persiapan alat dan bahan

b. Gelas benda dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol lalu dilap dengan
tissue

c. Dibuat lingkaran pada Gelas benda untuk inokulasi mikroba dan dioleskan NB

d. Inokulum bakteri dioleskan pada gelas benda dengan ose secara aseptis

e. Dilakukan fiksasi panas dengan melewatkan gelas benda pada api beberapa kali

2. Pewarnaan Sederhana
a. Sampel bakteri yang telah difiksasi digenangi gentian violet selama 3 menit.

b. Preparat dibilas dengan air mengalir untuk membuang kelebihan cat hingga zat
warna hilang

c. Preparat diberi safranin selama 30 detik, bilas dengan air mengalir


d. Kelebihan air diserap dengan kertas hisap/tissue

3. Pewarnaan Gram
a. Preparat digenangi dengan gentian violet selama 3 menit dan dibilas dengan air
mengalir

b.

Preparat digenangi dengan lugol selama 2 menit dan dibilas dengan air
mengalir

c.

Preparat dicuci dengan aseton alkohol tetes demi tetes salama 30 detik hingga
kristal tampak tidak mengalir lagi lalu dibilas dengan air mengalir

d. Preparat diberi safranin selama 30 detik, bilas dengan air mengalir dan serap
kelebihan air dengan tissue

Anda mungkin juga menyukai