KASUS 2
Penyakit Endemik
Seorang dokter umum telah bekerja selama 6 bulan di Puskesmas yang terletak di suatu
kepulauan. Wilayah kerja Puskesmas banyak terdapat lagoon, rawa dan genangan air.
Wilayah ini menjadi endemik malaria dan endemik filaria dengan mikrofilarial rate 6%.
Bulan ini ditemukan 2 kejadian DBD dan 15 kasus chikungunya. Selama ini diagnosis
malaria hanya berdasarkan kondisi klinis,kadang-kadang dengan rapid diagnostic test, dan
belum pernah ada pelatihan khusus kepada petugas puskesmas mengenai pengobatan dan
pengelolaan malaria. Serangkaian program pengendalian telah disiapkan oleh dokter tersebut
selain kegiatan di Puskesmas. Beberapa petugas bersemangat untuk ikut serta dalam program
tersebut, namun adapula yang merasa kegiatan tersebut hanya menambah beban kerja.
STEP I
b. Reservoir
Reservoir adalah manusia, hewan, tumbuhan, tanah, atau zat organik (seperti tinja dan
makanan) yang menjadi tempat tumbuh dan berkembang biak organisme infeksius. Sewaktu
organisme infeksius berkembang biak dalam reservoir, mereka melakukannya sedemikian
1
rupa sehingga penyakit dapat ditularkan pada pejamu yang rentan. Manusia sering berperan
sebagai reservoir sekaligus pejamu. Jika hewan menularkan penyakit pada manusia, inilah
yang disebut dengan zoonosis. Badan kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa zoonosis
adalah penyakit dan infeksi yang ditularkan antara hewan vertebra dengan manusia.
(Widoyono, 2011)
1. Vektor malaria
Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah anopheles.Di
seluruh dunia,genus anopheles jumlahnya 2000 spesies,60 spesies di antaranya sebagai
vektor malaria.Jumlah nyamuk anophelini di Indonesia 80 spesies dan 16 spesiestelah di
buktikan berperan sebagai vektor malaria,yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain
tergantung pada macam-macam faktor,seperti penyebaran geografik,iklim,dan tempat
perindukan.
Morfologi nyamuk anophelini berbeda jika di bandingkan dengan culicini.Telur
anophelini yang di letakan satu per satu di atas permukaan air berbentuk seperti prahu yang
bagian bawahnya konveks,bagian atas konkaf yang mempunyai sepasang pelampung yang
terletak pada sebelah ateral.Larva anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan
air,mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas,yaitu spirakel pada bagian
posterior abdomen,tergal plate pada bagian tengah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma
pada bagian lateral abdomen.Pupa mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yan
bentuknya lebar dan pendek,digunakan untuk mengambil O2 dari udara.
Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampir
sama dengan panjang probosisnya.Perbedaanya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus
bagian apikal berbentuk ganda (club form),sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut
mengecil.Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena 1) di tumbuhi sisik-sisik sayap yang
berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih.Selain itu,bagian ujung
sisik sayap membentuk lengkung (tumpul).Bagian posterior abdomen tidak seruncing
nyamuk aedes dan tidak setumpul nyamuk mansonia,tetapi sedikit melancip.
2. Vektor DBD
2
Demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagig fever (DHF) adalah penyakit
virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang
sangat pendek (beberapa hari).Penyakit ini masuk indonesia tahun 1968 melalui pelabuhan
surabaya dan pada tahun 1980 DHF telah tersebar di seluruh propinsi indonsia.Gejala klinis
DHF berupa demam tinggi secara terus menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan
yang biasa di alami dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada
badan penderita dapat mengalami syok dan meninggal.Sampai sekarang penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat.Vektor utama DHF adalah nyamuk kebun yang di
sebut aedes aegypti,sedangkan vektor potensialnya adalah aedes albopictus.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas
permukaan air.seekor nyamukbetina dapat meletakkan rata-rata 100 butir telur tiap kali
bertelur.Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali,tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa.Pertumbuhan dari
telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.
3. Vektor filariasis
spesies
nyamuk
yang
aedes,anopheles,culex,mansonia,coquilettidia
termasuk
dan
dalam
genus
armigeres.Beberapa
spesies
STEP II
2. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk
Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :
a
organofosfor,
karbamat,
dan
pyrethoid.
Bahan-bahan
insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumahrumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu
dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam
air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. (Widoyono,
2011).
2
Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan
mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu,
lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian
di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.
(Widoyono, 2011)
STEP III
3. Surveilans Kasus
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif.
Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun sistem
surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun sistem
inin berguna untuk memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang.
Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas,
poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap
penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya dalam
waktu 24 jam. (Widoyono, 2011).
Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran dengue di dalam
masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian, dimana berlangsung penyebaran
kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk mencapai tujuan tersebut sistem ini
harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik. Surveilans seperti ini
pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki kemampuan prediktif terhadap
penyebaran epidemi penyakit DBD. (Widoyono, 2011)
STEP IV
4. Penatalaksanaan
1. Chikungunya
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum
ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif.
1
Simtomatis
a
Antipiretik
demam)
b
Suportif
a
3. Pencegahan penularan
a
STEP V
5. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah
yang diperiksa dengan mikroskop. Diagnosis laboratorium dilakukan dengan berbagai cara:
1. Diagnosis dengan mikroskop cahaya
Sediaan darah dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk pemeriksaan dengan
mikroskop dan sampai sekarang masih digunakan sebagai baku emas untuk diagnosis rutin.
Sediaan darah malaria dapat digunakan untuk identifikasi spesies maupun menghi jumlah
parasit.
Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 pandang mikroskop
dengan pembesaran 500-600/1000 yang setara deng 0,20 l darah. Jumlah parasit
dapat dihitung per lapang pandang mikroskop Metode
semi-kuantitatif untuk
hitung
++
+++
= l-10parasitper 1 lapangan
Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapang pandang
mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya 4.500.000 eritrosit/l
darah (perempuan) atau 5.000.000 eritrosit/l darah pada laki-laki. Kemudian jumlah
parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit dalam 25 lapang pandang mikroskop dan
total parasit dihitung sebagai berikut:
= _____________
ul darah
jumlah
eritrosit/l
dilakukan
teknik
mikroskopis
yang
konvensional:
a) Teknik guantitative buffy coat (QBC) berdasarkan kemampuan jingga akridin (acridine
orange) memulas asam nukleat yang berada dalam sel. Darah dari ujung jari
penderita dikumpulkan dalam tabung mikro-hematokrit yang berisi zat warna
jingga akridin dan antikogaulan. Kemudian tabung tersebut disentrifugasi pada
12.000 x g selama 5 meni Parasit yang berfluoresensi dengan pemeriksaan
mikroskop
fluoresen merapakan salah satu hasil usaha ini, tetapi cara ini tidak dapat
digunakan secara
luas
seperti
Giemsa.
b) Teknik Kawamoto merupakan modi-fikasi teknik QBC yang memulas sediaan darah
dengan jingga akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan lampu halogen.
5. Metode lain tanpa menggunakan mikroskop
Beberapa
metode
untuk
mikroskop telah dikembang-kan dengan maksud untuk mendeteksi parasit lebih mudah
daripada dengan mikroskop cahaya. Metode ini men-deteksi protein atau asam nukleat
yang berasal dari parasit. a) Rapid antigen detection test (RDT), dasarnya adalah
immunochomato-graphy pada kertas nitrocellulose. Dengan cara ini berbagai protein
8
parasit yang spesifik dapat dideteksi dalam darah dari ujung jari pen-derita. Protein kaya
histidin II (histi-dine rich protein II) yang spesifik P. falciparum digunakan sebagai
marker adanya infeksi tersebut.
Enzim lactate dehydrogenase yang dihasilkan berbagai spesies plasmo-dium dapat
digunakan untuk me-nyatakan
infeksi
Enzim lainnya yang dipelajari ada-lah aldolase. Rapid test malaria ini telah dicoba di
berbagai daerah endemis malaria di dunia, termasuk di Indonesia. Tes Ini sederhana dan
cepat karena hasilnya dapat dibaca dalam waktu 15 menit. Selain itu tes ini dapat dilakukan
oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alatnya sederhana, kecil dan
tidak memerlukan aliran listrik.
keempat spesies Plasmodium, terutama untuk P.falciparum ternyata tes ini sangat spesifik
(mendekati 100%) dan sensitif (lebih dari 90%), dapat mendeteksi 2 parasit, bahkan 1
parasit/l darah Penggunaan pelacak tanpa label radioaktif (non-radiolabelled) walaupun
kurang sensitif dibanding dengan yang radioaktif, self-life lebih panjang serta mudah
disimpan dan diolah.
Kelemahan tes ini adalah:
1. penyediaan primer DNA dan sangat rumit
2. alat yang diperlukan untuk disasi rumit
3. alat untuk amplifikasi PCR deteksi hasil amplifikasi canggih dan mahal
4. membutuhkan waktu lama (24 jam)
Keuntungan utama teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi infeksi
ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya.
Hal ini penting untuk studi epidemiologi dan eksperimental, tetapi kurang penting untuk
pemeriksaan rutin.
Biosafety
Pengambilan darah untuk diagnosis nalaria mempunyai risiko. Virus hepatitis 3, virus
HIV dan kuman patogen lainnya iapat ditularkan melalui lanset (alat tusuk intuk
pengambilan darah), jarum semprit dan alat lain yang tidak steril dengan jempurna.
Karena itu digunakan lanset aiau jarum yang sekali pakai (disposable). Sediaan darah
seyogyanya ditangani onenurut pedoman standar biosafety.
kekebalan pada Malaria
Kekebalan yang didapat (naturally acquired immunity) pada malaria dapat
dibedakan dalam beberapa katogori. Kekebalan terhadap gejala klinis ada 2 tipe yang
pertama adalah kekebalan klinik yang dapat menurunkan risiko kematian yang kedua
adalah kekebalan klinik yang mengurangi beratnya gejala klinis. kekebalan terhadap
parasit dapat mengurangi jumlah parasit bila orang tersebut infeksi. Mekanisme
kekebalan seluler humoral akan saling melengkapi mencapai batas tertentu diantara
berbagai kategori kekebalan tersebut. Pada pend rita akut P. falciparum, mungkin derajat
10
kekebalan terhadap beberapa aspek malaria berat yang membahayakan jiwa dapat
diperoleh hanya setelah satu atau dua kali terinfeksi. Sebaliknya, kekebalan klinik yang
tidak berhubungan dengan risiko kematian, memerlukan infeksi berulang yang lebih
banyak. Kekebalan terhadap parasit
hanya
efektif
setelah
dalam jumlah yang jauh lebih besar. Hal ini disebabkan individu yang
terinfeksi
biasanya terinokulasi oleh parasit yang sifat genetik dan antigeniknya berbeda.
Sehingga setiap menghadapi suatu infeksi, hospes harus selalu mengembangkan respons
kekebalan spesifik yang baru terhadap plasmodium tersebut. Individu yang tinggal di
daerah endemi malaria memerlukan waktu yang sangat lama untuk memperoleh kekebalan
yang efektif terhadap parasit. Walaupun demikian, setelah kekebalan itu diperoleh, bila
individu tsb meninggalkan daerah endemis, sehingga tidak terinfeksi dalam waktu
setengah sampai satu tahun, maka kekebalan tsb akan hilang, hal ini disebut sebagai
premunisi. Akibatnya individu itu akan kembali dalam keadaan semula yaitu mudah
terinfeksi kembali.
Hubungan antara parasit malaria dan manusia di daerah endemis dalam periode yang
sangat panjang (ribuan tahun) iapat menyebabkan terjadinya evolusi 3ada eritrosit
hospes yang pada akhirnya ikan melindungi hospes baik dari infeksi naupun gejala klinis
malaria. Kekebalan enis ini disebut sebagai kekebalan jawaan atau innate immunity.
Kekebalan bawaan pada malaria berhubungan dengan ;ifat genetik misalnya: 1) Penderita tala
semia heterozigot relatif kebal terhadap infeksi malaria 2) Penderita defisiensi enzim G6PD
heterozigot dan hemizigot akan terproteksi sampai 50% terhadap malaria berat. 3) orang
Negro di Afrika Barat relatif kebal terhadap P.vivax oleh karena tidak rnempunyai reseptor
Dufify pada perrnukaan eritrosit yang me-rapakan reseptor untuk Rvivax; 4) orang yang
mengandung Hb S heterozigot bila terinfeksi P. falcipantm, kemungkinan 90% tidak akan
menderita malaria berat. 5) Penderita Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) di Malaysia,
Indonesia dan Pasifik Barat (Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Vanuatu) relatif kebal
terhadap infeksi P.falciparum dan P. vivax
Perkembangan Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang sangat kompleks, karena selain
melibatkan beberapa stadium, setiap stadium akan mengekspresikan berbagai antigen.
Akibatnya tidak seperti penyakit lain, vaksin malaria yang dibuat dari satu stadium mungkin
11
tidak akan efektif ter-hadap stadium lainnya. Secara garis besar stadium dan antigen yang
penting diper-hatikan untuk pembuatan vaksin malaria adalah:
1. Stadium pra-eritrositik: termasuk sporo-zoit dan stadium parasit di hati, dapat menghambat
terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di daerah endemis. Contoh:
circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related adhesion protein (TRAP), Liver
stage antigen (LSA).
plasmid
yang
mengekspresikan
sitokin
seperti
GM-CSF
dan
interleukin-12 atau molekul yang dapat menstimulasi sistem imun seperti CpG.
Pendekatan multistage (berbagai sta-dium) dan multivalen (berbagai antigen dari
stadium yang sama) merupakan dasar kesuksesan aplikasi vaksin malaria. Pada multivalen,
masalahnya adalah meng-identifikasi antigen yang mempunyai sifat protektif terbaik untuk
diformulasikan dalam satuan unit vaksin. Selain itu juga diperhitungkan agar respons
hospes me-libatkan baik respons sel-T maupun sel-B. Peningkatan efektivitas terlihat bila
meng-tombinasi antigen stadium hati (respons sel T) dan sporozoit (respons sel-B), maka
.'umlah sel hati yang terinfeksi berkurang dan terjadi hambatan pertumbuhan trofozoit
hati. Selain itu dengan mengkombinasi vaksin pra-eritrosit dan stadium aseksual eritrosit,
setiap merozoit yang berhasil keluar dari sel hati akan dihadapi oleh vaksin eritrosit. Bila
kombinasi ini litambah dengan vaksin stadium seksual, ikan mencegah penyebaran parasit
yang persisten obat di dalam suatu komunitas.
Penelitian pengembangan vaksin malaria raembutuhkan biaya yang sangat tinggi dan saat
ini dilakukan oleh beberapa pusat penelitian di Amerika dan Eropa dengan bantuan WHO.
Walaupun banyak sekali kesulitan yang dihadapi, perkembangannya banyak memberikan
harapan bahwa vaksin ini di kemudian hari dapat digunakan.
12
dilakukan
efektif
dalam
mengatasi
plasmodium
yang
resisten
dengan
semua
stadium
termasuk
gametosit.
Juga
efektifterhadap
Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa Cina
sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen lakton
mempunyai beberapa formula seperti: artemisinin, artemeter, arte-eter,
artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat
cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai
13
rekrudensi.
Karenanya
WHO
memberikan
petunjuk
Artesuriat + meflokuin'
Artesunat + amodiakin
Artesunat + klorokuin
Artesunat+sulfadoksin-pirimetamin
Artesunat + pironaridin
Artecom+primakuin(CV8)
Dihidroartemisinin + naptokuin
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi
artesunate + amodiakuin dengan nama dagang "ARTESDIAQUINE" ataii
Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu. artesunate (50mg/tablet)
14
terhadap'pengobatan
masa
depan
ialah
dengan
Untuk
pemakaian
obat
golongan
artemisinin.
HARUS
disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidaktidaknya dengan tes cepat antigeii yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada
hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT.
Pengobatan Malaria Dengan Obat-obat Non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah
dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup
efektif
baik
(kegagalan
terhadap
masih
menggunakan
klorokuin
kurang
obat
maupun
25%).
standard
sulfadoksin
Dibeberapa
seperti
daerah
klorokuin
pirimetamin
pengobatan
dan
sulfadoksin-
orang
dewasa
tablet
dosis
15
tunggal
(1
kali).
Ataudosis
(1
tablet
15
mg),
dipakai
sebagai
obat
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan
belum tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan. obat
standar yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai
berikut
a).
Kombmasi
Klorokuin
Sulfadoksin-Pirimetamin; b).
16
Oleh
karenanya
masih
sangat
dianjurkan
untuk
minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga.dipakai pada wanita hamil
di daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah
(sering terinfeksi malaria). Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan
doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/
minggu ditambah proguanil 200 mg/ hari. Obat baru yang dipakai untuk
pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin, Atovaquone/
Proguanil (Malarone) dan Azitromycin.
menyulitkan
ialah
banyaknya
antigen
yang
terdapat
pada
baru
ditujukan
pada
pembuatan
vaksin
untuk
proteksi
tehadap
STEP VI
6. Pencegahan
1.Demam Berdarah Dengue
A Pencegahan Primer
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan
primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. (Widoyono, 2011)
18
B Pencegahan Sekunder
1
7. Pemeriksaan Laboratorium
Chikungunya
Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I
Test) menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan
serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing. (Depkes,2007)
Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis
dari nyamuk atau dari manusia (serum) secara invitro dengan menggunakan
kultur jaringan sel vero, BHK-21, HeLa sel dan sel C6/36. Isolasi virus juga
dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan anak mencit yang masih
menyusui (suckling mice). (Depkes,2007)
Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah serum pada masa akut 0-6
hari, tetapi ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari. Spesimen
yang berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan isolasi virus.
Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses secepatnya, bila
memang perlu ditunda maksimal penundaan adalah 48 jam dengan disimpan
pada suhu 2-8oC. (Depkes,2007)
21
waktu lamanya. Antibodi IgG dapat dideteksi hari ke- 15 sampai beberapa tahun
lamanya. (Depkes,2007).
Interpretasi:
1
Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang 10-14
hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer.
3
3
Pencegahan
a Demam Berdarah Dengue (DBD)
1 Pembersihan jentik
a Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
b Larvasidasi
c Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
2 Pencegahan gigitan nyamuk
a Menggunakan kelambu
b Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
c Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
d Penyemprotan
22
Chikungunya
Upaya pencegahan chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk
Pemberantasan jentik
Istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sebenarnya kurang tepat karena
nyamuk beristirahat di semak-semak, gantungan baju bekas pakai, gorden, dan
tempat sejuk dan lembap lainnya. Nyamuk Aedes sp. akan bertelur dipermukaan
air yang jernih, seperti tempat penampungan air, vas, atau pot bunga, air buangan
dispenser, penampungan air AC, dan tempat minum burung.
Pemberantasan jentik dibagi menjadi 3 cara, yaitu:
a Fisik, dengan 3 M plus
b Biologi, dengan menebar ikan pemakan jentik ditempat penampungan air
c Kimiawi, dengan pemberian larvasida (pembasmi larva) berupa:
1 Temephos yang berbentuk granul, dosis 1 ppm atau 10 gram untuk 100
2
23
Pemberantasan nyamuk
Ini dilakukan untuk memutus rantai penularan dengan penyemprotan (fogging)
massal menggunakan insektisida cair 2 kali dengan selang waktu 1 minggu.
Malaria
Berbasis masyarakat
a Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu
ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi
kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang
nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN). Kegiatan ini meliputi
menghilangkan genangan air kotor, diantaranya dengan mengalirkan air atau
menimbun atau mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan
b
mencegah penularan.
Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomic
anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang, dan resistensi
terhadap insektisida.
Berbasis pribadi
a Pencegahan gigitan nyamuk, anatara lain: (1) tidak keluar rumah antara senja
dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya mengenakan kemeja dan
celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap,
(2) menggunakan relepan yang mengandung dimetilftalat atau zat antinyamuk
lainnya, (3) membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang
kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela, (4) menggunakan kelambu
yang mengandung insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN), (5)
menyemprot kamar dengan obat nyamuk atau menggunakan obat nyamuk
b
bakar.
Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemic, meliputi:
1 Pada daerah dimana plasmodiumnya masih sensitive terhadap klorokuin,
diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk
24
minum.
Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil, meliputi:
1 Klorokuin, bukan kontraindikasi
2 Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan proguanil 3
3
(Widoyono. 2011)
Daftar pustaka
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Edisi kedua. Jakarta. Erlangga.
1
25
a.
b.
Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi
baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain
indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radioimmunoassay. ( Sudoyo AW, 2009 )
Penatalaksanaan Malaria
a
Medika mentosa
27
Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua.
artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat lain. Hal ini disebut Artemisinin
base Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis
tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap ( non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap
lebih memudahkan pemberian pengobatan.
kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis Coartem 4 tablet 2x1
sehari selama 3 hari. Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :
28
Artesunat + meflokuin
Artesunat + amodiakuin
Artesunat + klorokuin
Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin
Artesunat + pironaridin
Artesunat + chlorproguanil-dapson
Artecom + primakuin
Dari kombinasi diatas yang tersedia diindonesia saat ini adalah kombinasi
Artesunat + amodiakuin dengan nama dagang Artediaquine atau artesumoon.
Dosis untuk orang dewasa yaitu artesunat (50 mg/tablet) untuk amodiakuin (200
mg/tablet). Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan
pakai tiap blister/hari (Artesunat + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis
amodiakuin adalah 25-30 mg/kg BB selama 3 hari. ( Sudoyo AW, 2009 ).
Kina Sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3x10 mg/kg BB
selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina
dipakai sebagai obat cadaangan untuk mengatassi resistensi terhadap
klorokuin dan SP.
Sudoyo AW. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V . Jakarta. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
.
DAFTAR PUSTAKA
30
Sudoyo AW. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Widoyono.2011.Penyakit Tropis Ed.2.Jakarta:Erlangga
(parasitologi kedokteran,FK UI ,jakarta,2008,edisi ke 4,)
Depkes, 2007 c. Pedoman Pengendalian Chikungunya. Ditjen PP dan PL, Depkes.Jakarta
ambar 1. Timeline Antibodi (Depkes,2007)
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Edisi kedua. Jakarta. Erlangga.
31