Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 39 tahun
Jenis kelamin
: Laki Laki
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Sudah menikah
Pekerjaan
: Buruh
No. RM
: 560375
Alamat
: Cipesing 3/2 Sela Awi Talegong
Tanggal masuk RS : 15-07-2016
Tanggal pemeriksaan : 15-07-2016
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pasien pada hari Jumat, 15 July 2016 di IGD
RSUD Soreang.
Keluhan Utama: Mual pusing disertai muntah berkali-kali setelah meminum alcohol
oplosan
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak kemarin yang disertai pusing mual dan
muntah-muntah sebanyak lebih 10 kali 12 jam SMRS. Pasien mengaku telah meminum
alkohol yang di campur dengan komix 20 sachet dan ditambah dengan kratingdaeng pada
hari Rabu 13 July 2016. Muntah cair berwarna kemerahan, darah (+), lendir (+). Pasien
mengaku seorang alkoholik dan sering memakai obat-obatan.
Riwayat penyakit terdahulu:
Tidak pernah sampai separah ini.
Riwayat penyakit lainya:
Riwayat hipertensi

: (+)

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Alergi obat

: Disangkal

Riwayat Penyakit Hepatitis

: Disangkal

III.PEMERIKSAAN PASIEN
KU

: Composmentis

TD

: 170/110 mmHg

RR

: 36x/menit

Nadi

: 96x/menit

Suhu

: 34.4 C

Status Generalis
Mata

: Conjunctiva anemis (-) Sklera Ikterik (-) RCL/RCTL (+)/(+)

Leher

: KGB TTM

Thorax

: VBS Kiri=kanan Wheezing (-)/(-) Ronki (-)/(-)


Cor BJ I & II normal Murmur (-) Gallop(-)

Abdomen

: Datar, Soepel, NT (+) a/r epigastrium BU (+)

Ekstrimitas

: Akral hangat, CRT <2.

Status lokalis
Nyeri Tekan pada kuadaran epigastrium
Tidak terdapat defans muskular

IV. RESUME
Seorang pasien 39 tahun datang dengan keluhan sesak sejak kemarin yang disertai
pusing mual dan muntah-muntah sebanyak lebih 10 kali 12 jam SMRS. Pasien mengaku
meminum alkohol yang di campur dengan komix 20 sachet dan ditambah dengan
kratingdaeng pada hari Rabu 13 July 2016 bersama 4 orang temannya. Muntah cair
berwarna kemerahan, darah (+), lendir (+). Pasien mengaku seorang alkoholik dan sering
memakai obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran
epigastrium.

V. SARAN PEMERIKSAAN
Darah Rutin
Ureum Kreatinin
GDS
Urin Rutin
VI. DIAGNOSA KERJA
Intoksikasi alcohol oplosan + Hipertensi Emergensi

VII. TERAPI
-

Pemasangan NGT
Pemasangan Kateter Urin
Ringer Laktat 30gtt/menit
Omeprazole 1x1 IV
Sucralfat via NGT
Ondansetron 3x1 IV
Cefotaxim 2x1 IV
3

- Captal via NGT


VII.

PROGNOSA

1. Quo ad vitam

: ad dubia

2. Quo ad functionam

: ad dubia

3. Quo ad sanationam

: ad dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi
Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di

bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana
makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi
tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu
masuk makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus
adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis,
dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti
enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar
perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang
4

dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat
ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa
nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan
otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot,
yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot
tersebut

mengakibatkan

gerak

peristaltik

(gerak

menggelombang).

Gerak

peristaltik

menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi
sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk
mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.

Gambar1. Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,
6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet
(goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief (chief cell). Sel goblet berfungsi untuk
memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim
pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
(Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel
parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam
lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk

tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat
menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan
getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan
menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin,
musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan
enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein
menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen
menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus
tanpa sempat dicerna.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut
seperti bubur, disebut chime (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur
pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke
lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot
pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi,
misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.
Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa
dibelakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam
dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus
menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif setelah
2 samapi 5 jam, lambung kosong kembali.
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormone. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara
reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung
ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal
duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormone saluran cerna terutama sekretin dan
6

kholeistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama


aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses
umpan balik humoral.
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang
mengandung pula enzim pencernaan, lender dan faktor intrinsic yang dibutuhkan untuk absorpsi
vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan
penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim
lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan
sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta
pengosongannya, disini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormone. Berdasarkan saat
terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus
(intestinal).
Fase sekresi sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa
akan menimbulkan impuls saraf eferen, yang disistem saraf pusat akan merangsang serabut
vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding
lambung. Ini akan menyebabkan stimalus langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan
membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darh, gastrin akan samapai pada sel
parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamine juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena
stimulasi vagus. Secara tak langsung dengan pembebasan histamine ini gastrin dapat bekerja.
Fase lambung, Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk kedalam
lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau lakohol, akan
menimbulkan refleks kolinergik local dan pembebasan gastrin. Jika pH turun dibawah 3,
pembebasan gastrin akan dihambat.
Pada fase usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
7

dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesitokinin
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus
bagian atas.
Disamping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormone saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipotalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi
endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat
dan enzim pencernaan). Disamping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah
didaerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

Rangsang bau
dan rangsang
kecap

Rangsang n.
Vagus

Degranulasi
mastosit

Rangsang
lokal

Rangsan
g
Ganglion

Pembebasan
histamin

Stimulasi
sel G

Pembebasan
asetilkolin

Pembebas
an gastrin

Stimulasi
sel
Pembebas
an HCl

Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung


Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk
lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan
ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabutserabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan
submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi
aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang penting dalam
klinis adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri
itu menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum serta berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
2.2

Intoksikasi

Definisi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat
9

menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi,
keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena
penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan
yang dialami penderita.
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan (dosedependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasari (misalnya insufisiensi
ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak
proporsional.

Etiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang dapat
menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas (CO2), dan zat
cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan). Racun racun
tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya :
1.
Melalui kulit
2.
Melalui jalan napas (inhalasi)
3.
Melalui saluran pencernaan (mulut)
4.
Melalui suntikan
5.
Melalui mata (kontaminasi maata)

Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,
sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian
lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya
depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,
asidemia, dan hipoksia.

10

Faktor penyebab
Masuknya racun kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi pernapasan

Terakumulasi kedalam darah, paru, hati dan ginjal

Depresi SSP

Distress pernapasan

Penurunan kesadaran & depresi pernapasan

Pola napas inefektif

Efek toksis pada miokard & pemb darah perifer

Mekanisme koping inefektif

Depresi Cardiovascular

Cemas

Hipotensi, sianosis, syok


Perubahan perfusi

Intoksikasi

akibat

terpapar

insektisida

bekerja

dengan

menghambat

dan

menginaktifasikan enzim asetilkolin esterase. Enzim ini secara normal menghancurkan


asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf
parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik. Hambatan asetilkolin esterase menyebabkan
tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

11

Insektisida golongan organofosfat


Mengahambat aktifitas enzim asetilkolin nesterase
Tertumpuknya asetilkolin

Ganglion autonom

Ujung-ujung syaraf simpatis

SSP

Sambungan neuromuskuler

Konstriksi

Kontraksi pupil

Penurunan

Tremor

Otot-otot

Penglihatan kabur

kesadaran

Kejang

bronkhial

Muntah, diare

Penekanan

Renore, salivasi

Penurunan

aktifitas cardiac

banyak keringat

persepsi

Paralise flacide

Resiko aspirasi

sensori
Penurunan curah

Gangguan nutrisi

jantung

kurang dari kebutuhan tubuh

Pola nafas tidak


efektif.

12

13

Konsumsi Alkohol
Absorpsi Lambung

Sistem Kardiovaskular

Konsentrasi Terlalu Tinggi

Penurunan Kontraktibilitas
Miokard

Sekresi Mukus
Memperlambat Absorpsi

Vasodilatasi perifer

Penutupan Pilorus

Penurunan tekanan darah

Mual Muntah

Peningkatan Curah Jantung


sebagai Kompensasi

90% Alkohol dimetabolisme di


Hati
Alkohol Dehidrogenase (ADH) dan
Aldehida Dehidrogenase
Kemampuan Max 15 mg/dl/jam
Kerusakan Hati
Akumulasi Lemak
Sirosis Hati

Merangsang SSP

Lobus Frontal
Gangguan Koordinasi dan
Decision Making

Mesencephalon

Batang otak

Kehilangan control emosi dan


Merangsang pingsan

Heart Rate, Temperature,


Kesadaran

Hipertensi Portal
Varises Esofagus
Hematemesis

14

Manifestasi Klinis
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian, apakah
melalui mata, paru, lambung atau melalui suntikan. Karena hal ini mungkin mengubah tidak
hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya, pertimbangan lain meliputi perbedaan respon jaringan.
Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas seperti pupil sangat kecil
(pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernapasan pada keracunan akut morfin dan alkaloid.
Kulit muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardia dan hiperventilasi sangat
mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin).
Riwayat menurunnya kesadaran yang jelas dan cepat, disertai dengan gangguan
pernapasan dan kadang-kadang henti jantung pada orang muda sering dihubungkan dengan
keracunan akut dekstroprokposifen, terutama bila digunakan bersamaan dengan alkohol.
Untuk zat aditif, gejala terdiri dari dua kelompok besar yaitu :
a. Kelompok Sindrom Simpatotimetik
Gejala yang sering ditemukan adalah dilusi, paranoid, takikardia, hipertensi,
keringat banyak, midriasis, hiperefleksi, kejang (pada kasus berat), hipotensi (pada kasus
berat) dan aritmia.
Obat-obat dengan gejala tersebut adalah :

Amfetamin
Kokain
Dekongestan
Intoksikasi teofilin
Intoksikasi kafein
15

b. Golongan Opiat (morfin,petidin,heroin,kodein) dan sedative


Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah koma, depresi napas, miosis,
hipotensi, bradikardi, hipotermia, edema paru, bising usus menurun, hiporefleksi dan
kejang. Obat pada kelompok ini yaitu :
Narkotik
Barbiturat
Benzodiazepin
Meprebamat
Etanol
Sindroma Intoksisasi yang Sering Terjadi

Sindroma Antikholinergik
Tanda-tanda delirium, takhikardia, kulit kering dan kemerahan, pupil dilatasi/midriasis,
myokionus, suhu meningkat sedikit, retensi urin, suara usus/peristaltik berkurang. Kejang
dan disritmia dapat terjadi pada kausus berat. Penyebab yang umum: Obat antihistamin,
obat antiparkinson, atropin, scopolamin, obat antispasmodik, obat midriatik, pelumpuh

otot skelet, dan bermacam-macam tumbuh-tumbuhaan.


Sindroma Simpatomimetik
Tanda-tanda: Delusi, paranoia, takhikardia (atau bradikardia bila obatnya murni agonis
alfa

acirenergik),

hipertensi,

hiperpireksia,

diaphoresis,

piloereksi,

midriasis,

hiperrefleksia. Kejang, hipotensi, dan disritmia dapat terjadi pada kasus berat. Penyebab
ynag umum: Cocain, amfetamin, metamfetamin dan derivatnya, dekongestan (contoh:
fenilpropanolamin, efedrin). Tanda-tanda tersebut dapat terjadi pada overdosis coffein

dan teofihin.
Intoksikasi Opiat, obat sedative atau etanol
Tanda-tanda: Koma, depresi nafas, miosis, hipotensi, bradikardia, hipotermia, udema
pulmonal, suara peristaltik berkurang, hiporefleksia, dan dapat terjadi kejang. Penyebab
yang umum: Narkotika, Obat-obat barbiturat, benzodiazepin, meprobamat, clonidin, dan
etanol.

16

Sindroma Kolinergik
Tanda-tanda: Bingung, depresi sistem saraf pusat, lemas, salivasi, lakrimasi,
inkontinensia urin dan fekal, kram gastrointestinal, emesis, diaphoresis, fasciku1ai otot,
udema pulmo, miosis, bradikardia atau takhikardia, dan kejang-kejang. Penyebab yang
umum: insektisida organofosfat dan karbamat, fisostigmin, edrofonium, dan beberapa

jenis jamur.
Sindroma Putus Alkohol
Muncul antara 6-24 jam sejak terakhir meminum alcohol.
Gejala Ringan :
a) Tremor
b) Agitasi
c) Mual muntah
d) Takikardi
Gejala Berat :
a)
b)
c)
d)

Paranoia
Hiperventilasi
Gangguan delirium
Disorientasi

Diagnosis
Pada pasien-pasien tidak sadar harus selalu dipertimbangkan adanya kemungkinan
terjadinya obat yang overdosis. Informasi yang berkaitan dengan hal ini harus dilacak dari
keluarga, teman, atau pihak medik sebelumnya mengenai:

Riwayat umum tentang kesehatannya


Informasi mengenai kemungkinan keracunan atau obat overdosis
Pertolongan yang telah dilakukan terhadap pasien
Penegakan diagnosis pasti penyebab keracunan cukupn sulit dilakukan karena dibutuhkan

sarana laboratorium toksikologi yang cukup handal, dan belum ada sarana laboratorium swasata
yang ikut berperan sedangkan sarana laboratorium rumah sakit untuk pemeriksaan ini juga belum
memadai dan sarana instansi resmi pemerintah juga sangat minim jumlahnya.
Untuk membantu penegakan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis
17

yang cukup cermat serta diperlukan bukti bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Selanjutnya
pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun yang dapat melalui
berbagai cara yaitu inhalasi, oral, absorpsi kulit, dan mukosa atau parental. Hal ini penting
diketahui karena berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya durasi (reaksi) keracunan.
Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketaghui melalui bau mulut atau muntahan
kecuali racun yanf sifat dasarnya tidak berbau dan berwarna sepreti arsinikum yang sulit
ditemukan hanya berdasar inspeksi saja. Luka bakar warna keputihan pada mukosa mulut atau
keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kausatif dan korosif baik yang bersifat
asam kuat maupun basa kuat. Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif
akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat menyebabkan nekrosis likuitatif.
Adapun penyebab keracunan dapat dikenali melaui bau racun tersebut atau warna urin
setelah terkontamiasi denga racun tersebut antara lain:
Karakteristik bau racun
Penyebab
Isopropil alkohol, aseton
Sinida
Arsenik, selenium, talium
Hidrogen sulfida, merkaptan
Karakteristik warna urin
Warna urine
Penyebab
Hijau/ biru
Metilin biru
Kuning-merah
Rifampisin, besi (Fe)
Coklat tua
Fenol, kresol
Butiran keputihan
Primidon
Coklat
Mio/ haemoglobinuria
Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status kesadaran. Alat ukur yang paling
Bau
Aseton
Almond
Bawang putih
Telur busuk

sering digunakan adalah GCS (Glasgow Coma Scale). Apabila pasien tidak sadar dan tidak ada
keterangan apapun, maka diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam dan semua
penyebab penurunan kesdaran seperti meningoensefalitis, trauma, perdarahan subaraknoid/
18

intrakranial, subdural/ ekstradural haematom, hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia,


ensefalopati.
Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut nadi mungkin
dapat membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Gambaran klinis yang menunjukkan penyebab keracunan
Gambaran klinis
Kemungkinan penyebab
Pupil pin point, frekuensi napas turun Opoioid, inhibitor kolinesterase (organofosfat, carbamate
Dilatasi pupil, laju napas turun
Dilatasi pupil, takikardia

insektidida), klonidin, fenotiazin


Benzodiazepin
Antidepresan trisiklik, amfetamin, ekstasi, kokain,

Sianosis
Hipersalivasi
Nistagmus, ataksia, tanda serebral
Gejala ekstrapiramidal
Seizures

antikolonergik (benzeksol, benztropin), antihistamin


Obat depresan SSP, bahan penyebab methaemoglobinemia
Organofosfat/ karbamat, insektisida
Antikonvulsan (frenitoin, karbamazepin), alkohol
Fenotiazin, haloperidol, metoklopramid
Antidepresan trisiklik, antikonvulsan, teofilin, antihistamin,

OAINS, fenothiazin, isoniazid


Hipertemia
Litium, antidepresan trisiklik, antihistamin
Hipertemia dan hipertensi, takikardi, Amfetamin, ekstasi, kokain
agitasi
Hipertemia dan takikardi, asidosis Salsilat
metabolik
Bradikardia

Penghambat beta, digoksin, opioid, klonidin, antagonis

kalsium (kecuali dihidropiridin), organofosfat insektisida


Abdominal cramp, diare, takikardi, Withdrawal alkohol, opiat, benzodiazepin
halusinasi

Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Intoksikasi Alkohol


A. Baru saja menggunakan alkohol
B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya,
prilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan,
gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah
ingesti alkohol
19

C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain
Pemeriksaan Penunjang
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin, hal ini selain dapat membantu
penegakan diagnosis juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi pada kasusu kejahatan.
Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan dan
feses.
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun
melalui inhilasi atau adanya dugaan perforasi lambung.
2. Laboratorium klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa
gangguan gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan.
Pemeriksaan fungsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain
berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadiakan sebagai dasar
diagnosis penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang
mengandung asam jengkol.
3. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi,
takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi
elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah
20

keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan


elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantunmg iskemik.
Penatalaksanaan
1. Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi
kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa pembebasan jalan napas,
perbaikan fungsi pernapasan, dan perbaikan sistem sirkulasi darah.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan.
3. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi
zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen lembab 100% dan jika
perlu beri ventilator.
4. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu posisi
kepala pasiem ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka
kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai
zat racunnya diperkirakan sudah hilang.
5. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan
aksesorisd lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat,
cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit
selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.
6. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian
bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi kambung dengan cara
induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan
bahan toksik
7. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang
21

beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam
8. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya
dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya
Primary survey
1. Airway :
o Bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muntahan, lendir ( sekresi bronkus ),
gigi palsu, dll.
o Bila perlu dengan perubahan posisi dan oropharyngeal dan penghisap lendir
2. Breathing :
o Beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
3. Circulation :
o Pantau vital sign dan volume cairan dengan pemberian cairan Infuse dekstrose 5%
kecpatan 15-20 tetes/menit
Terapi Spesifik (Eliminasi)
1. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara

Merangsang faring dengan ujung telunjuk , pangkal sendok,

2. Emesis

Merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian :

Sirup ipecac 15 30 ml, dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.

Sirup ipecac mengeluarkan sebagian isi lambung jika diberikan dengan segera
steleh keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif, sekrang tidak dipakai lagi

3. Katarsis

(intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar.

4. Kumbah lambung atau gastric lavage

Pada penderita yang kesadarannya menurun,

22

Pada penderita yang tidak kooperatif

Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan.

5. Karbon aktif

Dosis ( 12 tahun) : 25 100 gr dalam 300-800 ml

NOTE:

Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebiknya hanya

dilakukan bila keracunan kurang dari 4-6 jam.


Pada koma derajat sedang hingga berat.
Tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi
pneumonia.

Antidotum
1. Atrofin Sulfat (SA)

Menghambat efek akumulasi Ach pada tempat penumpukan.


Dosis; mula-mula bolus iv 1-2,5 mg, dilanjutkan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit,
sampai timbul gejala atropinisasi.

Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit

Selanjutnya setiap 2- 4-6 dan 12 jam.

SA dihentika minimal setelah 2 x 24 jam

Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan keggelan pernafasan akut yang seirng fatal

2. Reaktivator Ache

Bekerja memotong ikatan IFO-Ache, hingga timbul reaksi enzim Ache.

Hanya bermanfaat pada keracunan IFO.

23

Dosis; 1 gram iv pelan (10-20 menit dalam infus), dapat diulang setelah 30 mnt
sebanyak 2 x 24 jam.

3. Diazepam 5-10 mg IV bila kejang


4. Furosemide 40-160 mg bila ronki basah basal muncul

Komplikasi
1. Pada intoksikasi opiate :
Acute lung injury
Intravenous drug abuse
o Selulitis
o abses
Endocarditis
Pneumonia
Rhabdomyolysis
2. Pada intoksikasi insektisida :
Kematian jk terlambat ditangani
Prognosis
1. Intoksikasi opiate
Ad Dubia kemungkinan relaps yang cukup tinggi
2. Intoksikasi insektisida
Pada umumnya baik bila pengobatan belum terlambat
Beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa:
Resusitasi kurang baik dikerjakan.
Eliminasi racun kurang baik.
Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

24

DAFTAR PUSTAKA
Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14;
Trauma.
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.
SMF Ilmu Bedah Orthopaedi dan traumatologi. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU
Dr. Soetomo & FK Unair; 2008.

25

Anda mungkin juga menyukai