STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 39 tahun
Jenis kelamin
: Laki Laki
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Sudah menikah
Pekerjaan
: Buruh
No. RM
: 560375
Alamat
: Cipesing 3/2 Sela Awi Talegong
Tanggal masuk RS : 15-07-2016
Tanggal pemeriksaan : 15-07-2016
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pasien pada hari Jumat, 15 July 2016 di IGD
RSUD Soreang.
Keluhan Utama: Mual pusing disertai muntah berkali-kali setelah meminum alcohol
oplosan
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak kemarin yang disertai pusing mual dan
muntah-muntah sebanyak lebih 10 kali 12 jam SMRS. Pasien mengaku telah meminum
alkohol yang di campur dengan komix 20 sachet dan ditambah dengan kratingdaeng pada
hari Rabu 13 July 2016. Muntah cair berwarna kemerahan, darah (+), lendir (+). Pasien
mengaku seorang alkoholik dan sering memakai obat-obatan.
Riwayat penyakit terdahulu:
Tidak pernah sampai separah ini.
Riwayat penyakit lainya:
Riwayat hipertensi
: (+)
Riwayat Asma
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
III.PEMERIKSAAN PASIEN
KU
: Composmentis
TD
: 170/110 mmHg
RR
: 36x/menit
Nadi
: 96x/menit
Suhu
: 34.4 C
Status Generalis
Mata
Leher
: KGB TTM
Thorax
Abdomen
Ekstrimitas
Status lokalis
Nyeri Tekan pada kuadaran epigastrium
Tidak terdapat defans muskular
IV. RESUME
Seorang pasien 39 tahun datang dengan keluhan sesak sejak kemarin yang disertai
pusing mual dan muntah-muntah sebanyak lebih 10 kali 12 jam SMRS. Pasien mengaku
meminum alkohol yang di campur dengan komix 20 sachet dan ditambah dengan
kratingdaeng pada hari Rabu 13 July 2016 bersama 4 orang temannya. Muntah cair
berwarna kemerahan, darah (+), lendir (+). Pasien mengaku seorang alkoholik dan sering
memakai obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran
epigastrium.
V. SARAN PEMERIKSAAN
Darah Rutin
Ureum Kreatinin
GDS
Urin Rutin
VI. DIAGNOSA KERJA
Intoksikasi alcohol oplosan + Hipertensi Emergensi
VII. TERAPI
-
Pemasangan NGT
Pemasangan Kateter Urin
Ringer Laktat 30gtt/menit
Omeprazole 1x1 IV
Sucralfat via NGT
Ondansetron 3x1 IV
Cefotaxim 2x1 IV
3
PROGNOSA
1. Quo ad vitam
: ad dubia
2. Quo ad functionam
: ad dubia
3. Quo ad sanationam
: ad dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di
bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana
makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi
tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu
masuk makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus
adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis,
dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti
enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar
perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang
4
dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat
ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa
nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan
otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot,
yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot
tersebut
mengakibatkan
gerak
peristaltik
(gerak
menggelombang).
Gerak
peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi
sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk
mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.
Gambar1. Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,
6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet
(goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief (chief cell). Sel goblet berfungsi untuk
memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim
pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
(Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel
parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam
lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk
tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat
menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan
getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan
menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin,
musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan
enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein
menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen
menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus
tanpa sempat dicerna.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut
seperti bubur, disebut chime (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur
pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke
lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot
pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi,
misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.
Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa
dibelakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam
dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus
menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif setelah
2 samapi 5 jam, lambung kosong kembali.
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormone. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara
reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung
ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal
duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormone saluran cerna terutama sekretin dan
6
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesitokinin
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus
bagian atas.
Disamping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormone saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipotalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi
endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat
dan enzim pencernaan). Disamping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah
didaerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.
Rangsang bau
dan rangsang
kecap
Rangsang n.
Vagus
Degranulasi
mastosit
Rangsang
lokal
Rangsan
g
Ganglion
Pembebasan
histamin
Stimulasi
sel G
Pembebasan
asetilkolin
Pembebas
an gastrin
Stimulasi
sel
Pembebas
an HCl
Intoksikasi
Definisi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat
9
menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi,
keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena
penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan
yang dialami penderita.
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan (dosedependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasari (misalnya insufisiensi
ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak
proporsional.
Etiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang dapat
menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas (CO2), dan zat
cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan). Racun racun
tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya :
1.
Melalui kulit
2.
Melalui jalan napas (inhalasi)
3.
Melalui saluran pencernaan (mulut)
4.
Melalui suntikan
5.
Melalui mata (kontaminasi maata)
Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,
sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian
lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya
depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,
asidemia, dan hipoksia.
10
Faktor penyebab
Masuknya racun kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi pernapasan
Depresi SSP
Distress pernapasan
Depresi Cardiovascular
Cemas
Intoksikasi
akibat
terpapar
insektisida
bekerja
dengan
menghambat
dan
11
Ganglion autonom
SSP
Sambungan neuromuskuler
Konstriksi
Kontraksi pupil
Penurunan
Tremor
Otot-otot
Penglihatan kabur
kesadaran
Kejang
bronkhial
Muntah, diare
Penekanan
Renore, salivasi
Penurunan
aktifitas cardiac
banyak keringat
persepsi
Paralise flacide
Resiko aspirasi
sensori
Penurunan curah
Gangguan nutrisi
jantung
12
13
Konsumsi Alkohol
Absorpsi Lambung
Sistem Kardiovaskular
Penurunan Kontraktibilitas
Miokard
Sekresi Mukus
Memperlambat Absorpsi
Vasodilatasi perifer
Penutupan Pilorus
Mual Muntah
Merangsang SSP
Lobus Frontal
Gangguan Koordinasi dan
Decision Making
Mesencephalon
Batang otak
Hipertensi Portal
Varises Esofagus
Hematemesis
14
Manifestasi Klinis
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian, apakah
melalui mata, paru, lambung atau melalui suntikan. Karena hal ini mungkin mengubah tidak
hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya, pertimbangan lain meliputi perbedaan respon jaringan.
Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas seperti pupil sangat kecil
(pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernapasan pada keracunan akut morfin dan alkaloid.
Kulit muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardia dan hiperventilasi sangat
mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin).
Riwayat menurunnya kesadaran yang jelas dan cepat, disertai dengan gangguan
pernapasan dan kadang-kadang henti jantung pada orang muda sering dihubungkan dengan
keracunan akut dekstroprokposifen, terutama bila digunakan bersamaan dengan alkohol.
Untuk zat aditif, gejala terdiri dari dua kelompok besar yaitu :
a. Kelompok Sindrom Simpatotimetik
Gejala yang sering ditemukan adalah dilusi, paranoid, takikardia, hipertensi,
keringat banyak, midriasis, hiperefleksi, kejang (pada kasus berat), hipotensi (pada kasus
berat) dan aritmia.
Obat-obat dengan gejala tersebut adalah :
Amfetamin
Kokain
Dekongestan
Intoksikasi teofilin
Intoksikasi kafein
15
Sindroma Antikholinergik
Tanda-tanda delirium, takhikardia, kulit kering dan kemerahan, pupil dilatasi/midriasis,
myokionus, suhu meningkat sedikit, retensi urin, suara usus/peristaltik berkurang. Kejang
dan disritmia dapat terjadi pada kausus berat. Penyebab yang umum: Obat antihistamin,
obat antiparkinson, atropin, scopolamin, obat antispasmodik, obat midriatik, pelumpuh
acirenergik),
hipertensi,
hiperpireksia,
diaphoresis,
piloereksi,
midriasis,
hiperrefleksia. Kejang, hipotensi, dan disritmia dapat terjadi pada kasus berat. Penyebab
ynag umum: Cocain, amfetamin, metamfetamin dan derivatnya, dekongestan (contoh:
fenilpropanolamin, efedrin). Tanda-tanda tersebut dapat terjadi pada overdosis coffein
dan teofihin.
Intoksikasi Opiat, obat sedative atau etanol
Tanda-tanda: Koma, depresi nafas, miosis, hipotensi, bradikardia, hipotermia, udema
pulmonal, suara peristaltik berkurang, hiporefleksia, dan dapat terjadi kejang. Penyebab
yang umum: Narkotika, Obat-obat barbiturat, benzodiazepin, meprobamat, clonidin, dan
etanol.
16
Sindroma Kolinergik
Tanda-tanda: Bingung, depresi sistem saraf pusat, lemas, salivasi, lakrimasi,
inkontinensia urin dan fekal, kram gastrointestinal, emesis, diaphoresis, fasciku1ai otot,
udema pulmo, miosis, bradikardia atau takhikardia, dan kejang-kejang. Penyebab yang
umum: insektisida organofosfat dan karbamat, fisostigmin, edrofonium, dan beberapa
jenis jamur.
Sindroma Putus Alkohol
Muncul antara 6-24 jam sejak terakhir meminum alcohol.
Gejala Ringan :
a) Tremor
b) Agitasi
c) Mual muntah
d) Takikardi
Gejala Berat :
a)
b)
c)
d)
Paranoia
Hiperventilasi
Gangguan delirium
Disorientasi
Diagnosis
Pada pasien-pasien tidak sadar harus selalu dipertimbangkan adanya kemungkinan
terjadinya obat yang overdosis. Informasi yang berkaitan dengan hal ini harus dilacak dari
keluarga, teman, atau pihak medik sebelumnya mengenai:
sarana laboratorium toksikologi yang cukup handal, dan belum ada sarana laboratorium swasata
yang ikut berperan sedangkan sarana laboratorium rumah sakit untuk pemeriksaan ini juga belum
memadai dan sarana instansi resmi pemerintah juga sangat minim jumlahnya.
Untuk membantu penegakan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis
17
yang cukup cermat serta diperlukan bukti bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Selanjutnya
pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun yang dapat melalui
berbagai cara yaitu inhalasi, oral, absorpsi kulit, dan mukosa atau parental. Hal ini penting
diketahui karena berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya durasi (reaksi) keracunan.
Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketaghui melalui bau mulut atau muntahan
kecuali racun yanf sifat dasarnya tidak berbau dan berwarna sepreti arsinikum yang sulit
ditemukan hanya berdasar inspeksi saja. Luka bakar warna keputihan pada mukosa mulut atau
keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kausatif dan korosif baik yang bersifat
asam kuat maupun basa kuat. Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif
akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat menyebabkan nekrosis likuitatif.
Adapun penyebab keracunan dapat dikenali melaui bau racun tersebut atau warna urin
setelah terkontamiasi denga racun tersebut antara lain:
Karakteristik bau racun
Penyebab
Isopropil alkohol, aseton
Sinida
Arsenik, selenium, talium
Hidrogen sulfida, merkaptan
Karakteristik warna urin
Warna urine
Penyebab
Hijau/ biru
Metilin biru
Kuning-merah
Rifampisin, besi (Fe)
Coklat tua
Fenol, kresol
Butiran keputihan
Primidon
Coklat
Mio/ haemoglobinuria
Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status kesadaran. Alat ukur yang paling
Bau
Aseton
Almond
Bawang putih
Telur busuk
sering digunakan adalah GCS (Glasgow Coma Scale). Apabila pasien tidak sadar dan tidak ada
keterangan apapun, maka diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam dan semua
penyebab penurunan kesdaran seperti meningoensefalitis, trauma, perdarahan subaraknoid/
18
Sianosis
Hipersalivasi
Nistagmus, ataksia, tanda serebral
Gejala ekstrapiramidal
Seizures
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain
Pemeriksaan Penunjang
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin, hal ini selain dapat membantu
penegakan diagnosis juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi pada kasusu kejahatan.
Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan dan
feses.
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun
melalui inhilasi atau adanya dugaan perforasi lambung.
2. Laboratorium klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa
gangguan gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan.
Pemeriksaan fungsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain
berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadiakan sebagai dasar
diagnosis penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang
mengandung asam jengkol.
3. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi,
takikardi supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, disosiasi
elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah
20
beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam
8. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya
dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya
Primary survey
1. Airway :
o Bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muntahan, lendir ( sekresi bronkus ),
gigi palsu, dll.
o Bila perlu dengan perubahan posisi dan oropharyngeal dan penghisap lendir
2. Breathing :
o Beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
3. Circulation :
o Pantau vital sign dan volume cairan dengan pemberian cairan Infuse dekstrose 5%
kecpatan 15-20 tetes/menit
Terapi Spesifik (Eliminasi)
1. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara
2. Emesis
Merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian :
Sirup ipecac 15 30 ml, dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Sirup ipecac mengeluarkan sebagian isi lambung jika diberikan dengan segera
steleh keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif, sekrang tidak dipakai lagi
3. Katarsis
(intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar.
22
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan.
5. Karbon aktif
NOTE:
Antidotum
1. Atrofin Sulfat (SA)
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan keggelan pernafasan akut yang seirng fatal
2. Reaktivator Ache
23
Dosis; 1 gram iv pelan (10-20 menit dalam infus), dapat diulang setelah 30 mnt
sebanyak 2 x 24 jam.
Komplikasi
1. Pada intoksikasi opiate :
Acute lung injury
Intravenous drug abuse
o Selulitis
o abses
Endocarditis
Pneumonia
Rhabdomyolysis
2. Pada intoksikasi insektisida :
Kematian jk terlambat ditangani
Prognosis
1. Intoksikasi opiate
Ad Dubia kemungkinan relaps yang cukup tinggi
2. Intoksikasi insektisida
Pada umumnya baik bila pengobatan belum terlambat
Beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa:
Resusitasi kurang baik dikerjakan.
Eliminasi racun kurang baik.
Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14;
Trauma.
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.
SMF Ilmu Bedah Orthopaedi dan traumatologi. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU
Dr. Soetomo & FK Unair; 2008.
25