Anda di halaman 1dari 13

Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 772/Pend.

Matematika

ARTIKEL PENELITIAN

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN


PERSOALAN MATEMATIKA DISKRIT BERDASARKAN TAKSONOMI
BLOOM REVISI

TIM PENGUSUL
Drs. ZAIMI EFENDI, M.Pd
NIDN. 0006085404
Dra. DEWI IRIANI, M.Pd
NIDN. 0015076205
FERI TIONA PASARIBU, S.Pd., M.Pd
NIDN. 0003028603
Dibiyayai oleh Dana PNBP Universitas Jambi Anggaran 2015
Nomor 042.04.2.400088/2015 Tanggal 15 April 2015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER 2015

ANALISIS KESULITAN MAHASISWA DALAM


MENYELESAIKAN PERSOALAN MATEMATIKA DISKRIT
BERDASARKAN TAKSONOMI BLOOM REVISI
Drs. Zaimi Effendi, M.Pd, Dra. Dewi Iriani, M.Pd, dan Feri Tiona Pasaribu,
S.Pd., M.Pd
ABSTRAK. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis letak dan jenis kesulitan
yang dialami oleh mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian didapat
informasi bahwa letak kesulitan yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan
persoalan matematika diskrit adalah pada dimensi pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural. Jenis kesulitan yang dialami mahasiswa dalam
menyelesaikan persoalan matematika diskrit adalah kesulitan mengingat fakta,
kesulitan memahai fakta, kesulitan mengingat konsep, kesulitan memahami
konsep, dan kesulitan menerapkan prosedur.
Kata Kunci: Analisis Kesulitan Mahasiswa, Matematika Diskrit, Taksonomi
Bloom Revisi
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Menurut Tall & Razali (Ciltas & Tatar, 2011: 462), tujuan dari pendidikan
matematika adalah mengaktualisasikan belajar mahasiswa pada tingkat yang
tertinggi. Namun kenyataannya mayoritas mahasiswa mengalami kesulitan.
Dalam mempelajari matematika tiap mahasiswa memiliki pandangan yang
berbeda, hal ini sejalan dengan pendapat Khiat (2010: 1459), students may not
have the same conceptions of understanding in mathematics learning when they
are studying primary, secondary, or tertiary mathematics. Lebih lanjut menurut
Cooney & Cotton (Khiat, 2010: 1461) beberapa mahasiswa memandang
matematika sebagai hal yang menarik, dan sebagian lagi memandang bahwa
matematika adalah hal yang membosankan. Bahkan menurut Hoyles (Khiat, 2010:
1461) beberapa mahasiswa memandang matematika sebagai subjek yang
menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan kemarahan selama pelajaran.
Proses belajar yang terjadi pada mahasiswa merupakan sesuatu yang
penting, karena melalui belajar mahasiswa mengenal lingkungannya dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Suatu pengetahuan, sikap,


dan keterampilan pada dasarnya dapat dipindahkan melalui proses belajar dengan
berbagai cara. Seperti yang dinyatakan oleh Kuswana (2011: 212) bahwa
pemindahan ini dapat dilihat dari pemahaman secara umum, dapat diartikan
sebagai seperangkat pengetahuan yang sama sekali baru dan ditransfer dari
pemberi pesan ke penerima pesan melalui media tertentu. Namun aktivitas
transfer pengetahuan bagi setiap individu tidak selamanya berlangsung secara
wajar. Pada proses pembelajaran mahasiswa terkadang sulit untuk berkonsentrasi,
sehingga membuat mahasiswa itu tidak dapat memahami pelajaran yang
berlangsung. Kenyataan ini yang sering kita jumpai pada mahasiswa dalam
kehidupan seharihari dimana kaitannya adalah dengan aktivitas belajar. Setiap
individu tidak ada yang sama, perbedaan individu ini menyebabkan perbedaan
tingkah laku di dalam mahasiswa. Dalam keadaan ketika mahasiswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya hal itu yang disebut dengan kesulitan belajar
mahasiswa.
Menurut Kereh, Subandar, & Tjiang (2013: 11), kesulitan belajar
matematika dapat terjadi pada hampir setiap tahap/jenjang selama masa sekolah
peserta didik, bahkan pada orang dewasa (mahasiswa). Kesulitan belajar pada
mahasiswa berhubungan dengan kemampuan belajar yang kurang sempurna.
Kekurangan tersebut dapat terungkap dari penyelesaian persoalan matematika
yang tidak dikerjakan, tidak tuntas, atau tuntas tetapi salah. Ketidaktuntasan
tersebut dapat diduga karena mahasiswa mengalami kendala pada pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan
metakognitif. Jenis kesulitan belajar matematika mahasiswa dapat ditentukan
berdasarkan menghubungkan letak kesulitan dengan proses kognitifnya.
Menurut Wood (Irham & Wiyani, 2013: 257), apapun bentuk dan jangka
waktu kesulitan yang dialami mahasiswa, kesulitan belajar tersebut akan
berdampak pada kehidupan mahasiswa yang bersangkutan. Oleh karena itu,
penting untuk mengetahui jenis kesulitan yang dialami oleh peserta didik.
Supartini (Suwarto, 2013: 85-86) mendefinisikan kesulitan belajar sebagai
kegagalan dalam mencapai tujuan belajar, ditandai dengan tidak menguasai
tingkat penguasaan minimal, tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya, tidak

dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, dan tidak dapat mencapai tingkat


penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan untuk belajar di
tingkat selanjutnya. Sejalan dengan hal tersebut, Blassic & Jones (Irham &
Wiyani, 2013: 253) menyatakan bahwa kesulitan belajar yang dialami mahasiswa
ditunjukkan dengan adanya kesenjangan atau jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai.
Matematika diskrit merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus
ditempuh oleh mahasiswa pendidikan matematika. Dengan demikian, peneliti
berpendapat bahwa perlu dilakukan penelitian mengenai kesulitan yang dialami
oleh mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah dimana
letak kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit?
Apa jenis kesulitan yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan
matematika diskrit?
KAJIAN PUSTAKA
A. Taksonomi Bloom Revisi
Taksonomi bloom yang telah direvisi menurut Anderson & Krathwohl
(2010: 6) melibatkan dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi jenis
pengetahuan. Anderson & Krathwohl (2010: 6) membagi pengetahuan mahasiswa
atas 4 jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Dimensi proses kognitif
terdiri atas enam kategori, yaitu kategori mengingat, kategori memahami, kategori
menerapkan, kategori menganalisis, kategori mengevaluasi, dan kategori
mencipta.
Menurut Anderson & Krathwohl (2010: 67) pengetahuan faktual meliputi
elemen-elemen dasar yang digunakan oleh para ahli dalam menyampaikan ilmu
akademisnya, memahami, dan mengaturnya secara sistematis. Pengetahuan ini
berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui mahasiswa yang biasanya
berupa simbol-simbol yang berkaitan dengan beberapa refrensi konkret atau

benang-benang simbol yang menyampaikan informasi penting. Sejalan dengan hal


tersebut,
Kuswana (2012: 114) memandang pengetahuan konseptual sebagai
pengetahuan yang lebih rumit dalam bentuk pengetahuan yang tersusun secara
sistematis. Lebih lanjut, Anderson & Krathwohl (2010: 71) mendefinisikan
pengetahuan konseptual sebagai pengetahuan yang meliputi skema-skema mental
atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi kognitif yang
berbeda dan menunjukkan pengetahuan yang seseorang miliki mengenai
bagaimana pokok bahasan tertentu diatur dan disusun.
Larkin (2010: 10), Anderson & Krathwohl (2010: 77), dan Kuswana (2012:
114), mengartikan pengetahuan prosedural sebagai pengetahuan mengenai
bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk
dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Sejalan dengan hal
tersebut, Schraw & Moshman (1995: 353) juga mengartikan pengetahuan
prosedural mengenai pengetahuan tentang pelaksanaan keterampilan prosedural.
Lebih lanjut, menurut Jong & Hessler (1996: 107) pengetahuan prosedural berisi
tindakan atau manipulasi yang berlaku dalam sebuah domain. Hal ini sejalan
dengan pendapat Larkin (2010: 25) bahwa pengetahuan prosedural merupakan
pengetahuan mengenai bagaimana membuat keputusan yang baik atau
menyelesaikan masalah.
Menurut Anderson & Krathwohl (2010: 82) pengetahuan metakognitif
adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara umum, sama halnya dengan
kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang. Lebih lanjut,
Mahmudi (2013: PM-50) menyatakan bahwa pengetahuan metakognitif merujuk
pada pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai apa yang akan dilakukan
pada situasi tertentu. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Laurens (2011)
berpendapat bahwa metakognitif mengacu pada pengetahuan atau kesadaran
seseorang

terhadap

proses

dan

hasil

berpikirnya.

Larkin

(2010:

8)

mengungkapkan bahwa pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan seseorang


tentang keadaan pikiran mereka sendiri dan tentang keadaan pikiran yang lain
atau tentang keadaan pikiran secara umum.

Pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi, terdapat dimensi proses


kognitif. Anderson & Krathwohl (2010: 6) menjelasan mengenai kategori dari
proses kognitif itu adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan menciptakan.
Anderson & Krathwohl (2010: 99) mendefinisikan kategori mengingat
sebagai aktifitas menarik kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka
panjang seorang mahasiswa. Kategori mengingat ini dihubungkan dengan proses
recognizing dan recalling.
Anderson & Krathwohl (2010: 105) menyatakan bahwa mahasiswa
dikatakan mampu memahami jika mahasiswa tersebut dapat menarik makna dari
suatu pesan atau petunjuk dalam soal yang dihadapinya. Kategori memahami ini
dihubungkan dengan proses interpreting, exemplifying, classifying, summarizing,
inferring, comparing, dan explaining.
Kategori menerapkan didefinisikan oleh Anderson & Krathwohl (2010: 116)
sebagai kategori dari proses kognitif yang meliputi penggunaan prosedur atau cara
kerja tertentu untuk mengerjakan suatu latihan atau menyelesaikan suatu masalah.
Oleh karena itu, kategori menerapkan ini sangat erat kaitannya dengan
pengetahuan prosedural. Kategori menerapkan ini dihubungkan dengan proses
executing dan implementing.
Kategori menganalisa didefinisikan oleh Anderson & Krathwohl (2010: 120)
dan Kuswana (2012: 115) sebagai bentuk usaha mengurai materi menjadi bagianbagian penyusunnya dan menentukan hubungan antara bagian-bagian tersebut
dengan materi secara keseluruhan. Kategori menganalisa dihubungkan dengan
proses differentiating, organizing, dan attributing.
Kategori mengevaluasi diartikan oleh Anderson & Krathwohl (2010: 125),
dan Kuswana (2012:115), sebagai tindakan membuat suatu penilaian yang
didasarkan pada kriteria/standar tertentu. Dalam hal ini kriteria yang sering
digunakan adalah kualitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi
dihubungkan dengan dua proses kognitif, yaitu checking dan critiquing.
Kategori menciptakan diartikan oleh Anderson & Krathwohl (2010: 128),
dan Kuswana (2012: 115), sebagai proses mengumpulkan sejumlah elemen
tertentu menjadi satu kesatuan yang koheren dan fungsional. Atau dengan kata

lain, bagian-bagian dalam keseluruhan fungsi tersebut menjadi sebuah pola atau
struktur yang baru. Kategori menciptakan ini terhubung dalam tiga proses
kognitif. Proses-proses tersebut adalah generating, planning, dan producing.
B. Kesulitan Belajar Matematika
Westwood (2008: 1) berpendapat bahwa kesulitan belajar mengacu pada
hambatan yang membatasi akses partisipasi dan hasil dalam sebuah rencana
pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Dalyono (2009: 229) mengartikan
kesulitan belajar merupakan suatu keadaan yang menyebabkan mahasiswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar identik dengan kesukaran
mahasiswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. Lebih lanjut,
Rumini (Irham & Wiyani, 2013: 254) memandang kesulitan belajar merupakan
kondisi ketika mahasiswa mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam
mengikuti proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar secara optimal.
Yoong (2000) menyatakan ada lima masalah dalam belajar matematika.
Dalam kenyataannya lima masalah yang berbeda ini dapat ditunjukkan melalui
kesalahan yang sama oleh mahasiswa. Masalah tersebut adalah attach own
meanings, incomplate or fuzzyy thinking, mix up the rules, salient features, dan a
conformist attitude. Menurut Bell (1978: 399) jika seorang mahasiswa tidak
mampu menjawab sebagian besar pertanyaan yang diajukan oleh pendidiknya,
maka ia anggap pertanyaan pendidik sebagai ancaman pribadi daripada sebagai
alat bantu pembelajaran yang berharga. Sejalan dengan hal tersebut, Smith,
Elkins, & Gunn (2011: 19) menyatakan bahwa, kesulitan digunakan untuk
menggambarkan signifikan minoritas mahasiswa yang tampaknya tidak
menanggapi program kelas mereka. Selanjutnya, di dalam OECD (2009: 169)
dinyatakan bahwa mahasiswa yang mengalami kesulitan sehingga menimbulkan
kesulitan dalam pemahaman, penggunaan lisan dan tulisan, menyebabkan mereka
kesulitan dalam berpikir, berbicara, membaca, menulis, dan operasi matematika.
Hal ini memungkinkan timbulnya kritis kesenjangan antara potensi dan kemajuan
mahasiswa.
Menurut Neville (2012: 3-5), mahasiswa yang mengalami dyscalculia
memiliki karakteristik tidak mampu menghitung dengan baik, memori kerja yang
lemah, dan mengalami kesulitan dalam prosedur aritmetika. Jordan & Levine

(2009: 61) berpendapat bahwa sebagian besar anak dengan kesulitan matematika
ditandai dengan kelemahan dalam mengartikan simbol angka sekunder yang
terkait pada bilangan cacah, relasi bilangan, dan luas yang tidak teratur yang
dipengaruhi oleh pengalaman.
Menurut Lerner (2006: 479), kesulitan matematika memiliki karakteristik
tertentu, yakni kesulitan dalam memproses informasi, kesulitan yang berkaitan
dengan kemampuan bahasa dan membaca serta kecemasan matematika. Lebih
lanjut Misunderstood Minds WGHB Educational Foundation (Kereh, Subandar,
&Tjiang, 2013: 12) mengelompokkan tanda-tanda mahasiswa berkesulitan belajar,
yaitu sebagai berikut: kesulitan keluaran/output, kesulitan organisasi, kesulitan
dalam bahasa, kesulitan dalam memberikan perhatian, kesulitan visual-spatial
atau pengurutan, dan kesulitan melakukan beberapa tugas dalam waktu
bersamaan,
Secara lebih spesifik, Blanco & Garrote (2007: 227) mengklasifikasikan
kesulitan belajar pada pertidaksamaan aljabar menjadi dua jenis, yaitu kesulitan
aritmetika dan kesulitan ketiadaan makna. Cooney, Davis, & Henderson (1975:
203) mengelompokkan kesulitan belajar matematika berdasarkan dua jenis
pengetahuan matematika, yaitu pengetahuan konsep dan pengetahuan prinsip.
Kemudian jenis kesulitan ini diperluas pada kesulitan yang mereka alami ketika
menyelesaikan masalah secara verbal. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
ada tiga jenis kesulitan, yaitu kesulitan konsep, kesulitan prinsip, dan kesulitan
menyelesaikan masalah secara verbal.
C. Tes Diagnostik
Entang (Suwarto, 2013: 91) menyatakan bahwa diagnostik kesulitan belajar
adalah upaya untuk menemukan kelemahan yang dialami seorang peserta didik
dalam belajar dengan cara yang sistematis berdasarkan gejala yang tampak.
Menurut Supartini (Suwarto, 2013: 91) diagnostik kesulitan belajar adalah suatu
proses atau upaya untuk memahami jenis dan karakteristik, serta latar belakang
kesulitan belajar dengan mempergunakan berbagai informasi/data selengkap dan
seobjektif mungkin untuk mengambil kesimpulan dan ketentuan kegagalan
belajar, serta mencari alternatif pemecahannya.
METODEPENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian campuran (mix method) dengan pendekatan


kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menentukan
persentase letak dan jenis kesulitan yang dialami oleh mahasiswa, analisis faktor
pada angket kesulitan belajar matematika, menghitung reliabilitas dan SEM
(Standard Eror of Measurement) angket serta tes diagnostik kesulitan belajar
matematika. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menentukan letak dan jenis
kesulitan belajar matematika.
HASILDAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Tes diagnostik dilakukan kepada 18 orang mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan matematika diskrit. Pada tes diagnostik tersebut mahasiswa yang
memperoleh nilai di bawah 60 atau skor di bawah 42, maka mahasiswa tersebut
masuk kedalam kategori mahasiswa yang mengalami kesulitan. Sebaran skor
mahasiswa dapat dilihat pada tabel 4.1.

N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

MAHASISWA
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R

Tabel 4.1
Distribusi Skor Mahasiswa
SOAL
1
2
3
4
12
4
10
3
10
8
8
5
10
13
2
10
12
13
10
10
0
12
0
0
2
0
10
3
12
8
0
0
10
8
2
5
2
8
2
3
10
8
8
5
12
13
2
5
2
5
2
5
2
0
0
5
2
9
10
5
12
8
2
5
2
2
10
3
2
2
0
3
2
10
0
5

5
10
13
17
17
8
13
2
14
13
13
17
14
13
10
13
13
0
13

TOTAL
SKOR
39
44
52
62
20
28
22
39
26
44
49
26
20
36
40
30
7
56

NILA
I
55.7
62.9
74.3
88.6
28.6
40
31.4
5.7
37.1
62.9
70
37.1
28.6
51.4
57.1
42.9
10
51.4

Dari tabel 4.1 dapat diperoleh informasi bahwa dari 18 mahasiswa yang
mengerjakan tes diagnostik, ada 13 mahasiswa yang memperoleh skor di bawah

42 atau nilai di bawah 60. Dengan demikian ada 13 mahasiswa yang akan ditinjau
kesulitannya dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit.
Bedasarkan hasil pekerjaan 13 mahasiswa tersebut diperoleh informasi
bahwa kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit
terletak di dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Letak Kesulitan Mahasiswa Berdasarkan Tes Diagnostik
LETAK KESULITAN
JUMLAH
PERSENTASE
Pengetahuan Faktual
9
11.5%
Pengetahuan Konseptual
67
85.9%
Pengetahuan Prosedural
2
2.6%
Jumlah
78
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa diperoleh ada 78 kesulitan yang
terdiri dari 9 kesulitan pada pengetahuan faktual, 67 kesulitan pada pengetahuan
konseptual, dan 2 kesulitan pada pengetahuan prosedural. Dapat dikatakan bahwa
sebagian besarr kesulitan yang dialami oleh mahasiswa terletak di pengetahuan
konseptual.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa masih mengalami
kesulitan pada dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Mayoritas kesulitan yang dialami oleh mahasiswa adalah pada pengetahuan
konseptual, barulah kemudian pengetahuan faktual dan prosedural. Jika dianalisis
lebih lanjut, diperoleh beberapa jenis kesulitan yang dialami oleh mahasiswa,
yaitu kesulitan mengingat fakta, kesulitan memahami fakta, kesulitan mengingat
konsep, kesulitan memahami konsep, kesulitan menerapkan prosedur.
Jenis kesulitan mengingat fakta ditemukan pada soal nomor 1. Kesulitan
ini terlihat dari mahasiswa yang tidak mengerjakan soal tersebut. Berdasarkan
klarifikasi diperoleh informasi bahwa mahasiswa tidak mengerjakan karena tidak
ingat apa yang dimaksud dengan bilangan bulat genap.
Jenis kesulitan memahami fakta merupakan jenis kesulitan terbanyak
kedua yang dialami oleh mahasiswa. jenis kesulitan ini ditemukan pada
pengerjaan soal nomor 1 dan 3. Kesulitan ini terlihat dari hasil jawaban siswa.
Pada soal nomor 1, mahasiswa menuliskanbilangan prima maupun bilangan bulat

10

genap, namun pada bilangan prima mahasiswa keliru mengidentifikasi bahwa 1


dan 9 merupakan bilangan prima. Sedangkan pada bilangan bulat genap,
mahasiswa beranggapan bahwa nol termasuk dalam bilangan genap. Pada
pengerjaan soal nomor 3, kesulitan memahami fakta terjadi pada memahami fakta
yang ada pada soal. mahasiswa telah keliru menerjemahkan bahasa cerita pada
soal ke dalam bentuk matematika.
Jenis kesulitan mengingat konsep merupakan kesulitan terbanyak yang
dialami mahasiswa.Jenis kesulitan ini ditemukan pada setiap nomor soal. pada
soal nomro 1 mahasiswa tidak ingat bahwa pada graf berarah haruslah disertai
dengan tanda panah. Pada soal nomor 2 mahasiswa masih ada yang lupa dengan
sifat refleksif, simetris, antisimetris, dan transitif pada relasi. Pada soal nomor 3
mahasiswa tidak ingat maupun keliru dalam menuliskan rumus jumlah sisi pada
graf lengkap. Pada soal nomor 4 mahasiswa tidak ingat yang dimaksud dengan
graf dual, serta mahasiswa keliru dalam mempresentasikan matriks ke dalam
bentuk graf. Pada soal nomor 5 kesulitan mengingat konsep terlihat dari beberapa
mahasiswa ada yang tidak menuliskan maupun salah menuliskan rumus untuk
menghitung jumlah sirkuit Hamilton pada graf lengkap, mahasiswa tidak
menuliskan nama sirkuit Hamilton yang dimaksudkan, hanya menggambarkan
sirkuitnya saja, sedangkan pada soal mahasiswa diminta untuk menuliskan dan
menggambarkan sirkuit Hamilton.
Jenis kesulitan memahami konsep ditemukan pada soal nomor 4 dan 5.
Pada soal nomor 4, kesulitan ini terlihat dari mahasiswa yang keliru memahami
antara graf bidang dan graf dual. Pada soal nomor 5, mahasiswa keliru memahami
penamaan untuk sirkuit dan lintasan.
Kesulitan yang terakhir yang dialami oleh mahasiswa adalah kesulitan
menerapkan prosedur. Kesulitan ini terlihat pada soal nomor 2. Pada soal tersebut
mahasiswa

menuliskan

definisi

transitif

dengan

benar,

namun

dalam

menerapkannya mahasiswa tidak sampai selesai. Berdasarkan hasil wawancara,


hal ini bukan dikarenakan waktu yang tidak cukup, namun dikarenaka mahasiswa
beranggapan bahwa penerapan pembuktian sifat transitif tersebut telah selesai.
KESIMPULAN DAN SARAN

11

Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa letak


kesulitan yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika
diskrit adalah pada dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Jenis kesulitan yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan
matematika diskrit adalah kesulitan mengingat fakta, kesulitan memahai fakta,
kesulitan mengingat konsep, kesulitan memahami konsep, dan kesulitan
menerapkan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. 2010. Kerangka landasan untuk
pembelajaran, pengajaran, dan asesmen: revisi taksonomi pendidikan
bloom. (Terjemahan Agung Prihantoro). New York: Pearson AddisonWesley. (Buku asli diterbitkan tahun 2001)
Bell, F. H. 1981. Teaching and learning mathematics (in secondary school).
Dubuque: Wm. C. Brown Company Publisher.
Blanco, L., & Garrde, M. 2007. Difficulties in learning inequalities in students of
first year of pre-university education in Spain. EJMSTE, 3, 221-229.
Ciltas, A., & Tatar, E. 2011. Diagnosing learning difficulties related to the
equation and inequality that contain terms with absolute value.
International Online Journal of Educational Sciences. 3(2), 461-473.
Cooney, T. J., Davis, E. J., & Henderson, K. B. 1975. Dynamics of teaching
secondary school mathematics. New York: Houghton Miffin.
Dalyono. 2009. Psikologi pendidikan. Semarang: PT. Rineka Cipta.
Irham, M., & Wiyani, N, A. 2013. Psikologi pendidikan: teori dan aplikasi dalam
proses pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruz Media.
Jong, T. D., & Hessler, M. G. M. F. 1996. Types and qualities of knowledge.
Educational Psychologist. 31(2), 105-113.
Jordan, N. C., & Levine, S, C. 2009. Socioeconomic variation, number
competence, and mathematics learning difficulties in young children.
Developmental disabilities research reviews. 15, 60-68.
Kereh, C. T., Sabadar, J., & Tjiang, P. C. 2013, Juni. Identifikasi kesulitan belajar
mahasiswa dalam konten matematika pada materi pendahuluan fisika inti.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains
VIII, di Universitas Kristen Satya Wacana.

12

Kuswana, W. S. 2011. Taksonomi berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakary.


_______ _____. 2012. Taksonomi kognitif. Bandung: PT. Remaja Rosdakary.
Larkin, S. 2010. Metacognition in young children. Oxon: Routledge.
Laurens, T. 2011, Juli. Pengembangan metakognisi dalam pembelajaran
matematika. Makalah disajikan dalam Seminar P4MRI, di Universitas
Pattimura.
Lerner, J.W. 2006. Learning disabilities and related disorders. New York:
Houghton Mifflin Company.
OECD. 2009. Student with disabilities, learning difficulties and disadvantages in
the baltic states, south eastern europe and malta. London: European
commission-joint research centre (JRC).
Schraw, G., & Moshman, D. 1995. Metacognitive theories. Educational
Psychology Review, 4, 351-371.
Suwarto. 2013. Pengembangan tes diagnostik dalam pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).
Westwood, P. 2000. Numeracy and learning difficulties: approaches to teaching
and assessment. Melbourne: The Australian Council For Education
Risearch.
Yoong, W. K. 2000. Enhancing students learning through error analysis.
Universiti Brunei Darussalam. Diambil pada tanggal 3 Juli 2013, dari:
http://math.nie.edu.sg/kywong/ERRORS%20Wong%20Brunei.DOC.

Anda mungkin juga menyukai