Matematika
ARTIKEL PENELITIAN
TIM PENGUSUL
Drs. ZAIMI EFENDI, M.Pd
NIDN. 0006085404
Dra. DEWI IRIANI, M.Pd
NIDN. 0015076205
FERI TIONA PASARIBU, S.Pd., M.Pd
NIDN. 0003028603
Dibiyayai oleh Dana PNBP Universitas Jambi Anggaran 2015
Nomor 042.04.2.400088/2015 Tanggal 15 April 2015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER 2015
terhadap
proses
dan
hasil
berpikirnya.
Larkin
(2010:
8)
lain, bagian-bagian dalam keseluruhan fungsi tersebut menjadi sebuah pola atau
struktur yang baru. Kategori menciptakan ini terhubung dalam tiga proses
kognitif. Proses-proses tersebut adalah generating, planning, dan producing.
B. Kesulitan Belajar Matematika
Westwood (2008: 1) berpendapat bahwa kesulitan belajar mengacu pada
hambatan yang membatasi akses partisipasi dan hasil dalam sebuah rencana
pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Dalyono (2009: 229) mengartikan
kesulitan belajar merupakan suatu keadaan yang menyebabkan mahasiswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar identik dengan kesukaran
mahasiswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. Lebih lanjut,
Rumini (Irham & Wiyani, 2013: 254) memandang kesulitan belajar merupakan
kondisi ketika mahasiswa mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam
mengikuti proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar secara optimal.
Yoong (2000) menyatakan ada lima masalah dalam belajar matematika.
Dalam kenyataannya lima masalah yang berbeda ini dapat ditunjukkan melalui
kesalahan yang sama oleh mahasiswa. Masalah tersebut adalah attach own
meanings, incomplate or fuzzyy thinking, mix up the rules, salient features, dan a
conformist attitude. Menurut Bell (1978: 399) jika seorang mahasiswa tidak
mampu menjawab sebagian besar pertanyaan yang diajukan oleh pendidiknya,
maka ia anggap pertanyaan pendidik sebagai ancaman pribadi daripada sebagai
alat bantu pembelajaran yang berharga. Sejalan dengan hal tersebut, Smith,
Elkins, & Gunn (2011: 19) menyatakan bahwa, kesulitan digunakan untuk
menggambarkan signifikan minoritas mahasiswa yang tampaknya tidak
menanggapi program kelas mereka. Selanjutnya, di dalam OECD (2009: 169)
dinyatakan bahwa mahasiswa yang mengalami kesulitan sehingga menimbulkan
kesulitan dalam pemahaman, penggunaan lisan dan tulisan, menyebabkan mereka
kesulitan dalam berpikir, berbicara, membaca, menulis, dan operasi matematika.
Hal ini memungkinkan timbulnya kritis kesenjangan antara potensi dan kemajuan
mahasiswa.
Menurut Neville (2012: 3-5), mahasiswa yang mengalami dyscalculia
memiliki karakteristik tidak mampu menghitung dengan baik, memori kerja yang
lemah, dan mengalami kesulitan dalam prosedur aritmetika. Jordan & Levine
(2009: 61) berpendapat bahwa sebagian besar anak dengan kesulitan matematika
ditandai dengan kelemahan dalam mengartikan simbol angka sekunder yang
terkait pada bilangan cacah, relasi bilangan, dan luas yang tidak teratur yang
dipengaruhi oleh pengalaman.
Menurut Lerner (2006: 479), kesulitan matematika memiliki karakteristik
tertentu, yakni kesulitan dalam memproses informasi, kesulitan yang berkaitan
dengan kemampuan bahasa dan membaca serta kecemasan matematika. Lebih
lanjut Misunderstood Minds WGHB Educational Foundation (Kereh, Subandar,
&Tjiang, 2013: 12) mengelompokkan tanda-tanda mahasiswa berkesulitan belajar,
yaitu sebagai berikut: kesulitan keluaran/output, kesulitan organisasi, kesulitan
dalam bahasa, kesulitan dalam memberikan perhatian, kesulitan visual-spatial
atau pengurutan, dan kesulitan melakukan beberapa tugas dalam waktu
bersamaan,
Secara lebih spesifik, Blanco & Garrote (2007: 227) mengklasifikasikan
kesulitan belajar pada pertidaksamaan aljabar menjadi dua jenis, yaitu kesulitan
aritmetika dan kesulitan ketiadaan makna. Cooney, Davis, & Henderson (1975:
203) mengelompokkan kesulitan belajar matematika berdasarkan dua jenis
pengetahuan matematika, yaitu pengetahuan konsep dan pengetahuan prinsip.
Kemudian jenis kesulitan ini diperluas pada kesulitan yang mereka alami ketika
menyelesaikan masalah secara verbal. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
ada tiga jenis kesulitan, yaitu kesulitan konsep, kesulitan prinsip, dan kesulitan
menyelesaikan masalah secara verbal.
C. Tes Diagnostik
Entang (Suwarto, 2013: 91) menyatakan bahwa diagnostik kesulitan belajar
adalah upaya untuk menemukan kelemahan yang dialami seorang peserta didik
dalam belajar dengan cara yang sistematis berdasarkan gejala yang tampak.
Menurut Supartini (Suwarto, 2013: 91) diagnostik kesulitan belajar adalah suatu
proses atau upaya untuk memahami jenis dan karakteristik, serta latar belakang
kesulitan belajar dengan mempergunakan berbagai informasi/data selengkap dan
seobjektif mungkin untuk mengambil kesimpulan dan ketentuan kegagalan
belajar, serta mencari alternatif pemecahannya.
METODEPENELITIAN
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
MAHASISWA
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
Tabel 4.1
Distribusi Skor Mahasiswa
SOAL
1
2
3
4
12
4
10
3
10
8
8
5
10
13
2
10
12
13
10
10
0
12
0
0
2
0
10
3
12
8
0
0
10
8
2
5
2
8
2
3
10
8
8
5
12
13
2
5
2
5
2
5
2
0
0
5
2
9
10
5
12
8
2
5
2
2
10
3
2
2
0
3
2
10
0
5
5
10
13
17
17
8
13
2
14
13
13
17
14
13
10
13
13
0
13
TOTAL
SKOR
39
44
52
62
20
28
22
39
26
44
49
26
20
36
40
30
7
56
NILA
I
55.7
62.9
74.3
88.6
28.6
40
31.4
5.7
37.1
62.9
70
37.1
28.6
51.4
57.1
42.9
10
51.4
Dari tabel 4.1 dapat diperoleh informasi bahwa dari 18 mahasiswa yang
mengerjakan tes diagnostik, ada 13 mahasiswa yang memperoleh skor di bawah
42 atau nilai di bawah 60. Dengan demikian ada 13 mahasiswa yang akan ditinjau
kesulitannya dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit.
Bedasarkan hasil pekerjaan 13 mahasiswa tersebut diperoleh informasi
bahwa kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan persoalan matematika diskrit
terletak di dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Letak Kesulitan Mahasiswa Berdasarkan Tes Diagnostik
LETAK KESULITAN
JUMLAH
PERSENTASE
Pengetahuan Faktual
9
11.5%
Pengetahuan Konseptual
67
85.9%
Pengetahuan Prosedural
2
2.6%
Jumlah
78
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa diperoleh ada 78 kesulitan yang
terdiri dari 9 kesulitan pada pengetahuan faktual, 67 kesulitan pada pengetahuan
konseptual, dan 2 kesulitan pada pengetahuan prosedural. Dapat dikatakan bahwa
sebagian besarr kesulitan yang dialami oleh mahasiswa terletak di pengetahuan
konseptual.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa masih mengalami
kesulitan pada dimensi pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
Mayoritas kesulitan yang dialami oleh mahasiswa adalah pada pengetahuan
konseptual, barulah kemudian pengetahuan faktual dan prosedural. Jika dianalisis
lebih lanjut, diperoleh beberapa jenis kesulitan yang dialami oleh mahasiswa,
yaitu kesulitan mengingat fakta, kesulitan memahami fakta, kesulitan mengingat
konsep, kesulitan memahami konsep, kesulitan menerapkan prosedur.
Jenis kesulitan mengingat fakta ditemukan pada soal nomor 1. Kesulitan
ini terlihat dari mahasiswa yang tidak mengerjakan soal tersebut. Berdasarkan
klarifikasi diperoleh informasi bahwa mahasiswa tidak mengerjakan karena tidak
ingat apa yang dimaksud dengan bilangan bulat genap.
Jenis kesulitan memahami fakta merupakan jenis kesulitan terbanyak
kedua yang dialami oleh mahasiswa. jenis kesulitan ini ditemukan pada
pengerjaan soal nomor 1 dan 3. Kesulitan ini terlihat dari hasil jawaban siswa.
Pada soal nomor 1, mahasiswa menuliskanbilangan prima maupun bilangan bulat
10
menuliskan
definisi
transitif
dengan
benar,
namun
dalam
11
12