Anda di halaman 1dari 39

Skenario 2

Nyeri Pada Saaat Menonton Pertandingan Bola


Bp. S 45 tahun mengalami nyeri dada restrosternal yang menjalar ke ekstremitas atas kiri pada
saat menonton pertandingan sepakbola. Nyeri dada disertai rasa sulit bernafas, dada terasa berat,
badan lemas dan berdebar-debar. Bp. S langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit.
Dari anamnesis diketahui beliau merokok kretek 3 bungkus/hari dan jarang berolahraga. Pada
pemeriksaan fisik didapati Indeks Masa Tubuh (IMT) 24kg/m2. Pemeriksaan EKG terdapat sinus
100x/menit, dijumpai ST elevasi pada sadapan precordial. Pemeriksaa laboratorium terdapat
peningkatan kadar enzim pada jantung. Dokter segera memberikan obat agregasi trombosit dan
antiangina serta menyarankan Bp. S untuk menjalani pemeriksaan angiografi pada pembuluh
darah coroner.

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung


LI 2 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan EKG
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Aterosklerosis
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Patofisiologi
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Koroner
4.1 Definisi
4.2 Epidemiologi
4.3 Etiologi
4.4 Klasifikasi
4.5 Patofisiologi
4.6 Manifestasi
4.7 Pemeriksaan
4.8 Komplikasi
4.9 Penatalaksanaan
4.10 Pencegahan
4.11 Prognosis

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung


Vaskularisasi Pada JantungArteri

Jantung mendapat darah dari arteri koronaria dekster dan sinister, yang berasal dari aorta asenden
tepat diatas valva aorta. Arteria koronaria dan cabang -cabang utamanya terdapat di permukaan
jantung, terletak didalam jaringan ikat subepikardial.
1.Arteri Koronaria Dekstra
Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan kedepan diantara trunkus pulmonalis dan
aurikula dekster, arteri ini berjalan turun hampir ventrikel kedalam sulkus atrioventrikular
dekster, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior sepanjang sulkus
atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri Koronaria sinister didalam sulkus
interventricularis posterior.

Cabang cabang arteri Koronaria dekster sebagi berikut :


a. Rami Marginalis: memperdarahi atrium dekster dan ventrikulus dekster
b. Rami Interventrikularis (desenden )Posterior : memperdarahi 2 dinding belakang
ventrikel,epikardium,atrium dekstra dan SA node
2.Arteri koronaria Sinister
Yang lebih besar dibandingkan dengan arteri koronaria dekster, mendarahi sebagian
besar jantung, termasuk sebagian besar atrium sinister, ventrikulus sinister, dan septum
ventrikular. Arteria ini berasal dari posterior kiri sinus aorta asenden dan berjalan kedepan
diantara trunkus pulmonalis dan aurikula sinister. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulkus
atrioventrikularis anterior dan ramus sirkumfleksus.
Cabangcabang dari arteri koronaria sinister :
a. Rami interventrikularis ( desenden ) Anterior : meperdarahi ventrikel dekstra dan sinistra
b. Rami sirkumfleksa : memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel sinistra dan atrium
sinistra
Cabang arcus aorta
1. Arteri brachiocephalica (anonyma):
a. Arteri carotis communis dextra
b. Arteri subclavia dextra
2. Arteri carotis comunis dextra
3. Arteri subclavia sinistra
Sinus coronaries : tempat muara dari vena-vena jantung
1. Vena cordis magna
2. Vena cordis parva
3. Vena cordis media
4. Vena cordis obliq
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Elektokardiogram
adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung
Cara Menggunakan EKG untuk merekam listrik jantung :
Persiapan
A. Alat
a. Mesin EKG, yang dilengkapi :
b. kabel untuk sumber listrik
c. kabel untuk bumi (ground)
d. Kabel elektroda ekstremitas dan dada
e. Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
f. Balon penghisap elektroda dada
g. Jelly
h. Kertas tissue
i. Kapas Alkohol

j. Kertas EKG
k. Spidol
B. Pasien
Penjelasan (informed consent)
a. Tujuan pemeriksaan
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perekaman
Dinding dada harus terbuka dan tidak ada perhiasan logam yang melekat.
Pasien diminta tenang atau tidak bergerak saat perekaman EKG
Cara memasang EKG
1. Pasang semua komponen/kabel-kabel pada mesin EKG
2. Nyalakan mesin EKG
3. Baringkan pasien dengan tenang di tempat tidur yang luas. Tangan dan kaki tidak saling
bersentuhan
4. Bersihkan dada, kedua pergelangan kaki dan tangan dengan kapas alcohol (kalau perlu
dada dan pergelangan kaki dicukur)
5. Keempat electrode ektremitas diberi jelly.
6. Pasang keempat elektrode ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki.
Untuk tangan kanan biasanya berwarna merah, tangan kiri berwarna kuning, kaki kiri
berwarna hijau dan kaki kanan berwarna hitam.
7. Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi elektrode V1 s/d V6.
a. V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah
b. V2 di garis parasternal kiri sejajar dengan ICS 4 berwarna kuning
c. -V3 di antara V2 dan V4, berwarna hijau
d. V4 di garis mid klavikula kiri sejajar ICS 5, berwarna coklat
e. V5 di garis aksila anterior kiri sejajar ICS 5, berwarna hitam
f. V6 di garis mid aksila kiri sejajar ICS 5, berwarna ungu
8. Pasang elektrode dada dengan menekan karet penghisap.
9. Buat kalibrasi
10. Rekam setiap lead 3-4 beat (gelombang), kalau perlu lead II panjang (minimal 6 beat)
11. Kalau perlu buat kalibrasi setelah selesai perekaman
12. Semua electrode dilepas
13. Jelly dibersihkan dari tubuh pasien
14. Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai
15. Matikan mesin EKG
16. Tulis pada hasil perekaman : nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal, bulan dan tahun
pembuatan, nama masing-masing lead serta nama orang yang merekam
17. Bersihkan dan rapikan alat
Perhatian :
1. Sebelum bekerja periksa kecepatan mesin 25 mm/detik dan voltase 10 mm. Jika kertas
tidak cukup kaliberasi voltase diperkecil menjadi kali atau 5 mm. Jika gambaran EKG
kecil, kaliberasi voltase diperbesar menjadi 2 kali atau 20 mm.
2. Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman
3. Saat merekam, operator harus menghadap pasien

1.

Lead EKG
Terdapat 2 jenis lead :
A. Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode
a. Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA) yang
mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+)
b. Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF) yang
mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)
c. Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF) yang
mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)
B. Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektoda
Dibagi 2 : lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
a. Lead unipolar ekstremitas
a.1

Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan tangan kiri
dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
a.2 Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan tangan kanan
dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
a.3 Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan kanan dan
tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)
b. Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di dada dengan ketiga lead
ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6
Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan vertikal berbentuk
bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada setiap 5
mm. Garis horizontal menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04
detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1
mm (1 kotak kecil) = 0,1 mV.
Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium dan ventrikel. Proses listrik
terdiri dari :
a. Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)
b. Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan depolarisasi ventrikel)
c. Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)
d. Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)
Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-kadang tampak gelombang U.
EKG 12 Lead
Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung
Lead II, III, aVF menunjukkan bagian inferior jantung
Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian anterior jantung
Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG sudah benar

Aksis jantung

Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horisontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan
melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d
+110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110 s/d
-180 derajat.
Sekilas mengenai EKG Normal

Gelombang P
Nilai normal :
Lebar 0,12 detik
Tinggi 0,3 mV
Selalu (+) di lead II
Selau (-) di lead aVR
Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar
0,12-0,20 detik.
Gelombang QRS (kompleks QRS)
Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead.
Gelombang Q : defleksi negatif pertama gelombang QRS
Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya > 1/3 tinggi
gelombang R berarti Q patologis.

Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead aVR, V1
dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin menghilang atau
berkurang dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif, di hampir
semua lead kecuali di aVR
Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Penyebabnya
timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul akibat repolarisasi lambat
sistem konduksi Interventrikuler.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar antara 0,12 0,20 detik ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
Ventrikuler
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat berpariasi dari 0,5 sampai +2mm.
segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST eleveasi dan yang turun dibawah garis
isoelektris disebut ST depresi
Cara menilai EKG
a. Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak
b. Tentukan irama jantung ( Rhytm)
c. Tentukan frekwensi (Heart rate)
d. Tentukan sumbu jantung (Axis)
e. Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
f. Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
g. Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan keseimbangan
elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang pacu jantung)
1. MENENTUKAN FREKWENSI JANTUNG
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R R
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R R
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tsb
kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
2. MENENTUKAN IRAMA JANTUNG
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut
a. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
b. Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)

c. Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak


d. Tentukan interval PR normal atau tidak
e. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya
disebut denganIrama Sinus (Sinus Rhytem)
Kriteria Irama Sinus adalah :
a. Iramanya teratur
b. frekwensi jantung (HR) 60 100 x/menit
c. -Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
d. Gelombang QRS normal (0,06 <0,12 detik)
e. PR interval normal (0,12-0,20 detik)
Irama yang tidak mempunyai criteria tersebut di atas kemungkinan suatu kelainan
Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG
normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang
tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan
kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan
kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi,
lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan
V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale
ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan
mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada
korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan
tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang
P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari
pada biasanya. Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis,
dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan
lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P
seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya

ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi
(PJH).
2. Kelainan interval P-R
Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV. Misalnya
pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat
tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.
PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak
diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada
kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung
A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari
blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung
komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih
lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara
atriumdan ventrikel.
Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS.
Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3
dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis.
Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan
R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi
ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan
gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on. Kelainan ini
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase
(kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau
gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya
teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK,
PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus
takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan
pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit
Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.

Irama QRS tidak tetap


Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV nodal premature
beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama
kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan
pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap
normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu
kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5
mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T
pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai,
menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark
dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi
segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat
dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen ST pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
a. Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
b. Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
c. Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
d. Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu
diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas.
Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas,
menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada
insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan
gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua
sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi
dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan gelombang U.

Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang
sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Aterosklerosis
31. Definisi
Aterosklerosis (gagal jantung) adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah besar
maupun kecil dan ditandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler dan pembentukan
lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam dinding pembuluh intima.
Aterosklerosis berasal dari kata athero dalam bahasa Yunani (athera) suatu bentuk gabung
yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma yang bisa juga
berdampak pda fungsi otak untuk mengontrol aktivitas tubuh . Sedangkan skelosis dalam
bahasa Yunani adalah indurasi dan pengerasan, Seperti pengerasan sebagian peradangan,
pembentukan jaringan ikat atau meningkat atau penyakit zat inersisial.
3.2 Etiologi
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliaran
darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan lemak.
Pada saatnya monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan
di lapisan dalam ateri. Unsur lemak yang berperan disini adalah LDL (low density
lipoprotein), LDL sering di sebut kolestrol jahat, tinggi LDL akan berpotensi menumpuk
disepanjang dinding nadi korener. Arteri yang terkena arterosklerosis akan kehilanagan
kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama
ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga bisa rapuh dan pecah.
Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar
dan mempersempit arteri. Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya
dan memicu terjadinya pembekuan darah ( thrombus ). Selanjutnya bekuan ini akan
mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan mengalir bersama
aliran darah dan menyebabkan sumbatan di daerah lain ( emboli ). Akibat dari penyempitan
arteri jantung kesulitan memompa darah dan timbul rasa nyeri di dada, suka pusing-pusing
dan berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak. Bila penyumbatan terjadi di otak maka
yang di derita stroke dan bisa juga menyebabkan kelumpuhan. Laju peningkatan ukuran dan
jumlah ateroma di pengaruhi berbagai factor.
Faktor genetik penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi dalam
keluaraga. Seseorang penderita penyakit keturunan homosistimuria memiliki ateroma yang
meluas, terutama pada usia muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu
mengenai arteri koroner (arteri menuju ke jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan
hiperkolesterolemia familial, kadar kolestrol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya
ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya. Pada
penderita hipertensi umumnya akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan
beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun batas normal.

Aterosklerosis tidak terlihat pada arteri pulmonalis (biasanya bertekanan rendah) jika
tekanannya meningkat secara abnormal, keadaan ini disebut hipertensi pulmonal.
Dengan tes darah Anda dapat mengontrol jumlah kolesterol. Secara khusus, Anda perlu
menjalani pemeriksaan kolesterol rutin bila Anda:
a. Berusia di atas 55 tahun
b. Memiliki LDL dan trigliserida tinggi, HDL rendah.
c. Memiliki nodul kecil lemak pada kelopak mata atau di sepanjang tendon Achilles
(xanthelasma).
d. Memiliki orang tua dan kerabat dekat yang mengidap penyakit jantung koroner atau
stroke pada usia relatif muda.
e. Menderita tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas.

3.3 Patofisiologi
Teori dan mekanisme terbentuknya aterosklerosis :
1. Mekanisme Infiltrasi Lipid
Teori ini menerangkan bahwa plasma protein termasuk LDL dan VLDL secara kontinu
masuk ke dalam pembuluh darah melalui endotel. LDL yang berlebihan akan tertimbun di
dalam dinding arteri. Produk dari metabolisme lipoprotein ini terutama kolesterol bebas;
kolesterol bebas dan kolesterol ester akan menyebabkan reaksi fibrokalsifikasi.
2. Permeabilitas Tunika Intima dan Kerusakan Sel Endotel
Perubahan permeabilitas tunika intima terhadap lipoprotein dan kerusakan sel endotel
merupakan faktor penting terbentuknya aterosklerosis. Dari percobaan diketahui bahwa
kerusakan endotel dapat disebabkan oleh panas, dingin, mekanik (kateter) yang mempercepat
proses aterosklerosis pads keadaan hiperkolesterolemi. Kerusakan endotel ataupun perubahan
permeabilitas juga dapat terjadi akibat aglutinasi platelet yang melepaskan vaso- aktif amin,
dari area yang mengalami stres hemodinamik, hipertensi dan kompleks antigen-antibodi.
3. Mekanisme Trombogenik
Perkembangan lebih lan jut proses aterosklerostik dapat menyebabkan oklusi total yang erat
hubungannya dengan rupture plak, agregasi platelet, terbentuknya trombus serta vasospasme
koroner. Ruptur plak akan menyebabkan pelepasan ATP danADP dari sel-sel yang rusak. ATP
dan ADP mengaktifkan platelet sehingga terjadi adesi. Platelet kemudian melepaskan

tromboksan A2 dan terutama ADP yang mengaktifkan platelet disekitarnya untuk beragregasi
dan membentuk gumpalan trombus

4. Mekanisme Hemodinamik
Mekanisme ini menerangkan hubungan lokalisasi danpembentukan aterosklerosis. Plak
ateroma terutama sering di-dapatkan di daerah percabangan pembuluh darah. Pada pembuluh darah koroner, ateroma lebih jelas pads bagian proksimal daritiga cabang utama
epikardial arteri koronaria yang jelas bergerakpads setiap denyut jantung. Arteri penderita
hipertensi menunjukkan peningkatan permeabilitas terhadap molekul lipo-protein. Faktor
mekanis ini dapat mempengaruhi perubahan tunika intima dan merangsang pembentukan
mikro-trombi.
5. Perdarahan
Kapiler Teori Wintemitz (1938) menerangkan bahwa lipid pads lesi aterosklerotik berasal
dari perdarahan berulang pads plak akibatruptur kapiler lumen pembuluh darah maupun vasa
vasorum.Walaupun mekanisme ini tidak ada hubungannya dengan per-mulaan pembentukan
lipid akan tetapi mekanisme ini dapat me-nambah penimbunan lipid dan fibrosis pads plak
yang sudahterbentuk.Paterson menjelaskan bahwa frekuensi dan adanya per-darahan kapiler
dalam plak merupakan mekanisme untuk ter-jadinya obstruksi akut arteri koroner.
6. Migrasi Lipofag (Makrofag)
Teori ini diperkuat oleh Leary; penimbunan kolesterolpads arteri adalah akibat lipofag yang
beredar dalam darah me-lakukan penetrasi pads tunika intima. Sel ini diduga
melakukanpenetrasi ke dalam endotelium atau melekat pads permukaansehingga menutupi
endotelium.
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Koroner
4.1 Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arterisclerosis pembuluh
arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserid) yang

makin lama makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotellium) dari dinding
pembuluh. Dengan tersumbatnya arteri koroner, maka hal itu akan mengurangi atau
menghentikan aliran darah men-supply oksigen ke otot-otot jantung, sehingga mengganggu kerja
jantung sebagai pemompa darah. Dan bila sampai otot-otot jantung kekurangan supply darah
maka jantung akan melemah dan tidak dapat menyediakan darah ke seluruh tubuh.
4.2 Epidemiologi
Penyakit kardiovaskuler (PKV) terutama penyakit jantung koroner merupakan penyakit
revalen dan menjadi pembunuh utama di negara-negara industri. Penyakit jantung koroner
merupakan permasalahan kesehatan yang dihadapi sebagian besar negara di dunia. Oleh karena
itu, diagnosis dan terapi penyakit yang menjadi pembunuh nomor satu di banyak negara tersebut
terus berkembang.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World
Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di
negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit
jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam
keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan
penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka
kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada
wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan
29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab
kematian dan kecacatan nomer satu di dunia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja
mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang
menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja
penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner "the silence killer".
Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun
terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian
akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %.
Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
Beberapa hasil penelitian telah dilakukan terkait dengan penyakit jantung koroner dan factorfaktor yang berpengaruh. Salah satunya yaitu, penelitian tentang Pengembangan Model
Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Kelompok Pengambil
Keputusan (Lanjutan). Para pejabat pengambil keputusan di Indonesia adalah kelompok
masyarakat penting karena kelompok inilah otak dari baik tidaknya situasi dan kondisi
pembangunan. Namun, kelompok ini sering terpapar pada faktor risiko penyakit jantung koroner.

Untuk mendapatkan suatu model dalam menurunkan faktor risiko tersebut di atas telah
dilakukan suatu survei sehingga diperoleh data dasar mengenai keadaan (a).
fisik(elektrokardiografik = EKG dan tekanan darah); (b). antropometrik (tinggi dan berat badan);
(c). pemeriksaan darah terhadap kadar kolesterol, gula darah, asam urat; dan (d). paparan asap
rokok. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa faktor risiko terhadap terjadinya
penyakit jantung koroner yang paling mencolok ditunjukan oleh kadar kolesterol tinggi (70,4%)
disusul oleh kegemukan (28,6%); kadar asam urat tinggi (27,7%) dan EKG tidak normal
(21,4%). Data tentang kadar kolesterol darah tinggi, kegemukan, kadar asam urat darah tinggi
dan EKG tidak normal digunakan sebagai data dasar untuk membuat model menurunkan faktor
risiko terhadap terjadinya
4.3 Etiologi
Penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh kondisi yang disebut aterosklerosis, yang
terjadi ketika bahan lemak dan zat-zat lainnya membentuk plak pada dinding arteri. Hal ini
menyebabkan lumen menjadi sempit. Akibat dari penyempitan arteri koroner, darah ke jantung
dapat menjadi lambat atau berhenti. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada (angina stabil), sesak
napas, serangan jantung, dan gejala lain, biasanya ketika beraktivitas.

Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :


a. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK. Perubahan hipertensi
khusunya pada jantung disebabkan karena
1. Meningkatkan tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung sehingga
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya
hipertensi.
2. Mempercepat timbulnya arterosklerosis
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menambah beban pembuluh darah arteri.
Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi
elastisitasnya. Tekanan darah yang tinggi dan menetap juga akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga memudahkan
terjadinya pengendapan plak pada arteri koroner.
b. Hiperkolesterolemia
Kenaikan kadar kolestrol berbanding lurus dengan peningkatan terjadinya serangan PJK.
Peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) dan penurunan HDL (High Density
Lipoprotein) merupakan faktor resiko yang penting pada PJK. Ketika terjadi kadar LDL
yang tinggi, LDL dapat terakumulasi pada subendotel dan mengalami modifikasi yang pada
akhirnya akan menyebabkan kerusakan tunika intima dan menginisiasi terbentuknya plak
aterosklerosis.

c. Merokok
Zat-zat toksik dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Racun nikotin dari rokok akan menyebabkan darah menjadi kental
sehingga mendorong percepatan pembekuan darah. Platelet dan fibrinogen meningkat
sehingga sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya trombosis pada pembuluh koroner
yang sudah menyempit. Selain itu, rokok dapat meningkatkan oksidasi LDL, menurunkan
kadar HDL, menyebabkan kerusakan endotel akibat stres oksidatif dalam kandungan rokok.
Nikotin dalam asap rokok dapat menstimulasi aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Diabetes Melitus
Pada pasien diabetes, terbentuknya plak aterosklerosis dicetuskan oleh disfungsi endotel,
terganggunya aktivitas antifibrinolitik, serta meningkatnya fagositosis LDL oleh makrofag
e. Obesitas dan kurang akitivitas fisik
Obesitas dapat meningkatkan beban jantung, ini berhubungan dengan PJK terutama karena
pengaruhnya pada tekanan darah, kadar kolestrol darah dan juga diabetes. Melakukan
aktivitas fisik atau olah raga secara teratur dapat menurunkan berat badan sehingga lemak
tubuh berkurang serta secara bersamaan mengendalikan kadar kolesterol dan tekanan darah,
aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin serta merangsang pengeluaran NO.
f. Stres
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang dapat
membuat spasme arteri koroner sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi :
a. Umur
Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi risiko PJK dan pada aumumnya dimulai pada
usia 40 tahun ke atas. Menurut data yang dilaporkan American Heart Association, 1 dari 9
wanita berusia 45-60 tahun menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia diatas 60 tahun
menderita PJK.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terkena PJK dibandingkan dengan wanita. Tetapi pada
wanita yang sudah menopause risiko PJK meningkat dan hampir tidak didapatkan
perbedaan dengan laki-laki. Hal ini berhubungan dengan penurunan kadar hormon estrogen
yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari kerusakan yang memicu
terjadinya aterosklerosis.
c. Genetik
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah 55 tahun merupakan salah
satu faktor risiko yang perlu dipertimbangkan
4.4 Klasifikasi
Penyakit jantung koroner dapat terdiri dari:

1. Angina pektoris stabil (APS)


Sindroma klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung
ataupun lengan, yang biasanya oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini dapat
berkurang bila istirahat atau dengan obat nitrogliserin.
2. Sindroma Koroner Akut (SKA)
Sindroma klinik yang mempunyai dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur
atau robeknya plak arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Yang termasuk SKA adalah :
a. Angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris), yaitu:
i. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
ii. Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20 menit), dan lebih
sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan
iii.
Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen
ST (NSTEMI) ialah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium
dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun
elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
b. Infark miokard akut (IMA), yaitu
Nyeri angina yang umunya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). IMA
bisa berupa Non ST elevasi infark miokard (NSTEMI) dan ST elevasi miokard
infark (STEMI)
4.5 Patofisiologi
Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan
fungsi miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob
menjadi metabolism anaerob. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil
akhirnya metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energy yang tersedia, serta asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuaran kontraksi daerah miokardium yang terserang
berkurang.
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan
hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami
iskemia, dan derajat respons reflex kompensasi system saraf otonom. Menurunnya fungsi
ventrikel kiri dan dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup.
Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya,
tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan tekanan baji
dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamik yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan
darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons
kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering
terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda
bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons vagus.
Iskemia miokard menyebabkan sel miokard mengubah metabolisme aerobik menjadi
metabolisme anaerobik, dengan penurunan progresif fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik.
Angina pektoris
Angina pectoris adalah manifestasi klinis yang paling umum iskemia miokard. Hal ini
disebabkan oleh stimulasi kimia dan mekanik ujung saraf sensorik aferen pada pembuluh
koroner dan miokardium. Reseptor nyeri ini termasuk ke jalur saraf afferent, yang membawa
banyak saraf dari C7 hingga T4. Nyeri yang menyebar pada angina pectoris diperkirakan timbul
karena jalur saraf afferent ini juga membawa saraf nyeri dari region lain (lengan, leher, dan
pundak).
Penelitian menunjukkan bahwa adenosin merupakan mediator kimia utama dari nyeri angina.
Selama iskemia, ATP berdegradasi menjadi adenosin, dimana, setelah difusi ke ekstraseluler,
menyebabkan pelebaran arteriol dan nyeri angina. Adenosin menyebabkan angina dengan cara
menstimulasi resepotor nyeri A1 di ujung saraf afferent jantung.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen.
Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium
dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen
juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih
banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan
ebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak
efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses
fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan

hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian,
angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.
Terdapat tiga jenis angina, yaitu :
1 Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
2 Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang
menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan
dengan arterosklerosis.
3 Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal; dijumpai pada individu dengan
perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja
jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus
yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan ireversibel serta
nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen.
Infark miokardium
Biasanya menyerang ventrikel kiri . Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding,
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.
Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner,
misalnya, infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior
arteria koronaria sinistra.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel,
respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini.
Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua
serabut nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik realtif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai
terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan
mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk
dengan jelas. Secara fungsional Infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan
seperti pada iskemia:
1 Daya kontraksi menurun
2 Gerakan dinding abnormal
3 Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4 Pengurangan volume sekuncup
5 Pengurangan fraksi ejeksi
6 Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel

Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri

4.6 Manifestasi
1

Nyeri dada (angina pektoris)


Sensasi ini sering berlokasi digaris tengah pada regio retrosternal. Gejala dapat
terlokalisasi di lengan (paling sering pada sisi sebelah kiri), rahang, atau leher, dan lebih
jarang pada epigastrium. Angina (cenderung menyebar dari aksila bawah menuju bagian
dalam lengan dan menyebar ke aksila ke arah bawah menuju bagian dalam lengan dan
bukannya ke arah aspek lateral lengan, yang lebih khas untuk nyeri muskuloskeletal yang
berasal dari trulang belakanh servikal. Gejala sensorik pada lengan (rasa baal, rasa berat,
dan hilangnya fungsi), sering didapatkan.
Nyeri angina berlangsunh cepat, kurang dari 5 menit, dan biasanya di provokasi oleh
aktivitas fisik, emosi, makanan, rasa panik, suhu, atau merokok. Rasa yang khas dari
nyeri ini adalah serangannya hilang saat istirahat, penghilangan stimulus emosional, atau
dengan pemberian nitrat sublingual. Serangan yang lebih lama menandakan adanya
angina yang tidak stabil atau infark miokard yang mengancam.
Angina saat berbaring (angina dekubitus) terjadi sebagai akibat peningkatan aliran balik
vena dan pembuluh vena dan curah jantung, dan nyeri malam hari.

Sesak napas
Rasa panik, berkeringat, dan sesak napas dapat terjadi bersamaan dengan nyeri dada.
Kadang sesak napas tanpa nyeri dada dapat terjadi pada pasien dengan penyakit koroner
berat atau berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri.

Gangguan kesadaran
Sinkop jarang terjadi, rasa pusing atau pre-sinkop yang berhubungan dengan palpitasi
dapat mengindikasikan adanya ritmia.

4.7 Pemeriksaan
A. Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai
berikut
a Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum
(substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat
menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat
timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu.
b Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau
terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien
tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.
c Hubungan dengan aktivitas

Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas,
misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik
tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi,
makan terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada
tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat
timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam.
Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak
enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20
menit, mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina
pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas,
perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.

B. Pemeriksaan fisik
Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis ( takikardia dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien
infark inferior menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi) tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan peningkatan suhu sampai 38C dalam minggu pertama pasca STEMI.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih
normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark

miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri


pada pasien hipertensi dan angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan
gelombang T yang tidak khas. 9 Untuk mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya
elevasi segmen ST > 1mm pada 2 sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2
sadapan prekordial yang berhubungan, LBBB yang dianggap baru.

2. Foto Dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien
hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya
kalsifikasi arkus aorta.
3. Laboratorium
a. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

b.

cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
c. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam
4-8 jam.
d. Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
e. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
4. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :
a. Computed Tomography
b. Magnetic Resonance Arteriography
5. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner
a. Arteriografi koroner
b. Ultrasound intravaskular (IVUS)
4.8 Komplikasi
a. Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi
sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika
takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang
terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta
yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.
b. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari separuh
pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan
irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada.
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan
temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat
disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi
sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi
kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik.
c. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien dengan
infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik yang
sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang disediakan
untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi antiaritmia
profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra
indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas
selanjutnya.

4.9 Penatalaksanaan
Dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1 Umum
a Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk
melakukan aktivitas.
b Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang
c Pengendalian faktor risiko
d Pencegahan sekunder.
e Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain, yang akan
berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang
sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
f Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia
yang lebih berat sampai infark miokardium.
2 Mengatasi iskemia yang terdiri dari :
a Medikamentosa
i.
Nitrat, dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan ada yang
di buat lepas lambat
ii.
Berbagai jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang
bekerja cepat seperti pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol
dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.
iii.
Antagonis kalsium
b Revaskularisasi
i.
Pemakaian trombolitik
ii.
Prosedur invasif non operatif, yaitu melebarkan arteri coronaria dengan balon.
iii.
Operasi
Angina Pektoris
Penatalaksanaannya:
1. Pengobatan pada serangan akut, nitrogliserin sublingual 5 mg merupakan obat pilihan
yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
2. Pencegahan serangan lanjutan:
a. Long acting nitrate, yaitu ISDN 3 dd 10-40 mg oral.
b. Beta blocker : propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
c. Calcium antagonist : verapamil, diltiazem, nifedipin.
3. Mengobati faktor presdiposisi dan faktor pencetus: stres, emosi, hipertensi, DM,
hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan menghentikan kebiasaan merokok.
4. Memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan
jantung
Angina Tak Stabil
a

Mengatasi Nyeri Dada dan Iskemia

1. Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral biasanya dapat mengatasi
nyeri dada.
2. Apabila tidak ada kontraindikasi dapat segera diberikan penyekat beta seperti metoprolol
atau propranolol.
3. Apabila angina masih tak stabil, dapat ditambahkan antagonis kalsium seperti diltiazem
(triple therapy).
4. Nyeri dada yang hebat kadang kadang membutuhkan nitrar (intravena). Dosis dan cara
pemberian telah diuraikan di atas.
5. Apabila nitrat (intravena) masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi
morfin (2,5 5 mg) atau pethidin (12,5 25 mg) secara intravena.
b

Mencegah Perluasan atau Perkembangan Trombus Intrakoroner


1. Telah dilaporkan bahwa pemberian aspirin atau heparin, atau kombinasi keduanya efektif
menurunkan kejadian serangan angina dan infark miokard pada penderita AP tak stabil.
2. Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160 300 mg / hari (dosis tunggal).
Dosis heparin adalah 5000 unit (intravena bolus) kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 1000 unit / jam dalam infus (pertahankan APTT 1,5 2 kali dari nilai
kontrol) selama 5 hari.

Koreksi Gangguan Hemodinamik dan Kontrol Faktor Presipitasi


Koreksi semua faktor penyebab disfungsi jantung ; aritmia dengan obat anti aritmia, gagal
jantung dengan kardiotonik atau diuretik, anemia diberi transfusi darah dan seterusnya.

Tindak Lanjut
Karena angina tak stabil memiliki resiko tinggi terjadi infark miokard akut (IMA), setelah
angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi koroner elektif.
Mobilisasi bertahap diikuti uji latih beban untuk menentukan perlunya angiografi koroner
merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan obat
obat, dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan Intra Aortic Ballon
Counterpulsation (IABC) dan angiografi koroner, kemudian dilakukan PTCA atau cABGs.

Infark Miokardium
Penatalaksanaan:
1. Istirahat total

2. Diet makanan lunak serta rendah garam


3. Pasang infus dekstrosa 5 % emergency
4. Atasi nyeri :
a. Morfin 2,5 5 mg iv atau petidin 25 50 mg im
b. Lain - lain: nitrat , antagonis kalsium , dan beta bloker
5. Oksigen 2 -4 liter/menit
6. Sedatif sedang seperti diazepam 3 dd 2 5 mg per oral
7. Antikoagulan:
8. Heparin 20000 40000 U/24 jam atau drip iv atas indikasi. Diteruskan dengan
asetakumarol atau warfarin
9. Streptokinase / trombolisis
Farmakologis
ANTIANGINA
1 Nitrat organik
Nitrat organik adalah ester alkohol polisakarida dengan nitrat, sedangkan nitrit organik
adalah ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol merupakan cairan yang
mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Sedangkan ester nitrat lainnya
yang berat molekulnya lebih tinggi (misalnya pentaeritrol tetranirat dan isosorbit dinitrat
berbentuk padat).
Farmakodinamik:
1. Nitrat organik (prodrug) yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme dan mengeluarkan
mitrogen monoksida.
2. Biotransfromasi berlangsung di intraseluler, Mekanisme kerja dari nitrat dibagi menjadi
2:
a vasodilatasi non-endothelium dependent dengan cara nitrat organik melepas nitrit
oksida, lalu merangsang penglepasan cGMP yang memperantarai defosforilasi miosin
sehingga terjadilah relaksasi otot polos.
b vasodilatasi endothelium dependent dengan cara melepaskan prostasiklin yang
menyebaban vasodilatasi pembulih darah.
3. Efek kardiovaskular :
a. Nitrat organik menurunkan dan dapat meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskular menimbulkan vasodilatasi sistem vaskular
b. Nitrat organik memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis denagn
menimbullkan redistribusi aliran darah menyebabkan dilatasi pembuluh darah
koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah kecil (arteriol),
sehingga tidak terjadi steal phenomenon
Farmakokinetik
1. Nitrat organik diabsorpsi baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme obat
dalam hati dilakukan oleh nitrat reduktase.
2. Masa kerja lebih panjang bila menggunakan nitrat organik oral (isosorbid mononitrat,
isosorbid dinitrat, eritritil tetranitrat)
3. Nitrat organik dengan preparat transdermal (salep, plester). Plester nitrogliserin
(penggunaan 24jam-melepaskan 0.2-0.8 mg obat tiap jam). Bentuk salep nitrogliserin

(2%-pada kulit 2.5-5 cm) biasanya untuk mencegah angina yang timbul pada malam
hari.
4. Amilnitrit mempunyai bentuk cairan yang mudah menguap (volatile) cara inhalasi,
lebih cepat diabsorpsi dan menghindari efek metabolisme pertama dihati)
Tabel 2. Sediaan Nitrat Organik

Sediaan Nitrat
Nitrat Kerja Singkat
a.Amilnitrit inhalasi
b.
Preparat
sublingual
1. Nitrogliserin
2. Isosorb dinitrat
Nitrat Kerja Panjang
a. Isoisorb dinitrat oral
b. Nitrogliserin oral

Interval
0,18-0,3 ml

Lama kerja
3-5 menit

0,5-0,6 mg
2,5-5 mg

10-30 menit
10-60 menit

10-60 mg
6,5-13 mg

4-6 jam
6-8 jam

Kontraindikasi
Efek samping nitrat organik berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awalnya
ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Bila hipotensi berarti
terjadi bersama refleks takikardi yang akan memperburuk keadaan.
Pada pasien stenosis aorta / kardiomiopati hipertrofik, nitrat organik menyebabkan penurunan
curah jantung dan hipotensi refrakter. Pemberian nitrat organik dikontraindikasikan pada
pasien yang mendapat slidenafil.
Indikasi
a Angina pektoris
Untuk angina tidak stabil nitrat organik diberikan secara iv (dapat terjadi toleransi
cepat 24-48jam). Untuk angina variant diperlukan nitrat organik kerja panjang
dikombinasikan dengan antagonis Ca
b Infark jantung
Nitrat organik dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung
c Gagal jantung kongesif
Nitrat organik untuk GJK dalam bentuk kombinasi dengan hidralazin (lini kedua),
sedangkan lini pertama menggunakan vasodilator. Penggunaan nitrat organik sebagai
obat tunggal memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung terutama pasien tersebut
menderita jantung iskemik
Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)
-Bloker bermanfaat untuk mengobati angina pektoris stabil kronik. Golongan obat ini dapat
menurunkan angka mortalitas infark jantung efek aritmianya. -Bloker menurunkan
kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah
dan kontraktilitass. Efek kurang menguntungkan -Bloker peningkatan volume diastolik
akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Sifat farmakologi
c. -Bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif , namun bisa menghilang sifatnya
bila dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menentukan tempat metabolisme (hati) dan
waktu paruh memendek.

d. -Bloker mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yakni kurang menimbulkan


bradikardi atau penekanan kontraksi jantung.

Tabel 3. Sediaan Obat -Bloker

Obat

Kelarutan
Dalam
lemak

Eliminasi

Kardioselektif Dosis antiangina

Hati

labetalol
bisoprol
nadolol
atenolol
metoprolol

Hati

Sedang

Ginjal
Ginjal
Hati

pindolol

Sedang

propanolol

Ginjal
hati
Hati

penbutolol

hati

asebutolol

Efek Samping
a. Farmakologi
b. Sal cerna
c. Sentral
d. Alergi
Kontraindikasi

&

kap 200 mg dan tab


400 mg
100-600 mg/hari
tab 5 mg
tab 40 dan 80 mg
tab 50 dan 100 mg
tab 50 dan 100 mg, tab
lepas lambat 100 mg
tab 5 dan 10 mg
tab 10 dan 40 mg,
kapsul lepas lambat
160 mg

: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme


: mual, muntah, diare, konstipasi
: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
: rash, demam dan purpura

a hipotensi
b bradikardi simptomatik
c blok AV derajat 2-3
d gagal jantung kongesif
e ekserbasi serangan asma (bronkospasme)
f diabetes melitus dengan hipoglikemia
Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard
Penghambat Kanal Ca (Calsium antagonis)
Farmakodinamik
a Secara umum ada 2 jenis kanal Ca, pertama voltage-sensitive (VSC)/potentialdependent calcium channels (PDC membuka bila ada depolarisasi membran. Kedua,
receptor-operated calcium channel (ROC) membuka bila agonis menempati reseptor
dalam kompleks sistem kanal ini (contoh : hormon, norepinefrin)
b Calsium antagonis mempunyai 3 efek hemodinamik yang berhubungan dengan
pengurangan kebutuhan otot jantung :
1 Vasodilatasi koroner dan perifer
2 Penurunan kontraktilitas jantung
3 Penurunan automatisitas serta konduksi pada nodus SA dan AV
Sedangkan untuk meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara : dilatasi koroner
dan penurunan tekanan darah da denyut jantung (sehingga perfusi subendokardial membaik)
Farmakokinetik
Farmakokinetik penghambat kanal Calsium hampir semua absorpsi oralny sempurna tetapi
bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. efek obat
tampak 30-60 menit pemberian. Macam-macam Calsium antagonis
a. Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin
b. Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil
c. Benzotizepin: diltiazem
d. Piperazin: sinarizin, flunarizin
e. Lain-lain: prenilamin, perheksilin
Tabel 4. Efek Kardivaskular Antagonis Kalsium

Efek kardiovaskular

Nifedipin
Verapamil
Diltiazem
(N)
(V)
(D)
1 Vasodilatasi koroner 5
4
3
2 Vasodilatasi perifer
5
4
3
3 Inotropik negatif
1
4
2
4 Kronotropik negatif 1
5
5
5 Dromotropik negatif 0
5
4
* Angka menunjukkan perbandingan kekuatan relatif masing-masing obat
a. Pemberian nifedipin kerja singkat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah,
sebagian besar terikat pada protein plasma (70-98%) dengan waktu paruh 1.3-64 jam.
b. Diltiazem mempunyai potensi vasodilator menyebabkan penurunan resistensi perifer
dan tekanan darah disertai refleks takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir
c. Pemberian verapamil peroral menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi
perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung.

Efek Samping
1. Nyeri kepala berdenyut (*dihidropiridin)
2. Muka merah (*verapamil)
3. Pusing (*dihidropiridin)
4. Edema perifer (*dihidropiridin)
5. Hipotensi (*dihidropiridin)
6. Takikardia (*dihidropiridin)
7. Kelemahan otot (*nimodipin)
8. Mual (*dihidropiridin)
9. Konstipasidan hiperplasia ginggiva (*verapamil)
10. Gagal jantung
11. Syok kardiogenik
e. Penghambat kanal calsium dapat meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil
tidak boleh digunakan untuk mengatasi keracunan digitalis, sebab akan terjadi
gangguan fungsi konduksi AV yang lebih berat.
f. Penghambat kanal calsium dikontraindikasikan pada aritmia karena konduksi
antegrad seperti Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium
ANTITROMBOTIK
1 Aspirin
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin
(PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim sikloogsigenase
(akan tetapi sikloogsigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan
siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya
dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi
trombosit. Dosis lebih tinggi, selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga
menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan
prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya
infark miokard yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA (transient ischemic attack),
penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kambuhnya TIA,
stroke karena penyumbatan, dan kematian akibat gangguan pembuluh darah. Berkurangnya
kematian terutama jelas pada pria.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran
cerna; biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. Penggunaan
bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat
mengganggu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama heparin atau
antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan.
2 Dipiridamol
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan sel
endotel pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam plasma. Adenosin
menghambat fungsi trombosit dengan merangsang adenilat siklase dan merupakan
vasodilator. Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin. Dipiridamol sering
digunakan bersama heparin pada pasien dengan katup jantung buatan. Obat ini juga banyak

4
5

digunakan bersama aspirin pada pasien infark miokard akut untuk prevensi sekunder dan
pada pasien TIA untuk mencegah stroke.
Efek samping yang paling sering yaitu sakit kepala; biasanya jarang menimbulkan
masalah dengan dosis yang digunakan sebagai antitrombotik. Bila digunakan untuk pasien
angina pektoris, dipiridamol kadang-kadang memperberat gejala karena terjadinya fenomena
coronary steal. Efek samping lain ialah pusing, sinkop, dan gangguan saluran cerna.
Bioavailabilitas obat ini sangat bervariasi. Lebih dari 90% dipiridamol terikat protein dan
mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa paruh eliminasi bervariasi: 1 12 jam. Dosis untuk
profilaksis jangka panjang pada pasien katup jantung buatan 400 mg/hari bersama dengan
warfarin. Untuk mencegah aktivasi trombosit selama operasi by-pass, dosisnya 400 mg
dimulai 2 hari sebelum operasi.
Tiklopidin
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda Tiklopidin
menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda dari aspirin, tiklopidin
tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinik secara acak, dilaporkan
adanya manfaat tiklopidin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke, dan
angina pektoris tidak stabil.
Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi sampai
pada 20% pasien. Selain itu, antara lain, dapat terjadi perdarahan (5%), dan yang paling
berbahaya leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan pemantauan hitung jenis leukosit
selama 3 bulan pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan, sehingga perlu dipantau hitung
trombosit.
Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin.
Karena tiklopidin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi
kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik.
Klopidogrel
-bloker
Banyak uji klinik dilakukan dengan -bloker untuk profilaksis infark miokard atau
aritmia setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter Study,
dengan timolol didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna jumlah
kematian bila diberikan pada pasien yang telah mengalami infark miokard. Akan tetapi, tidak
dapat dipastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh efek langsung timolol terhadap
pembekuan darah.
Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa

Terapi Bedah
Revaskularisasi terapi untuk lesi aterosklerotik mencakup:
1. Intervensi Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
a. Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)

Gambar 15. Prosedur Balloon Angioplasty

b.
c.
d.

e.
f.

Prosedur ini dilakukan dengan menyisipkan sebuah tabung plastik tipis (Kateter) ke
dalam arteri. Kateter disisipkan ke dalam arteri besar (aorta) ke arteri koroner. Setelah
kateter disisipkan (pada bagian arteri yang menyempit), ujung balon mengembang dan
mendorong plak terhadap dinding arteri. Angioplasty memungkinkan darah mengalir
lebih leluasa ke jantung. Prosedur ini efektif sekitar 85-90% dari waktu, tetapi sampai
35% dari orang mengalami kembali pemblokiran arteri mereka dalam 6 bulan. Jika hal ini
terjadi, angioplasty kedua dapat dipertimbangkan.
Cutting balloon angioplasty
Coronary stent placement
i. Bare stents
ii. Drug-eluted stents
Coronary atherectomy
i. Directional coronary atherectomy
ii. Rotational coronary atherectomy or rotablator
iii. Transluminal extraction catheter atherectomy
iv. Excimer laser atherectomy
AngioJet suction device
Brachytherapy - Intracoronary radiation therapy
i. Gamma-ray devices
ii. Beta-ray devices
g. Coronary artery bypass surgery

Melibatkan pengambilan bagian pembuluh darah dari bagian lain dari tubuh (misalnya kaki
atau dada) dan relokasi itu di atas dan di bawah bagian yang tersumbat dari arteri yang telah
menghalangi aliran darah bebas ke jantung. Operasi biasanya memakan waktu 3 sampai 6
jam, tergantung pada seberapa banyak pembuluh darah perlu dijahit bersama-sama
(dicangkokkan). Penting untuk memahami bahwa operasi ini bukanlah obat untuk
aterosklerosis. Oleh karena itu, sangat penting bahwa langkah-langkah untuk mencegah
pengerasan pembuluh darah (misalnya olahraga, mendengar diet sehat, obat yang sesuai)
dilanjutkan.

Gambar 16. Coronary Artery Bypass

a.
b.
c.
d.

Open heart surgery with use of bypass pump


Beating heart surgery
Keyhole or minimal incision coronary bypass
Bypasses using arterial conduits
h. Surgical transmyocardial laser
i. Percutaneous transmyocardial laser
j. Ileal bypass surgery
k. Miscellaneous therapies
a. Chelation therapy
i. Ethylenediaminetetraacetic acid
ii. Hydrogen peroxide
b. Plethysmography/extracorporeal counterpulsation for angina pectoris
4.10 Pencegahan
Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara terbaik untuk mencegah
penyakit jantung koroner.
1. Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal kehidupan
2. Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki penyakit jantung koroner,
angina, atau serangan jantung pada usia 55 tahun, resiko terkena penyakit jantung

meningkat. Jika penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat direkomendasikan tes
skrining dan tindakan pencegahan.
3. Ubah faktor-faktor risiko berikut:
a Kadar lemak pada darah
Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan ambil tindakan untuk
mengontrolnya dengan diet dan olahraga jika kadarnya tinggi. Berikut panduan dari
National Cholesterol Education Program (NCEP), kadar kolesterol total yang diukur
dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa berdasarkan subtipe kolesterol penting:
a.1 LDL cholesterol
Kurang dari 100 Optimal
100-129-Near optimal/above optimal
130-159 Borderline high
160-189- High
190 atau lebih tinggi - Very high
a.2 Total cholesterol
Kurang dari 200 - Desirable
201-239-Borderline high
240 atau lebih tinggi - High
a.3 HDL cholesterol (the good cholesterol)
Kurang dari 40 0 Low
60 atau lebih tinggi - High (desirable)
b

Diet
Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk orang dengan kolesterol
tinggi tetapi untuk semua orang.
American Heart Association merekomendasikan bahwa kalori dari lemak maksimum
kurang dari 30% dari total kalori dalam makanan apapun. Setiap hari, cobalah untuk
makan 6-8 porsi roti, sereal, atau padi; 2-4 porsi buah segar; 3-5 porsi sayuran segar
atau beku, 2-3 porsi susu tanpa lemak, yogurt, atau keju; dan 2-3 porsi daging,
unggas, ikan, atau kacang kering.
Gunakan minyak zaitun atau canola untuk memasak. Minyak ini mengandung lemak
tak jenuh tunggal yang dikenal untuk menurunkan kolesterol. Makan 2 porsi ikan
setiap minggu. Makan ikan seperti salmon, makarel, trout danau, herring, sardin, dan
tuna albacore. Semua ikan ini tinggi asam lemak omega-3 yang menurunkan kadar
lemak tertentu dalam darah dan membantu mencegah detak jantung tidak teratur dan
pembekuan darah yang menyebabkan serangan jantung.
Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat membantu melindungi terhadap
penyakit jantung koroner, namun membatasi asupan Anda untuk 1-2 minuman per
hari. jumlah yang lebih tinggi dapat meningkatkan tekanan darah,
menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia), dan kerusakan otot jantung dan hati
secara langsung. Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak menyenangkan
atau nyaman, tapi mungkin memberikan manfaat yang signifikan dalam jangka
panjang.

e
f

Merokok
Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat dibuat. Perokok
pasif (menghirup asap tembakau), cerutu merokok, atau mengunyah tembakau samasama berbahaya bagi kesehatan.
Diabetes
Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan (aterosklerosis) pembuluh
darah di mana-mana dalam tubuh, termasuk arteri koroner. Mengontrol diabetes
secara signifikan mengurangi risiko koroner.
Tekanan darah tinggi
Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur, pengurangan konsumsi
alkohol, dan pengurangan berat badan adalah sangat penting.
Kegemukan
Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada jantung dan pembuluh darah
dengan tekanan darah meningkat, ditambah sering dikaitkan dengan diabetes,
kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL rendah.Sebuah, diet rendah lemak serattinggi dan olahraga teratur dapat membantu menurunkan berat badan dan
mempertahankannya.
Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda sebelum memulai penurunan berat
badan program. Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat badan. obatobatan tertentu yang digunakan untuk berat badan
Ketidakaktifan Fisik
Latihan membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat kolesterol baik
(HDL), dan mengendalikan berat badan Anda.
Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan minimal 30 menit, 3-5 kali
seminggu. Tapi jalan cepat saja akan meningkatkan kelangsungan hidup
kardiovaskular.
Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda, atau aerobik.
Stres emosional
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional

4.11 Prognosis
Kecirian prognosis penyakit jantung koroner
1. Dalam satu tahun setelah kambuhnya penyakit jantung, sekitar 42 persen penderita wanita
mungkin meninggal, angka itu lebih tinggi satu kali lipat daripada kaum lelaki.
2. Sesudah pertama kali penyakit jantung kaum wanita kambuh, keadaan itu lebih mudah
terjadi ulang dibandingkan dengan kaum lelaki.
Semua orang bisa sembuh dengan berbeda cara. Beberapa orang dapat mempertahankan
kehidupan yang sehat dengan mengubah diet mereka, berhenti merokok, dan minum obat
persis seperti resep dokter. Orang lain mungkin memerlukan prosedur medis seperti
angioplasti atau operasi. Meskipun setiap orang berbeda, deteksi dini PJK
umumnya menghasilkan hasil yang lebih baik.

Daftar Pustaka
Brown, Carol T. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Price & Wilson,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit: 576-593. Jakarta: EGC
Chen, Michael A. 2010; Gray, HH, et. al. 2005
Ganda Siburian, 2001. Epidemiologi PJK. http://himapid.blogspot.com/2008/10/penyakitkardiovaskuler-pkv-terutama.html
Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI
http://dokter-medis.blogspot.com/2009/07/elektrokardiografi-ekg.html?m=1

M. Santoso, T Setiawan. 2005. Penyakit Jantung Koroner dalam Cermin Dunia Kedokteran No.
147, 2005: 7-9
McPherson, John A. 2010. Coronary Artery Atherosclerosis: Treatment & Medication.
http://emedicine.medscape.com/article/153647-treatment

Raden, Inmar. 2010. Anatomi Kedokteran: Sistem Kardiovaskular. Jakarta:


Bagian Anatomi FKUY
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Singh,
Vibhuti
N,
2006.
Coronary
Heart
Disease:
Prevention.
http://www.emedicinehealth.com/coronary_heart_disease/page10_em.htm#Prevention

Anda mungkin juga menyukai