Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Sistem Pembangkit Tenaga Uap


Pembangkit tenaga uap merupakan suatu sistem pembangkit tenaga yang
fluidanya diuapkan dan dikondensasikan secara berulang-ulang dalam sebuah siklus
tertutup. Siklus Rankine merupakan salah satu siklus tertutup yang banyak
digunakan pada sistem pembangkit tenaga uap, dengan siklus Rankine kita dapat
menganalisa dan meningkatkan efisiensi suatu sistem pembangkit tenaga uap
secara termodinamika.
Sistem pembangkit tenaga uap terdiri dari beberapa perangkat
daiantaranya yaitu turbin, boiler, kondensor dan pompa Pada setiap perangkat
aliran terjadi rugi-rugi aliran yang seringkali terjadi akibat dari gesekan fluida,
kerugian panas, dan kebocoran uap. Gesekan fluida mengakibatkan tekanan pada
perangkat aliran seperti boiler, kondensor dan pipa-pipa menurun, akibatnya
tekanan uap yang meninggalkan boiler menjadi lebih rendah sehingga untuk
mengatasi hal ini kerja pompa akan lebih besar air harus di pompa ke tekanan yang
lebih tinggi. Berikut gambaran siklus sederhana sistem pembangkit tenaga uap.

Gambar 2.1 Siklus Sederhana Sistem pembangkit Tenaga Uap (Cengel & Boles, 2002)
Pada sistem pembangkit tenaga uap, tekanan atau head air umpan sangat
mempengaruhi kualitas uap atau steam yang dihasilkan dimana apabila tekanan
tidak mencapai titik poin yang telah ditentukan maka proses penguapan pada boiler
tidak maksimal yang kemudian akan mengahasilkan tekanan uap dibawah standart
untuk proses memutar turbin dimana daya yang dihasilkan oleh turbin tidak akan

mencapai nilai yang telah ditentukan, faktor yang mempengaruhi tekanan atau
head air umpan adalah jaringan perpipaan yang terpasang pada suatu sistem
pembangkit tenaga uap yang hal tersebut besar kaitannya terhadap pembahasan
tentang aliran fluida.
2.2.

Aliran Fluida
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk
(distorsi) secara permanen. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa
fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan di mana
lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk
baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress),
yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap
arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan
geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan.
Pada temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu.
Jika densitas hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan
yang relatif besar, fluida tersebut bersifat incompressible. Tetapi jika densitasnya
peka terhadap perubahan variabel temperatur dan tekanan, fluida tersebut
digolongkan compresible. Zat cair biasanya

dianggap zat yang incompresible,

sedangkan gasumumnya dikenal sebagai zat yang compresible.


Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah
fluida itu berada di bawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di daerah yang
pengaruh gesekan dinding kecil, tegangan geser dapat diabaikan dan perilakunya
mendekati fluida ideal, yaitu incompresible dan mempunyai viskositas 0. Aliran
fluida ideal yang demikian disebut aliran potensial. Pada aliran potensial berlaku
prinsip - prinsip mekanika Newton dan hukum kekekalan massa. Aliran potensial
mempunyai 2 ciri pokok:

1. Tidak terdapat sirkulasi ataupun pusaran sehingga aliran potensial itu


disebut aliran irotasional
2. Tidak terjadi gesekan sehingga tidak ada disipasi (pelepasan) dari
energi mekanik menjadi kalor.

Prinsip-prinsip dasar yang paling berguna dalam penerapan mekanika


fluida adalah persamaan-persamaan neraca massa atau persamaan kontinuitas,
persamaan- persamaan neraca momentum linear, dan neraca momentum angular
(sudut), serta neraca energi mekanik. Persaman-persamaan itu dapat dituliskan
dalam bentuk diferensial yang menunjukkan kondisi pada suatu titik di dalam
elemen volume fluida, atau dapat pula dalam bentuk integral yang berlaku untuk
contoh volume tertentu atau massa
2.3.

Sifat Dasar Fluida


Cairan dan gas disebut fluida, sebab zat cair tersebut dapat mengalir. Untuk
mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Adapun
sifat - sifat dasar fluida yaitu; kerapatan (density), berat jenis (specific gravity),
tekanan (pressure), kekentalan (viscosity).

1. Kerapatan
Kerapatan adalah suatu sifat karakteristik setiap bahan murni. Benda
tersusun atas bahan murni, misalnya emas murni, yang dapat memiliki berbagai
ukuran ataupun massa, tetapi kerapatannya akan sama untuk semuanya. Satuan SI
untuk kerapatan adalah kg/m3. Kadang kerapatan diberikan dalam g/cm3. Dengan
catatan bahwa jika kg/m3 = 1000 g/(1000 000 cm3), kemudian kerapatan yang
diberikan dalam g/cm3 harus dikalikan dengan 1000 untuk memberikan hasil
Kerapatan atau density dinyatakan dengan (rho) yang dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara massa per satuan volume. Yang dirumuskan sebagai
berikut:

dimana:
= kerapatan (Kg/m3)
m = massa (Kg)
V = Volume (m3)

(Kg/m3 )

(2.1)

dalam kg/m3. Dengan demikian kerapatan air adalah 1,00 g/cm3, akan sama dengan
1000 kg/m3.

2. Berat Jenis
Berat jenis dari sebuah fluida, dilambangkan dengan huruf yunani
(gamma) didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis
berhubungan dengan kerapatan jenis melalui persanaan

(2.2)

= .

dimana g adalah percepatan gravitasi lokal. Seperti halmua kerapatan yang


digunakan untuk mengkarakteristikan massa sebuah sistem fluida, berat jenis
digunakan untuk mengkarakteristikam berat dari sistem tersebut.

3. Gravitasi Jenis
Garavitasi jenis sebuah fluida dilambangkan sebagai SG, didefinisikan
sebagai perbandingan kerapatan fluida dengan kerapatan air pada sebuah
temperatur tertentu. Biasanya temperatur tersebut adalah 4oC (39,2oF),dan
pada temperatur ini kerapatan air adalah 1,94 slugs/ft3 atau 1000 kg/m3 Dalam
bentuk persamaan gravitas jenis dinyatakan sebagai.

2 @4

(2.3)

Berat jenis (specific gravity disingkat SG) adalah besaran murni tanpa
dimensi.

4. Tekanan (Preassure)
Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dengan gaya F
dianggap bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan (A), maka:

= (/2 )

(2.4)

Konsep tekanan sangat berguna terutama dalam berurusan dengan fluida.


Sebuah fakta eksperimental menunjukkan bahwa fluida menggunakan tekanan ke
semua arah. Hal ini sangat dikenal oleh para perenang dan juga penyelam yang
secara langsung merasakan tekanan air pada seluruh bagian tubuhnya. Pada titik
tertentu dalam fluida diam, tekanan sama untuk semua arah. Ini diilustrasikan
dalam 2.1. Bayangan fluida dalam sebuah kubus kecil sehingga kita dapat
mengabaikan gaya gravitasi yang bekerja padanya. Tekanan pada suatu sisi harus
sama dengan tekanan pada sisi yang berlawanan. Jika hal ini tidak benar, gaya
netto yang bekerja pada kubus ini tidak akan sama dengan nol, dan kubus ini
akan bergerak hingga tekanan yang bekerja menjadi sama.

Gambar 2.2Distribusi Gaya (Priyo Ari Wibowo, 2013)

5. Kekentalan (Viscocity)
Kekentalan (viscosity) didefinisikan sebagai gesekan internal atau
gesekan fluida terhadap wadah dimana fluida itu mengalir. Ini ada dalam cairan
atau gas, dan

pada dasarnya adalah gesekan antar lapisan fluida yang

berdekatan ketika bergerak melintasi satu sama lain atau gesekan antara fluida
dengan wadah tempat ia mengalir. Dalam cairan, kekentalan disebabkan oleh
gaya kohesif antara molekul-molekulnya sedangkan gas, berasal tumbukan
diantara molekul-molekul tersebut.

Kekentalan fluida yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantatif dengan


koefisien kekentalan, yang didefinisikan dengan cara sebagai berikut: Fluida
diletakkan diantara dua lempengan datar. Salah satu lempengan diam dan yang lain
dibuat bergerak. Fluida yang secara langsung bersinggungan dengan masing-masing
lempengan ditarik pada permukaanya oleh gaya rekat diantara molekul-molekul
cairan dengan kedua lempengan tersebut. Dengan demikian permukaan fluida sebelah
atas bergerak dengan laju v yang seperti lempengan atas, sedangkan fluida yang
bersinggungan dengan lempengan diam bertahan diam. Kecepatan bervariasi secara
linear dari 0 hingga v seperti ditunjukkan gambar 2.2.

Gambar 2.3 Penentuan kekentalan (W.P Graebel, 2001)

dimana:

= kekentalan fluida (Pa.s)

= gaya geser (N)

= luas lempengan bergerak (m2)

= kecepatan fluida (m/s)

= ketinggian fluida (m)

(2.5)

Viskositas dibedakan atas dua macam yaitu:

1. Viskositas kinematik
Viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas mutlak
terhadap rapat jenis / density.

dimana :

(2.6)

= nilai viskositas mutlak

(kg/m.s)

= nilai kerapatan massa fluida (kg/m3)

2. Viskositas dinamik
Viskositas dinamik atau viskositas mutlak mempunyai nilai sama
dengan hukum viskositas Newton.

dimana:

(2.7)

= tegangan geser pada fluida (kg/m2)

du/dy = gradient kecepatan (m/s)


2.4.

Karakteristik Aliran Fluida


Perpindahan fluida (cairan atau gas) di dalam saluran tertutup (biasanya
disebut sebuah pipa jika penampangnya bundar atu saluran duct jika bukan) sangat
penting didalam kehidupan sehari-hari. Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya
berpenampang lingkaran yang

digunakan untuk mengalirkan fluida dengan

tampang aliran penuh. Fluida yang di alirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau
gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat
cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka
atau karena tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di
dalam pipa tidak penuh), aliran

temasuk dalam pengaliran terbuka. Karena

mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang dialirkan dalah zat cair. Tekanan

di permukaan zat cair sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer. Aliran
viskos adalah aliran zat cair yang mempunyai kekentalan (viskositas). Viskositas
terjadi pada temperature tertentu. Tabel 2.1. memberikaan sifat air (viskositas
kinematik) pada tekanan atmosfer dan beberapa temperature. Kekentalan adalah
sifat zat cair yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu
bergerak.
Tegangan geser ini akan mengubah sebagian energi aliran dalam bentuk
energi lain seperti panas, suara, dan sebagainya. Perubahan bentuk energi
tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi.
Tabel 2.1Sifat air kekentalan dan (viskositas kinematik) pada tekanan atmosfer
NO

Suhu

Kekentalan Air

Viskositas Kinematik

N.s/m2

NO

1,778 x 10-5

1,788 x 10-6

10

1,307 x 10-5

1,307 x 10-6

20

1,003 x 10-5

1,005 x 10-6

30

0.799 x 10-5

0,802 x 10-6

40

0.657 x 10-5

0,662 x 10-6

50

0,548 x 10-5

0,555 x 10-6

60

0,467 x 10-5

0,475 x 10-6

70

0,405 x 10-5

0,414 x 10-6

80

0,355 x 10-5

0,365 x 10-6

10

90

0,316 x 10-5

0,327 x 10-6

11

100

0,283 x 10-5

0,295 x 10-6

(Sumber: White, 1986:390)

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam. Apabila pengaruh


kekentalan (viskositas) cukup dominan sehingga partikel-partikel zat cair bergerak
secara teratur menurut lintasan lurus maka aliran disebut laminar. Aliran laminar
terjadi

apabila

kekentalan

besar

dan

kecepatan

aliran

kecil.

Dengan

berkurangnya pengaruh kekentalan atau bertambahnya kecepatan maka aliran


akan berubah dari laminar menjadi turbulen. Pada aliran turbulen partikel-partikel
zat cair bergerak secara tidak teratur.
2.4.1.

Aliran Laminar atau Turbulen


Aliran fluida dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau

turbulen. Osborne Reunolds (1842-1912), ilmuwan dan ahli matematika Inggris,


adalah orang yang pertama kali membedakan dua aliran tersebut seperti pada
gambar

Gambar 2.4 Eksperimen untuk mengilustrasikan jenis aliran (Munson, 2003)


Jika air mengalir melalui sebuah pipa berdiameter D dengan kecekpatan
rata-rata V, sifat-sifat berikut ini dapat diamati dengan menginjeksikan zat pewarna
yang mengambang seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas. Untuk laju aliran
yang cukup kecil guratan zat pewarna akan berupa garis yang terlihat jelas selama
mengalir , dengan hanya sedikit saja menjadi kabir karena difusi molekuler dari zat
pewarna ke air diskelilingnya. Untuk suatu laju aliran sedang yang lebih besar
guratan zat pewarna berfluktiuasi menurut watku dan ruang, dan olakan putusputus dengan perilaku tak beraturan muncul disepanjang guratan. Sementara itu,
unuk laju aliarn yang cukup besar guratan zat pewarna dengan sangat segera
menjadi kanir dan menyebar diseluruh pipa dengan pola yang acak. Ketiga

karakteristik ini disebut sebagai aliran laminar, transisi, dan turbulen.


2.4.2.

Bilangan Reynolds
Untuk aliran pipa parameter yang tidak berdimensi yang paling penting

adalah bilangan Reynolds, bilangan Reynolds merupakan perbandingan antara efek


inersia dan viskos dalam aliran. Dengan demikian dapat dirusmuskan seebagai
persamaan berukut:

(2.8)

Dimana V adalah kecepatan rata-rata dalam pipa. Artinya, aliran di dalam


sebuah pipa adalah laminar, transisi, ataur turbulen jika bilangan Reynoldsnya
cukup kecil, sedang atau cukup besar. Bukan hanya kecepatan fluida yang
menentukan sifat aliran namun kerapatan, viskositas dan diameter pipa sama
pentingnya. Parameter-paremeter ini berkombinasi menghasilkan bilangan
Reynolds. Perbedaan antara aliran pipa laminar dan turbulen dan ketergantungan
terhadap sebuah besaran takberdimensi yang sesuao pertama kali ditunjukkan oleh
Osborne Reynolds pada tahun 1883. Kisaran bilangan Reynolds

dimana akan

diperoleh aliran pipa yang laminar, transisi, atau turbulen tidak dapat ditentukan
dengan tepat. Transisi yang aktual dari aliran laminar ke turbulen mungkin
berlangsung pada berbagai bilangan Reynold, tergantung pada berapa besar alirab
terganggu oleh getaran pipa, kekasaran dari daerah masuk, dan hal-hal sejenis
lainnya. Untuk keperluan teknik pada umumnya, nilai berikut cukup menandai
aliran di dalam pipa bundar adalah laminar jika bilangan Reynoldsnya < 2100. Aliran
didalam pipa bundar adalah turbulen kika bilangan Reynoldnya lebih besar dari kirakira 4100. Untuk bilangan Reynolds diantara kedua batas ini, aliran mungkin
berubag dari keadaan laminar menjadi turbulen dengan perilaku acak yang jelas
(transisi).

2.4.3

Daerah Masuk dan Aliran Berkembang Penuh


Setiap fluida mengalir dalam sebuah pipa harus memasuki pipa pada suatu

lokasi. Daerah aliran didekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah
masuk (entrance region) dan diilustrasikan pada gamber berikut

Gambar 2.5 Daerah masuk aliran sedang berkembang dan aliran berkembang
penuh didalam sebuah pipa (Munson, 2003)
Dari ganbar diatas ditunjukkan fluida biasanya memasuki pipa dengan profil
kecepatan yang hampur seragam pada bagian (1). Selagi fluida bergerak melewati
pipa, efek viskos menyebabkan tetap menempel pada dinding pipa (kondisi lapisan
batas tanpa-slip), hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang relatif inviscid
ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi, sebuha lapisan batas (boundary layer)
dimana efek viskos kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang pipa, x,
sampai fluida mencapat ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian (2), dimana
setelah diluar profil itu kecepatan tidal berubah lagi menurut x.
Lapisan batas telah tumbuk ketebalannya sehingga memnuhi pipa secara
menyeluruh. Efek viskos sangat penting didalam lapisan batas, untuk fluida diluar
lapisan batas efek viskos dapat diabaikan.

Bentuk dari profil kecepatan didalam pipa tergantung pada apakah laminar
atau turbulen, sebagaiman pula panjang daerah masuk, le. Seperti pada banyak
sifat lainnya dari aliran pipa, panjang masuk takberdimensi, le/D, berkorelasi cukup
baik dengan bilangan Reynolds. Panjang masuk pada umumnya diberikan oleh
hubugan:


= 0,06

Dan

= 4,4()1/4

Untuk aliran-aliran dengan bilangan Reynolds sangat rendah panjang masuk


dapat sangat pendek (le = 0,6D jika Re = 10), sementara untuk aliran-aliran dengan
bilangan

Reynolds besar daerah masuk tersebut dapat sepanjang berkalikali

diameter pipa sebelum ujung akhir dari daerah masuk dicapai (le = 120D untuk Re
= 2000). Untuk banyak masalah-masalah teknik praktis 104< Re < 105 sehingga 20D
< le< 30D.

2.4.4.

Tekanan dan Tegangan Geser


Aliran tunak berkembang penuh didalam pipa berdiameter konstan

mungkin digerakkan oleh gaya-gaya gravitasi dan atau tekanan, untuk aliran pipa
horizontal, gravitasi tidak memberikan pengaruh kecuali terhadap variasi tekanan
hidrostatik pada pipa, D, yang biasanya diabaikan, Beda tekanan p= p1-p2, antara
suatu bagian popa horizontal dengan bagian lainnya yang mendorong fluida
mengalir melewati popa. Efek viskos memberikan efek penghambat yang melewati
pipa, sehingga memungkinkan fluida mengalir melaui pipa tanpa percepatan. Jika
efek viskos tidak ada dalam aliran serupa itu, tekanan akan konstan diseluruh pipa,
kecuali untuk variasi hidrostatik.
Dalam daerah aliran yang tidak berkembang penuh, seperti pada daerah
masuj sebuah pipa, fluida mengalami percepatan atau perlambatan selagi mengalir.
Jadi, didaerah masuk terdapat keseimbangan antara gaya-gaya tekanan, viskos dan
inersia (percepatan)seperti pada gambar 2.5

Gambar 2.6 Distibusi tekanan sepanjang pipa horizontal (Munson, 2003)


Besarnya gradien tekanan, p/x, lebih besar didaerah masuk daripada
didaerah berkembang penuh, dimana gradien tersebut merupakan konstanta,
p/x = -p/ l<0
2.5.

Aliran Dalam Pipa


Jika fluida tidak mempunyai kekentalan, ia dapat mengalir melalui tabung
atau pipa mendatar tanpa memerlukan gaya. Oleh karena itu adanya kekentalan,
perbedaan tekanan antara kedua ujung tabung diperlukan untuk aliran mantap
setiap fluida nyata, misalnya air atau minyak didalam pipa. Laju alir dalam
tabung bulat bergantung pada kekentalan fluida, perbedaan tekanan, dan dimensi
tabung.

1. Fluida Newtonian dan Fluida non-Newtonian


Sebuah fluida Newtonian didefinisikan sebagai fluida yang tegangan
gesernya berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan pada arah tegak
lurus dengan bidang geser. Definisi ini memiliki arti bahwa fluida newtonian akan
mengalir terus tanpa dipengaruhi gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sebagai
contoh, air adalah fluida Newtonian karena air memiliki properti fluida sekalipun
pada keadaan diaduk. Sebaliknya, bila fluida non-Newtonian diaduk, akan tersisa
suatu "lubang". Lubang ini akan terisi seiring dengan berjalannya waktu. Sifat
seperti ini dapat teramati pada material-material seperti puding. Peristiwa lain
yang terjadi saat fluida non- Newtonian diaduk adalah penurunan viskositas
yang menyebabkan fluida tampak"lebih tipis" (dapat dilihat pada cat). Ada

banyak tipe fluida non-Newtonian yang kesemuanya memiliki properti tertentu


yang berubah pada keadaan tertentu. Hal ini diilustrasikan dengan jelas pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.7 Diagram Rheologi (Munson, 2003)

2. Persamaan pada fluida Newtonian


Konstanta yang menghubungkan tegangan geser dan gradien kecepatan
secara linier dikenal dengan istilah viskositas. Persamaan yang menggambarkan
perlakuan fluida Newtonian adalah:

dimana :

(2.9)

= tegangan geser yang dihasilkan oleh fluida


= viskositas fluida-sebuah konstanta proporsionalitas
dv/dx = gradien kecepatan tegak lurus dengan arah geseran

Viskositas pada fluida Newtonian secara definisi hanya bergantung


pada temperatur dan tekanan dan tidak bergantung pada gaya-gaya yang

bekerja pada fluida. Jika fluida bersifat inkompresibel maka viskositas bernilai
tetap di seluruh bagian fluida. Persamaan yang menggambarkan tegangan
geser (dalam koordinat kartesian) adalah:

Dimana

(2.10)

ij = adalah tegangan geser oada bidang ith dengan arah jth


vi = adalah kecepatan pada arah ith
xj = adalah koordinat berarah jth
Jika suatu fluida tidak memenuhi hubungan ini, fluida ini disebut fluida
non-Newtonian. Fluida Newtonian (istilah yang diperoleh dari nama Isaac
Newton) adalah suatu fluida yang memiliki kurva tegangan/regangan yang linier.
Contoh umum dari fluida yang memiliki karakteristik ini adalah air. Keunikan dari
fluida newtonian adalah fluida ini akan terus mengalir sekalipun terdapat gaya
yang bekerja pada fluida. Hal ini disebabkan karena viskositas dari suatu fluida
newtonian tidak berubah ketika terdapat gaya yang bekerja pada fluida
tersebut.

Viskositas

dari

suatu

fluida newtonian hanya bergantung pada

temperatur dan tekanan. Perbedaan karakteristik akan dijumpai pada fluida. Pada
fluida jenis ini, viskositas fluida akan berubah bila terdapat gaya yang bekerja pada
fluida.

3. Persamaan Kontinuitas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar
kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin
sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida
tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul
zat cair. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran
yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah
N/m2.s atau pascal sekon.

Gerak fluida didalam suatu tabung aliran haruslah sejajar dengan dinding
tabung. Meskipun besar kecepatan fluida dapat berbeda dari suatu titik ke titik
lain didalam tabung. Pada gambar 2.7 menunjukkan tabung aliran untuk
membuktikan persamaan kontinuitas.

Gambar 2.8 Tabung aliran membuktikan persamaan kontinuitas (Priyo Ari Wibowo,
2013)

Pada gambar 2.7, misalkan pada titik P besar kecepatan adalah V1, dan
pada titik Q adalah V2. Kemudian A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran
tegak lurus pada titik Q. Didalam interval waktu t sebuah elemen fluida mengalir
kira-kira sejauh V.t. Maka massa fluida m1 yang menyeberangi A1 selama
interval waktu t adalah
m = 1 . A1 . V1 . t

(2.11)

dengan kata lain massa m1/t adalah kira-kira sama dengan 1 . A1 . V1. Kita
harus mengambil t cukup kecil sehingga didalam interval waktu ini baik V
maupun A tidak berubah banyak pada jarak yang dijalani fluida, sehingga dapat
ditulis massa di titik P adalah 1 . A1 . V1 massa di titik Q adalah 2 . A2 . V2,
dimana 1 dan 2 berturut-turut adalah kerapatan fluida di P dan Q.
Karena tidak ada fluida yang berkurang dan bertambah maka massa yang
menyeberangi setiap bagian tabung per satuan waktu haruslah konstan. Maka
massa P haruslah sama dengan massa di Q, sehingga dapatlah ditulis sebagai
berikut.
1 . A1 . V1 = 2 . A2 . V2

(2.12)

Persamaan (2.12) berikut menyatakan hukum kekekalan massa didalam


fluida. Jika fluida yang mengalir tidak termampatkan, dalam arti kerapatan
konstan maka persamaan (2.12) dapat ditulis menjadi:
A1 . V1 = A2 . V2

(2.13)

Persamaan diatas dikenal dengan persamaan kontinuitas.

4. Persamaan Bernoulli
Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang
menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida
akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini
sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang
menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup
sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama.
Asas Bernoulli menyatakan bahwa pada pipa mendatar, tekanan fluida paling
besar adalah pada

bagian yang kelajuan alirannya paling kecil. Sebaliknya,

tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirannya paling besar
Suatu

persamaan

yang

banyak

dipakai,

yang

menghubungkan

tekanan, kecepatan, dan elevasi bermula di masa Daniel Bernoulli dan Leonhrad
Euler dalam abad ke-18.
Persamaan Bernoulli merupakan persamaan dasar dari dinamika fluida di
mana berhubungan dengan tekanan (p), kecepatan aliran (v) dan ketinggian (h),
darisuatu pipa yang fluidanya bersifat tak kompresibel dan tak kental, yang
mengalir dengan aliran yang tak turbulen. Tinjau aliran fluida pada pipa dengan
ketinggian yang berbeda seperti Gambar 2.5.
Bagian sebelah kiri pipa mempunyai luas penampang A1 dan sebelah
kanan pipa mempunyai luas penampang A2. Fluida mengalir disebabkan oleh
perbedaan tekanan yang terjadi padanya. Pada bagian kiri fluida terdorong
sepanjang dl1 akibat adanya gaya F1 = A1p1 sedangkan pada bagian kanan dalam
selang waktu yang sama akan berpindah sepanjang dl2

Gambar 2.9 Tabung aliran fluida (Priyo Ari Wibowo, 2013)


Usaha yang dilakukan oleh gaya F1 adalah dW1 = A1 p1 dl1 sedang pada
bagian kanan usahanya dW2 = - A2 p2 dl2
dW1 + dW2 = A1 p1 dl1 - A2 p2 dl2
Sehingga usaha totalnya adalah:
W 1 + W 2 = A1 p1 l 1 - A2 p2 l 2
Bila massa fluida yang berpindah adalah m dan rapat massa fluida adalah
, maka diperoleh persamaan:
W = ( p1 - p2) m/
Persamaan diatas merupakan usaha total yang dilakukan oleh fluida. Bila
fluida bersifat tak kental, maka tak ada gaya gesek sehingga kerja total tersebut
merupakan perubahan energi mekanik total pada fluida yang bermasa m.
Besarnya tambahan energi mekanik total adalah:

maka :

1
2

1
2

= 22 12 + (2 1 )
(1 2 )
1
2

1
2

1
2

= 22 12 + (2 1 )
1
2

1 + 12 + 1 = 2 + 22 + 2

(2.14)

(2.15)
(2.16)

2.6.

Kerugian Head (Head Losses)


Adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan
geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi
aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan sebagainya. Pengubahan
bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi. Secara umum
head losses dibagi menjadi dua macam, yaitu:

2.6.1.

Kerugian Head Mayor


Kehilangan longitudinal, yang disebabkan oleh gesekan sepanjang lingkaran

pipa. Ada beberapa persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan


kehilangan longitudinal hf apabila panjang pipa L meter dan diameter d mengalirkan
kecepatan rata-rata V. Menurut White (1986), salah satu persamaan yang dapat
digunakan adalah Persamaan Darcy-Weisbach yaitu:

dimana :

= faktor gesekan (Diagram Moody)

= panjang pipa (m)

= diameter pipa (m)

V2/2g

= head kecepatan

(2.17)

Dimana untuk mendapatkan nilai dari faktor kekasaran (e) dapat diperoleh
dengan menggunakan diagram moody atau dengan menggunakan nilai kekasaran
pipa yang telah tersedia pada tabel.

Tabel 2.2 Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil


KEKASARAN
Ft
m
Riveted Steel
0,003 0,03
0,0009 0,009
Concrete
0,001 0,01
0,0003 0,003
Wood Stave
0,0006 0,003
0,0002 0,009
Cast Iron
0,00085
0,00026
Galvanized Iron
0,0005
0,00015
Asphalted Cast Iron
0,0004
0,0001
Commercial Steel or Wrought Iron
0,00015
0,000046
Drawn Brass or Copper Tubing
0,000005
0,0000015
Glass and Plastic
smooth
smooth
(Sumber: Munson, Young & Okiishi. Mekanika Fluida, 2003, hal. 44)
BAHAN

Sedangkan untuk jenis material yang lain dapat diperoleh nilai


kekasarannya dengan menggunakan diagram moody.

Gambar 2.10 Diagram Moody (Munson, 2003)


Untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang
seperti jalur pipa penyalur air minum dapat pula menggunakan persamaan Hazen
Williams, yaitu:

10,666 1,85
1,85 4,85

(2.18)

Dimana :

hf = kerugian gesekan dalam pipa (m)

Q = laju aliran dalam pipa (m3/s)


L = panjang pipa (m)
C = koefisien kekasaran pipa Hazen Williams
d = diameter dalam pipa (m)
Tabel 2.3 Nilai koefisien kekasatan pipa Hazen-Williams
Extremely smooth and straight pipes

140

New steel or cast iron

130

Wood; concrete

120

New riveted steel; verified

110

Old cast iron

100

Very old and corroded cast iron

80

(Sumber: Sularso & Tahara, Pompa & Kompressor, Bandung, 1983. hal. 30.)
Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran
fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy
Weisbach. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2000, faktor
gesekan dihubungkan dengan bilangan Reynold, dinyatakan dengan rumus:

64

(2.19)

Untuk aliran turbulen dimana bilangan Reynold lebih besar dari 4000, maka
hubungan antara bilangan Reynold, faktor gesekan dan kekasaran relatif menjadi
lebih kompleks. Faktor gesekan untuk aliran turbulen dalam pipa didapatkan dari
hasil eksperimen, antara lain :

1. Untuk daerah complete roughness, yaitu :


1

3,7

= 2,0

(2.20)

Dimana:

f = faktor gesekan
= kekasaran (m)

2. Untuk pipa sangat halus seperti glass dan plastik, hubungan antara
bilangan Reynold dan faktor gesekan:

a. Blasius : =

0,316

0,25

b. Von Karman :

untuk, Re 3000-100000

= 2,0

2,51

(2.21)

untuk Re 3.106 (2.22)

3. Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi,
yaitu:
1

Von Karman : = 2,0 + 1,74

(2.26)

Dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold.

4. Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah transisi,
yaitu :
1

2.6.2.

Corelbrook White : = 2,0 3,7 +

Kerugian Head Minor

2,51

(2.23)

Untuk setiap sistem pipa, selain kerugian tipe moody yang dihitung
untuk seluruh panjang pipa, ada pula yang dinamakan kerugian kecil (kerugian
minor). Kerugian kecil ini disebabkan hal antara lain lubang masuk atau lubang

keluar pipa, pembesaran atau pengecilan secara tiba - tiba, belokan, sambungan,
katup dan pengecilan dan pembesaran secara berangsur-angsur.
Karena pola aliran dalam katup maupun sambungan cukup rumit,
teorinya sangat lemah. Kerugian ini biasanya diukur secara eksperimental dan
dikorelasikan dengan parameter - parameter aliran dalam pipa. Kerugian kecil
terukur biasanya diberikan sebagai nisbih kerugian hulu.
Belokan pada pipa menghasilkan kerugian head yang lebih besar dari pada
jika pipa lurus. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan daerah-daerah aliran yang
terpisah

didekat sisi dalam belokan (khususnya jika belokan tajam) dan aliran

sekunder yang berpusar karena ketidak seimbangan gaya-gaya sentripetal akibat


kelengkungan sumbu pipa.
Ada dua macam belokan pipa, yaitu belokan lengkung atau belokan patah
(mitter atau multipiece bend). Untuk belokan lengkung sering dipakai rumus Fuller
(Sularso, 1983), dimana nilai dari koefisien kerugian dinyatakan sebagai:

dimana:
kkb

3,5

= [0,131 + 1,847
2

]( )0,5
90

(2.24)

= koefisien kerugian belokan

D = diameter pipa (m)


R = jari - jari belokan pipa (m)

= sudut belokan (derajat)

Kemudian untuk mengetahui kerugian head dapat menggunakan


persamaan (White, 1986):

(2.25)

Berikut adalah gambar kerugian belokan, dimana terjadi variasi koefisien


kerugian karena pengaruh perubahan bilangan Reynoldnya. Sebagaimana terlihat
pada gambar

2.12, perbandingan jari-jari kelokan dengan diameter (r/d)

juga mempengaruhi besar kerugiannya.

Gambar 2.11 Efek bilangan bilangan Reynolds terhadap koefisien kerugian pada
elbow 90o(Priyo Ari Wibowo, 2013)
Selain belokan atau elbow kerugian minor juga dapat disebabkan oleh
berbagai komponen yang terdapat pada sistem perpipaan dimana koefisien
kerugiannya atau nilai KL. Metode yang paling umum digunakan untuk menentukan
kerugian-kerugian head atau penurunan tekanan adalah dengan menentukan
koefisiean kerugian yang dapat didefinisikan sebagai :

K =

L
2
/2)

1
2
2

(2.26)

Sehingga
1

(2.27)

V2

(2.28

= 2
2

Atau
h = K 2

Kerugian minor kadang-kadang dinyatakan dalam panjang ekivalen leq,


Dalam terminologi ini, kerugian head melalui sebuah komponen diberikan dalam
panjang ekivalen dari sebuah pipa yang akan menghasilkan kerugian head yang
sama dengan komponen tersebut. Artinya,
2

= 2 =

atau

2
2

(2.29)

(2.30)

dimana D dan f berdasarkan pada pipa dimana komponen tersebut terpasang.


Kerugian dhead dari sistem pipa sama seperti yang ditimbulkan pada sebuah pipa
lurus yang panjangnya sama dengan pipa-pipa lurus dari sistem ditambah jumlah
panjang-panjang ekivalen tambahan dari seluruh komponen sistem.

Gambar. 2.12 Komponen katup pada sistem perpipaan (Munson, 2003)


Kebanyakan analisis aliran pipa menggunakan metode kerugian daripada
ekivalen

untuk

menentukan

kerugian-kerugian

minor.

Sehingga

dengan

menggunakan koefisien kerugian yang sudah tersedia dapat mempermudah


perhitungan minor losses pada sistem perpiaaan, berikut tabel jenis koefisien
kerugian pada berbagai macam jenis komponen perpipaan.

2.7.

Pipa seri

Gambar 2.13 Pipa yang dihubungkan seri


Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara seri maka semua pipa
akan dialiri oleh aliran yang sama. Total kerugian head pada seluruh sistem adalah
jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa, dirumuskan sebagai[8] :

Q0 = Q1 = Q2 = Q3

(2.31)

Q0 = A1V1 = A2V2 = A3V3


hl = hl1 + hl2 + hl3

(2.32)

(2.33)

Persoalan aliran yang menyangkut pipa seri sering dapat diselesaikan


dengan menggunakan pipa ekuivalen, yaitu dengan menggantikan pipa seri dengan
diameter yang berbeda-beda dengan satu pipa ekuivalen tunggal. Dalam hal ini, pipa
tunggal tersebut memiliki kerugian head yang sama dengan sistem yang
digantikannya untuk laju aliran yang spesifik.

2.8.

Pipa Paralel

Gambar 2.14 Pipa yang dihubungkan paralel


Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara paralel, total laju aliran
sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada
sebuah cabang sama dengan pada yang lain, dirumuskan sebagai :

Q0 = Q1 + Q2 + Q3

(2.34)

Q0 = A1V1 + A2V2 + A3V3


hl1 = hl2 = hl3

(2.35)

(2.36)

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa persentase aliran yang
melalui setiap cabang adalah sama tanpa memperhitungkan kerugian head pada
cabang tersebut.Rugi head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi
akibat gesekan atau akibat katup dan perlengkapan pipa, diekspresikan menurut
panjang pipa atau koefisien losses kali head kecepatan dalam pipa.

Anda mungkin juga menyukai