Anda di halaman 1dari 4

Nama : WENI PITRIANA

Nim : 1148030237
Jurusan / semester / kelas : Sosiologi / III/ F
Mata kuliah : Sosiologi Gender

DISKRIMINASI GENDER
Berbicara tentang Gender pasti tidak jauh menyoroti dari perempuan. Perempuanlah
yang biasanya menjadi obyek pertama yang menjadi bahasan dalam gender. Mengapa
demikian? mari kita ulas tentang diskriminasi perempuan dalam gender. Apakah gender itu ?
kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Kalau dilihat dalam kamus,
tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender . sementara itu, belum ada uraian
yang mampu menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai konsep gender dan mengapa
konsep tersebut penting guna memahami sistem ketidak adilan sosial. Untuk itu, memahami
kosep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks ( jenis kelamin). Pengertian jenis
kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan
secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis
laki-laki mempunyai penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma.
Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan,
memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui atau bisa dibilang
payudara. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan lakilaki selamanya. Oleh karena itu, dalam konsep ini tidak bisa ditukarkan jenis kelamin
perempuan maupun laki-laki karena sudah melekat pada jenis perempuan dan jenis laki-laki.
Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau atau sering dikatakan
kodrat dari tuhan. Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun
kultural. Dalam hal ini, ciri-ciri dari sifat bisa di pertukarkan. Artinya ada laki-laki yang
emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional,
perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat
ketempat lain.
Dalam hal ini, timbullah pertanyaan dalam seputar gender yang mana, mengapa jenis
kelamin harus melahirkan perbedaan-perbedaan gender? Dan mengapa perbedaan gender
tersebut? Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak

melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalties). Namun, yang menjadi persoalan,


ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik pada kaum laki-laki
maupun pada kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana
baik kaum laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Dalam
ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni:
Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting
dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan
(violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi
peran gender. Gender juga merupakan produk kontruksi sosial budaya yang berhubungan
dengan peran, kedudukan, dan kebutuhan laki-laki maupun perempuan. Selanjutnya,
standpoint theory (Harding 1986; Wood 2007), menyatakan bahwa. Laki-laki dan perempuan
memiliki perspektif terpisah dan perbedaan hierarki sosial yang mempengaruhi apa yang
dilihat dan dikomunikasikan karena perempuan dan minoritas lainnya mempersepsi dunia
secara berbeda dari kelompok yang berkuasa, yaitu laki-laki. Dampaknya adalah perempuan
terposisikan pada

hierarki lebih rendah dari laki-laki. Karena itu, sama halnya dengan

perjuangan kelas (seperti filosofi kaum proletar: Karl Max dan Friederich Engels) harus ada
perjuangan terhadap deskriminasi gender. Lagi-lagi dalam gender yang disoroti yang menjadi
topik utamanya adalah kaum perempuan. Perempuan dianggap makhluk yang paling lemah.
Sehingga, perempuan hanya mempunyai posisi dibawah dari laki-laki. Dalam hal ini kaum
perempuan menuntut adanya kesetaraan yang mana dalam ranah ini perempuanlah yang
selalu dirugikan. Tidak hanya itu, salah satu masalah yaitu aturan yang melarang perempuan
yang bekerja diranah publik. Dalam dunia kerja terkadang perempuanpun digaji lebih rendah
daripada laki-laki. Dimana perempuan yang menjadi anggota kesatuan kerja dalam lingkup
kapitalisme selalu dibayar dibawah rata-rata sedangkan laki-laki dibayar diatas rata-rata.
Dalam hal ini, tidak peduli apakah keberadaan perempuan tersebut memiliki keluarga atau
belum. Perempuan dibayar selalu disesuaikan dengan keberadaannya dikeluarga yang disebut
dengan family wages. Hal inilah yang kemudian memunculkan perspektif feminis politik
ekonomi untuk mengungkap dimensi-dimensi ideologis laki-laki terhadap dunia kerja
perempuan. Tidak hanya dalam pembagian upah saja tetapi pada di berbagai masyarakat ialah
diskriminasi terhadap orang hamil (pregnancy discrimination). Diskriminasi pada orang
hamil tersebut berupa penolakan untuk memperkerjakannya, pemutusan hubungan kerja,
keharusan cuti, dan sanksi lainnya. Contoh , dalam cuti yang menjadikan masalah pada
perempuan ketika mereka sedang haid atau melahirkan. Kritik feminisme tahun 1970-an
terhadap ketidak-netralan hukum memang sangat meyakinkan, namun solusi yang

ditawarkan, yakni perlakuan setara dan perlakuan istimewa (affirmative actions). Secara
tidak kritis justru membenarkan asusmsi dasar patriarki tentang hubungan dikotomis dan
hierarkis antara ruang publik (tempat kerja, pria) dan ruang privat (rumah tagga, perempuan).
Akibatnya, ketika hendak memasuki ruang publik untuk bekerja , perempuanlah yang harus
menyesuaikan diri. Hal ini berarti mengasimilasikan atau menyamakan status gender
perempuan dengan pria. Dikira metode asimilasi ini akan memuat perempuan bisa setara
dengan laki-laki, padahal yang terjadi sebenarnya adalah perempuan harus mengikuti dan
menundukkan diri dari dunia pria. Walaupun diskriminasi atas dasar jenis kelamin ditempat
kerja melanggar hukum, kita maklum hal itu tetap ada. Hingga sekitar dasawarsa berselang,
perempuan masih sering digambarka dalam buku sejarah, buku bacaan sekolah , dan dalam
media massa sebagai kaum lemah, dibawah laki-laki, pengurus rumah tangga, kaum ibu,
kaum isteri, sebagai pembantu bukan sebagai pemimpin atau pelaksana. Dengan
berkembangnya gerakan (emansipasi) wanita, maka gambaran demikian tentang wanita
sedang berubah betapapun lambannya. Tidak hanya pada diskriminasi dalam dunia pekerjaan
saja tetapi perempuanpun terkadang menjadi korban dalam kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara paksa , kekerasan fisik
ataupun pelecehan secara lisan. Tidak hanya itu kaum perempuanpun terkadang mendapatkan
perlakuan tidak menyenangkan seperti pelecehan seks. Yang biasanya dialami perempuan
ditempat kerja. Olehkarena itu, ketidakadilan gender termanifeskan dalam berbagai
ketidakadilan, yaitu: marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi,
pembentukan streotipe, kekerasan dan beban ganda. Pada hakikatnya, perbedaan gender itu
tidak menjadi persoalan ketika tidak memunculkan masalah. Yang menjadi persoalan adalah
perbedaan itu yang memunculkan masalah ketidak adilan. Jadi, gender merupakan masalah
yang muncul.
Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas berat karena masalah gender
adalah masalah yang sangat intens, dimana kita masing-masing teribat secara emosional.
Banyak terjadi perlawanan manakala perjuangan ketidakadilan gender diaktifkan, karena
menggugat masalah gender sesungguhnya juga berarti menggugat privilege yang kita
dapatkan dari ketidakadilan gender. Dengan demikian bila kita memikirkan jalan keluar,
pemecahan masalah gender perlu dilakukan secara serempak. Pertama-tama perlu upayaupaya bersifat jangka pendek yang dapat memecahkan masalah-masalah praktis ketidakadilan
tersebut. Sedangkan langkah berikutnya adalah usaha jangka panjang untuk memikirkan
bagaimana menemukan cara strategis dalam rangka memerangi ketidakadilan.

REFERENSI
Pembangun,E.L.2009.Perempuan VS Perempuan.Bandung:Nuansa
Sopiah,Pipih.2002.Profil Perempuan Indonesia Berpotensi dari Masa ke Masa.Bandung:CV
Cipta Dea Pustaka
Irianto,S.2006.Perempuan dan Hukum.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Vuuren,N.C.1988.Wanita dan Karier.Yogyakarta: Kanisius
Sadli,Saparinah.2010.Berbeda Tapi Setara.Jakarta:PT Kompas Media Nusantara
Fakih,Mansour.2013.Analisis Gender dan Transformasi sosial.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Hubeis,Vitayala.S.Aida.2010.Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa.Bogor:PT
penerbit IPB Press

Anda mungkin juga menyukai