yang
menimbulkan terjadinya KPD yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi selaput
ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan devisiensi gizi dari
tembaga
atau asam askorbat (vitamin c). (manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
a.
Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
e.
bentuk
preteolitik
sel
sehingga
memudahkan
ketuban
pecah.
( Amnionitis/Korioamnionitis).
f.
Faktor keturunan (ion Cu srum rendah, vitamin c rendah, kelainan genetik)
g.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten:
pervaginam : trimester I (resiko 2x), trimester II / III (20x) hygiene buruk, beresiko
terhadap infeksi.
4.
Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)
5.
Ph vagina diatas 4,5 : resiko 32%
6.
Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%
4.Patofisiologi KPSW
KPSW biasanya terjadi karna berkurangnya kekuatan membran atau penambahan
tekanan intra uterin ataupun sebaliknya. Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah
penyebab independen dari KPSW dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Menurut Taylor, dkk terjadinya KPSW ternyata ada hubungannya dengan hal-hal
berikut :
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Selaput ketuban
selalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi, disproporsi, serviks incompeten.
KPSW artifisial (amniotomi), damana ketuban dipecahkan terlalu dini
Hidromion
Hamil ganda
Letak lintang
Letak sungsang
Letak sungsang
Vitamin c rendah
Gatal
>> keputihan Nyeri perut
Disuria
7. Komplikasi / Prognosis
1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine. Pada ketuban pevah
6 jam, resiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm
3. Prolapsus tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi
pada presentasi bokong atau letak lintang). Oligohidramnion, bahkan sering partus kering karena
air ketuban habis.
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis ibu
Infeksi intrapartal/dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa
menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory
distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy),
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)Mengakibatkan kompresi tali
pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
Morbiditas dan mortalitas perinatal.
8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosid darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a. test lakmus merah berubah menjadi biru
b. amnio sentetis
c. USG ( menentukan usia kehamilan , indeks cairan amnion berkurang )
( Arief Monsjoer, dkk, 2001 : 313 )
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
a.
9. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
Umur kehamilan kurang 37 minggu.
Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.
Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan
mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
2. Medis
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda
inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
B.
JENIS JENIS
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
C.
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Infeksi intra uteri berat
ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah
ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D.
PATHWAY
E. TEKHNIK PENATALAKSANAAN
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan
benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan
benang yang sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting
sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan
dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
H.
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
5.
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
sampai kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada
hari kelima pasca SC
Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan
intra abdomen
Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh
obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga
penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan
aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan
anestesi.
Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
dari
orang
terdekat
untuk
tujuan
sectio
caesaria.
Tes
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b.
Keluhan utama
c.
Riwayat kesehatan
1)
2)
3)
d.
1)
2)
3)
Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4)
Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5)
6)
7)
8)
9)
e.
Pemeriksaan fisik
1)
Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2)
Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah
3)
Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing
4)
Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5)
Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung
6)
Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7)
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.
8)
Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9)
Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2.
1.
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
2.
3.
4.
5.
Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC)
Menyusui tidak efektif berhubungan Setelah
diberikan
Intervensi (NIC)
tindakan Health Education:
o Keuntungan menyusui
o Perawatan payudara
perawatan payudara
o Kebutuhan diit khusus
o Faktor-faktor yang menghambat
proses menyusui
Demonstrasikan breast care dan pantau
kemampuan klien untuk melakukan
secara teratur
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan
benar, cara menyimpan, cara transportasi
sehingga bisa diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada
payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi
dan mendukung klien dalam pemberian
ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang
dapat
memberikan
dilakukan
keperawatan
selama
jam
Lakukan
pengkajian
nyeri
termasuk
secara
lokasi,
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
nyeri,
Melaporkan
nyeri
bahwa
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
manajemen nyeri
frekuensi
dan
tanda
nyeri)
nyeri berkurang
Kontrol
lingkungan
mempengaruhi
nyeri
yang
dapat
seperti
suhu
dan
tindakan
nyeri
tidak
berhasil
dari
analgesik
ketika
Tentukan
analgesik
pilihan,
rute
pengetahuan
tentang Setelah
dilakukan
selama
pengetahuan
informasi
3x24
jam
Berikan
penilaian
klien pengetahuan
pasien
tentang
tingkat
tentang
proses
Pasien dan keluarga menyatakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
pemahaman
tentang
penyakit, tepat.
prosedur
yang
Gambarkan proses penyakit, dengan
tentang
kemajuan
pasien
Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau
mendapatkan
dengan
cara
second
yang
opinion
tepat
atau
diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
Defisit
Kelelahan.
perawatan
diri
b.d. Setelah
keperawatan
dilakukan
selama
jam
Monitor
kemempuan
klien
untuk
indicator:
Self care : Activity of Daily Living bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
(ADLs)
untuk
melakukan
Dorong klien untuk melakukan aktivitas
ADLs
sehari-hari
yang
normal
sesuai
Dorong
untuk
melakukan
secara
Ajarkan
mendorong
klien/
keluarga
kemandirian,
untuk
untuk
Pertimbangkan
usia
klien
jika
dilakuakan
keperawatan
selama
3x24
dengan indicator:
Immune Status
Risk control
Klien bebas dari tanda dan gejala setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
infeksi
factor
penularan
penatalaksanaannya,
yang
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
serta tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai
Protection
(Proteksi
Terhadap Infeksi)
Instruksikan
pasien
untuk
minum
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka