Anda di halaman 1dari 32

1.

KETUBAN PECAH DINI


A. Pengertian Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan
mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu (kapita selekta penatalaksanaan
rutin Obstetri Ginekologi dan KB).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum mulainya persalinan yaitu bila
pada primipara pembukaan <3 cm dan pada multipara < 5 cm (Mochtar, 1998).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda
inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana
mestinya. Sebahagian pecahnya ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37
minggu ( Manuaba , Ida Bagus Gde. 2007).
Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum
onset atau waktu persalinan berlangsung. (Pedoman Diagnosis dan terapi obstetric
dan Ginekologi Rumah Sakit dr Hasan Sadikin, Bandung, bagian OBGYN FK
UNPAD) dibedakan menjadi :
PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada saat
usia kehamilan <37 minggu.
PROM (Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada saat usia
kehamilan >37 minggu.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intar uterin atau oleh kedua factor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
serviks. ( Sarwono Prawiroharjo,2002)
Hakimi (2003) mendefinisikan ketuban pecah dini sebagai ketuban yang pecah
spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.
Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi
yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
1. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan :
a. spontan karna selaputnya lemah atau kurang terlindung karna servik terbuka.

b. Karena trauma, karna jatuh, coitus atau alat-alat


c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan
B. Gejala
a. Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai dengan tuanya
kehamilan konsistensinya lebih keras.
b. Biasanya terjadi persalinan
c. Cairan : hydroohoea amniotica
C. Etiologi KPD
Etiologi terjadinya KPD tetap tidak jelas, tetapi berbagai jenis faktor

yang

menimbulkan terjadinya KPD yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi selaput
ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan devisiensi gizi dari

tembaga

atau asam askorbat (vitamin c). (manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :

Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal


Inkompetensi serviks
Infeksi vagina/serviks
Kehamilan ganda
Polihidramnion
Trauma
Distensi uteri
Stress maternal
Stress fetal
Infeksi
Serviks yang pendek
Prosedur mediS
Selain itu menurut (Taufan, Nugroho 2010) Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:

a.

Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan

pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage)


b.
Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidrmion sehingga
mengakibatkan tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus)
c.
Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang sehingga tidak
ada bagian terendah yng menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
d.
Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi)

e.

Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam

bentuk

preteolitik

sel

sehingga

memudahkan

ketuban

pecah.

( Amnionitis/Korioamnionitis).
f.
Faktor keturunan (ion Cu srum rendah, vitamin c rendah, kelainan genetik)
g.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten:

Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkianan infeksi

Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan


morbiditas janin
h.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabkan terjadinya KPSW karena biasanya disertai infeksi.
i.
Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
Faktor resiko dari ketuban Pecah Sebelum Waktunya, antara lain :
1.
2.
3.

Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)


Riwayat persalinan preterm sebelum : resiko 2-4 kali
Tindakan senggama tidak berpengaruh kepada resiko, kecuali jika perdarahan

pervaginam : trimester I (resiko 2x), trimester II / III (20x) hygiene buruk, beresiko
terhadap infeksi.
4.
Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)
5.
Ph vagina diatas 4,5 : resiko 32%
6.
Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%

4.Patofisiologi KPSW
KPSW biasanya terjadi karna berkurangnya kekuatan membran atau penambahan
tekanan intra uterin ataupun sebaliknya. Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah
penyebab independen dari KPSW dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Menurut Taylor, dkk terjadinya KPSW ternyata ada hubungannya dengan hal-hal
berikut :
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Selaput ketuban
selalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi, disproporsi, serviks incompeten.
KPSW artifisial (amniotomi), damana ketuban dipecahkan terlalu dini
Hidromion
Hamil ganda
Letak lintang
Letak sungsang

Letak sungsang
Vitamin c rendah

6. Tanda dan Gejala


1. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban kering
5. Inspekulo : tanpa air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.
Gejala dan tanda selalu ada

Gejala dan tanda kadang-kadang ada

Keluar cairan ketuban

Ketuban pecah tiba-tiba


Cairan tampak di introitus vagina
Tidak ada his dalam 1 jam

Cairan vagina berbau


Demam atau mengigil
Nyeri perut

>> Riwayat keluar cairan >> Uterus nyeri


DJJ cepat >> perdarahan pervaginam
sedikit

Cairan vagina berbau


Tidak ada riwayat ketuban pecah

Gatal
>> keputihan Nyeri perut
Disuria

Cairan vagina berdarah

>> Nyeri perut


>> Gerak janin berkurang
>> Perdarahan banyak

Cairan berupa darah lendir

>> Pembukaan dan pendataran cerviks


Ada his

7. Komplikasi / Prognosis
1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine. Pada ketuban pevah
6 jam, resiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm
3. Prolapsus tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi
pada presentasi bokong atau letak lintang). Oligohidramnion, bahkan sering partus kering karena
air ketuban habis.
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis ibu

Infeksi intrapartal/dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa
menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin
Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory
distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy),
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)Mengakibatkan kompresi tali
pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
Morbiditas dan mortalitas perinatal.

8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosid darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a. test lakmus merah berubah menjadi biru
b. amnio sentetis
c. USG ( menentukan usia kehamilan , indeks cairan amnion berkurang )
( Arief Monsjoer, dkk, 2001 : 313 )

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
a.

9. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
Umur kehamilan kurang 37 minggu.
Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.
Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan
mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
2. Medis
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda
inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.

b. Induksi atau akselerasi persalinan.


c. Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
d. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.

SECTIO CAESARIA (SC)


A. DEFINISI
1. Section Caesaria
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)


Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro,

2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B.

JENIS JENIS
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal

Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:

C.

Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Infeksi intra uteri berat

ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah
ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D.

PATHWAY

E. TEKHNIK PENATALAKSANAAN
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai

sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan
benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan
benang yang sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting
sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan
dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
Lapisan I

Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan


benang chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan
benang yang sama.
Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain
catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a.

Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser

kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.


b.
Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal
profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul
serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1
atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging (MRI)


Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal
: menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap
: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
G.

KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H.

PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan

Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian

tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15

menit sampai sadar


Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah

2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin

setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta

untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.


Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.

4. Fungsi gastrointestinal

5.

Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair

Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul

Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

Perawatan fungsi kandung kemih

Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam

Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih

Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.

Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
sampai kateter dilepas

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.

6. Pembalutan dan perawatan luka

Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut

Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan

Ganti pembalut dengan cara steril

Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada
hari kelima pasca SC

7. Jika masih terdapat perdarahan


Lakukan masase uterus
Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
Supositoria
= ketopropen sup 2x/ 24 jam
Oral
= tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
Injeksi
= penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan
Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa

perdarahan dan hematoma pada daerah operasi


Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar

diding abdomen tidak tegang.


Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan

intra abdomen
Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh
obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga
penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan
aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan

kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.


Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan
post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh

anestesi.
Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,

singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan


Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian

dari

orang

terdekat

untuk

tujuan

sectio

caesaria.

Tes

laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda


vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole

I.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.

a.

Identitas atau biodata klien

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b.

Keluhan utama

c.

Riwayat kesehatan

1)

Riwayat kesehatan dahulu:


Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.

2)

Riwayat kesehatan sekarang :


Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

3)

Riwayat kesehatan keluarga:


Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

d.

Pola-pola fungsi kesehatan

1)

pola persepsi dan tata leksana hidup sehat


karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya

2)

Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.

3)

Pola aktifitas

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4)

Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.

5)

Istirahat dan tidur


Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan

6)

Pola hubungan dan peran


Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.

7)

Pola penagulangan sters


Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8)

Pola sensori dan kognitif


Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya

9)

Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri

10) Pola reproduksi dan sosial


Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang
tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

e.

Pemeriksaan fisik

1)

Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan

2)

Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah

3)

Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing

4)

Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.

5)

Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung

6)

Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae

7)

Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.

8)

Genitaliua

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9)

Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur

10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.

2.

Diagnosa Keperawatan Dengan SC


Diagnosa yang mungkin muncul:

1.

Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.

2.
3.

Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.


Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber
informasi tentang cara perawatan bayi.

4.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin

5.

Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

1. Rencana Asuhan Keperawatan


No

Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC)
Menyusui tidak efektif berhubungan Setelah
diberikan

Intervensi (NIC)
tindakan Health Education:

dengan kurangnya pengetahuan ibu keperawatan selama 3x24 jam klien


Berikan informasi mengenai :
tentang cara menyusui yang benar

menunjukkan respon breast feeding


o Fisiologi menyusui

adekuat dengan indikator:


klien mengungkapkan puas dengan
kebutuhan untuk menyusui
klien mampu mendemonstrasikan

o Keuntungan menyusui
o Perawatan payudara

perawatan payudara
o Kebutuhan diit khusus
o Faktor-faktor yang menghambat
proses menyusui
Demonstrasikan breast care dan pantau
kemampuan klien untuk melakukan
secara teratur
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan
benar, cara menyimpan, cara transportasi
sehingga bisa diterima oleh bayi
Berikan dukungan dan semangat pada

ibu untuk melaksanakan pemberian Asi


eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan
gejala

bendungan payudara, infeksi

payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi
dan mendukung klien dalam pemberian
ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang
dapat

memberikan

informasi/memberikan pelayanan KIA


Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka Setelah
insisi operasi)

dilakukan

keperawatan

selama

asuhan Pain Management


3x24

jam

Lakukan

pengkajian

diharapkan nteri berkurang dengan komprehensif


indicator:

nyeri

termasuk

secara
lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

Pain Level,

dan faktor presipitasi

Pain control,
Comfort level

Observasi

reaksi

nonverbal

dari

ketidaknyamanan

Mampu mengontrol nyeri (tahu


Gunakan teknik komunikasi terapeutik
penyebab
menggunakan

nyeri,

mampu untuk mengetahui pengalaman nyeri


tehnik pasien

nonfarmakologi untuk mengurangi


Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan

nyeri

bahwa

nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri

Evaluasi bersama pasien dan tim


kesehatan lain tentang ketidakefektifan

Mampu mengenali nyeri (skala, kontrol nyeri masa lampau


intensitas,

frekuensi

dan

tanda

nyeri)

Bantu pasien dan keluarga untuk


mencari dan menemukan dukungan

Menyatakan rasa nyaman setelah

nyeri berkurang

Kontrol

lingkungan

mempengaruhi

Tanda vital dalam rentang normal

nyeri

yang

dapat

seperti

suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk


menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi


Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat

Kolaborasikan dengan dokter jika ada


keluhan

dan

tindakan

nyeri

tidak

berhasil

Monitor penerimaan pasien tentang


manajemen nyeri
Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,


dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi

dari

analgesik

ketika

pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri

Tentukan

analgesik

pilihan,

rute

pemberian, dan dosis optimal


Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah

pemberian analgesik pertama kali


Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
Kurang

pengetahuan

tentang Setelah

gejala (efek samping)


asuhan Teaching : Disease Process

dilakukan

perawatan ibu nifas dan perawatan keperawatan

selama

post operasi b/d kurangnya sumber diharapkan

pengetahuan

informasi

3x24

jam

Berikan

penilaian

klien pengetahuan

meningkat dengan indicator:

pasien

tentang

tingkat

tentang

proses

penyakit yang spesifik

Kowlwdge : disease process

Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan

Kowledge : health Behavior

bagaimana hal ini berhubungan dengan

Pasien dan keluarga menyatakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
pemahaman

tentang

penyakit, tepat.

kondisi, prognosis dan program


Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
pengobatan

muncul pada penyakit, dengan cara yang

Pasien dan keluarga mampu tepat


melaksanakan

prosedur

yang
Gambarkan proses penyakit, dengan

dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu

cara yang tepat


Identifikasi kemungkinan penyebab,

menjelaskan kembali apa yang dengna cara yang tepat


dijelaskan perawat/tim kesehatan Sediakan informasi pada pasien tentang
lainnya.

kondisi, dengan cara yang tepat

Hindari jaminan yang kosong

Sediakan bagi keluarga atau SO


informasi

tentang

kemajuan

pasien

dengan cara yang tepat


Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang
dan atau proses pengontrolan penyakit

Diskusikan

pilihan

terapi

atau

penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau

mendapatkan

dengan

cara

second

yang

opinion

tepat

atau

diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat

Defisit
Kelelahan.

perawatan

diri

b.d. Setelah
keperawatan

dilakukan
selama

asuhan Self Care assistane : ADLs


3x24

ADLs klien meningkat

jam

Monitor

kemempuan

klien

untuk

dengan perawatan diri yang mandiri.


Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat

indicator:

Self care : Activity of Daily Living bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
(ADLs)

berhias, toileting dan makan.

Klien terbebas dari bau badan

Sediakan bantuan sampai klien mampu

Menyatakan kenyamanan terhadap secara utuh untuk melakukan self-care.


kemampuan

untuk

melakukan
Dorong klien untuk melakukan aktivitas

ADLs

sehari-hari

yang

normal

sesuai

Dapat melakukan ADLS dengan kemampuan yang dimiliki.


bantuan

Dorong

untuk

melakukan

secara

mandiri, tapi beri bantuan ketika klien


tidak mampu melakukannya.

Ajarkan
mendorong

klien/

keluarga

kemandirian,

untuk
untuk

memberikan bantuan hanya jika pasien


tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.

Pertimbangkan

usia

klien

jika

mendorong pelaksanaan aktivitas seharihari.


Risiko infeksi b.d tindakan invasif, Setelah
paparan lingkungan patogen

dilakuakan

keperawatan

selama

asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)


jam
Bersihkan lingkungan setelah dipakai

3x24

diharapkan resiko infeksi terkontrol pasien lain


Pertahankan teknik isolasi

dengan indicator:
Immune Status

Batasi pengunjung bila perlu

Knowledge : Infection control

Risk control

Instruksikan pada pengunjung untuk


mencuci tangan saat berkunjung dan

Klien bebas dari tanda dan gejala setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

infeksi

Mendeskripsikan proses penularan tangan


penyakit,
mempengaruhi

factor
penularan

penatalaksanaannya,

yang
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
serta tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai

Menunjukkan kemampuan untuk alat pelindung


mencegah timbulnya infeksi

Pertahankan lingkungan aseptik selama

Jumlah leukosit dalam batas pemasangan alat


normal

Ganti letak IV perifer dan line central

Menunjukkan perilaku hidup sehat

dan dressing sesuai dengan petunjuk


umum

Gunakan kateter intermiten untuk


menurunkan infeksi kandung kencing

Tingktkan intake nutrisi


Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection

Protection

(Proteksi

Terhadap Infeksi)

Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal

Monitor hitung granulosit, WBC


Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup

Dorong masukan cairan


Dorong istirahat

Instruksikan

pasien

untuk

minum

antibiotik sesuai resep


Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai