Anda di halaman 1dari 27

SMF THT-KL RSU.

HAJI MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Adenoid adalah jaringan limfoepitelial berbentuk segitiga yang
terletak pada dinding posterior nasofaring dan merupakan salah satu
jaringan yang membentuk cincin Waldeyer. Secara fisiologis, ukuran
adenoid dapat berubah sesuai dengan perkembangan usia. Adenoid
membesar secara cepat setelah lahir dan mencapai ukuran maksimum pada
saat usia 3-7 tahun, kemudian menetap sampai usia 8-9 tahun. Setelah usia
14 tahun, adenoid secara bertahap mengalami involusi. Apabila sering
terjadi infeksi saluran nafas bagian atas maka dapat terjadi hipertrofi
adenoid. Jika terjadi hipertrofi pada adenoid, maka nasofaring sebagai
penghubung udara inspirasi dan sekresi sinonasal yang mengalir dari kavum
nasi ke orofaring akan mengalami penyempitan dan dapat mengakibatkan
sumbatan pada koana dan mulut tuba eustachius. Hipertrofi adenoid,
terutama pada anakanak, muncul sebagai respon multiantigen virus, bakteri,
alergen, makanan, dan iritasi lingkungan.1,2
Diagnosis hipertrofi adenoid dapat ditegakan berdasarkan tanda dan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Secara klinis
dapat ditemukan tanda-tanda, seperti bernapas melalui mulut, sleep apnea,
fasies adenoid, mendengkur dan gangguan telinga tengah. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior dapat ditemukan tahanan gerakan palatum mole sewaktu

2016

Page 1

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

fonasi, sementara pemeriksaan rinoskopi posterior pada anak biasanya sulit


dilakukan dan tidak dapat menentukan ukuran adenoid. Oleh karena itu,
diperlukan pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral.
Pemeriksaan tersebut dianggap paling baik untuk mengetahui ukuran
adenoid dan perbandingan ukuran adenoid dengan sumbatan jalan napas.3,4
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai hipertrofi adenoid
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi adenoid
2. Untuk mengetahui fisiologi dan Imunologi adenoid
3. Untuk mengetahui hipertrofi adenoid
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Penulis
Penulis dapat memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan
1.3.2

mengenai hipertrofi adenoid.


Bagi SMF. THT-KL RSU. HAJI MEDAN
Untuk menambah informasi dan kepustakaan di SMF. THT-KL
RSU. Haji Medan, yang diharapkan akan menjadi bahan acuan belajar
bagi mahasiswa/i Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL guna menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi adenoid


Jaringan limfoid nasofaring dan orofaring tersusun atas adenoid,
tonsils, lateral bands jaringan limfoid di dinding faring posterior dan

2016

Page 2

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

membentuk sebuah cincin yang disebut cincin Waldeyer sesuai dengan


nama ahli anatomi Jerman yang menemukannya. Adenoid atau tonsil faring
merupakan sebuah massa di jaringan piramidal yang memiliki dasar yang
terletak di dinding nasofaring posterior dan apeks yang menusuk ke arah
septum nasi. adenoid berlapis-lapis dalam serangkaian lipatan dengan
beberapa kripta namun tidak disertai kompleks kripta seperti yang terdapat
pada tonsil palatina. Jaringan epitelnya adalah epitel pseudostratified
bersilia dan diinfiltrasi oleh folikel limfoid.5,6

Gambar.2.1 Anatomi adenoid


Suplai darah berasal dari arteri palatina asenden yakni cabang arteri
fasialis, arteri faringeal asenden, cabang faringeal dari arteri maxillaris
interna, arteri canalis pterygoid, dan cabang cervical asenden dari arteri
trunkus thyrocervicalis. Drainase vena melalui plexus faring dan plexus
pterygoideus yang akan mengalirkan darah ke vena fasialis dan jugularis
interna. Saraf yang menginvervasi berasal dari nervus glossopharyngeal dan
nervus vagus. Pengaliran limfatik dilakukan ke nodus retropharyngeal dan
upper deep cervical node. 5,6
2016

Page 3

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

2.2 Fisiologi dan Imunologi Adenoid


Adenoid merupakan bagian dari sistem imun sekunder. Adenoid
duduk di traktus respiratorius dan traktus gastrointestinalis, menempati
posisi yang dapat diekspos oleh antigen dari udara maupun makanan.
Lipatan adenoid yang terpajan oleh antigen akan ditransfer melalui lapisan
epitel.6
Struktur

imunologis

dari

adenoid

terbagi

ke

dalam

empat

kompartemen, yakni: reticular crypt epithelium, area ekstrafolikular, mantle


zone of the lymphoid follicle, dan germinal center of the lymphoid follicle.
Membran sel dan antigen presenting cell (APC) terlibat dalam proses
transportasi antigen melalui lapisan epitel dan mempresentasikannya pada
sel T-helper. Ketika suatu saat terdapat antigen yang cukup banyak, sel B di
germinal zone of the lymphoid follicle

akan terstimulasi untuk

berdiferensiasi dan memproduksi antibodi.


Adenoid terlibat dalam kebanyakan produksi IgA, yang kemudian
ditransportasikan ke permukaan untuk menyediakan proteksi imun lokal.
Perlu diingat bahwa adenoid yang mengalami kelainan tetap bertindak
sebagai struktur yang normal seperti jaringan limfoid lainnya, dengan fungsi
yang tetap, yaitu produksi antobodi (IgA lokal, IgG serta IgM sistemik). 4
Efek dari adenotonsilektomi pada fungsi imun tidak diketahui secara
pasti. Namun terdapat beberapa bukti pada anak yang sebelumnya
diimunisasi dengan imunisasi oral untuk polio, titer antibodi anak tersebut
menurun setelah dilakukannya adenotonsilektomi. Begitu juga pada anakanak yang sebelumnya memeiliki riwayat adenotonsilektomi, terdapat

2016

Page 4

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

keterlambatan dan penurunan respon imun pada vaksinasi polio berdasarkan


antibodi IgA pada virus polio. 6
Ukuran normal adenoid pada usia yang berbeda sulit untuk dipastikan.
Studi yang telah dilakukan selama ini banyak menggunakan teknik foto
lateral, namun kadang dilakukan dengan teknik lateral cephalometric.
Ukuran jalan napas bervariasi selama tidur dan menangis dan hal ini
merupakan fisiologis. Hal ini juga berhubungan dengan posisi mulut dan
pergerakan dari palatum molle. Jeans dkk (1981) menunjukkan bahwa
pertumbuhan jaringan lunak dari postnasal space mewakili pertumbuhan
adenoid yang melebihi nasofaring antara usia 3 sampai 5,5 tahun dengan
reduksi resultan pada jalan napas nasofaring. Setelah itu, pertumbuhan dari
nasofaring meningkat ketika jaringan lunak relatif tidak berubah dan dengan
demikian jalan napas meningkat. Terdapat perbedaan yang signifikan pada
area rata-rata nasofaring antara pria dan wanita selama proses pertumbuhan,
walaupun akan menjadi persis sama mulai dari usia 13 tahun. Perbedaan
kedua jenis kelamin tersebut dalam nasopharyngeal soft tissues hanya
signifikan pada usia 5 tahun dan perbedaan jalan napas hanya signifikan
pada usia di atas 13 tahun.4
Penelitian yang dilakukan oleh Linder-Aronson (1970), yang menilai
hubungan antara ukuran adenoid dan nasofaring dengan gejala obstruksi
nasal. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa pembesaran adenoid dapat
menyebabkan mouth breathing. Obstruksi yang terjadi dapat disimpulkan
bahwa hal ini berhubungan dengan tipe tulang wajah tertentu. 4

2016

Page 5

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Penelitian yang telah dilakukan tampak mendukung hipotesis bahwa


adenoid mempengaruhi cara bernapas yang mana akan mempengaruhi
pertumbuhan gigi anak. Hibbert dan Whitehouse (1978) melaporkan
korelasi radiologi lateral dengan ukuran adenoid. Johnson, Murray, dan
Maran (1983) mengindikasikan adanya kekeliruan yang tidak dipisahkan
dari teknik ini. Foto sefalometrik lateral telah direkomendasikan untuk
menilai ukuran adenoid dan ruang jalan napas post nasal dengan akurat.
Penelitian pada ukuran adenoid secara klinis dan radiologis dan korelasinya
dengan volume adenoid telah dilakukan oleh Maw, Jeans, dan Fernando
pada tahun 1981. Hal ini mengkonfirmasi temuan dari 5 Hibbert dan
Tweedie (1977) yang menemukan adanya korelasi ekstrim antara berat
adenoid dengan volumenya. Jeans, Fernando, dan Maw (1981) melaporkan
penelitian

radiologis

berdasarkan

persetujuan

antar

peneliti

untuk

memperkirakan akurasi dari pengukuran pembesaran adenoid. Quarnberg


(1981) menunjukkan bahwa hubungan antara adenoid yang besar dan
kejadian otitis media akut pada anak-anak usia di bawah 4 tahun. Dia juga
menunjukkan hubungan yang serupa dengan bayangan radiologis pada sinus
maksillaris. Hal ini kemungkinan menandakan kedua faktor ini mungkin
saja bertanggungjawab pada prolongasi otitis media akut. McNicholl (1983)
mendemonstrasikan kelainan nasal pada sutura vomeroethmoid pada anak
dengan otitis media efusi. Hal ini kemungkinan dapat menyebabkan adanya
turbulensi pada ruang postnasal. Todd (1984) mencatat adanya tuba
eustachii yang besar pada pasien dengan otitis media dan palatoschisis bila

2016

Page 6

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi, diameter tuba eustachiii lebih


kecil pada pasien dengan otitis media efusi dan penyakit alergi jalan napas.4
Obstruksi dan Adenoid
Adenoid cenderung menyumbat tuba eustachii dan juga bertindak
sebagai fokus infeksi dari mana organisme tersebut akan berjalan ke tuba.
Akan tetapi, kontroversi terus berlanjut sebagaimana fungsi sebenarnya dari
adenoid pada otitis media supuratif akut maupun efusi telinga tengah nonsupuratif. Maw (1985) menunjukkan bahwa adenoidektomi bermanfaat
untuk menuntaskan efusi telinga tengah, walaupun usia anak mungkin lebih
signifikan, sebagaimana anak usia di atas 6 tahun menunjukkan bersihan
yang lebih baik daripada anak di bawah 6 tahun. Hal ini dapat dibantah
dengan adanya adenoid, pada fungsi tuba eustachii yang masih baik,
memainkan peran yang hampir mirip pada otitis media supuratif akut. Pada
1963, McKee dua penelitian menunjukkan adanya bukti efektivitas
adenoidektomi secara signifikan menurunkan insidensi otitis media
supuratif akut. Menariknya, dia juga menunjukkan bahwa adenoidektomi itu
sendiri sama efektifnya dalam mengurangi otitis media supuratif akut bila
dibandingkan adenoidotonsilektomi.4
Obstruksi Nasal
Tidak diragukan lagi bahwa adenoid yang besar dapat menyebabkan
obstruksi nasal parsial maupun total dan menyebabkan dengkuran,
hyponasal speech, dan memaksa anak-anak untuk bernapas melalui mulut.
Akan tetapi terdapat penyebab lain dari obstruksi nasal dan mouth
2016

Page 7

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

breathing, dan adenoidektomi tidak bermanfaat pada kasus ini. Salah satu
sumber mencatat bahwa anak dengan open lip posture, yakni bibir yang
renggang pada saat istirahat, secara otomatis diasumsikan sebagai mouth
breather. Faktanya, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hal ini bukan
bagian dari masalah dan open lip posture mungkin saja tidak berpengaruh
sama sekali pada pernapasan. Pada tahun 1969, Rasmus dan Jacobs
menunjukkan bahwa anak-anak yang secara klinis diduga sebagai mouth
breathers dengan adanya open lip posture, memiliki air flow yang serupa
dengan anak normal.4

Efek Adenoid pada Telinga


Konsep klasik adalah pembesaran adenoid, yang kemungkinan
berhubungan dengan infeksi, menyebabkan peningkatan insidensi otitis
media akut dan otitis media non supuratif (glue ear). Hal ini telah
didemonstrasikan baik dengan teknik radiologis (Bluestone, 1971) maupun
dengan penelitian tekanan (Bluestone, 1975a, b). Secara mekanik adenoid
dapat menyumbat muara tuba eustachii dan adenoidektomi dapat
mengurangi sumbatan tersebut. Pandangan alternatif adalah bahwa adenoid
mungkin bertanggung jawab pada otitis media rekuren dan otitis media efusi
hanya pada proporsi yang kecil pada anak-anak. Jika adenoid benar-benar

2016

Page 8

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

bertanggung jawab, sangat sulit untuk menjelaskan adanya kelainan telinga


pada anak dengan adenoid yang kecil dan pada anak yang telah dilakukan
adenoidektomi. Namun penelitian terkontrol yang membahas penyakit
telinga dan adenoidektomi tidak menyelesaikan pertanyaan ini. Secara
umum, penelitian terkontrol menunjukkan bahwa adenoidektomi memiliki
pengaruh yang sedikit pada kejadian otitis media akut (Rynnel-Dagloo,
Ahlbom and Schiratzki, 1978). Dua penelitian terkontrol menunjukkan
beberapa manfaat dari adenoidektomi pada anak dengan otitis media efusi
(Maw, 1983; Bulman, 7 Brook and Berry, 1984) namun penelitian lain
menunjukkan tidak adanya manfaat adenoidektomi (Rynnel-Dagloo,
Ahlboom and Schiratzki, 1978; FiellauNicholajsen, Falbe-Hansen and
Knudstrup, 1980; Roydhouse, 1980; Widemar et al, 1986).4
2.3 Definisi Hipertrofi Adenoid
Gangguan jaringan limfoid nasofaring (adenoid) cenderung paralel
dengan gangguan tonsil di kerongkongan. Hipertrofi dan infeksi dapat
terjadi secara terpisah tetapi sering terjadi bersama; infeksi biasanya primer.
Struktur adenoid yang lunak dan normalnya tersebar dalam nasofaring,
terutama pada dinding posterior dan atapnya, mengalami hipertrofi dan
terbentuk massa dengan berbagai ukuran. Massa ini dapat hampir mengisi
ruang nasofaring, mengganggu saluran udara yang melalui hidung,
mengobstruksi tuba eustachii, dan memblokade pembersihan mukosa
hidung. 7,8
2.4 Etiologi

2016

Page 9

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Etiologi Adenoid adalah pembesaran subepitelial dari limfosit pada


minggu ke 16 kehamilan. Secara fisiologis, normalnya pada saat lahir
nasofaring dan adenoid banyak di temukan organisme yang terdapat pada
bagian atas saluran pernafasan yang mulai aktif setelah lahir. Organismeorganisme

tersebut

adalah

lactobacillus,

streptococcus

anaerobik,

actynomycosis, lusobacteriurn dan nocardia. Flora normal yang ditemukan


pada adenoid antara lain streptococcus alfa-hemolyticus, corynebacterium,
staphylococcus, neisseria, micrococcus dan stomatococcus.7
Etiologi hipertrofi adenoid dapat diringkas menjadi dua yaitu secara
fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami
hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun dan kemudian mengecil dan
menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Hipertrofi adenoid biasanya
asimptomatik, namun

jika cukup besar akan menyebabkan gejala.

Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi


kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA. Etiologi
pembesaran adenoid infeksi yang berulang pada saluran nafas bagian atas
pola pertumbuhan normal untuk jenis jaringan. Jarang sekali hipertrofi
terjadi karena infeksi tenggorokan berulang oleh virus influenza,
2.5

streptococcus, mononucleosis, dan difteri.7


Patogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada
anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil
dan adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid menfagosit
kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan
penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun

2016

Page 10

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

selular, seperti pada epitel kripta, folikel limfoid, dan bagian ekstrafolikuler.
Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons terhadap
kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen. 8
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong tersumbatnya jalan
udara yang melalui hidung yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya
terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan
obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.3,8

Gambar. 2.2 Pembesaran adenoid dan proses obstruksi


Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba
eustachius (gambar 2) yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya
cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien
karena adanya sumbatan.3,8
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis

2016

Page 11

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Pasien dengan hipertrofi adenoid biasanya datang dengan


keluhan rhinore, kualitas suara yang berkurang (hiponasal), dan
obstruksi nasal berupa pernapasan lewat mulut yang kronis (chronic
mouth

breathing),

mendengkur,

bisa

terjadi

gangguan

tidur

(obstructive sleep apnea), tuli konduktif (merupakan penyakit


sekunder otitis media rekuren atau efusi telinga tengah yang persisten)
dan facies adenoid.3,4
Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas,
maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengabatkan
sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius serta gejala umum.
Akibat sumbatan koana maka pasien akan bernapas lewat mulut
sehingga terjadi:3,4
1. Jika berlangsung lama menyebabkan palatum durum lengkungnya
menjadi tinggi dan sempit, area dentalis superior lebih sempit dan
memanjang daripada arcus dentalis inferior hingga terjadi
malocclusio dan overbite (gigi incisivus atas lebih menonjol ke
depan).
2. Wajah penderita kelihatannya seperti anak yang bodoh, dan dikenal
sebagai facies adenoid.
3. Mouth breathing juga menyebabkan udara pernafasan tidak
disaring dan kelembabannya kurang, sehingga mudah terjadi
infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
4. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa
baik rekuren maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik
dan terjadi ketulian. Obstruksi ini juga menyebabkan perbedaan
dalam kualitas suara.

2016

Page 12

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Gambar 2.3 Facies adenoid


Secara umum telah diakui bahwa anak memiliki karakteristik
wajah tertentu yang dihasilkan oleh efek obstruksi nasal dan
pertumbuhan maksilla akibat mouth breathing. Gambaran wajah ini
terdiri dari:4
1. Postur bibir yang terbuka atas yang lebih pendek.
2. hidung yang kurus, maksilla yang sempit dan hipoplast sempit, dan
high-arched palate.
Kelainan pertumbuhan ini dikarenakan kelainan oklusi cross
bite dan open bite Pada penelitian yang lebih terperinci dan hati
Aronson (1970) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara
mouth breathing pembesaran adenoid dan kelainan dental, serta
maksilla. Alasan alternatif adalah bahwa kelainan rahang atas ini
didapat dari variasi normal (Tulley, 1964). Sangat mungkin bahwa
ukuran

normal

adenoid

pada

inherited

hypoplastic

maxilla

meningkatkan gejala yang tidak terdapat pada maksilla normal.


Hubungan kausatif antara pembesaran adenoid dan kelainan maksilla
tidak pernah diteliti.4
Pernapasan mulut dan rhinitis yang terus menerus merupakan
gejala yang paling khas. Pernapasan mulut dapat muncul hanya

2016

Page 13

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

selama tidur, terutama bila anak tidur terlentang, bila mendengkur,


kemungkinan juga terjadi, Dengan adanya hipertrofi adenoid yang
berat, selama siang hari mulut juga akan terbuka, dan membran
mukosa mulut serta bibir menjadi kering. Nasofaringitis kronis dapat
terjadi secara konstan ada, atau sering berulang. Kualitas suara
berubah menjadi suara hidung, serak. Pernapasan sangat menusuk
hidung, indra pengecap serta penciuman pun terganggu. Batuk yang
mengganggu dapat muncul terutama di malam hari, akibat dari
drainase nanah ke dalam faring bawah atau iritasi laring dengan udara
inspirasi yang belum dipanasi dan dilembabkan oleh aliran melalui
hidung. Gangguan pendengaran lazim dijumpai. Otitis media kronis
dapat terkait dengan hipertrofi adenoid yang terinfeksi dan blokade
orifisium

tuba

eustachii.

Pernapasan

mulut

kronis

memberi

kecenderungan lengkungan palatum tinggi, sempit, dan mandibula


memanjang. Seringkali ada rujukan dari ortodontis untuk melakukan
pemeriksaan obstruksi hidung dan adenoidektomi.4
Sejumlah kecil anak kecil dengan pembesaran adenoid (juga
tonsil) yang nyata tidak mampu bernapas dengan mulut selama waktu
tidur. Mereka mendengus dan mendengkur keras dan sering
menampakkan tanda-tanda kegawatan pernapasan, seperti retraksi
interkostal dan pelebaran lubang hidung. Anak ini berisiko mengalami
insufisiensi pernapasan (hipoksia, hiperkapnea, asidosis) selama
waktu tidur. Apnea obstruktif saat tidur dapat terjadi, dan pada

2016

Page 14

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

beberapa dari anak ini berkembang hipertensi arteri pulmonalis dan


akhirnya, kor pulmonale. Pembesaran jaringan limfoid saluran
pernapasan atas dengan akibat kor pulmonale telah dihubungkan
dengan hipersensitivitas susu sapi dalam sejumlah anak pada umur
prasekolah. Anak yang amat gemuk (misalnya sindrom Prader-Willi)
dan pada anak dengan lidah besar atau terletak sebelah posterior
(misalnya sindrom Pierre Robin) dapat juga berkembang obstruksi
saluran pernapasan atas pada saat tidur, sehingga menyerupai sindrom
hipertrofi adenoid. Penderita sindrom Down sering menderita
makroglosia, pembesaran tonsil, dan anomali dasar tengkorak, yang
membuatnya rentan terhadap obstruksi.8
Sebuah

penelitian

mengklasifikasikan

hipertrofi

adenoid

menurut gejalanya antara lain sebagai berikut:10


1.

Mendengkur (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 12 malam dalam


seminggu, grade 2 = 35 malam dalam seminggu, dan grade 3 =

2.

67 malam dalam seminggu)


Hidung tersumbat (chronic mouth breathing) (grade 0 + tidak ada,
grade 1 = hingga hari, grade 2 = hingga hari, dan grade

3 = hingga sehari penuh)


3. Sleep apnea (great 0 = tidak ada, grade 1 = 1-2 malam dalam
seminggu, grade 2 = 3-5 malam dalam seminggu, dan grade 3 =
6-7 malam dalam seminggu)

2016

Page 15

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

4. Otitis media (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 1-3 episode pertahun,


grade 2 = 4-6 episode per tahun, dan grade 3 = lebih dari 6
episode per tahun)
5. Faringitis rekuren (grade 0 = tidak ada, grade 1 = 1-3 episode per
tahun, grade 2 = 4-6 episode per tahun, dan grade 3 = lebih dari 6
episode per tahun).
2.6.2

Pemeriksaan Fisik
Langsung:
1. Dengan melihat transoral langsung ke dalam nasofaring setelah
palatum molle di retraksi.
2. Dengan rhinoskopi anterior melihat gerakan keatas palatum molle
waktu mengucapkan "i" yang terhambat oleh pembesaran adenoid,
hal ini disebut fenomena palatum molle yang negatif
Tidak langsung:
1. Dengan cermin dan lampu kepala melihat nasofaring dari arah
orofaring dinamakan rhinoskopi posterior.
2. Dengan nasofaringioskop, suatu alat seperti scytoskop yang
mempunyai sistem lensa dan prisma dan lampu diujungnya,
dimasukkan lewat cavum nasi, seluruh nasofaring dapat dilihat.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan pada anak dengan
obstruksi nasal kebanyakan tidak dapat dipercaya. Pemeriksaan
cavum nasi yang dilakukan dengan rinoskopi anterior dapat
terlihat normal atau dapat menunjukkan peningkatan sekresi,
hipertrofi, maupun kongesti (hiperemis atau kebiruan) di konka.
Murray (1972) menunjukkan korelasi positif antara pembesaran
adenoid dan kongesti nasal pada pemeriksaan rinoskopi anterior,

2016

Page 16

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

dan ketika hubungan ini mungkin saja benar pada beberapa orang
anak, hal ini juga tampak pada gambaran rinoskopi anterior anakanak dengan rinitis alergi. Pada beberapa anak, pemeriksaan
nasofaring dengan kaca laring dapat mengidentifikasi adenoid
yang besar. Akan tetapi, pada beberapa orang anak pemeriksaan
dengan kaca laring ini tidak mungkin dilakukan. Cara yang paling
mungkin untuk mengidentifikasi ukuran adenoid ini adalah dengan
menggunakan foto lateral. Foto radiologi ini akan memberikan
pengukuran absolut dari adenoid dan juga dapat memberikan
taksiran hubungannya dengan ukuran jalan napas. Hal ini adalah
metode terbaik untuk menentukan apakah adenoidektomi dapat
memperbaiki gejala obstruksi nasal.4,9
2.6.3 Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos
Ukuran adenoid biasanya dideteksi dengan menggunakan
foto polos true lateral. Hal ini memiliki kekurangan karena hanya
menggambarkan ukuran nasofaring dan massa adenoid dua
dimensi.

Namun,

Holmberg

dan

LinderAronson

(1979)

menemukan hubungan yang signifikan antara ukuran adenoid yang


diukur pada foto kepala lateral dan adenoid yang diukur secara
klinis menggunakan nasofaringoskopi.3,4
Pengambilan foto polos leher lateral juga bisa membantu
dalam mendiagnosis hipertrofi adenoid jika endoskopi tidak
dilakukan karena ruang postnasal kadang sulit dilihat pada anak-

2016

Page 17

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

anak, dan dengan pengambilan foto lateral bisa menunjukkan


ukuran adenoid dan derajat obstruksi.4
Terdapat beberapa metode untuk mengukur besar adenoid, antara
lain yang pernah diteliti adalah:10
1.
Ketebalan adenoid
Ketebalan adenoid, seperti

yang

dideskripsikan

oleh

Johannesson, didefinisikan sebagai jarak yang diukur (mm)


tegak lurus dari tuberkel faring di basis cranii ke puncak
adenoid dengan menggunakan cavum x-ray. Skema ditunjukkan
oleh gambar 4 dan 7C.11
Gambar 2.4. Skema tebal adenoid menurut Johanesson, PT:
Tonsil Faring (adenoid), NF:Nasofaring
2. Rasio jalan napas Rasio jalan napas dan palatum molle
Rasio jalan napas dan palatum molle, seperti yang di
deskripsikan oleh cohen dan konak, merupakan perbandingan
antara lebar kolom udara (AC) antara palatum dan titik
kelengkungan tertinggi adenoid dan ketebalan palatum molle
(SfP, 10mm di bawah palatum durum atau 5mm pada anak < 3
tahun) dengan menggunakan cavum x-ray. Adenoid disebut
sebagai kecil, ketika kolom udara lebih sempit daripada
ketebalan palatum; medium, ketika kolom udara sempit namun
lebih lebar dari setengah tebal palatum; dan besar, ketika kolom
udara lebih sempit dari setengah tebal palatum. Skema
ditunjukan oleh gambar 5 dan 7B. Sementara itu, Cohen dan
Konal

mengkategorikan

adenoid

ke

dalam

berdasarkan perhitungan pada skema, yakmi:9,12


Kecil
: AC/SfP 1,0

2016

Page 18

kelompok

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Medium
Besar

: 0,5 AC/SfP < 1,0


: AC/SfP < 0,5

Gambar 2.5 Metode Cohen dan Conak. A. Pengukuran dilakukan


10 mm dari posterior nasal spine B. Gambaran adenoid yang besar.
3. Rasio Adenoid-nasofaring (rasio A/N)
Rasio adenoid-nasofaring, yang disusulkan oleh fujioka
dkk, didefinisikan sebagai rasio antara ketebalan adenoid (A)
dngan nasofaring (N) dengan menggunakan cavum x-ray.
Dimana A adalah garis tepi anterior tulang basiooksipital yang
tegak lurus ke puncak tonsil faring (adenoid); dan N adalah
jarak antara bagian posterosuperior dari palatum durum dan tepi
anterior dari sinkondrosis sfenooksipital. Skema ini di tunjukan
oleh gambar 6 dan 7A. Adapun kategori menurut Fujioka
adalah:13
A/N 0,8 : normal
A/N >0,8

: Pembesaran

Gambar 2.6 Skema adenoid-nasofaring menurut fujioka dkk. A:


adenoid, N: Nasofaring.
4. Persentase oklusi jalan napas
Persentase oklusi jalan napas yang diukur dengan
lateral neck soft tissue radiographs (LNXR), yang dinilai
sebagai rasio tebal adenoid yang didefinisikan oleh johanneson
2016

Page 19

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

dengan jarak dari tuberkel faring di basis cranii ke permukaan


superior dari palatum molle. Skema ini ditunjukan oleh gambar
7D. Adapun klasifikasi menurut persentase oklusi jalan napas,
yang juga ditunjukan oleh gambar 8, adalah:10,14
Grade I: besar adenoid kurang dari 25% dari jalan napas
nasofaring
Grade II: Adenoid sebesar 25% hingga 50% dari jalan napas
nasofaring
Grade III: adenoid sebesar 50% hingga 75 % dari jalan napas
nasofaring
Grade IV: besar adenooid lebih dari 75 % jalan napas
nasofaring

Gambar 2.7 Metode untuk menilai pemvesaran adenoid pada


lateral neck radiography A. Rasio adenoid dan nasofaring oleh
Fujioka dkk. B. Rasio jalan napas dan palatum molle oleh
Cohen dan Konak C. Ketebalan adenoid oleh Johannesson D.
Persentase oklusi jalan napas, diukur dari rasio ketebalan
adenoid dan jarak tuberkel faring-permukaan superior palatum
molle.

Gambar 2.8 Fotosefalograf lateral pada 3 anak dengan mouth


breathing kronis, gambar menunjukkan perbedaan tingkatan
obstuksi jalan napas yang dihubungkan dengan ukuran adenoid
A. Grade I pada anak perempuan usia 12 tahun 3 bulan B.
Grade II. Pada anak laki-laki usia 4 tahun 4 bulan, C. Grade III
anak usia 4 tahun 9 bulan yang juga memiliki morfologi khas
gigi dan long face syndrome.

2016

Page 20

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

5. Faring Superior
Faring superior, yang didefinisikan oleh McNamara
(gambar 9), adalah jarak terpendek (mm) antara satu titik ada
batas superior palatum molle dan satu titik pada tepi tonsil
faring {(adenoid). McNamara pun mengkategorikan ke dalam
dua kategori jalan napas,yakni:21
Non obstructive

: SP > 5 mm

Apparently obstructive

: SP 5 mm

Gambar 2.9 Skema faring superior menurut McNamara


Foto cavum x-ray sering digunakan oleh ahli telinga,
hidung, dan tenggorokan, ketika ahli ortodonsia lebih sering
menggunakan foto sefalometrik lateral. Walaupun hal ini
merupakan dua jenis foto yang berbeda, foto ini memiliki tujuan
yang sama, yaitu untuk mengevaluasi jalan napas nasofaring.
Namun penilaian ukuran adenoid dengan menggunakan foto
polos lateral dianggap kontroversial, bahkan manfaatnya
beberapa

kasus

juga

dipertanyakan.

Mlynarek

dkk,

menunjukkan bahwa persentase oklusi jalan napas yang

2016

Page 21

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

menggunakan foto lateral memilik Korelasi yang tinggi bila


dihubungkandengan

gejala klinis penderita. pengukuran dari

McNamara memiliki kemampuan yang paling subyektivitas


pemeriksa,

dan

dimungkinkan

untuk

tidak

terjadi

kesalahpahaman antar pemeriksa. Meskipun demikian terdapat


korelasi signifikan antara volume adenoid absolut yang
ditemukan pada saat pembedahan dengan skor obstruks nasal,
dan hasil pemeriksaan radiologis. Bagaimanapun juga, metode
sefalometrik, dengan pengukuran adenoid dan lebar jalan napas
post nasal yang hati-hati perlu dilakukan, sesuai dengan
pengalaman pemeriksa.10,15,22
Pemeriksaan hipertrofi adenoid harus dilakukan dengan
hati-hati Perubahan posisi pasien, seperti halnya tipe pernapasan
pada saat pengambilan foto, memiliki efek yang signifikan pada
penampang jaringan lunak nasofaring seperti ditunjukkan oleh
gambar 10. Oleh karena itu, foto dua dimensi dapat menjadi
sangat tidak akurat untuk mendeteksi pembesaran adenoid dan
dapat menyebabkan perbedaan pendapat antar pemeriksa. 16,17

2016

Page 22

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Gambar 2.10 Foto polos leher lateral yang dilakukan pada anak
yang sama dengan gambar 7, namun dengan mulut terbuka.
Tampak perbedaan penampak adenoid.

b. CT Scan dan MRI


CT scan dan MRI dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding dari hipertrofi adenoid seperti kista maupun tumor
Gambaran hipertrofi adenoid yang terdapat pada CT scan dan
MRI adalah gambaran densitas/intensitas rendah tanpa adanya
central midline cyst (gambar 11). 18,19

Gambar 2.11 MRI dan CT Scan nasofaring. A potongan Axial


MRI T1 pada nasofaring B. potongan sagital CT Scan yang
menunjukkan soft tissue shadow pada nasofaring
c. Endoskopi
Endoskopi cukup membantu dalam mendiagnosis hipertrofi
adenoid infeksi adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi),
serta untuk menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi nasal.
Adapun ukuran adenoid diklasifikasikan menurut klasifikasi
Clemens et al, yang mana adenoid grade I adalah ketika jaringan
adenoid mengisi sepertiga dari apertura nasal posterior bagian

2016

Page 23

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

vertikal (choanae), grade II ketika mengisi sepertiga hingga dua


per tiga dari koana, grade III ketika mengisi dua per tiga hingga
obstruksi koana yang hampir lengkap dan grade IV adalah
obstruksi koana sempurna. 20

Gambar 2.12. A. Gambar endoskopi adenoid pada orang dewasa


B. Gambaran CT Scan potongan axial pada pasien yang sama,
menunjukkan adenoid yang kontak dengan konka inferior.
2.7 Penatalaksanaan
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa adanya pengobatan medis
untuk infeksi kronis adenoid. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik
sistemik dalam jangka waktu yang panjang untuk infeksi jaringan limfoid
tidak berhasil membunuh bakteri. Sebenarnya, banyak kuman yang
mengalami resistensi pada penggunaan antibiotik jangka panjang. Beberapa
penelitian menerangkan manfaat dengan menggunakan steroid pada anak
dengan

hipertrofi

adenoid.

Penelitian

menujukkan

bahwa

selagi

menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid (sampai 10%). Tetapi


jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut akan terulang lagi.
Pada anak dengan efusi telinga tengah yang persisten atau otitis media yang
rekuren, adeinoidektomi meminimalkan terjadinya rekurensi.

2016

Page 24

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

Indikasi adenoidektomi adalah:


a. Sumbatan
1. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut
2. Sleep apnea
3. Gangguan menelan
4. Gangguan berbicara
5. Kelainan bentuk wajah dan gigi (facies adenoid)
b. Infeksi
1. Adenoiditis berulang/kronik
2. Otitis media efusi berulang/kronik
3. Otitis media akut berulang
c. Kecurigaan neoplasma jinak/ganas
Adenoidektomi dan tonsilektomi dilakukan dengan anestesi general
dan penyembuhan terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam. Terdapat
beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
mempertimbangkan "manfaat dan risiko". Keadaan tersebut antara lain:
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila
pengerokan adenoid kurang bersih. Jika terlalu dalam menyebabkan akan
terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral
maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba
eustachius dan timbul tuli konduktif.
Hipertrofi adenoid merupakan salah satu penyebab tersering dari
obstruksi nasal dan dengkuran, dan merupakan salah satu penyebab
terpenting dari obstructive sleep apnoea syndrome, khususnya ketika
terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi jalan napas bagian atas,

2016

Page 25

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

antara lain seperti anomali kraniofasial, maupun micrognathia akibat


sindrom Treacher Collins.
2.9 Prognosis
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada
kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat
sembuh sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep
apnea dan obstruksi jalan nafas dapat diatasi.
Otitis media persisten kronik
Maw and Speller, Paradise menunjukkan bahwa sekitar 30-50% terjadi
penurunan otitis media setelah dilakukan adenoidectomy.
Sinusitis kronik
Studi dari Lee and Rosenfeld pada tahun 1997, menunjukkan bahwa
sinusitis kronik tidak berkurang meskipun telah dilakukan pengangkatan
adenoid. Namun penelitian yang lain tetap menunjukkan adanya resolusi
gejala sinusitis setelah pengangkatan adenoid.
Obstruksi jalan napas
Adenoidektomi menghilangkan obstruksi sehingga gejala-gejala obstruksi
nasal seperti sleep apnea, hiponasal menghilang dengan sendirinya.

BAB III
KESIMPULAN
1. Secara anatomi laringan limfoid nasofaring dan orofaring tersusun atas
adenoid, tonsils, lateral bands jaringan limfoid di dinding faring posterior dan
membentuk sebuah cincin yang disebut cincin Waldeyer
2. Secara fisiologi adenoid merupakan bagian dari sistem imun sekunder.
Adenoid duduk di traktus respiratorius dan traktus gastrointestinalis,

2016

Page 26

SMF THT-KL RSU. HAJI MEDAN

menempati posisi yang dapat diekspos oleh antigen dari udara maupun
makanan.
3. Hipertrofi adenoid adalah pembesaran adenoid yang tidak fisiologis yang
biasanya disebabkan oleh inflamasi kronik. Hipertrofi adenoid biasanya
disertai keluhan rhinore, kualitas suara yang berkurang, chronic mouth
breathing, mendengkur, obstructive sleep apnea, tuli konduktif dan facies
adenoid. Foto radiologi dapat memberikan pengukuran absolut dari adenoid
dan juga dapat memberikan taksiran hubungannya dengan ukuran jalan napas.
Foto radiologi dapat menentukan apakah adenoidektomi dapat memperbaiki
gejala obstruksi nasal atau tidak.

2016

Page 27

Anda mungkin juga menyukai