Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN

KERJA
ANALISIS KECELAKAAN KERETA API MANGGARAI

DISUSUN OLEH:
KRISTINA NATALIA SITORUS
151000507

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah hal penting dan harus diutamakan
dalam dunia kerja. Fungsi K3 sendiri adalah untuk menjamin, mengendalikan, dan
mencegah bahaya dan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Dengan diterapkannya konsep
K3 dengan baik dan benar serta berkesinambungan, diharapkan dapat menurunkan
kecelakaan kerja.
Semakin banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai bidang tentunya
membuat kita bertanya- tanya apakah penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut serta
mengapa bisa terjadi? Ada banyak kemungkin yang dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Mungkin saja terjadi kesalahan pada sistem manajemen perusahaan,
kondisi lingkungan yang kurang bersahabat, kondisi peralatan yang sudah tidak layak
(usang), atau kesalahan pekerja itu sendiri.
Untuk itu diperlukan analisis kecelakaan kerja yaitu suatu kegiatan pengambilan
kesimpulan terhadap suatu kejadian kecelakaan kerja yang telah dicatat dan dikumpulkan
data-data sehubungan dengan kejadian tersebut. Adanya suatu analisa kecelakaan kerja
dapat menentukan tindakan yang akan diambil sehubungan dengan kecelakaan yang telah
terjadi.

B. Tujuan
1. Mengetahui kronologis kecelakaan kereta api Manggarai.
2. Mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan kereta api Manggarai.
3. Menghubungkan peristiwa kecelakaan kereta api Manggarai dengan teori kecelakaan
kerja.
4. Mengetahui cara penanggulangan kecelakaan kereta api Manggarai.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kronologis terjadinya kecelakaan kereta api Manggarai?
2. Apa penyebab terjadinya kecelakaan kereta api Manggarai?
3. Bagaimana hubungan peristiwa kecelakaan kereta api Manggarai dengan teori
kecelakaan kerja?
4. Bagaimana cara menanggulangi kecelakaan kereta api Manggarai?

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Kronologis Terjadinya Kecelakaan


Dua buah kereta api yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung Jakarta dan KA 220 cepat

jurusan Tanahabang Merak bertabrakan di dekat stasiun Sudimara, Bintaro pada 19 Oktober
1987 di hari Senin pada pukul 06.45 WIB, 25 tahun lalu. Berikut kronologis peristiwanya.
Saat itu, KA 225 Jurusan Rangkasbitung Jakarta yang dipimpin oleh masinis Slamet
Suradio, asistennya Soleh, dan seorang kondektur, Syafei berhenti di jalur 3 Stasiun Sudimara.
Kereta yang ditarik oleh lokomotif BB30317 dalam keadaaan sarat penumpang, yaitu sekitar 700
penumpang didalamnya. KA 225 tersebut bersilang dengan KA 220 Patas jurusan Tanah Abang
Merak yang dipimpin oleh masinis Amung Sunarya dengan asistennya Mujiono. Kereta yang
ditarik oleh lokomotif BB30617 ini bermuatan kurang lebih 500 penumpang, dan berada di jalur
2 Stasiun Kebayoran Lama.
Ringkasnya, posisi stasiun KA single trek pada masa lalu itu adalah:
Rangkas Bitung

Serpong Sudimara lokasi tabrakan Kebayoran

JakartaKota

Saat itu kepala stasiun Serpong memberangkatkan KA 225 Ekonomi (RangkasbitungJakarta) ke Stasiun Sudimara, tanpa mengecek kepenuhan jalur KA di Stasiun Sudimara. karena
tidak adanya komunikasi dan koordinasi dari Kepala Stasiun Serpong kepada Kepala Stasiun
Sudimara. Sehingga ketika KRD no. KA 225 (Rangkas- Jakarta) itu diberangkatkan dari Serpong
dan tiba di Stasiun Sudimara, ternyata benar stasiun Sudimara yang hanya punya 3 jalur saat itu
penuh dengan dua KA. Maka Kepala Stasiun Sudimara pun lantas memerintahkan masinis KRD
225 dilansir masuk jalur 1 (jalur lurus/lacu), dengan posisi di Stasuin Sudimara:

Jalur 1: KA 225 (jalur lacu)

Jalur 2: KA Indocement hendak ke arah Jakarta juga

Jalur 3: KA barang tanpa lokomotif

Mengetahui hal tersebut, Djamhari selaku kepala PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api)
Stasiun Sudimara menghubungi Stasiun Kebayoran Lama untuk melakukan persilangan jalur di
Stasiun Kebayoran Lama, namun Kepala PPKA Stasiun Kebayoran Lama, Umrihadi,
menolaknya dan tetap meminta persilangan dilakukan di Stasiun Sudimara. Serta tetap
memberangkatkan KA 220.
Djamhari kemudian mengosongkan jalur 2 (KA Indocement) untuk menampung KA 220
Patas yang telah berangkat dari Stasiun Kebayoran Lama setelah mendapat izin dari Kepala
PPKA dengan memindahkan KA 225 ke jalur 3. Djambhari kemudian memerintahkan Juru
Langsir untuk memberi tahu masinis jika KA 225 hendak dipindah ke jalur 3. Juru Langsir
kemudian memberi peringatan kepada masinis dan penumpang dengan mengibaskan Bendera
Merah dan meniup peluit Semboyan 46 (tanda kepada masinis dan penumpang jika kereta akan
dilangsir).
Masinis KA 225 mendengar bunyi peluit Juru Langsir, namun ia tidak dapat memastikan
apakah itu bunyi semboyan 46 atau semboyan 40 (tanda ketika petugas peron memberi sinyal
hijau kepada kondektur KA, artinya jalur telah aman untuk dilalui). Karena kondisi kereta yang
penuh sesak, masinis pun menanyakan kepada penumpang yang berdiri di luar lokomotif, dan
orang tersebut menjawab jika sudah waktunya kereta berangkat yaitu Semboyan 40 tanpa
memastikan kembali. Maka masinis membalas membunyikan Semboyan 41 (tanda yang
dibunyikan oleh masinis dan kondektur sebagai respon atas dimengertinya semboyan 40 yang
telah diisyaratkan oleh Kepala Stasiun), disusul kemudian dibunyikannya semboyan 35 (masinis
membuyikan klakson sebagai tanda kereta akan berangkat). Padahal sang Masinis tidak tahu jika
semboyan 40 belum diberikan oleh Kepala PPKA, yang diberikan adalah Semboyan 46 (kereta
harus langsir) dan sang masinis KA 225 langsung memberangkatkan kereta, hanya karena
jawaban seseorang yang mengatakan jika kereta telah siap untuk berangkat. KA 225 berangkat
tanpa ijin dari Kepala PPKA.
Para petugas di Stasiun Sudimara dan Kepala PPKA langsung panik saat mengetahui KA
225 telah berangkat tanpa ijin, apalagi setelah Djamhari dihubungi oleh Kepala PPKA Stasiun
Kebayoran Lama jika KA 220 Patas juga telah berangkat menuju Sudimara. Juru Langsir
kemudian langsung mengejar KA 225 dan berhasil naik gerbong paling belakang, namun
4

sayangnya ia tidak dapat memberi tahu sang masinis karena penuhnya penumpang. Maka tragedi
tak dapat dihindari, kedua KA bertabrakan muka di lokasi Km 18.75. Menimbulkan korban
tewas sebanyak 156 jiwa dan korban luka 300 orang.

II.

Penyebab Kecelakaan
Penyebab kecelakaan KA 225 dengan KA 220 sepenuhnya adalah human errors
(kesalahan manusia). Kesalahan terletak pada:
1. Kepala Stasiun Serpong tetap memberangkatkan KA 225 tanpa mengecek kepenuhan
jalur KA di Stasiun Sudimara.
2. PPKA Stasiun Kebayoran Lama, Umrihadi, yang tetap menolak persilangan di
Stasiun Kebayoran Lama. Padahal PPKA Stasiun Sudimara, Djamhari, telah
memberitahu Umrihadi bahwa Stasiun Sudimara telah penuh. Namun tetap saja
Umrihadi memberangkatkan KA 220 menuju Stasiun Sudimara. Seharusnya
Umrihadi memerintahkan agar KA 220 menunggu di Stasiun Kebayoran Lama hingga
Stasiun Sudimara tidak penuh lagi.
3. Masinis KA 225, Slamet Suradio, juga melakukan kesalahan. Kesalahan Slamet
adalah tidak memastikan semboyan yang tidak dapat dilihat karena ramainya
penumpang pada juru langsir.

III.

Hubungan Kecelakaan Kereta Api Manggarai dengan Teori Kecelakaan


Kerja
Pada kasus kecelakaan Kereta Api Manggarai, penulis menggunakan Teori
Domino yang dikemukakan oleh Heinrich (1930). Hal ini disebabkan karena kondisi
kasus kecelakaan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Heinrich ini. Dalam Teori
Domino, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu, kondisi kerja
(environment), kelalaian manusia (person), tindakan tidak aman (hazard), kecelakaan
(accident), dan cedera/ kematian (injury).
1. Kondisi Kerja (Environment)
Pada kasus ini digambarkan bahwa pada saat itu jalur yang ada di Stasiun
Sudimara penuh sehingga tidak bisa dilakukan persilangan. Namun karena Kepala
Stasiun Kebayoran Lama tetap memaksa agar persilangan kereta api dilakukan di
Stasiun Sudimara, maka KA 225 harus dipindahkan. KA 225 akan dipindahkan ke
jalur tiga, keadaan saat itu sangat ramai sehingga semboyan yang diberikan juru
langsir tidak dapat dilihat oleh masinis.
5

2. Kelalaian Manusia (Person)


Pada kasus ini dapat kita lihat bahwa kelalaian manusia juga menjadi faktor
kesalahan. Pertama, kasus ini mengatakan bahwa kepala Stasiun Serpong
memberangkatkan KA 225 ke Stasiun Sudimara tanpa ada koordinasi dari kepala
Stasiun Serpong kepada kepala Stasiun Sudimara.
Kedua, karena kondisi penumpang yang ramai masinis KA 225 tidak dapat
melihat dengan jelas semboyan apa yang dibunyikan oleh juru langsir. Kesalahan
masinis KA 225 adalah menanyakan semboyan yang dibunyikan kepada penumpang,
bukan memastikannya kepada juru langsir.
3. Tindakan Tidak Aman (Hazard)
Tindakan tidak aman pada kasus ini adalah unsafe act. Dimana kepala Stasiun
Serpong yang tidak melakukan prosedur dengan baik dan benar, kepala Stasiun
Kebayoran Lama yang tetap keras kepala melakukan persilangan di Stasiun Sudimara
padahal kepala Stasiun Sudimara sudah mengatakan bahwa jalur di Stasiun telah
penuh, dan kelalaian masinis KA 225 yang tidak memastikan semboyan yang
dibunyikan pada juru langsir.
4. Kecelakaan (Accident)
Ketiga sumber bahaya diatas saling berkolerasi sehingga menimbulkan
kecelakaan kereta api antara KA 220 dengan KA 225 di dekat stasiun Sudimara,
Bintaro pada 19 Oktober 1987 di hari Senin pada pukul 06.45 WIB, 25 tahun lalu.
5. Cedera atau Kematian (Injury)
Semua tindakan tidak aman itu menyebabkan kematian bagi 156 jiwa dan korban
luka 300 orang. Selain itu, dikarenakan tabrakan muka KA 220 dan KA 225
menyebabkan kerusakan yang serius pada kereta api maka kereta api tersebut harus
diperbaiki dan itu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

IV.

Pengendalian Resiko Kecelakaan


Menurut saya metode pengendalian resiko kecelakaan yang tepat yaitu
pengendalian administrasi, karena seluruh penyebab kecelakaan ini adalah human errors.
Pengendalian administrasi dapat berupa seleksi karyawan, adanya standar operasi baku
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi atau pemeriksaan
kesehatan.

Dalam kasus ini, yang perlu dilakukan adalah pelatihan dan pengawasan kerja
karyawan. Pelatihan dan pengawasan perlu agar karyawan dapat mengingat, mengetahui
serta melakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku.

BAB III
PENUTUP

I.

Kesimpulan
Dari uraian- uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa tabrakan muka antara KA
220 dengan KA 225 disebabkan oleh kelalaian manusia (human errors).
Menurut Teori Domino, penyebab kecelakaan Kereta Api Manggarai yaitu karena
adanya faktor lingkungan yang ramai sehingga tidak memungkinkan masinis KA 225
untuk melihat semboyan yang dibunyikan juga adanya faktor kelalaian manusia yang
dilakukan oleh masinis KA 225 yang tidak memastikan semboyan yang dibunyikan,
Kepala Stasiun Serpong yang tidak memberikan komunikasi pada Kepala Stasiun
Sudimara, juga oleh karena Kepala Stasiun Kebayoran Lama yang tidak mau
melakukan persilangan kereta api di Stasiun Kebayoran Lama.

II.

Saran
Dalam melakukan semua jenis pekerjaan, tentunya kita tidak boleh mengabaikan
pedoman-pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk meminimalisir tingkat
risiko yang ada. Berbagai pelatihan kerja juga membantu dalam menurunkan tingkat
terjadinya human error.
Jadi intinya, persiapkan segala yang dibutuhkan demi kelancaran pekerjaan
dengan sebaik mungkin, patuhi pedoman kerja yang benar, dan waspadai segala
kemungkinan kecelakaan dengan memperhitungkan risiko yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Misteri Tragedi Bintaro, Senin 19 Oktober 1987, Kecelakaan
Kereta Api Terdahsyat di Indonesia. https://indocropcircles.wordpress.com.
Diakses. 27 Mei 2016.
Anonim. 2015. Tragedi Bintaro. https://id.wikipedia.org. Diakses. 28 Mei
2016.

Anda mungkin juga menyukai