ABSTRACT
Tetanus is an acute infectious disease caused by gram-positive anaerobic
bacterium Clostridium tetani. When the entrance of the disease through the
ears, called autogenic tetanus. This paper reports autogenic tetanus cases in
men aged 29 years with Chronic Otitis Media supurativa right ear with
discharge.
Clinical symptoms appear is trismus and muscle stiffness. Patients with
incomplete immunization history. Washing the ear experiencing chronic
suppurativa otitis media (CSOM) with a 3% H2O2 solution regularly until
secretions is reduced, giving Anti Tetanus Serum (ATS) of 20,000 units over
five days, antibiotics and acid Amoxillin clavulanat oral and Penicillin injections
Procain. Treatment causes trismus reduced and eventually the patient can
open the mouth normally.
ABSTRAK
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri anaerob
gram positif Clostridium tetani. Bila pintu masuk penyakit melalui telinga,
disebut tetanus otogenik. Tulisan ini melaporkan kasus tetanus otogenik pada
pria berusia 29 tahun dengan Otitis Media Supurativa Kronik telinga kanan
disertai keluarnya cairan.
Gejala klinik yang muncul adalah trismus dan kekakuan otot. Riwayat
imunisasi pasien tidak lengkap. Dilakukan pencucian pada telinga yang
mengalami otitis media supurativa kronik (OMSK) dengan larutan H 2O2 3%
secara teratur hingga sekret berkurang, pemberian Anti Tetanus Serum (ATS)
sebanyak 20.000 unit selama lima hari, antibiotik Amoxillin dan asam
clavulanat oral dan suntikan Penicilin Procain. Pengobatan menyebabkan
trismus berkurang dan akhirnya pasien dapat membuka mulut secara normal.
Kata Kunci
Pendahuluan
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
anaerob gram positif Clostridium tetani.1 Manifestasi klinis disebabkan oleh
eksotoksin tetanospamin dan tetanolisin yang diproduksi bakteri tersebut.
Error: Reference source not found Tetanospamin ini menyerang sistem saraf
dan menimbulkan manifestasi klinis berupa trismus, disfagi, rigiditas pada otot
dan spasme.
Error: Reference
Error:
Reference
source
not
found
mengeradikasi penyakit tetanus sejak tahun 1995, tetapi tetanus masih tetap
merupakan penyebab kematian di negara-negara berkembang seperti Nigeria
sampai hari ini.
terjadi setiap tahun dan antara 50 dan 70 kasus di Amerika Serikat. Error: Reference
source not found
Laporan Kasus
Seorang laki-laki berusia 29 tahun datang berobat ke Poliklinik Telinga Hidung
Tenggorokan Rumah Sakit Umum UKI (THT RSU UKI) Cawang, dengan
keluhan tidak bisa membuka mulut sejak dua hari. Dari telinga kanan keluar
cairan berwarna coklat yang berbau. Sejak usia 9 tahun telinga kanan sering
mengeluarkan cairan berbau dan penderita sering mengorek-ngorek telinga
dengan benda tumpul, seperti peniti dan bulu ayam. Riwayat imunisasi pasien
tidak diketahui.
Pada pemeriksaan telinga kanan, ditemukan sekret yang jumlahnya
cukup banyak, berwarna kecoklatan serta berbau busuk. Membrana timpani
mengalami perforasi sentral dan uji pemeriksaan pendengaran Rinne negatif,
uji Weber menunjukkan lateralisasi ke kanan dan uji Schwabach memanjang.
Hasil tiga pemeriksaan di atas ini memberi kesan tuli konduktif. Pemeriksaan
hidung dalam batas normal, dan pemeriksaan tenggorok tidak dapat
dilakukan karena hanya dapat membuka mulut 1cm.
1a
1b
Gambar 1a. Risus sardonikus pada perawatan hari pertama. Ditandai oleh spasme otot
wajah, alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, dan bibir tertekan kuat
pada gigi. Gambar 1b. Perbaikan pada hari ketiga ditandai trismus 2 cm.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditemukan pasien tidak bisa membuka
mulut dan telinga kanan mengeluarkan cairan sejak lama. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan spasme pada otot wajah dengan alis tertarik keatas, sudut
mulut tertarik keluar bawah, bibir tertekan kuat pada gigi dan ditemukan
trismus yang disimpulkan sebagai risus sardonikus
yang
khas
untuk
Penatalaksanaan
Pasien dirawat selama 10 hari di RSU UKI, ditangani oleh staf
Departemen THT bekerjasama dengan staf Departemen Bedah serta staf
Departemen Penyakit Gigi dan Mulut. Dilakukan pencucian telinga dengan
larutan H2O2 3%, 3 5 tetes per hari secara teratur selama tujuh hari.
Diberikan suntikan intramuskular anti tetanus serum 20,000 IU/hari selama
lima hari untuk mengatasi spasme, kombinasi
TM
infeksi lokal. Anti spasme diazepam 5 ml intra vena diberikan jika pasien
kejang. Selama pasien dalam keadaan trismus diberikan diet saring lunak
tinggi kalori tinggi protein. Pemeriksaan radiologi mastoid dan CT- scan
kepala dan leher dilakukan untuk mengetahui komplikasi. Pasien dirujuk ke
Departemen penyakit Gigi dan Mulut untuk mencari fokus infeksi dan
dinyatakan tidak ditemukan fokus infeksi.
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
Gejala Klinis
1.Trismus 1 cm
2.Sekret (+)
3.Pasien makan
makanan saring
1.Trismus 2 cm
2.Sekret mulai kering
3.Pasien masih makan
makanan saring
1.Trismus 4 cm
2.Sekret 3.Pasien mulai makan
makanan lunak
Pada Tabel 1 di atas juga terlihat bahwa pada hari yang ketiga kondisi pasien
membaik, trismus menjadi 4 cm, sekret telinga sudah tidak ada dan pasien
sudah makan makanan lunak, namun
penanganan pasien
masih sama
seperti penangan pada hari pertama dan kedua. Pada hari keempat, trismus
dan sekret pada telinga pasien sudah tidak ada sehingga penanganan lokal
yang dilakukan adalah memberi tetes telinga kombinasi, antibiotik sistemik,
dan suntikan anti tetanus. Pada hari ke 6 9 pasien semakin membaik dan
pemeriksaan THT memperlihatkan perbaikan nyata berupa berkurangnya
sekret dan trismus. Pada hari ke sepuluh
dalam keadaan trismus sudah tidak ada, sudah bisa makan makanan biasa.
Diskusi
Pada kasus ini, status imunisasi pasien tidak diketahui. Padahal
imunisasi merupakan hal yang penting diketahui dalam kasus tetanus, karena
tetanus sendiri adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal ini
dapat dibandingkan dengan penelitian di Nigeria, yang merupakan negara
berkembang sama dengan Indonesia, dari seluruh penderita tetanus
otogenik
yang
mendapatkan
menjadi
vaksin
responden
lengkap
pada
penelitian,
masa
hanya
anak-anak,
21,2%
36,3%
yang
hanya
Kesimpulan
Pada laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa status imunisasi tetanus
pasien itu penting, sehingga diperlukan adanya bukti baik berupa rekam
medis ataupun catatan yang dapat dipegang oleh pasien, sehingga baik
pasien maupun tenaga kesehatan yang menangani dapat mengetahui
dengan jelas status imunisasi pasien.
Pasien dengan tetanus otogenik memiliki kebiasaan mengorek telinga dengan
benda yang tidak bersih, misalnya peniti atau bulu ayam pada pasien ini.
Pada dasarnya penatalaksaan sama dengan tetanus pada umumnya,
ditambah dengan penatalaksanaan OMSK.
Daftar Pustaka
1.
Jyoti VK, Anil SJ, Rashmi B, Suhas J. Otogenic tetanus: A challnge for
anesthetic management. International Journal of Case Reports and
Images. 2013; 4(4): p.232-35
2.
Jyoti VK, Anil SJ, Rashmi B, Suhas J. Otogenic tetanus: A challnge for anesthetic management.
International Journal of Case Reports and Images. 2013; 4(4): p.232-35
2