Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu

memahami

persiapan

proses

fermentasi,

mampu

mengoperasikan fermentor dan mampu menghasilkan produk berbasis rekayasa


bioproses.
1.2

Teori
Fermentasi berasal dari bahasa latin yaitu fevere artinya mendidih. Peristiwa

mendidih sebenarnya timbul dari gelembung-gelembung CO 2 yang dihasilkan dari


proses katabolisme karbohidrat. Kemudian pengertian fermentasi berkembang dan
didefenisikan sebagai proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme. Proses
penguraian tidak hanya terhadap karbohidrat tetapi juga terhadap protein, lemak,
asam, dan juga zat-zat lain karena adanya aktivitas enzim.
Sampai sekarang defenisi fermentasi semakin berkembang bahkan kadangkadang sudah berbeda sama sekali baik ditinjau dari segi biokimia maupun dari segi
mikrobiologi industri. Akan tetapi pengertian dasar dari pengertian fermentasi yang
dapat diterima, baik dari segi biokimia maupun dari segi mikrobiologi yaitu sebagai
proses penguraian/perubahan dari karbohidrat, protein, dan lemak oleh enzim-enzim
yang diikuti oleh pembentukan gas. Wadah tempat melakukan proses fermentasi
disebut sebagai Fermentor.
Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa
sederhana yang melibatkan mikroorganisme.
Mikroorganisme
Klasik: Urai senyawa-senyawa organik komplek
sederhana
Anaerob
Mikroorganisme
Modern: Pengubahan suatu substrat
Bahan lebih berguna
Terkontrol

senyawa

Fermentasi merupakan segala macam proses metabolisme yang (enzim, jasad


renik scroksidasi, reduksi, hidrolisa atau reaksi kimia lainnya) melakukan perubahan
kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir.
1.3

Sifat-sifat Proses
Sifat-sifat proses harus disesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan oleh

mikroba dalam melakukan metabolisme. Kondisi

yang dibutuhkan dapat aerob

ataupun anaerob, sedangkan bentuk medium dapat cair ataupun padat. Dalam
proses produksi dapat digunakan proses tertutup atau pun kontinu. Perbedaan kondisi
yang dibutuhkan oleh mikroba dalam proses industri juga akan menentukan :
1. Tipe Fermentor
2. Optimasi lingkungan: pH, aerasi, suhu, kadar nutrien
3. Macam alat bantu: sumber air, listrik, kompresor dan sebagainya
4. Cara pengunduhan hasil, sterilisasi
1.4

Komponen Proses Fermentasi


Proses fermentasi mempunyai enam komponen dasar yaitu:

1. Susunan medium yang digunakan selama pengembangan inokulum dan di dalam


Fermentor
2. Sterilisasi medium, Fermentor dan peralatan yang lain
3. Aktivitas produksi, pemanfaatan kultur murni, jumlah inokulum untuk produksi
4. Pertumbuhan mikroba dalam Fermentor produksi pada kondisi optimum untuk
pembentukan hasil
5. Ekstraksi produk dan pemurnian
6. Penanganan limbah yang dihasilkan selama proses
Namun demikian, salah satu hal yang perlu diperhatikan di bidang penelitian
adalah perancangan perbaikan efisiensi fermentasi secara terus menerus. Sebelum
proses fermentasi dapat dilakukan, organisme yang dipakai harus diisolasi,
dimodifikasi sehingga dapat menghasilkan produk yang diharapkan dalam skala
komersial, hal ini tentunya membutuhkan perancangan peralatan. Proses ekstraksi
produk juga harus diperhatikan karena ini menyangkut biaya produksi yang besar.
Beberapa faktor medium, garam, keasaman, kultur, dan waktu berperan penting
dalam fermentasi. Proses fermentasi bersifat sederhana namun harus teliti sehingga
flavor, tekstur, aroma, dan karakteristik lainnya yang diharapkan, dapat muncul.

Berbagai makanan dan minuman seperti roti, tape, tempe, wine dan yoghurt
dibuat melalui proses fermentasi. Sebagai bahan pangan tambahan beberapa produk
fermentasi telah umum digunakan. Sebagai contoh, gum xanthan merupakan
polisakarida dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri Xanthomonas campestris dengan gula sebagai substrat. Gum
gellan adalah polisakarida yang larut dalam air dan dihasilkan dari fermentasi dengan
kultur murni Sphingomonas elodea. Kedua hidrokoloid ini umum digunakan dalam
industri pangan sebagai pengental, penstabil, dan pembentuk tekstur.
Akhir-akhir ini dikembangkan pula isoflavon kedelai untuk digunakan dalam
makanan, minuman, dan farmasi. Isoflavon kedelai seperti genistein, daidzein, dan
glycitein memiliki manfaat penting bagi kesehatan dan proses fermentasi dapat
menghasilkan komponen-komponen tersebut.
1.5

Jenis Jenis Fermentasi


Fermentasi secara umum dibagi menjadi 2 model utama yaitu fermentasi media

cair (liquid state fermentation, LSF) dan fermentasi media padat (solid state
fermentation, SSF). Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang
melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel bersangkutan atau
substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau suspensi sebagai partikelpartikel dalam fase cair. Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang
berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air cukup sekalipun
tidak mengalir bebas. Dalam fermentasi tradisional baik fermentasi medium cair
maupun medium padat telah lama dikenal. Fermentasi cair dapat meliputi fermentasi
minuman anggur dan alkohol, fermentasi asam cuka, yoghurt dan kefir. Fermentasi
media padat seperti fermentasi tape, oncom dan kecap.
a. Fermentasi Media Cair
Komponen tambahan yang diperlukan pada pakan generasi baru seringkali
disintesa secara terpisah dan ditambahkan kemudian. Cara yang digunakan biasanya

dengan cara fermentasi media cair, yang dapat mensitesa asam-asam amino, asamasam organik, enzim-enzim dan beberapa vitamin. Fermentasi cair dengan teknik
tradisional dilakukan pengadukan, berbeda dengan teknik fermentasi cair modern
melibatkan Fermentor yang dilengkapi dengan pengaduk agar medium tetap
homogen, aerasi, pengatur suhu (pendinginan dan pemanasan) dan hasil lebih
homogen dan dapat diprediksi. Juga tidak dilakukan sterilisasi, namun pemanasan,
perebusan dan pengukusan mematikan banyak mikroba kompetitor.
b. Fermentasi Media Padat
Fermentasi media padat mempunyai kandungan nutrien per volume dapat lebih
besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi
dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi
substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu:
1. Medium yang digunakan relatif sederhana
2. Ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil, karena air yang
digunakan sedikit.
3. Inokulum dapat disiapkan secara sederhana.
4. Kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya.
5. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel
substrat.
6. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah.
Faktor yang mempengaruhi fermentasi media padat diantaranya:
1. Kadar air
Kadar optimum tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir.
Kisaran kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas,
tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri.
2. Temperatur
Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama proses fermentasi.
3. Pertukaran Gas
Pertukaran gas antara fase gas dengan substrat padat mempengaruhi proses
fermentasi.
1.6

Produk Biomass Mikroba

Proses fermentasi yang menghasilkan produk biomass, artinya proses


fermentasi hanya ditujukan untuk memperoleh sel-sel mikroorganisme sebanyak
mungkin. Pada keadaan ini, tujuan akhir dari proses fermentasi adalah untuk
meningkatkan akumulasi sel-sel mikroorganisme. Produksi biomass dari suatu proses
fermentasi, cara komersil telah dikembangkan untuk menghasilkan produksi sel ragi
dan sel protein sel tunggal.
Produksi sel ragi bermanfaat untuk industri roti dan kue. Sementara itu,
produksi protein sel tunggal (PST) bermanfaat sebagai makanan manusia dan hewan.
Pemanfaatan sel ragi dalam industri roti dan kue telah berkembang mulai dari tahun
1900 sampai sekarang. Sedangkan pemanfaatan protein sel tunggal sebagai makanan
alternatif telah dimanfaatkan saat perang dunia kedua untuk para tentara di medan
pertempuran.

1.7

Proses Transformasi
Sel mikroba dapat digunakan untuk mengubah senyawa menjadi senyawa lain

yang secara struktur berkaitan, yang mana senyawa yang dihasilkan mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Reaksi yang dapat mengkatalisis misalnya dehidrogenasi,
oksidasi, hidroksilasi, dehidrasi dan kondensasi, dekarboksilasi, aminasi, deaminasi
dan isomerasi. Contoh proses transformasi adalah mengubah alkohol menjadi asam
asetat. Proses transformasi dapat juga digunakan untuk produksi antibiotik. Sel yang
amobil juga merupakan usaha proses transformasi yang dapat digunakan berulang.
1.8

Sejarah Perkembangan Industri Fermentasi


Tahap pertama industri fermentasi dimulai sebelum tahun 1900, yaitu mulai

pembuatan alkohol dan vinegar. Di Arab produksi dalam skala besar dimulai tahun
1700. Pengembangan proses dengan menggunakan termometer dimulai tahun 1757
dan pemindahan panas pada tahun 1801. Pada pertengahan abad 19, fungsi khamir

dalam fermentasi alkohol mulai dikembangkan. Pada akhir abad 19 mulai digunakan
kultur murni khamir pada pembuatan starter.
Vinegar pada mulanya dihasilkan dari oksidasi wine karena perkembangan
mikroba liar. Perkembangan kemudian dengan menggunakan generator yang diikuti
dengan medium penyangga. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 mulai digunakan
medium yang dipasteurisasi dan ditambah 10% vinegar yang baik untuk menjadikan
asam dan mencegah kontaminasi. Jadi konsep proses mulai dikembangkan pada awal
abad 20.
Tahap ke dua yaitu dari tahun 1900-1940 dengan mulai dikembangkan produk
baru seperti massa sel khamir, gliserol, asam sitrat, asam laktat dan aseton butanol.
Pembuatan ragi roti merupakan proses aerob sehingga sel tumbuh cepat. Jika oksigen
tidak ada maka yang dihasilkan adalah alkohol bukan sel khamir. Masalah pembatas
adalah konsentrasi wort awal, karena pertumbuhan sel dibatasi oleh kemampuan
penggunaan sumber karbon dari pada oksigen. Pertumbuhan sel juga dipengaruhi
oleh penambahan wort dalam jumlah kecil selama proses. Teknik ini sekarang disebut
kultur fedbatch dan secara luas digunakan dalam fermentasi industri dengan oksigen
sebagai pembatas. Perkembangan fermentasi aseton butanol secara aseptis selama
perang dunia II dipelopori oleh Weizmann.
Pada tahap ke tiga mulai dihasilkan penisilin pada kultur submerged secara
aseptis. Produksi penisilin secara aerob sangat mudah mengalami kontaminasi,
terutama pemasukkan udara dalam skala besar. Program pengembangan strain
dilakukan dalam pilot plant. Pada tahap ini (1940 sampai sekarang) banyak
ditemukan proses-proses baru diantaranya antibiotik yang lain, vitamin, gibrelin,
asam amino, enzim dan transformasi steroid.
Tahap ke empat (1960 sampai sekarang), sejumlah perusahaan besar meneliti
tentang produksi protein sel tunggal untuk ternak. Tahap ini merupakan
pengembangan tahap ke tiga dengan skala lebih besar dengan kemungkinan harga
jual yang lebih rendah. Mulai tahap ini semakin diperhatikan kontrol peralatan dan

proses menggunakan kontrol komputer dan mulai dilakukan penelitian strain yang
digunakan melalui rekayasa genetik.
Tahap ke lima (1979 sampai sekarang) mulai diteliti dan diproduksi senyawa
yang tidak umum dihasilkan mikroba seperti interferon, insulin dengan manipulasi
genetik. Produksi konvensional juga dapat ditingkatkan melalui rekayasa genetik.
Perkembangan tahap ini semakin canggih sesuai perkembangan bioteknologi.
Maksimalisasi profit dalam bioteknologi maupun proses industri komersial
umumnya sangat erat kaitannya dengan optimasi pembentukan produk oleh katalis
selular yaitu menghasilkan jumlah maksimum produk pada waktu singkat dengan
biaya yang sangat rendah. Untuk memperoleh tujuan ini, kultur sel harus
diperhitungkan secara kuantitatif. Dengan kata lain kinetika proses harus diketahui.
Dengan menentukan kinetika dari sistem maka dimungkinkan untuk prediksi yield
dan waktu reaksi yang pada akhirnya ditujukan untuk desain ukuran bioreaktor.
Kultivasi mikroba baik skala kecil maupun skala besar dilakukan dalam vessel
reaksi spesial yang disebut bioreaktor atau Fermentor, sehingga prosesnya disebut
dengan fermentasi. Ada tiga model pengoperasian bioreaktor: batch, kontinu dan fed
batch. Pada kultur batch, bioreaktor diisi dengan medium segar kemudian
diinokulasi. Gambar 1.3 adalah salah satu contoh reaktor batch yang dipakai dalam
melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi dengan pengaduk, saluran aerasi, dan
perlengkapan lainnya. Diakhir fermentasi, isi reaktor dikeluarkan untuk proses down
stream reaktor kemudian dibersihkan, disterilkan dan diisi kembali untuk fermentasi
berikutnya. Saat sel ditumbuhkan pada kultur batch mereka akan mengalami
beberapa fase pertumbuhan, yaitu the lag phase, exponential (or log) phase,
stationary phase dan the death phase.

Gambar 1.1 Reaktor Pada Proses Fermentasi Batch

Ket: a) Fasa stationer, b) Fasa pertumbuhan dipercepat, c) Fasa eksponensial, d) Fasa pertumbuhan
diperlambat

Gambar 1.2 Kurva Karakteristik Pertumbuhan Sel dalam Medium Fermentor


Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva
pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap seperti pada
gambar 1.4 antara lain:
1. Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/lag phase. Pada saat ini
mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru

dari pada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha
merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi
untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal
mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak
komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat
mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan
hidup.
2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat
menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba banyak
tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat.
3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini laju
pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (maks). Nilai maks ini
ditentukan oleh konstanta jenuh/saturasi substrat. Nilai maks untuk setiap
mikroba juga tertentu pada masing-masing substrat.
4. Fasa pertumbuhan diperlambat mulai pada akhir fasa eksponensial. Pertumbuhan
mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya nutrisi yang cukup. Jika
fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan nutrisi dimasukkan hanya pada
awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang
mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi
kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat pertumbuhan mikroba adalah
terjadinya inhibisi ataupun represi yang terjadi karena terakumulasinya produk
metabolit sekunder hasil aktifitas fermentasi mikroorganisme.
5. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi mencukupi
kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi produk
metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus menginhibisi
ataupun merepresi pertumbuhan sel mikroorganisme. Selain itu umur sel juga
sudah tua, sehingga pertahanan sel terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi
biasanya juga berkurang.

Plot ln [Cell] terhadap waktu akan menghasilkan hubungan garis lurus yang

[Cells]

ln[Cells]

mewakili exponential phase dapat dilihat pada gambar 1.3.

slope

Waktu

Waktu

Gambar 1.3 Grafik ln [cells] Terhadap Waktu


Analisis dari bagian exponential phase dari kurva pertumbuhan ini adalah
bahwa sel tidak hanya bertambah dalam konsentrasinya tetapi juga dalam laju
peningkatan konsentrasi sel. Sel adalah katalis yang self-reproducing (autocatalysts)
yaitu dapat mengkatalisa reaksi dan juga memproduksi katalis lebih banyak lagi. Saat
jumlah sel meningkat, laju bioreaksi juga akan meningkat. Sehingga, jika kondisi
lainnya tetap konstan maka laju peningkatan jumlah sel (biomass) akan tergantung
dari konsentrasi sel yang ada dalam reaktor yang dituliskan sebagai berikut:
dX
X .................................................................(1.1)
dt

Yang mana X adalah konsentrasi biomass dalam bioreaktor. Konsentrasi biomass


dinyatakan dalam g/l.
Ekspresi proporsionalitas dalam persamaan 1 dapat ditambahkan dengan sebuah
konstanta yang disebut specific growth rate (), sehingga menjadi:
dX
X .................................................................(1.2)
dt

yang mana adalah laju pertumbuhan specific growth rate. Model pertumbuhan
mikroba seperti ini disebut the exponential growth model. Specific growth rate ()
mengambarkan berapa cepat sel bereproduksi. Semakin tinggi nilainya maka semakin
cepat sel melakukan pertumbuhan. Saat sel tidak tumbuh, maka nilai specific growth
ratenya adalah nol/zero. Selama exponential phase, specific growth rate relatif
konstan.
Untuk estimasi specific growth rate, maka persamaan 2 harus diintegralkan
untuk menghasilkan hubungan antara konsentrasi biomass (X) dan waktu (t) pada
interval waktu dari 10 sampai l. Dengan memindahkan variabel pada persamaan 2
maka diperoleh:
X 1 X 0 e ( t1t 0 ) ....................................................(1.3)

Plot ln X vs t akan menghasilkan persamaan garis lurus. Slope garis ini ekuivalen
dengan specific growth rate ().
Biomass biasanya diukur/dinyatakan dalam dry weight yaitu berat sel setelah
air dikeluarkan (setelah pengeringan). Untuk menentukan dry weight, sel pertama kali
harus dipisahkan dari medium fermentasi ini dapat dilakukan dengan filtrasi
membran atau sentrifugasi. Teknik filtrasi membran yaitu liquid fermentasi difilter
melalui

predried,

pre-weighed

membran.

Filter

kemudian

dicuci

untuk

menghilangkan broth yang masih larut. Lalu filter dikeringkan dan ditimbang.
Doubling time (tD) adalah ekspresi yang biasa dipakai mikrobiologis untuk
menyatakan laju pertumbuhan sel yaitu waktu yang dibutuhkan oleh populasi sel
untuk melipat gandakan dirinya. Selama exponensial phase tD akan selalu konstan.
Hubungan antara doubling time dan specific growth rate dapat dituliskan sebagai
berikut:
ln

2X
t D ........................................................(1.4)
X

Jika konsentrasi biomass double time dari X1 menjadi 2 X1 selama doubling time, tD
(= t2 - t1) kemudian persamaan 4 menjadi:

ln 2 t D

.............................................................(1.5)

Sehingga hubungan antara doubling time dan specific growth rate diperoleh:
t D

ln2

...................................................................(1.6)

Yield (atau koefisien yield) didefinisikan sebagai jumlah produk yang dihasilkan
dari sejumlah input tertentu. Contoh: jika 0,6 gram asam sitrat dihasilkan dari 1 gram
glukosa maka yield asam sitrat dari glukosa adalah 0,6 gram/gram. Yield dapat sangat
bervariasi selama fermentasi. Untuk alasan ini, yield rata-rata selalu digunakan untuk
menggambarkan efisiensi produksi. Yield rata-rata disebut koefisien yield. Tipe-tipe
koefisien yield yaitu:
Biomass yields (Yxs) dan
Product yields (Yps).
Yield koefisien biomass adalah berat rata-rata biomass dihasilkan per berat substrat
digunakan. Contoh untuk kultur batch, Yxs dihitung sebagai:
Y

X X X 0

.............................(1.7)
S
S0 S

yang mana:
X0 dan S0 adalah konsentrasi awal biomass dan substrat.
X1 dan S1 adalah konsentrasi biomass dan substrat pada waktu tertentu (biasanya
pada akhir fermentasi).
Escherichia coli masih merupakan salah satu mikroorganisme yang penting dan
banyak diekploitasi untuk menghasilkan produk-produk dalam bioproses, misalnya
untuk produksi rekombinat protein. Untuk memperoleh produk tersebut perlu untuk
memproduksi biomass Escherichia coli dalam konsentrasi tinggi. Produksi komersial
biomass Escherichia coli secara organik yang lebih sederhana serta air. Misalnya
bahan baku yang mengandung glukosa maka proses fermentasinya adalah sebagai
berikut:
C6H12O6 + O2 Biomass + CO2 + H2O

Proses fermentasi yang menghasilkan produk biomass, artinya proses


fermentasi hanya ditujukan untuk memperoleh sel-sel mikroorganisme sebanyak
mungkin. Pada keadaan ini, tujuan akhir dari proses fermentasi adalah untuk
meningkatkan akumulasi sel-sel mikroorganisme. Produk biomass dari suatu proses
fermentasi, secara komersil telah dikembangkan untuk menghasilkan produk sel ragi
dan protein sel tunggal.
Untuk mengendalikan proses fermentasi agar berada dalam keadaan optimum,
dibutuhkan beberapa parameter pengendalian proses. Dewasa ini, beberapa
Fermentor dalam skala industri telah dilengkapi dengan alat pengendalian poses yang
canggih dengan menggunakan perangkat komputer. Pengendalian ini berjalan secara
otomatis sehingga kondisi optimum fermentasi dapat terjaga dengan baik. Parameter
yang digunakan untuk mengendalikan proses diantaranya pH dan suhu.
1. pH
Proses fermentasi merupakan proses yang berdasarkan pada kerja enzim. Jadi
aktivitas yang berlangsung dalam proses fermentasi tergantung pada aktivitas
enzimnya. Pada keadaan ini, enzim berfungsi sebagai penghambat, pengendali dan
mengkatalisa aktivitas kimia dari suatu sel hidup. Kondisi pH optimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada mikroorganisme yang dipilih. Setiap
mikroorganisme mempunyai pH optimum tertentu untuk dapat tumbuh dengan cepat.
Oleh karena itu, substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme harus diatur seteliti
mungkin sesuai dengan pH optimum mikroorganisme tersebut. Sebagian besar
mikroorganisme dapat tumbuh pada rentang pH 3 hingga 4. Bakteri umumnya
tumbuh pada rentang pH 4 hingga 8. Ragi tumbuh pada rentang 3 hingga 8 dan fungi
(jamur) tumbuh pada rentang pH 3 hingga 7 dan sel-sel eukariot mampu tumbuh pada
rentang pH 6,5 hingga 7,5. Pengaturan pH dalam proses fermentasi dewasa ini telah
berkembang sehingga pengaturan pH dapat dilakukan secara otomatis.
Prinsip dasar pengaturan pH adalah dengan penambahan asam atau basa. Bila
pH proses turun dari pH yang diharapkan atau pH proses menjadi asam maka untuk
meningkatkan pH cairan dilakukan dengan penambahan basa sehingga pH cairan

sesuai dengan pH yang ditetapkan. Senyawa basa yang biasa ditambahkan dalam
proses fermentasi biasanya dengan larutan NaOH dengan konsentrasi tertentu seperti
NaOH 4 N. Dan jika pH proses naik dari pH yang ditetapkan dalam suatu proses
fermentasi atau dengan kata lain pH cairan basa maka untuk penurunan pH sesuai
dengan pH yang ditetapkan ke dalam cairan ditambahkan larutan asam. Larutan asam
yang digunakan pada umumnya adalah larutan H2SO4 atau larutan HCl dengan
konsentrasi sekitar 4 N.
2. Suhu
Suhu mempengaruhi laju reaksi, namun bila suhu terlalu tinggi untuk
pertumbuhan mikroorganisme maka dapat menyebabkan kerusakan pada enzim.
Akibatnya akan mempengaruhi aktivitas enzim terhambat. Oleh karena itu, untuk
mengoptimalisasi pertumbuhan mikroorganisme harus dilakukan proses fermentasi
pada kondisi suhu optimum. Pertumbuhan mikroorganisme yang maksimum
berdasarkan suhu proses dapat digolongkan dalam 3 keadaan yaitu psikhrofilik,
mesofilik, dan thermofilik. Rentang suhu masing-masing keadaan tersebut
ditampilkan dalam tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2 Temperatur Pertumbuhan Mikroorganisme Maksimum
Mikroorganisme
Psikhrofilik
Mesofilik
Thermofilik
Fermentor merupakan wadah

Rentang Suhu (oC)


< 20
30 35
> 50
tempat berlangsungnya

pertumbuhan

mikroorganisme dan pembentukan produk selama proses fermentasi berlangsung.


Bila ditinjau dari ukuran Fermentor, maka Fermentor dapat digolongkan menjadi :
1. Fermentor skala laboratorium, yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas volume
dari 1 L hingga 20 L.
2. Fermentor skala pilot yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas volume dari 20
L hingga 30 L.
3. Fermentor skala industri yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas volume lebih
besar dari 100 L.

Peningkatan proses fermentasi mulai dari skala laboratorium (volume 1-20 L)


menjadi Fermentor berskala industri disebut sebagai scale up. Scale up ini dapat
dilakukan bila parameter kinetika dari proses fermentasi tersebut dapat diperoleh
dengan akurat melalui penelitian yang bertahap dan intensif. Parameter yang perlu
ditentukan pada saat melakukan scale up adalah besaran Ks, maks, Yx/s, Yp/s, KLa
(khusus aerob) dan lain-lain.
Fermentor merupakan tempat proses utama dalam sistem fermentasi. Oleh
karena itu, Fermentor harus memenuhi beberapa kriteria meliputi :
1. Bisa dioperasikan secara aseptis dalam selang waktu yang panjang.
2. Tersedia fasilitas aerasi
3. Tersedia sistem pengatur agitasi
4. Tersedia sistem pengatur suhu
5. Tersedia sistem pengatur pH
6. Tersedia fasilitas sampling
7. Tangki bioreaktor dapat dipergunakan untuk berbagai proses dan mempunyai
geometri yang sama.
Berdasarkan pengoperasian suatu fermentor baik dalam skala laboratorium, skala
pilot maupun skala industri, maka fermentor dapat dioperasikan dalam berbagai cara :
1. Fermentor batch (curah)
2. Fermentor fed batch.
3. Fermentor semi batch
4. Fermentor kontinue.
1.9

Sterilisasi Medium Dan Kemasan


Agar biakan bakteri dapat dibuat, maka medium dan alat-alat yang diperlukan

harus disterilisasi sebelum inokulasi. Sterilisasi yaitu suatu proses untuk mematikan
semua organisme yang dapat menjadi kontaminan.
Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa:

1. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang


dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan
berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara
panas, dipergunakan alat bejana/ruang panas (oven dengan temperatur 170 o
180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk
peralatan gelas).
2. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan
alkohol, larutan formalin).
3. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat
pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya
adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain
adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini
adalah mikroba).
Metode yang lazim digunakan untuk mensterilisasikan media dan alat-alat
ialah dengan pemanasan. Jika panas digunakan bersama-sama dengan uap air disebut
sterilisasi basah (menggunakan autoclave ), sedangkan jika tanpa uap air disebut
sterilisasi kering (menggunakan oven).
Autoclave

digunakan

untuk

mensterilkan alat-

alat

mikroorganisme.

Gambar

contoh

autoclave yang paling

jenis

sederhana. Prinsip

kerja

dengan

kerja

prinsip

sederhana
saja

untuk

memiliki

maupun
1.5

alat

adalah

ini

sama

kukusan

(alat

menanak
tekanan

medium

nasi)

hanya

sehingga

menghasilkan

panas yang lebih tinggi.

Hal ini bertujuan

untuk

lebih

menyempurnakan proses sterilisasi. Tahap sterilisasi sebenarnya cukup singkat yaitu


dengan suhu 1210C selama 15 menit. Namun waktu keseluruhan mulai dari

pemanasan awal (kenaikan suhu) sampai pendinginan (penurunan suhu) bisa


mencapai kurang lebih 2 jam-an. Yang perlu diperhatikan selama mengoperasikan
alat ini adalah tutupnya jangan diletakkan sembarangan dan dibuka-buka karena isi
botol atau tempat medium akan meluap dan hanya boleh dibuka ketika manometer
menunjukkan angka 0.

Gambar 1.4 Autoclave


Medium yang mengandung vitamin, gelatin atau gula, maka setelah sterilisasi
medium harus segera didinginkan. Cara ini untuk menghindari zat tersebut terurai.
Medium dapat langsung disimpan di lemasi es jika medium sudah dapat dipastikan
steril (Dwidjoseputro, 1994). Dan jangan lupa tulis siapa pengguna (nama, waktu dan
lab.) sebelum start, selalu memakai sarung tangan tahan panas, isilah air sesuai
ukuran yang ditentukan sebelum start, jangan membuka autoclave sebelum suhu
dingin (dibawah 60 derajat celcius).
1.10

Inokulasi Bakteri
Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan

memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat
ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi)

terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan
medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi.
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan teknik penanaman
bakteri (inokulasi) yaitu :
1. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar
tidak terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan .dalam labotarium
pembuataan serum vaksin dan sebagainya. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah
kotak kaca udara yang lewat dalam kotak tersebut dilewatkan saringan melalui suatu
jalan agar tekena sinar ultraviolet.
2. Pemindahan dengan dengan pipet
Cara ini dilakukan dalam penyelidikan air minum atau pada penyelidikan untuk
diambil 1 ml contoh yang akan diencerkan oleh air sebanyak 99 ml murni.
3. Pemindahan dengan kawat inokulasi.
Ujung kawat inokulasi sebaliknya dari platina atau nikel .ujungnya boleh lurus
juga boleh berupa kolongan yang diametrnya 1-3mm. Dalam melakukuan penanaman
bakteri kawat ini terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup
dilewatkan nyala api saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam
nyala.
1.11

Teknik Inokulasi
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni

mikroorganisme yaitu :
1.11.1 Metode gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut ekonomi dan waktu,
tetapi memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang diperoleh dengan latihan.
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Inokulum
digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawaan petri dengan jarum

pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup
terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni.
Cara penggarisan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng. Bila
dilakukan dengan baik teknik inilah yang paling praktis. Dalam pengerjaannya
terkadang berbeda pada masing-masing laboratorium tapi tujuannya sama yaiitu
untuk membuat goresan sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan.
1.11.2 Metode tebar
Setetes inokolum diletakan dalam sebuah medium agar nutrien dalam cawan
petridish dan dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril. Inokulasi
itu disebarkan dalam medium batang yang sama dapat digunakan dapat
menginokulasikan pinggan kedua untuk dapat menjamin penyebaran bakteri yang
merata dengan baik. Pada beberapa pinggan akan muncul koloni koloni yang
terpisah-pisah.
1.11.3 Metode tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar melakukan
pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu saat
hanya ditemukan satu sel di dalam tabung (Winarni, 1997).
1.11.4 Metode tusuk
Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukan ujung
jarum ose yang didalamnya terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke dalam
media (Winarni, 1997).
1.12

Perbedaan Inokulasi Jamur dan Bakteri


Perbedaan Inokulasi Jamur dan Bakteri adalah :

1. Inokulasi jamur menggunakan jarum ose bentuk batang. Hifa yang berbentuk
seperti benang mudah diambil dengan jarum ose batang dan mudah sekali tumbuh di
dalam suatu media.
2. Inokulasi bakteri menggunakan jarum ose bentuk bulat. Pada ujung jarum ose yang
berbentuk bulat, bakteri akan dapat terambil dalam jumlah yang relatif banyak.

1.13

Macam-Macam Media

Ada beberapa macam media yang digunakan untuk inokulasi yaitu :


1. Mixed culture : berisi dua atau lebih spesies mikroorganisme.
2. Plate culture: media padat dalam petridish.
3. Slant culture : media padat dalam tabung reaksi.
4. Stap culture : media padat dalam tabung reaksi, tetapi penanamannya dengan cara
penusukan.
5. Liquid culture : media cair dalam tabung reaksi.
6. Shake culture: media cair dalam tabung reaksi yang penanamannya dikocok.

DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Kumalaningsih, S. & Hidayat, N. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Malang: IKIP
Malang.
Prakasham, R. S. & Ramakrishna, S. V. 1998. Microbial fermentations with
immobilized cells, Lecture Handouts. India: Biochemical and Environmental
Engineering, Indian Institute of Chemical Technology.
Tim Penyusun. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II.
Pekanbaru: Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Warni. 1997. Teknik Inokulasi Mikroorganisme, http://www.scribd.com/teknikinokulasi-mikroorganisme/d/18656107, diakses pada 10 April 2015

Anda mungkin juga menyukai