Tunggal
Kebijakan moneter Indonesia telah memasuki era baru dalam sejarah moneter Indonesia
yang mana undang-undang tersebut disahkan pada tahun 1999. Undang-undang tersebut telah
terjadi perubahan fundamental dalam kebijakan moneter Indonesia. Tujuan bank Indonesia
secara tegas dikemukakan adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, namun
dengan system nilai tukar mengambang (flexible exchange rate), secara implisit tujuan kebijakan
moneter di Indonesia adalah menjaga kestabilan harga atau biasa disebut inflasi. Dalam jargon
ekonomi moneter, kebijakan moneter yang mempunyai tujuan akhirnya dalah inflasi sering
disebut dengan inflation targeting framework (ITF).
Terdapat empat cirri pokok kebijakan moneter dengan ITF. Pertama inflasi merupakan
sasaran utama kebijakan moneter artinya inflasi merupakan prioritas pencapaian dan acuan bagi
kebijakan moneter. Kedua, kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking. Ketiga,
kaidah atau pertimbangan respon kebijakan moneter missal dalam hal terjadi tekanan inflasi
kedepan Bank Indonesia mau tidak mau harus meningkatkan suku bunga. Keempat, mengacu
kepada prinsip tata kelola yang sehat.
Empat elemen dasar dalam penguatan kerangka kerja kebijakan moneter dengan ITF yang
dimulai sejak Juli 2005 antara lain :
Penggunaan suku bunga atau disebut dengan BI Rate sebegai reference rate dalam
pengendalian moneter.
Strategi kebijakan moneter bersifat antisipatif.
Strategi komunikasi kebijakan moneter lebih transparan
Penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah
RESPONS
KEBIJ
INSTRUMEM
BI RATE
INDIKATOR
SASARAN
KEBIJA
PRAKIRAAN
AKHI
SASARAN
MONETE
INFLAS
INFLA
SI
1. Manajemen
likuiditasn:
OPT,Fasilitas
Diskonto,Fore
x
1. Stabilisasi
nilai tukar
2. Kebijakan
moneter lain
3. Kebijakan
perbankan
intervention
2. Koridor suku
bunga
Kordinasi
pemerintah
KOMUNIKASI KEBIJAKAN
PERTUMBUHAN
Kesejahteraan
masyarak
Determinan inflasi,
at, trade
keterkaitan
off yang
antar variabel
optimal
antara
Model, riset,
statistic,
expert
KREDIBILITAS
1.Komitmen &
Konsisten 2.
KEBIJAKA
N
tahun 2004 yang merupakan perubahan undang-undang sebelumnya, yang mana sasaran inflasi
ditetapkan pemerintah dengan pertimbangan Bank Indonesia.
Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, Bank Indonesia menggunakan suku bunga atau
BI Rate sebagai sasaran operasional yang mana BI Rate berfungsi sebagai sinyal kebijakan
moneter yang ditetapkan Rapat Dewan Gubernur (RGD). BI Rate digunakan sebagai acuan
dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar suku bunga SBI berjangka waktu satu bulan
hasil lelang OPT berada di sekitar BI Rate.
Dalam rangka pengaturan likuiditas, Bank Indonesia juga menggunakan fasilitas Bank
Indonesia (FASBI) dan Fine Tune Kontraksi (FTK) untuk melakukan kontraksi moneter . FASBI
merupakan kegiatan secara langsung yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyerap
kelebihan likuiditas dan umumnya dilakukan secara harian.
BI Rate digunakan oleh Bank Indonesia sebagai sasaran operasional dalam pengendalian
inflasi. Dalam hal terdapat tekanan inflasi ke depan yang dapat membahayakan pencapaian
target, Bank Indonesia akan mengetatkan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga.
Kebijakan Moneter tersebut dilakukan secara forward looking. Dalam arti perubahan
suku bunga sekarang dilakukan untuk mengantisipasi perubahan inflasi pada masa yang akan
datang. Kenapa mekanisme itu terjadi ? Karena kebijakan moneter mempunyai lag atau dengan
kata lain sekarang baru dirasakan pada masa yang akan datang.
Inflation targeting memiliki beberapa keuntungan sebagai strategi jangka menengah
untuk kebijakan moneter. Berbeda dengan nilai tukar tetap, Inflation targeting memungkinkan
kebijakan moneter untuk focus pada pertimbangan domestic dan untuk merespon guncangan
terhadap perekonmian domestik. Sasaran inflasi memiliki keuntungan bahwa hubungan yang
stabil antara uang dan inflasi tidak penting untuk kesuksesan : Strategi tidak bergantung pada
hubungan tersebut, melainkan menggunakan semua informasi yang tersedia untuk menentukan
penagturan terbaik untuk instrument kebijakan moneter. Inflation targeting juga memiliki
keuntungan kunci yang mudah dipahami oleh public dan dengan demikian sangat transparan.
Adanya suatu preposisi dalam teori makro ekonomi yang mengmukakan bahwa inflasi
yang rendah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan efisiensi dalam jangka panjang. Uang
bersifat netral dalam jangka menengah dan panjang sehingga peningkatan jumlah uang beredar
hanya mempengaruhi tingkat harga, bukan output dan kesempatan kerja. Mahalnya biaya inflasi
yang tinggi, khususnya dalam kaitan dengan alokasi sumber daya atau pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang atau keduanya. Pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi memerlukan
lag yang sulit diprediksi dan bervariasi pengaruhnya.
Penetapan stabilitas harga akan mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Namun di sisi lain jika pencapaian kebijakan moneter tidak dilakukan secara
terukur juga dapat mengakibatkan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi. Misalnya, kebijakan
moneter yang terlalu ketat dapat menekan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah
pengangguran.
Salah satu alas an pertimbangan penggunaan strategi kebijakan moneter ini adalah karena
melemahnya hubungan antara besar-besaran moneter, sehingga mempersulit dalam pencapaian
sasaran akhir. Pertimbangan lainnya adalah karena terdapatnya kesulitan dalam mencapai sasaran
akhir ganda dalam waktu yang bersamaan karena terdapatnya trade off antara masing-masing
ganda tersebut. Sebagai missal adalah inflasi dan pengangguran, apabila Bank Sentral melakukan
ekspansi moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka tindakan tersebut akan
memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap laju inflasi dan keseimbangan neraca
pembayaran. Sebaliknya, apabila otoritas moneter ingin mengetatkan kebijakan moneter dalam
rangka mengendalikan laju inflasi maka hal tersebut akan berdampak negative terhadap
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pengangguran. Trade off tersebut merupakan phenomena
umum sebagaimana dikemukakan dalam teori Philips Curve.
Kerangka kerja inflation targeting
inflation targeting secara garis besar meliputi 3 kegiatan utama, yaitu penetapan target inflasi,
melakukan proyeksi inflasi dan menetapkan kebijakan operasional dalam pencapaian sasaran
inflasi.
a. Penetapan target inflasi
Karena inflation adalah strategi kebijakan moneter yang bersifat forward
looking maka dalam penetapan target inflasi perlu memperlihatkan.
hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaanya
di Indonesia. Ditambah dengan adanya factor lain yang juga menjadi kendala dalam
pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Hambatan dalam menciptakan independensi
Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini
system pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan
kewenangan penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi
pengawasan instrument keuangan.
b. Hambatan dalam memprediksi inflasi
Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam
pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di
Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan
keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini.
c. Hambatan konsistensi dan transparansi
Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga
akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan
mempersulit pemerintah dalam pemerintah dalam meraih kepercayaan dari
masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat
semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis
ekonomi.
d. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel
Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan
merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur,
maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan
incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada
kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible
e. Tingkat keparahan krisis
Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit
dibanding Negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi yang berhasil
diberlakukan di Negara-negata lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan
di Indonesia.
NAMA KELOMPOK :
Ary Bagus Octora (09313066)
Riza Andi Wijaya (09313010)