Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONJUNGTIVITIS VIRUS
Disusun oleh:
FAWAID AKBAR
I11112029
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tubuh manusia, organ yang paling sering dan paling terpapar
oleh lingkungan sekitar selain organ kulit, ialah mata. Walau mata
dilindungi oleh selaput konjungtiva dan dapat ditutup oleh dua kelopak
mata, namun mata tetap harus dalam keadaan terbuka jika ingin
mendapatkan hasil penglihatan yang baik. Oleh karena itu sangat mungkin
bila mata sering terkena infeki maupun iritasi yang akhirnya dapat melukai
dan mengganggu fungsi penglihatannya.1
Mata memilki segenap bagian-bagiannya, mulai dari media refraksi
cahaya, media penggeraknya, dan juga persyarafannya. Infeksi dapat
mengenai tiap bagian dari mata itu sendiri, termasuk selaput luar mata
yaitu konjungtiva karena posisinya yang berkontak langsung dengan dunia
luar. Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
mata (persambungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi
permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus
3
permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata
(kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat
terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1
Konjungtiva palpebralis
Menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat dibagi menjadi
marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.3
a Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai
sekitar 2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,
sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit
b
Forniks
Bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan
B. Histologis Konjungtiva
A. Lapisan epitel konjungtiva
Terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous
lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial
dari sel silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
Dan
Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios
dan sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade
oleh dua set pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan
cabang dari arcade arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva naterior
yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari
arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva
anterior untuk membentuk pleksus perikornea.3
C. Definisi dan Etiologi Konjungtivitis Virus.
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini
mengacu pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang
beragam. Virus merupakan agen infeksi yang umum ditemukan selain
konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.4
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab
konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis
virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam
faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata
primer oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan
biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler.Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan
konjungtivitis terutama pada neonatus.
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster
(VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum
kontagiosum, vaccinia), serta Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut
yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah
dan hemoragik.Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis
kronis yang terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi kedalam sakus
konjungtiva.Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan
seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox.Infeksi HIV pada
pasien AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen
posterior, namun infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan.
Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan
lama daripada individu lain yang immunokompeten. Konjungtivitis juga
7
kadang dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus sistemik seperti virus
influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps, Newcastle)
atau Rubella.1,4
D. Patofisiologi
Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi
permukaan mata (konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk
bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra).Konjungtiva melekat erat
dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan
kornea.Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet
yang terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan
lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat
melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan
gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya
konjungtivitis merupakan proses yang dapat sembuh dengan sendirinya,
namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi
yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.4
E. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala konjungtivitis berbagai etiologi secara umum dapat berupa
hiperemis, epifora, injeksi dan lain sebagainya.3
1. Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis.
Injeksi konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian
pembuluh darah konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik
dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia
tampak
pada
semua
bentuk
konjungtivitis.
Tetapi,
bersama
dengan
konjungtiva,
semakin
menurun
kita
secara
kuat
pada
10
11
9.
Phylctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi
terhadap toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari
konjungtiva pada mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan
limfositik pada pembuluh darah. Ketika berkembang menjadi ulserasi
dari
10.
konjungtiva,
dasar
ulkus
mempunyai
banyak
leukosit
polimorfonuklear.
Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan
Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema
stroma, yang mana menyebabkan pembengkakan dan memisahkan
lamela kolagen, memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh darah.
13
14
sedikit
kekeruhan
di
daerah
subepitel.
Limfadenopati
15
dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh
herpes mata.Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea
menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat
juga pseudomembranosa.Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra. Nodus
preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk
konjungtivitis HSV.1,2
4. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe
70 dan kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24.Yang khas pada
konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48
jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).Gejala dan tandanya adalah rasa
sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat
timbul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus,
namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan.Perdarahan berawal
dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah.Pada sebagian besar
kasus, didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelia.Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior
dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui
kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang
terkontaminasi, dan air.1,2
Konjungtivitis virus menahun meliputi:
1. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang
dengan infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak,
berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul
molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
16
dermatom
nervus
trigeminus
cabang
oftalmika.
17
bisa
menggunakan
biomicroscopic
slit
lamp
untuk
18
dengan
uji
netralisasi.
Kerokan
konjungtiva
jika
menunjukkan
inklusi
sitoplasma
iosinofilik
yang
19
konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan
Subjektif dan Obyektif.2
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis Virus ini antara lain:5,6,7 5,6
- Konjungtivitis Bakteri
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma.
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis dengan keluhan mata merah, termasuk konjungtivitis virus:
Algoritma diferensial diagnosis untuk mendiagnosis penyakit optalmik
dengan keluhan mata merah5
20
21
Tabel 1 .Differensial Diagnosis Mata Merah dengan Visus Normal ataupun Turun 7
Gejala
Injeksio
Kornea
Kekeruhan
kornea
Fotofobia
Halo
Tajam
Penglihatan
Sekret
Rasa nyeri
Gatal
Fler
Bilik mata
depan
Tekanan
intraokuler
Pupil
Vaskularisasi
Pengobatan
Konjungtivitis
Keratitis / Ulkus
Kornea
Siliar
Fluoresein
+/+++
Uveitis (Iritis)
Akut
Siliar
Presipitat
-
Glaukoma Akut
- / Ringan
Normal, atau
suram ringan
karena sekret
+
+/Normal
+++
Menurun
+++
Menurun
+
++
Menurun
++
+/Normal
++
++
Normal
++/+++
+/Dangkal
Normal
Normal
Rendah
Tinggi
Normal
a.konjungtiva
posterior
Antibiotik/antivira
l
Normal/Miosis
Siliar
Miosis ireguler
Pleksus siliar
Midriasis nonreaktif
Episkleral
Antibiotik,
sikloplegik
Steroid,
sikloplegik
+ Miotika diamox +
Konjungtiva
Jernih
-
Episkleral
Edema
+++
22
Temuan Klinik
dan Sitologi
Hiperemia
Gatal
Lakrimasi
Hemoragik
Eksudasi
Konjungtivitis
Bakteri
Umum (berat)
Minimal
Sedang
+
Banyak
(mukopurulen
sampai purulen)
Konjungtivitis
Virus
Umum (sedang)
Minimal
Banyak
+
Minimal (serous)
Konjungtivitis
Klamidial
Umum (sedang)
Minimal
Sedang
Banyak (mukoid
sampai
mukopurulen)
Kemosis
Papil
Folikel
Pseudomembran
++
+/+/(Streptococcus,
C.diphterica)
Jarang
+/+
+/-
+/+/++
-
Sering
Tidak ada
Bakteri, PMN
Monosit
+
Hanya sering
pada
konjungtivitis
inklusi
PMN, plasma sel
badan inklusi
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Tidak pernah
Tidak pernah
Panus
Adenopati
Preaurikuler
Pewarnaan
kerokan dan
eksudat
Disertai sakit
tenggorokan dan
demam
Konjungtivitis
Alergi
Umum (sedang)
Hebat
Sedang
Minimal (serous
sampai mukoid,
putih, berserabut,
lengket)
++
+
+
-
Eosinofil
G. Komplikasi
Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:
Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi
ulkus kornea
H. Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral umumnya dapat sembuh sendiri. Terapi untuk
konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus dapat diterapi dengan
terapi suportif. Pasien diinstruksikan untuk melakukan kompres dingin dan
pemberian tetes mata steril. Vasokonstriktor dan antihistamin topikal dapat
23
digunakan untuk mengatasi rasa gatal yang berlebihan. Untuk pasien yang
dicurigai berpotensi terkena infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik
topikal untuk mencegah infeksi bakteri.9
Pada pasien dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus
Herpes simpleks, terapi antiviral topikal dapat diberikan seperti,
idoxuridine, vidarabine dan trifluridine.
dan
gejala
dari
24
25
menggunakan
peralatan
yang
akan
digunakan
untuk
I.
Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus
dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat
terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.
26
BAB III
PENYAJIAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Periksa
:
:
:
:
:
:
:
Ny. N
54 tahun
Perempuan
Melayu
Ibu Rumah Tangga
Jalan Wajok Hulu
30 Agustus 2016
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan mata kiri dan kanan merah
2. Keluhan Tambahan :
Pasien merasa mata kiri dan kanan berair, gatal dan seperti ada pasir
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Balai Pengobatan Mata dan Gigi Kota Pontianak bersama
anaknya. Pasien mengeluhkan mata merah sejak 7 hari yang lalu. Awalnya
mata merah di sebelah kanan kemudian merambat ke mata kiri. Keluhan
Disertai Mata terasa gatal dan berair. Mata sulit dibuka terutama di pagi hari.
Pasien juga mengatakan kelopak matanya bengkak, terasa seperti berpasir, dan
juga terasa perih. Pasien juga mengeluhkan demam pada hari ke 4. Pasien
mengaku awalnya cucu pasien mengalami hal yang sama kemudian menular
kepada pasien. Pasien mengalami penurunan penglihatan dan pandangan kabur,
sebekumnya tidak ada trauma mata. Pasien tidak mengalami mual, muntah dan
sakit kepala. Pasien juga mengkompres dengan air dingin di matanya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga :
27
D. Status Oftalmologi
28
1. Visus
Okuli Dekstra
5/30
5/10
-
Visus
Koreksi dan Addisi
Pinhole
Kacamata Lama
Pupil Distance: 64 mm
Okuli Sinistra
5/20
5/5
-
29
Okuli Dekstra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah,
tanpa hambatan
OD
+
+
Okuli Sinistra
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah,
tanpa hambatan
OS
+
Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Okuli Sinistra
Palpebra Superior
dan Inferior
batas normal.
Tampak Hiperemis, terlihat
Konjungtiva Tarsal
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Konjungtiva
Kemosis (-)
Tampak Hiperemis dengan
Kemosis (-)
Tampak Hiperemis dengan
Konjungtiva Bulbi
lateral.
lateral.
30
Sklera
Kornea
tekan (-)
Permukaan jernih dan licin,
(-)
Permukaan jernih dan licin,
sensibilitas baik, edema (-),
Bilik Anterior
Hipopion (-)
Iris : berwarna cokelat, intak
Hipopion (-)
Iris : berwarna cokelat, intak
Lensa
Vitreous
Fundus
2mm
2mm
Tonometeri Palpasi
Pemeriksaan Lain:
31
Polynel Ed
Ciprofloaxacin
Cendo Mycos Eo
Parasetamol
6 tetes OD/hari
2x500 mg
3 x 500 mg
b. Non Medikamentosa
32
J. Prognosis
Ad Vitam
:
Ad Fungsionam :
Ad Sanationam :
Okuli Dekstra
Ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
Okuli Sinistra
Bonam
Bonam
Bonam
33
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
Ny. N yang datang ke Balai Pengobatan Mata dan Gigi Kota Pontianak
didapatkan keluhan Pasien mengeluhkan mata merah sejak 7 hari yang lalu.
Awalnya mata merah di sebelah kanan kemudian merambat ke mata kiri.
Keluhan Disertai Mata terasa gatal dan berair. Mata sulit dibuka terutama di
pagi hari. Pasien juga mengatakan kelopaknya bengkak, terasa seperti berpasir,
dan juga terasa perih. Pasien mengaku awalnya cucu pasien mengalami hal
yang sama kemudian menular kepada pasien. Pasien mengalami penurunan
penglihatan dan pandangan kabur, sebekumnya tidak ada trauma mata. Pasien
tidak mengalami mual, muntah dan sakit kepala. Pasien juga mengkompres
dengan air dingin di matanya.
Dari pemeriksaan visus yang diperoleh VOD 5/30 dan VOS 5/20. Pada
konjungtiva tarsal tampak Hiperemis dan terlihat Injeksi Konjungtiva, serta di
konjungtiva bulbi tampak Hiperemis dengan Injeksi Konjungtiva yang bermula
34
dari kantus medial dan lateral dan terdapat sekret Serous mucous. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis oftalmologi. Dari
anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama merah pada mata
kanan dan kiri yang dialami sejak 7 hari yang lalu, disertai rasa berpasir (+),
rasa mengganjal (+), rasa perih (+), air mata berlebih (+),Berair (+) kelopak
mata sulit di buka pada pagi hari saat bangun tidur (+), gatal (+).Pasien juga
mengeluhkan demam pada hari ke 4. Riwayat kontak dengan penderita dengan
penyakit yang sama (+). Pada pemeriksaan oftalmologi ODS, didapatkan
palpebra edema dan hiperemis, ada sekret serous mukous, hiperlakrimasi,
fotofobia dan terlihat injeksi konjungtiva. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa gambaran klinis dari konjungtivitis adalah gejala
subjektif mata terasa pedih, seperti ada benda asing, silau dan lakrimasi. 2 Pada
konjungtivitis viral ditemukan adanya edema palpebra, hiperemi konjungtiva,
sekret serous serta ada pembesaran kelenjar getah bening preaurikular.7
Diagnosis konjungtivitis viral umumnya sudah dapat ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis saja.5
Pada konjungtivitis ketajaman penglihatan (visus) biasanya normal, tapi
dapat menurun akibat adanya sekret dan debris pada tear film. 2 Riwayat kontak
dengan penderita yang terinfeksi konjungtivitis penting untuk ditanyakan,
karena konjungtivitis akibat infeksi (virus, bakteri) mudah menular.
Penularannya dapat melalui kontak mata tangan (eye hand contact),
handuk, saputangan, linen, lensa kontak dan kacamata.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah konjungtivitis bakteri dan alergi,
karena gejala subjektifnya sama. Yang membedakan adalah pada konjungtivitis
bakteri sekretnya banyak dan bersifat purulen. Pada konjungtivitis alergi
sekretnya sedikit, bersifat mukoid dan gejala yang khas adalah gatal hebat.
Nodul prearikular jarang ditemukan pada konjugtivitis bakteri dan tidak
ditemukan pada konjungtivitis alergi. Dalam pemeriksaan kerokan konjungtiva,
pada konjungtivitis viral ditemukan monosit sedangkan pada konjungtivitis
viral terlihat bakteri dan PMN dan pada konjungtivitis viral ditemukan
eosinofil.1
35
infeksi
sekunder,
dan
steroid
untuk
mengurangi
gejala.1
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Diagnosis konjungtivitis viral pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis hiperlakrimasi, fotofobia, edema palpebra, hiperemi
konjungtiva, sekret serous serta pembesaran kelenjar getah bening
preaurikular.
2. Pengobatan konjungtivitis viral bersifat suportif seperti lubrikasi,
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, dan steroid untuk
mengurangi gejala.
3. Prognosis pasien dalam kasus ini adalah dubia ad bonam karena cepat
ditangani.
B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,
Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 18 th
edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2013. p108-112
2. SU Suharjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Ed. 2. Fakultas kedokteran
Univesitas Gadjah Mada. 2012.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi
Umum (General Ophthalmology). Ed. 17. Widya Medika, Jakarta : 2013.
97-108
4. Scott,
IU.
Viral
Conjunctivitis.
2014.
Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall.
5. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang,
Ed. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New
York: Thieme; p.67-83.
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2008. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hal.109-28.
37
7. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal
Science Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009.
2008. Singapore : American Academy of Ophthalmology; p.169-71.
8. Garcia-Ferrer, Francisco J.; Schwab, Ivan R.; Shetlar, Debra J.
Conjunctiva. In: Riordan-Eva, Paul; Whitcher, John P., Eds. Vaughan &
Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition. 2004. London: McGrawHill; p.1019. American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern:
conjunctivitis, 2nd ed. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2003
10. Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral. California: Penn State
College of Medicine. Diakses pada tanggal 1 September 2016.
38