Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor pendukung dalam kegiatan Pembangunan Nasional yang
telah lama dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia adalah pajak.
Keberadaan pajak memang terbukti sangat kuat pengaruhnya pada pemasukan
negara. Maka memang tidaklah berlebihan jika pemerintah sangat mengandalkan
pajak demi perputaran roda Pembangunan Nasional.
Kontribusi masyarakat di dalam pembayaran pajak memang sudah
selayaknya diperhitungkan sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mendongkrak peningkatan penerimaan dalam negeri. Di dalam
terminologi governance atau tata kepemerintahan, ada tiga komponen yang
terlibat dalam sebuah pemerintahan yaitu pemerintah sebagai public governance,
dunia usaha/swasta sebagai corporate governance, dan masyarakat sebagai civil
society. Dalam konteks ini, masyarakat sebagai civil society mempunyai peran dan
tanggung jawab yang cukup besar dalam mencitrakan sebuah good governance
atau tata kepemerintahan yang baik. (Erni Murniasih, 2005:478)
Pajak Penghasilan (PPh) sebagai salah satu cabang dari pajak yang
diterapkan pemerintah berperan aktif dalam menggerakkan laju pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Pemerintah sendiri sangat menggantungkan Pajak
Penghasilan (PPh) yang dibebankan kepada Wajib Pajak (WP) sebagai kontribusi
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak PPh Pasal 21 di KPP Pratama Kota Pekalongan tahun
2009 - 2013
No
Tahun
Total
2009
Jumlah WP Terdaftar
(Kota dan Kab. Pekalongan,
Kab. Pemalang)
866
1
2
2010
1239
2105
2011
2907
5054
2012
2949
7961
2013
1541
9502
Jumah Keseluruhan WP
866
24622
Sumber: KPP Pratama Kota Pekalongan, Rabu, 4 Februari 2015 pukul 08.00 WIB
Dari Tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa meskipun total
keseluruhan jumlah Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang terdaftar di KPP
Pratama Kota Pekalongan cenderung mengalami kenaikan, tetapi jumlah
Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang terdaftar mengalami fluktuasi. Hal ini
menunjukkan bahwa KPP Pratama perlu meningkatkan lagi sosialisasi
pada masyarakat Pekalongan agar mampu menjaring masyarakat yang
potensial yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak di kota Pekalongan
agar mampu mencapai target yang telah direncanakan.
Perlu disadari bersama bahwa proses pemungutan pajak tidaklah
mudah. Proses ini memerlukan peran aktif aparat pajak dan juga kesadaran
diri para Wajib Pajak. Karena menurut PerundangUndangan Pajak,
Indonesia menganut sistem self assesment atau pemberian kepercayaan
10
11
Sapti Wuri Handayani, dkk (2013), Sylivia Fitriana, dkk (2013), dan Bona
Imelda (2014) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman peraturan
perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemauan Wajib
Pajak dalam membayar pajak.
Selain kesadaran dan pengetahuan akan pajak, tingkat kepercayaan
Wajib Pajak terhadap aparat pajak juga termasuk pondasi yang dibutuhkan
dalam kelancaran proses pemungutan pajak. Maka, tidak sedikit pula
peneliti yang meneliti pengaruh kepecayaan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, seperti hasil penelitian dari Scholz dan Lubell (1998) dan Togler
dan Schneider (2004) menyatakan bahwa kepercayaan berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Namun, Sapti Wuri Handayani, dkk
(2013) menyatakan bahwa kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan
hukum tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Tingkat kepercayaan Wajib Pajak terhadap sistem pemerintahan
dan hukum di Indonesia masih tergolong minim. Banyak Wajib Pajak di
Indonesia, termasuk Wajib Pajak di kota Pekalongan yang sengaja
menghindari pembayaran pajak karena sebagian besar diantara mereka
trauma dengan mencuatnya kasus mafia pajak beberapa tahun yang lalu.
Menurut wawancara peneliti dengan Bagian Waskon di KPP
Pratama Kota Pekalongan pada hari Rabu, 4 Februari 2015 pukul 12.00
WIB, meski pemerintah telah memperketat sistem untuk semua jenis
pajak, namun trauma yang membekas pada persepsi mereka terhadap hal
12
yang
berbau
pajak
seakan
membuat
mereka
teringat
kembali
13
14
dibahas dalam penelitian ini, seperti hasil penelitian dari Tatiana Ratung
(2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa program Sunset Policy
berpengaruh signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kemauan membayar pajak. Sedangkan Mira Novana Ardiani (2010) dalam
Monica Dian Anggraeni (2010) menemukan bahwa program Sunset Policy
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Meski ada beberapa peneliti yang menyatakan bahwa program
Sunset Policy membantu peningkatan jumlah Wajib Pajak, akan tetapi
jumlah penambahan Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang terdaftar di KPP
Pratama Kota Pekalongan setelah adanya program ini justru cenderung
mengalami penurunan. Dari data yang diperoleh dari Bagian Informasi di
KPP Pratama Kota Pekalongan, jumlah penambahan Wajib Pajak PPh
Pasal 21 yang terdaftar pada tahun 2007 (1 tahun sebelum Sunset Policy)
sejumlah 889 Wajib Pajak.
Selanjutnya, pada saat diberlakukannya program ini oleh
pemerintah di tahun 2008, jumlah Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang terdaftar
memang sempat bertambah menjadi 900 Wajib Pajak PPh Pasal 21. Tetapi
tahun berikutnya jumlah tersebut turun ke angka 866 Wajib Pajak PPh
Pasal 21. Menurut Bagian Waskon KPP Pratama Kota Pekalongan,
program ini kurang disosialisasikan pada masyarakat di wilayah kerja KPP
Pratama Kota Pekalongan sehingga mungkin faktor inilah yang menjadi
pemicu kurangnya informasi yang diperoleh oleh Wajib Pajak di wilayah
15
uraian-uraian
di
atas,
maka
peneliti
akan
16
17
terhadap
empiris bahwa
tingkat
kepatuhan
tingkat
Wajib
kepercayaan
Pajak
dalam
terhadap
tingkat
kepatuhan
Wajib
Pajak
dalam
18
19