Anda di halaman 1dari 17

KURIKULUM

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Oleh :
Putu Ade Adnyana Putra

(1315057001)

Ida Bagus Pustaka

(1315057017)

Ida Bagus Gede Tegar Putra Astawa (1315057008)


(1315057011)

I Gede Boqi Sudhana

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


1.

Ralph Tyler
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and Instruction (1949),

Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to be treted logically and


systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang pentingnya pendapat secara rasional,
menganalisis, menginterpretasi kurikulum dan program pengajarannya dari suatu pengajaran
dari suatu lembaga pendidikan. Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang
terbaik, dengan penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan
model pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya
(seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
a.

Langkah

l:

Tyler

merekomendasikan,

bahwa

perencana

kurikulum

agar

mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan mengumpulkan


data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat (fimgsi yang
diperlukan) dan subject matter.
b. Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya
dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi
belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan meyebutkannya juga
pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagai saringan pertama untuk tujuan
iniSelanjutnya

perlu

disusun

garis-garis

besar

nilai-nilai

yang

didapat

dan

mengilustrasikannya dengan memberi tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk


melaksanakan penyaringan, para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang
baik, dan psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara efesien. Tyler pun
menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :
1) Mengembangkan kemampuan berpikir
2) Menolong dalam memperoleh informasi
3) Mengembangkan sikap masyarakat
4) Mengembangkan minat
5) Mengembangkan sikap kemasyarakatan

c. Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian tujuan.


Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang
telah dimililiki oleh peserta didik.
d. Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan
berbagai prosedur evaluasi
e. Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan
mengkaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.
f. Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam
pengembangan kurikulum
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara
konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-pengalaman belajar,
karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak
didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan konten (isi) dan kegiatan belajar.
Untuk mengembangkan pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada
pemberian pengalaman para pelajar yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan
benar. Dari beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari
segi yang sempit atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau
diluar sekolah).

2.

Inverted Model Hilda Taba


Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar pengaruhnya

adalah Curriculum Development: Theory and Pratice (1962). Dalam buku ini, Hilda Taba
mengungkapkan pendekatanya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya
itu, Taba mengindetifasikan model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap
pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh
Hilda Tiba ini berbeda dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang bersifat
dekduktif karena caranya induktif. Oleh Karena itu sring disebut Model Terbalik atau
Inverted Model .
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan,
penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan untuk
lebih mempertemukan antara teori dan pratik, serta menghilangkan sifat keumuman dan
keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam
pendekatanya, Taba menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input)
pada proses setiap langkah proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk

menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan
individu pelajar (psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim
bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya berisi
seleksi dan organisasi isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk
(patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan
dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih.
Panitia ini bertugas :
a. mempelajari

daerah-daerah

fundasional

dan

mengembangkan

rumusan

kesepakatan fundasional
b. merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang
telah dirumuskan
c. mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d. melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan

inovasi

kreatif,

sebab

membatasi

kemungkinan

mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :


a.
bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka
sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan
b.

diuji.
panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencanarencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas

c.

dasar logika bukan empiric


karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang
dihasilkan cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan

abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktek instruksional


Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang
tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam
teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan (1) Integrasi isi
/ materi, (2) Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek core tersebut umumnya
hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran yang
terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari materi (content) yang
valid. Bentuk core yang dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan
pemisahan teori dan praktek
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan
mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari perencanaan unit-unit

mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali aengan desain kerangka
(framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada
gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh
(overall design). Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
a. membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena
produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman
praktis.
b. kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guruguru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti
dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh
umtan tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih
berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan
perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi
tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan
atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris
untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming
unit yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini
dirancang melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing needs
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis
tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya
tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan
2) Formulating Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang
dimmuskan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi
titik berat pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus
tersebut dapat tercapai oleh masing-masing imit.
3) Selecting Content

Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus
mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan
seleksi terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik utama, pemilihan
ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4) Organizing Content.
Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat
siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5) Selecting Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi
pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.
6) Organizing Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi
materi (content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan
abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah
perolehan konsep dan prilaku yang baik
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil
evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta penilaian
dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek
konsistensi antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan
topik-topik yang telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
b. Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di
kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda
gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi
masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan
informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula
penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini
dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini
berupa teaching leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai,
maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Langkah Keempat Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :

1)

Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi?

Apakah lingkup isi telah memadai?


2) Apakah isi telah tersusun berurutan secara logis?
3) Apakah aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan
keterampilan mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya.
Produk

dari

langkah-langkah

ini

adalah

dokumen

kurikulum

yang

siap

untuk

diimplementasikan dan diidentifikasikan.


e.

Langkah Keempat, Instalation and Desimination of The New Unit

Instalasi

dan

desiminasi

adalah

peresmian

dan

penyebarluasan

kurikulum

hasil

pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab
tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap
yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan
berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di
kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan
dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum
agar tercapai hasil optimal.

3.

D. K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967)

mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat


menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling
berhubungan dan bergantungan.
Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya
memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional.
Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah
sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western Australia,
Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler dan Taba.
Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer, akan
menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak bahwa

Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya
dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheelers phases) adalah:
Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives
(seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
a.

Selection of content through which certain types of experiences may be offered (Seleksi

b.

isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)


Organization and intergration of learning exprinces and content with respect to the
teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang

c.

berkenaan dengan proses belajar dan mengajar)


Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan masalahmasalah tujuan)

Kelebihangan dari model adalah :


a. Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives
b. Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
c. Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini:
a. Wajahnya yang bersifat logis
b. Pengimplementasinya
4. Audrey dan Howard Nicholls
Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey dan
Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakip elemenelemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan
pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah
sudah lama ada.
Nicholas menitik beratkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional,
khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya perubahan situasi.
Mereka berpendapat bahwa : change should be planed and introduced on a rational
and valid this according to logical process, and this has not been the case in the vast
majority of changes that have already taken place
Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler, Taba, Wheeller dengan
menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk lingkaran, dan ini dilakuakan

demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional analysis). Kedua penulis ini
mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih
jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum itu harus dibuat harus
diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis situasi
menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang membuat para pengembang kurikulum
memahami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan.
Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut
menurut Nicholls adalah;
a.
b.
c.
d.
e.

Situsional analysis (analisis situasional)


Selection of objectives (seleksi tujuan)
Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)
Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang disengaja

untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara
khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya memakai
pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua
situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis
tersebut dalam perencanaan kurikulum.
Audery dan Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba, dan Wheeler
dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini
dilakukan demi langkah awal yaitu analisis situasi.
Lima langkah pengembangan kurikulum menurut Audery dan Nicholls yaitu,
a. Analisis situas
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasi metode
e. Evaluasi
Analisis Situasi
Menentukan tujuan khusus

Evaluasi
Menentukan dan mengorganisasian isi pelajaran

Menentukan dan mengorganisasi metode

Model pengembangan kurikulum D. K. Wheeler, Audery dan Howard Nicholls dikategorikan


dalam Cycle Models yang mana dalam model ini juga mempunyai kekuatan dan kelemahan.
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam model pengembangan
kurikulum cycle models. Sama dengan rational models, maka cycle models ini juga memiliki
beberapa kelebihan dan juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
a.

Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya

b.

Dengan menerapkan situational analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan


dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.

c.

Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat
menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi
terhadap perubahan situasi.

Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena model ini memiliki beberapa
kesamaan dengan rational model maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir
sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah
membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa
kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis data yang
sistematis dan sesuai dengan situasi.

5. Decker Walker
Pada awal 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model
dalam proses kurikulum ini tidak menerrima pendapat dalam literaratur yang tidak populer.
Walker (1971) berpendapat bahwa pengemabangan kurikulum tidak mengikuti pendekatan
yang telah ditetntukan dari urutan yang rational dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka
mengembangkan kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan
natural daripada dalam kurikulum.
Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum,
seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek kurikulum
bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami
dalam proses kurikulum. It is a naturalistic model in the sense that it was constructed to

represent phenomena and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as


possible with a few terns and principles.
Ada empat fase dalam pengembangan model kurikulum ini yakni:
a. Fase pertama
Walker mempunyai argument bahwa pernyataan platform di organisasikan oleh para
pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan,
pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum. Aspek-aspek tersebut mungkin
tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk basis platform sehingga
kurikulum mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum (curriculum developers).
b. Fase kedua
Walker berpendaoat bahwa pengembang kurikulum tidak memula tugas dalam keadaan
kosong (a blank state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal pengembangan kurikulum sebagai
menngindinkasikan

adanya

kesukaan

den

perlakuan

sebagai

dasar

(paltfrom)

mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The Platfrom includes an idea of


what is ought to be and these guides the curriculum developer in the dertemining what should
be do to realize his vision
c. Fase ketiga
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase pertimabangan
yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan
pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada. Berbagai
peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan ide-ide mereka
mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan
menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.
d. Fase keempat
Fase model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers
membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum.
Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individuindividu. Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk
dokumen kurikulum atau materi yang lebi spesifik.

6. Malcolm Skilbeck
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australias
Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model
dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum.
Dalam

sebuah

artikelnya,

Skilbeck

(1976)

mengajurkan

suatu

pendekatan

dan

mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan


pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang
membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal
ini, Skilbeck memepertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan
pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum dan memualianya
dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan oleh model rasional. Skilbeck
mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi developers untuk
menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut,
Skilbeck berpendapat bahwa a situasional analysis harus dilakukan. Untuk lebih mudah
memahami model yang ditawarkan Skilbeck, gamabr ini mungking bisa membantu:
Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development (SBCD)
dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam suatu proses kurikulum.
Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengemban
kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut
pada nilai dan model tersebut terletak pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by natur, namun
Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap). Skilbeck
mengingatkan

bahwa

pengembangan

kuriulum

(curriculum

development)

perlu

mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah (stage) tersebut
secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat membingungkan, karena
sebenarnya model tersebutmendukung pendekang rasional daripada pengembangan
kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model outlined does not presuppose a
means and analysis at all, it simply encourages teams and or groups of curriculum developers
to take account different elements and aspects of the curriculum development process, to the
see the process as an organic whole and to wrok in a moderately systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu
alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah
mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan
perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih
bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan moderat.

7. Integrated Curriculum
Melalui pembelajaran terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung
sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep
yang telah dipelajarinya. Peserta didik dilatih untuk dapa menemukan sendiri berbagai
konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistis), bermakna, autentik, aktif. Pengalaman
belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsure-unsur konseptual akan menjadikan proses
belajar lebih efektif.
Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana
yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan
dikenal peserta didik.dalam pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari
berbagai aspek bidang kajian. Melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang
relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang
berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian
tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.
Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah pembelajaran sebagian besar masih
dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Hal ini disebabkan
antara lain karena:
a. Kurikulum itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi, melainkan
masih terpisah-pisah antar bidang ilmu;
b. Meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru, tetapi para guru di
sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga dianggap sebagai hal yang baru.
Bila kita cermati, pendidikan di Indonesia masih menggunakan Separated Subjek
Curriculum. Dalam kurikulum tipe ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang
sempit, dimana antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah,
terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran
menjadi sempit ruang lingkupnya.
Kurikulum terpadu disebut juga Integrated Curriculum. Secara istilah, integrasi
memiliki sinonim dengan perpaduan, penyatuan, atau penggabungan dari dua objek atau
lebih (Wedawaty, 1990: 26). Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh

Poerwadarminta (1997: 326), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebulatan atau
menjadi utuh. Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu permasalahan
atu topic tertentu, misalnya suatu masalah dimana semua mata pelajaran dirancang dengan
mengacu pada topic tertentu. Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan
anak di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa dalam menghadapi berbagai
persoalan di luar sekolah. Biasanya bentuk kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui
pelajaran unit, di mana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makan bagi siswa
yang dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak diarahkan untuk
melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan
pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur
horizontal ini terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah (1)
separate-subjek-curriculum, (2) correlated-subject-curriculum, dan (3) integrated-curriculum.
Konsep Dasar Integrated Curriculum
Ciri pokok integrated curriculum adalah tiadanya batas atau sekat antramata pelajaran. Semua
mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. oleh karena itu, kurikulum ini disebut
juga sebagai kurikulum unit. kalau dalam correlated subject curriculum masing-masing mata
pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka dalam integrated curriculum ciri-ciri
setiap mata pelajaran hilang sama sekali. Namun, jangan disalahpahami, integrated
curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran,
melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui keterpaduan diharapkan dapat berbentuk pula keutuhan kepribadian anak didik yang
sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah
harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di
masyarakat.
Ciri-ciri integrated curriculum adalah sebagai berikut:
merupakan kesatuan utuh bahan pelajaran. Faktor yang menyatukan antar bahan pelajaran itu
ialah masalah-masalah yang harus diselidiki dan dipecahkan anak didik. Seluruh bahan
pelajaran digunakan untuk memecahkan masalah.
unit disusun berdasarkan kebutuhan anak didik, yang bersifat pribadi maupun sosial, baik
yang menyangkut kejasmanian maupun kerohanian. dengan sistem unit ini sengaja

ditingkatkan perkembangan sosial anak dengan cara bekerja sama melalui kerja kelompok.
dalam unit, anak dihadapkan pada berbagai situasi yang mengandung permasalahan yang
berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari (life centered) yang dikaitkan dengan pelajaran di
sekolah. dengan demikian, anak dilatih untuk memecahkan masalah dengan metode berfikir
ilmiah, yang dilakukan dengan langkah-langkah.
(1) merumuskan masalah,
(2)mencari jawaban dengan mencari dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari buku
ataupun sumber lain,
(3) menganalisis, mengamati dan melakukan percobaan,
(4) mengambil kesimpulan, dan
(5)melakukan tindakan sesuai dengan hasil yang diperoleh.
unit mempergunakan dorongan-dorongan sewajarnya pada diri anak dengan melandaskan diri
pada teori-teori belajar. anak diberi kesempatan melakukan kegiatan sesuai dengan minatnya.
anakpun harus diikutsertakan dalam menetapkan pokok-pokok masalah yang akan
diperlajarinya.
pelaksanaan unit biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dari pada model pelajaran
biasa. untuk memecahkan satu masalah bisa jadi diperlukan waktu berjam-jam.
Kelebihan Integrated Curriculum
- segala hal yang dipelajari dalam unit bertalian erat satu sama lain. bukan sekedar
fakta-fakta terpisah, sehingga lebih fungsional bagi kehidupan anak.
- sesuai dengan teori baru mengenai belajar yang mendasarkan pada pengalaman,
kematangan, dan minat anak. anak terlibat secara aktif, berbuat, serta belajar
bertanggung jawab.
- memungkinkan hubungan yang lebih erat antara sekolah dan masyarakat, karena
masyarakat dapat menjadi laboratorium kegiatan belajar.
Kelemahan Integrated Curriculum
- tidak mempunyai organisasi yang logis dan sistematis. bahan pelajaran tidak dapat
ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh guru atau lembaga, melainkan harus
-

dirancang secara bersama-sama dengan murid.


para guru umumnya tidak disiapkan untuk menjalankan kurikulum dalam bentuk unit.
pelaksanaan kurikulum unit sangat memerlukan waktu, serta dukungan peralatan dan

sarana dan prasarana yang cukup.


tidak memiliki standar hasil belajar yang jelas, sehingga sulit mengukur kemampuan
anak secara nasional.

Daftar Pustaka

Andita,

Dyah. 2012. Model-Model Pengembangan Kurikulum. Tersedia pada


http://dyahandita.blogspot.com/2012/04/1.html (diakses tanggal 08 September 2013)

Heman, Wijaya. 2012. Model Pengembangan Kurikulum. Tersedia pada http://herdefi2011wijayahermanyahocom.blogspot.com/2012/05/model-pengemabangankurikulum.html (diakses tanggal 08 september 2013)
Pratiwi . 2010. Pendekan dan model pengembangan kurikulum. Tersedia pada
http://pratiwi174.blogspot.com/2010/11/pendekatan-dan-modelpengembangan_21.html (diakses tanggal 08 september 2013)
Ajat.

2012.

integrated
curicuum.
Tersedia
pada
http://mrc0r3.blogspot.com/2012/05/integrated-curriculum.html
(diakses
tanggal
08
september 2013)

Anda mungkin juga menyukai