Model Pengembangan Kurikulum
Model Pengembangan Kurikulum
Oleh :
Putu Ade Adnyana Putra
(1315057001)
(1315057017)
Ralph Tyler
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and Instruction (1949),
Langkah
l:
Tyler
merekomendasikan,
bahwa
perencana
kurikulum
agar
perlu
disusun
garis-garis
besar
nilai-nilai
yang
didapat
dan
2.
adalah Curriculum Development: Theory and Pratice (1962). Dalam buku ini, Hilda Taba
mengungkapkan pendekatanya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya
itu, Taba mengindetifasikan model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap
pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh
Hilda Tiba ini berbeda dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang bersifat
dekduktif karena caranya induktif. Oleh Karena itu sring disebut Model Terbalik atau
Inverted Model .
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan,
penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan untuk
lebih mempertemukan antara teori dan pratik, serta menghilangkan sifat keumuman dan
keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam
pendekatanya, Taba menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input)
pada proses setiap langkah proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk
menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan
individu pelajar (psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim
bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya berisi
seleksi dan organisasi isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk
(patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan
dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih.
Panitia ini bertugas :
a. mempelajari
daerah-daerah
fundasional
dan
mengembangkan
rumusan
kesepakatan fundasional
b. merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang
telah dirumuskan
c. mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d. melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan
inovasi
kreatif,
sebab
membatasi
kemungkinan
diuji.
panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencanarencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas
c.
mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali aengan desain kerangka
(framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada
gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh
(overall design). Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
a. membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena
produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman
praktis.
b. kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guruguru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti
dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh
umtan tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih
berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan
perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi
tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan
atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris
untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming
unit yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini
dirancang melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing needs
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis
tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya
tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan
2) Formulating Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang
dimmuskan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi
titik berat pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus
tersebut dapat tercapai oleh masing-masing imit.
3) Selecting Content
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus
mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan
seleksi terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik utama, pemilihan
ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4) Organizing Content.
Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat
siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5) Selecting Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi
pelajaran. Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.
6) Organizing Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi
materi (content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan
abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah
perolehan konsep dan prilaku yang baik
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil
evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta penilaian
dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek
konsistensi antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan
topik-topik yang telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
b. Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di
kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda
gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi
masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan
informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula
penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini
dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini
berupa teaching leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai,
maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Langkah Keempat Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :
1)
dari
langkah-langkah
ini
adalah
dokumen
kurikulum
yang
siap
untuk
Instalasi
dan
desiminasi
adalah
peresmian
dan
penyebarluasan
kurikulum
hasil
pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab
tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap
yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan
berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di
kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan
dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum
agar tercapai hasil optimal.
3.
D. K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967)
Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya
dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheelers phases) adalah:
Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives
(seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
a.
Selection of content through which certain types of experiences may be offered (Seleksi
b.
c.
demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional analysis). Kedua penulis ini
mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih
jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum itu harus dibuat harus
diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis situasi
menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang membuat para pengembang kurikulum
memahami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan.
Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut
menurut Nicholls adalah;
a.
b.
c.
d.
e.
untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara
khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya memakai
pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua
situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis
tersebut dalam perencanaan kurikulum.
Audery dan Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba, dan Wheeler
dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini
dilakukan demi langkah awal yaitu analisis situasi.
Lima langkah pengembangan kurikulum menurut Audery dan Nicholls yaitu,
a. Analisis situas
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasi metode
e. Evaluasi
Analisis Situasi
Menentukan tujuan khusus
Evaluasi
Menentukan dan mengorganisasian isi pelajaran
b.
c.
Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat
menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi
terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena model ini memiliki beberapa
kesamaan dengan rational model maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir
sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah
membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa
kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis data yang
sistematis dan sesuai dengan situasi.
5. Decker Walker
Pada awal 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model
dalam proses kurikulum ini tidak menerrima pendapat dalam literaratur yang tidak populer.
Walker (1971) berpendapat bahwa pengemabangan kurikulum tidak mengikuti pendekatan
yang telah ditetntukan dari urutan yang rational dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka
mengembangkan kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan
natural daripada dalam kurikulum.
Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum,
seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek kurikulum
bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami
dalam proses kurikulum. It is a naturalistic model in the sense that it was constructed to
adanya
kesukaan
den
perlakuan
sebagai
dasar
(paltfrom)
6. Malcolm Skilbeck
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australias
Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model
dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum.
Dalam
sebuah
artikelnya,
Skilbeck
(1976)
mengajurkan
suatu
pendekatan
dan
bahwa
pengembangan
kuriulum
(curriculum
development)
perlu
mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah (stage) tersebut
secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat membingungkan, karena
sebenarnya model tersebutmendukung pendekang rasional daripada pengembangan
kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model outlined does not presuppose a
means and analysis at all, it simply encourages teams and or groups of curriculum developers
to take account different elements and aspects of the curriculum development process, to the
see the process as an organic whole and to wrok in a moderately systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu
alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah
mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan
perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih
bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan moderat.
7. Integrated Curriculum
Melalui pembelajaran terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung
sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep
yang telah dipelajarinya. Peserta didik dilatih untuk dapa menemukan sendiri berbagai
konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistis), bermakna, autentik, aktif. Pengalaman
belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsure-unsur konseptual akan menjadikan proses
belajar lebih efektif.
Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana
yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan
dikenal peserta didik.dalam pembelajaran terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari
berbagai aspek bidang kajian. Melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang
relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang
berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian
tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.
Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah pembelajaran sebagian besar masih
dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Hal ini disebabkan
antara lain karena:
a. Kurikulum itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi, melainkan
masih terpisah-pisah antar bidang ilmu;
b. Meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru, tetapi para guru di
sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga dianggap sebagai hal yang baru.
Bila kita cermati, pendidikan di Indonesia masih menggunakan Separated Subjek
Curriculum. Dalam kurikulum tipe ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang
sempit, dimana antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah,
terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran
menjadi sempit ruang lingkupnya.
Kurikulum terpadu disebut juga Integrated Curriculum. Secara istilah, integrasi
memiliki sinonim dengan perpaduan, penyatuan, atau penggabungan dari dua objek atau
lebih (Wedawaty, 1990: 26). Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh
Poerwadarminta (1997: 326), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebulatan atau
menjadi utuh. Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu permasalahan
atu topic tertentu, misalnya suatu masalah dimana semua mata pelajaran dirancang dengan
mengacu pada topic tertentu. Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan
anak di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa dalam menghadapi berbagai
persoalan di luar sekolah. Biasanya bentuk kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui
pelajaran unit, di mana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makan bagi siswa
yang dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak diarahkan untuk
melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan
pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur
horizontal ini terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah (1)
separate-subjek-curriculum, (2) correlated-subject-curriculum, dan (3) integrated-curriculum.
Konsep Dasar Integrated Curriculum
Ciri pokok integrated curriculum adalah tiadanya batas atau sekat antramata pelajaran. Semua
mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. oleh karena itu, kurikulum ini disebut
juga sebagai kurikulum unit. kalau dalam correlated subject curriculum masing-masing mata
pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka dalam integrated curriculum ciri-ciri
setiap mata pelajaran hilang sama sekali. Namun, jangan disalahpahami, integrated
curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran,
melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui keterpaduan diharapkan dapat berbentuk pula keutuhan kepribadian anak didik yang
sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah
harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di
masyarakat.
Ciri-ciri integrated curriculum adalah sebagai berikut:
merupakan kesatuan utuh bahan pelajaran. Faktor yang menyatukan antar bahan pelajaran itu
ialah masalah-masalah yang harus diselidiki dan dipecahkan anak didik. Seluruh bahan
pelajaran digunakan untuk memecahkan masalah.
unit disusun berdasarkan kebutuhan anak didik, yang bersifat pribadi maupun sosial, baik
yang menyangkut kejasmanian maupun kerohanian. dengan sistem unit ini sengaja
ditingkatkan perkembangan sosial anak dengan cara bekerja sama melalui kerja kelompok.
dalam unit, anak dihadapkan pada berbagai situasi yang mengandung permasalahan yang
berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari (life centered) yang dikaitkan dengan pelajaran di
sekolah. dengan demikian, anak dilatih untuk memecahkan masalah dengan metode berfikir
ilmiah, yang dilakukan dengan langkah-langkah.
(1) merumuskan masalah,
(2)mencari jawaban dengan mencari dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari buku
ataupun sumber lain,
(3) menganalisis, mengamati dan melakukan percobaan,
(4) mengambil kesimpulan, dan
(5)melakukan tindakan sesuai dengan hasil yang diperoleh.
unit mempergunakan dorongan-dorongan sewajarnya pada diri anak dengan melandaskan diri
pada teori-teori belajar. anak diberi kesempatan melakukan kegiatan sesuai dengan minatnya.
anakpun harus diikutsertakan dalam menetapkan pokok-pokok masalah yang akan
diperlajarinya.
pelaksanaan unit biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dari pada model pelajaran
biasa. untuk memecahkan satu masalah bisa jadi diperlukan waktu berjam-jam.
Kelebihan Integrated Curriculum
- segala hal yang dipelajari dalam unit bertalian erat satu sama lain. bukan sekedar
fakta-fakta terpisah, sehingga lebih fungsional bagi kehidupan anak.
- sesuai dengan teori baru mengenai belajar yang mendasarkan pada pengalaman,
kematangan, dan minat anak. anak terlibat secara aktif, berbuat, serta belajar
bertanggung jawab.
- memungkinkan hubungan yang lebih erat antara sekolah dan masyarakat, karena
masyarakat dapat menjadi laboratorium kegiatan belajar.
Kelemahan Integrated Curriculum
- tidak mempunyai organisasi yang logis dan sistematis. bahan pelajaran tidak dapat
ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh guru atau lembaga, melainkan harus
-
Daftar Pustaka
Andita,
Heman, Wijaya. 2012. Model Pengembangan Kurikulum. Tersedia pada http://herdefi2011wijayahermanyahocom.blogspot.com/2012/05/model-pengemabangankurikulum.html (diakses tanggal 08 september 2013)
Pratiwi . 2010. Pendekan dan model pengembangan kurikulum. Tersedia pada
http://pratiwi174.blogspot.com/2010/11/pendekatan-dan-modelpengembangan_21.html (diakses tanggal 08 september 2013)
Ajat.
2012.
integrated
curicuum.
Tersedia
pada
http://mrc0r3.blogspot.com/2012/05/integrated-curriculum.html
(diakses
tanggal
08
september 2013)