Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

PEMBAHASAN
Pembahasan ini akan menguraikan hasil penelitian yang dilakukan tentang
hubungan antara pengetahuan terhadap tindakan pencegahan penularan penyakit
TB Paru di Dusun Krajan Desa Ambulu tahun 2016. Pembahasan ini mencakup
perbandingan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan penelitian
sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan perhitungan korelasi
Spearman Rank dengan bantuan program SPSS versi 22.0 menghasilkan nilai
probabilitas sebesar 0,001 lebih kecil dari nilai =0,05 maka dapat disimpulkan
Ho ditolak yang berarti ada hubungan signifikan antara pengetahuan terhadap
tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation -0,168
menyatakan bahwa ada hubungan yang rendah dan berlawanan arah antara
pengetahuan terhadap tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis yang artinya
semakin baik tingkat pengetahuan, maka semakin rendah tindakan pencegahan
penyakit tuberkulosis yang dilakukannya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 67,30% responden
memiliki pengetahuan tentang TB Paru dalam kategori baik. Pengetahuan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya jenjang pendidikan terakhir
masyarakat Desa Ambulu. Sebesar 42,55 % responden mempunyai jenjang
pendidikan terakhir SMA atau sederajat. Tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan hidup sehat. Seseorang dengan tingkat
pendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan dan tindakan yang baik
tentang kesehatan serta mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Sulistyowati (2014).
Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sangat
signifikan antara tingkat pendidikan dengan status kesehatan. Lamanya tahun
sekolah dapat mengembangkan kapasitas kehidupan yang efektif yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan gaya hidup sehat. Selain itu,

pendidikan tinggi memperbaiki keterampilan kognitif yang diperlukan untuk


dapat terus belajar di luar sekolah (Laflamme, 2004).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan diperlukan
sebagai dukungan dalam menimbulkan rasa percaya diri maupun sikap dan
perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain

yang

sangat

penting

untuk

terbentuknya

tindakan

seseorang

(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


responden mampu mengetahui tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan upaya
pencegahannya.
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sumber informasi yang diperoleh
dari

berbagai

sumber

menyebabkan

seseorang

cenderung

mempunyai

pengetahuan yang luas. Pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan


upaya pencegahannya yang didapatkan oleh responden berasal dari berbagai
sumber, seperti buku, media massa, penyuluhan atau pendidikan dan melalui
kerabat. Adanya informasi baru mengenai suatu hal dari media massa memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
Hasil penelitian pada 370 responden menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan responden tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan upaya
pencegahanya dalam kategori baik sebesar 67,3%, pengetahuan kategori cukup
sebesar 30,27% dan pengetahuan kategori kurang sebesar 12,43%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan
yang baik terhadap penyakit Tuberkulosis Paru dan upaya pencegahannya.
Pengetahuan yang baik tersebut didapatkan melalui berbagai faktor seperti buku,
media massa, penyuluhan dari puskesmas serta dari kerabat terdekat yang
memberitahukan tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan upaya pencegahan
penularannya.
Lingkup Pengetahuan yang dimiliki responden tentang penyakit
Tuberkulosis Paru dan upaya pencegahannya, dalam penelitian ini adalah
wawasan atau pemahaman responden yang mencakup pengertian, penyebab,

penularan,

tanda

dan

gejala,

komplikasi,

faktor

risiko

dan

tindakan

pencegahannya. Kategori tingkat pengetahuan responden dalam penelitian ini


dibagi menjadi tiga yaitu baik, cukup, dan buruk. Pengetahuan responden kurang
tentang penyakit Tuberkulosis Paru dan upaya pencegahannya kemungkinan
karena responden kurang mendapatkan informasi tentang penyakit tuberkulosis
dari media massa maupun dari Puskesmas karena responden jarang mengikuti
kegiatan pendidikan kesehatan di Puskesmas.
Pengetahuan

yang

baik

mengenai

upaya

pencegahan

penyakit

Tuberkulosis Paru akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan


upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru . Masyarakat dengan pengetahuan
yang baik diharapkan dapat melakukan upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis
Paru yang tepat. Kesadaran akan tumbuh pada masyarakat untuk melakukan
upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru jika warga mempunyai
pengetahuan yang baik. Hasil penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil yang
sebaliknya yaitu menunjukkan bahwa ada hubungan yang rendah dan berlawanan
arah antara pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru.
Artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan tidak mempengaruhi tindakan
pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru yang semakin baik. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa tingkat pengetahuan yang
tinggi terhadap penyakit Tuberkulosis Paru tetapi tindakan pencegahan penularan
penyakit tersebut masih rendah.
Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari
persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan (Notoatmodjo,
2007). Proses pembentukan tindakan dapat terjadi karena adanya rangsangan,
seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru.
Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon, dapat
berupa sikap positif atau negatif. Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013)
berpendapat bahwa setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu
objek psikologis dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap
favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan

negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang


unfavorable terhadap objek sikap tersebut.
Hasil penelitian pada 370 responden ini menunjukkan bahwa responden
yang memiliki tindakan positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis
sebanyak 11,62% dan tindakan sebanyak 54,32%. Tindakan

positif terhadap

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru cenderung menerima dan


mengetahui tentang hal tersebut, sedangkan tindakan negatif cenderung tidak
melakukan

upaya

pencegahan

penyakit

tuberkulosis.

Sikap

merupakan

kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan, terlebih bila sikap
tersebut bersifat terbuka, besar kemungkinan dapat tercermin dari tindakan yang
diperlihatkan.
Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan yaitu
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama dan pengaruh
faktor emosional. Hal ini sesuai dengan penelitian dimana tindakan masyarakat
Dusun Krajan Desa Ambulu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan yang dimiliki masyarakat
dan pendidikan masyarakat, dimana sebagian pendidikan responden dalam
penilitian adalah SMA sehingga memiliki pemahaman yang baik tentang upaya
pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru yang dapat mempengaruhi responden
dalam melakukan tindakan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru.
Tindakan negatif dalam penelitian ini terdiri dari beberapa responden
kurang mendukung dengan beberapa upaya pencegahan dan faktor risiko yang
dapat menyebabkan penyakit Tuberkulosis Paru. Hal ini bisa disebabkan
responden kurang mendapat informasi tentang penyakit Tuberkulosis Paru,
memiliki pengalaman yang kurang tentang upaya pencegahannya dan dapat juga
disebabkan oleh pengaruh orang lain atau kebudayaan dalam pengambilan sikap
dari responden.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fibriana (2011), responden
yang memiliki tindakan negatif tentang pencegahan penyakit menular
Tuberkulosis Paru sebanyak 54,5%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

pengalaman pribadi, faktor emosional, faktor dukungan keluarga. Sampel yang


diambil oleh Fibriana adalah keluarga penderita tuberkulosis yang ada di
Puskesmas Wringinanom Gresik.
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan
bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Roger
(1974) dalam Notoatmodjo (2007) memiliki pendapat yang sama yaitu sikap dan
praktek yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan
lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak
diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai
makna yang berarti bagi kehidupan.
Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan pengetahuan masyarakat
Dusun Kraja Desa Ambulu terhadap tindakan pencegahan penyakit Tuberkulosis
Paru dapat diketahui sesuai dengan teori dan penelitian terkait bahwa responden
dengan tingkat pengetahuan yang baik dan sikap yang positif memiliki tindakan
pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik. Hal ini dapat diartikan bahwa
pengetahuan dan sikap merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat
(Notoatmodjo,2007).
Faktor-faktor lain yang juga memegang peranan penting dalam perilaku
masyarakat Desa Ambulu dalam menjaga menjaga kesehatan gigi dan mulut ada
beberapa hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
kecerdasan, perpsepsi, motivasi, minat, dan emosi untuk mengolah pengaruhpengaruh dari luar. Faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok, dan hasilhasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya
(Notoatmodjo, 2012). Faktor yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian yang
dilakukan adalah tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi, motivasi dan minat
masyarakat Desa Ambulu dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang
baik masyarakat Desa Ambulu tentang Tuberkulosis Paru belum cukup
memotivasi masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan penularan
penyakit Tuberkulosis Paru. Hal ini didukung dengan data sekunder yang
memperlihatkan adanya peningkatan kejadian Tuberkulosis Paru dari bulan

Januari-Juni 2016. Oleh kaarena itu, dibutuhkan pendidikan kesehatan kepada


masyarakat/individu yang bertujuan agar masyarakat/individu dapat memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan dengan harapan dapat mengubah perilaku
kesehatan masyarakat menjadi lebih baik (Notoatmodjo, 2012).

BAB 5
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai
hubungan tingkat pengetahuan dan tindakan pencegahan penularan penyakit
Tuberkulosis Paru masyarakat Dusun Krajan Desa Ambulu tahun 2016, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada masyarakat Dusun Krajan Desa Ambulu sebagian besar memiliki
pengetahuan yang baik tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis
sebesar 67,30%.
3. Pada masyarakat Dusun Krajan Desa Ambulu sebagian besar memiliki
tindakan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis Paru yang kurang sebesar
54,32%.

Anda mungkin juga menyukai