Anda di halaman 1dari 6

Penyakit Kucing jahat / Panleukopenia

Kategori: Kucing, Tag: Panleukopenia


Ditulis oleh: M. N N Naufal. Telah Dipublikasikan di Dokterhewanku.com.

Perawatan intensif kucing yang terkena panleukopenia


Penyakit Panleukopenia itu apa dok? kok bisa kena ya? Bisa sembuh enggak?
Saya langsung diberondong pertanyaan oleh klien saya. Dari raut mukanya menunjukkan
kesedihan yang mendalam, maklum kucingnya terkena penyakit ini.
Penjelasan yang saya berikan padanya kurang lebih seperti dibawah ini:
Deskripsi Umum dan Penyebab
Panleukopenia di Indonesia juga dikenal dengan nama Penyakit Kucing Jahat (1); penyakit
ini mempunyai banyak nama lain, salah satunya yakni Feline Distemper. Merupakan
penyakit yang sangat menular, sering fatal dan terjadi di seluruh dunia (2). Biang keladi
penyakit ini adalah Feline Panleukopenia Virus (FPV), yang masih tergolong dalam feline
parvovirus(1,2). Virus ini mampu bertahan selama 1 tahun di lingkungan pada suhu ruang,
jika terlindungi oleh bahan organik(2). Tingkat kematian yang ditimbulkannya antara 25-90%,

dan mencapai 100% pada infeksi yang perakut / tiba-tiba(6, 7). Salah satu studi yang dilakukan
di Jerman dari 244 kucing yang terkena penyakit ini, menunjukkan bahwa 57% kucing yang
berumur kurang dari 6 bulan atau kucing muda lebih mudah terkena penyakit ini,
dibandingkan yang lebih tua(8). Panleukopenia juga dapat menginfeksi hewan-hewan lain
yang masih sekerabat dengan kucing, yaitu: rakun, cerpelai serta serigala (9).
Cara Penularan
Kucing dapat tertular penyakit ini secara langsung melalui udara yang terpapar oleh hewan
terinfeksi, kotorannya, sekresi (misalnya: lendir yang dikeluarkannya) maupun secara tidak
langsung benda-benda yang terkontaminasi (misalnya: sepatu, pakaian dan peralatanperalatan) (2,3). Sehingga tetap ada resiko pada kucing yang hanya dipelihara di dalam rumah
untuk tetap tertular(3). Kebanyakan kucing yang hidup berliaran dianggap terkena virus ini
selama tahun pertama dari kehidupan mereka(2).
Proses Berjangkitnya Penyakit
Awalnya virus bereplikasi pada jaringan oropharynx, lalu menyebar ke semua jaringan(10).
Virus akan menginfeksi dan menghancurkan khususnya pada sel yang aktif membelah,
misalnya sumsum tulang, jaringan lymphoid, epitel usus, dan pada hewan muda otak kecil
serta retina. Infeksi pada epitel usus akan menyebabkan diare. Infeksi pada limfo nodus dan
tymus, menyebabkan limfopenia (penurunan jumlah sel darah putih). Infeksi pada sumsum
tulang menyebabkan neutropenia (penurunan jumlah netrofil), lalu juga trobositopenia
(penurunan jumlah trombosit) dan anemia (penurunan jumlah sel darah merah) (11).
Pada betina yang bunting, virus mungkin dapat menyebar melalui plasenta dan menyebabkan
penyerapan embrio, mumifikasi janin, abortus atau kematian janin. Janin yang terinfeksi pada
periode akhir dapat mengalami kehancuran pada epitel germinal dari otak (5).
Kebanyakan infeksi berlangsung secara subklinis atau tidak menunjukkan gejala sakit, yang
dibuktikan dengan tingginya antibodi terhadap virus ini walaupun tidak pernah divaksinasi(2).
Gejala Klinis
Tanda-tanda kucing yang terjangkit penyakit ini adalah tidak mau makan, kelesuan, muntahmuntah, demam, dehidrasi (ditandai dengan keras dan keringnya telapak kaki), beberapa
mengalami diare(1,2), kelesuan (4) dan bau mulut yang busuk (1). Kucing yang terinfeksi dapat
duduk berjam-jam didekat mangkuk air mereka, meskipun mereka tidak banyak minum.

Pemeriksaan fisik biasanya ditemukan depresi yang mendalam, dehidrasi, serta terkadang
nyeri perut. Perabaan pada perut hal ini dapat menyebabkan muntah menemukan adanya
penebalan usus dan pembesaran nodus limfa mesenterial. Lesi atau jaringan abnormal pada
retina apabila muncul akan menimbulkan bercak keabu-abuan(2).
Janin yang terinfeksi, ketika dilahirkan akan mengalami cerebellar hypoplasia (otak kecil
tidak terbentuk sempurna), inkoordinasi (gangguan koordinasi otot), termor (gemetaran)(2)
dan kebutaan (5).
Diagnosa
Dugaan diagnosa berdasarkan gejala klinis yang berhubungan, pada kucing yang tanpa
vaksinasi dan menunjukkan leukopenia (50-3,000 WBC/L). Neutropenia lebih konsisten
ditemukan daripada limfopenia(2). Diikuti dengan thrombositopenia, anemia, dan
immunosupresi (turunnya sistem pertahanan tubuh)(3). Jumlah sel darah putih <2,000 sel/ L
dapat berhubungan dengan prognosis (perkiraan jalannya penyakit) yang buruk.
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan menggunakan tes kit immunochromatograpic yang
dimaksudkan untuk mendeteksi adanya antigen CPV pada feses. Namun, antigen pada feses
hanya dapat dideteksi dalam waktu singkat setelah infeksi, sehingga sering ditemukan
terjadinya negatif palsu(2).
Sampel feses dan darah utuh dapat diambil untuk dilakukan test Polymerase Chain Reaction
(PCR). Test serologi dengan serum tidak direkomendasikan karena hasilnya meragukan
antara antibodi hasil dari infeksi atau vaksinasi(3).
Pengobatan
Keberhasilan pengobatan pada kasus akut tergantung pada terapi cairan dan perawatan
suportif di unit isolasi. Gangguan elektolit (misalnya hipokalemia / kekurangan kalium),
hipoglikemia (kekurangan glukosa), hypoproteinemia (kekurangan protein), anemia, dan
infeksi sekunder sering berkembang memperparah keadaan kucing(2). Pada kasus enteritis /
radang usus, pemberian antibiotik spektrum luas direkomendasikan(3). Pemberian anti muntah
dapat dipertimbangkan. Vitamin dapat diberikan untuk mengatasi kekurangan thiamine.
Kucing yang menunjukkan hypoproteinemia, mungkin membutuhkan tranfusi plasma atau
darah utuh. Rekombinan interferon-omega efektif untuk terapi parvoviral enteritis dengan
mencegah replikasi virus pada anjing, akan tetapi tidak ada data untuk kucing (10).

Apabila kucing yang terinfeksi dapat bertahan lebih dari 5 hari, biasanya akan sembuh dalam
beberapa hari atau minggu (4). Jika kucing Anda terkena penyakit ini, pemberian makanan
secara paksa tidak dianjurkan(1). Pemilik diharapkan memisahkan kucing penderita dengan
kucing yang masih sehat, agar tidak menular dan segera bawa ke dokter hewan!. Sangat tidak
disarankan untuk coba-coba mengobatinya sendiri.
Serum anti-FPV dapat digunakan untuk mencegah infeksi pada kucing lain yang peka
terhadap penularan(10). Desinfeksi lingkungan dapat dilakukan dengan larutan formalin,
kaporit, ethylene oxide atau air mendidih(1). Selain itu, untuk membunuh virus ini di
lingkungan dapat menggunakan pemutih pakaian (mengandung 6% sodium hypochlorite)
yang diencerkan dalam 1:32 pelarut(2,3).
Pencegahan
Kolostrum yang terkandung dari air susu induk hanya dapat melindungi anak kucing sampai
pada umur 6-8 minggu(12 dalam 10). Cara yang efektif untuk pencegahan saat ini hanya dengan
vaksinasi. Di negara maju, penyakit ini mulai jarang ditemui. Kemungkinan dikarenakan
penggunaan vaksin yang sudah dilakukan secara luas(2). Vaksin tidak dapat memberikan
proteksi optimal pada hewan dengan kondisi gangguan sistem imun, seperti: defisiensi
nutrisi, genetik, penyakit sistemik, pemberian obat yang menekan sistem imun, dan stress
lingkungan. Usaha perlu dilakukan untuk melindungi kucing yang peka terhadap paparan
penyakit dan memperbaiki kondisinya sebelum vaksinasi; jika tidak mungkin, vaksinasi dapat
dilakukan dan diulangi ketika kucing sudah kembali pulih sepenuhnya. Life-vaccine
modifikasi seharusnya diberikan secara sangat hati-hati pada kucing dengan gangguan sistem
imun, dapat dipertimbangkan pemberian killed-vaccine yang lebih aman untuk kondisi ini(10).
Penyakit yang Mirip
Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan penyakit ini antara lain: depresi yang
mendalam, leukopenia, dan gejala pencernaan. Dapat dipertimbangkan juga penyakit
salmonellosis dan infeksi Feline Leukemia Virus (FeLV) dan Feline Immunodeficiency Virus
(FIV)(2).

Sumber Artikel:

(1) Subronto. 2010. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
(2) Squires, R. A. 2013. Overview of Feline Panleukopenia.
http://www.merckvetmanual.com/mvm/generalized_conditions/feline_panleukopenia/overvie
w_of_feline_panleukopenia.html. Diakses 27 Agustus 2016
(3) Truyen, U., Addie, D., Belk, S., Boucraut, B. C., Egberink, H., Frymus, T., Gruffydd, J.
T., Hartmann, K., Hosie, M. J., Lloret, A., Lutz, H., Marsilio, F., Pennisi, M. G., Radford,
A.D., Thiry, E., Horzinek, M.C. 2009. Feline panleukopenia. ABCD guidelines on prevention
and management. J Feline Med Surg. 2009 Jul,11(7):538-46
(4) Stuetzer, B & Katrin, H. 2014. Feline Parvovirus Infection and Asscociated Disease. The
Veterinary Journal 201 (2014) 150155
(5) Csiza, C.K., Scott, F.W., de Lahunta, A., Gillespie, J.H., 1971. Immune Carrier State of
Feline Panleukopenia Virus-Infected Cats. American Journal of Veterinary Research 32, 419
426. Dalam: Stuetzer, B & Katrin, H. 2014. Feline Parvovirus Infection and Asscociated
Disease. The Veterinary Journal 201 (2014) 150155. Dalam: Stuetzer, B & Katrin, H. 2014.
Feline Parvovirus Infection and Asscociated Disease. The Veterinary Journal 201 (2014)
150155
(6) Addie, D.D., Jarrett, O., Simpson, J., Thompson, H., 1996. Feline Parvovirus in Pedigree
Kittens. Veterinary Record 138, 119. Dalam: Stuetzer, B & Katrin, H. 2014. Feline Parvovirus
Infection and Asscociated Disease. The Veterinary Journal 201 (2014) 150155
(7) Cave, T.A., Thompson, H., Reid, S.W., Hodgson, D.R., Addie, D.D. 2002. Kitten
Mortality in the United Kingdom: A Retrospective Analysis of Histopathological
Examinations (1986 to 2000). Veterinary Record 151, 497501. Dalam: Stuetzer, B & Katrin,
H. 2014. Feline Parvovirus Infection and Asscociated Disease. The Veterinary Journal 201
(2014) 150155
(8) Kruse, B.D., Unterer, S., Horlacher, K., Sauter-Louis, C., Hartmann, K., 2010. Prognostic
Factors in Cats with Feline Panleukopenia. Journal of Veterinary Internal Medicine 24,
12711276. Dalam: Stuetzer, B & Katrin, H. 2014. Feline Parvovirus Infection and
Asscociated Disease. The Veterinary Journal 201 (2014) 150155

(9) Barker, I.K., Povey, R.C., Voigt, D.R. 1983. Response of Mink, Skunk, Red Fox and
Raccoon to Inoculation with Mink Virus Enteritis, Feline Panleukopenia and Canine
Parvovirus and Prevalence of Antibody to Parvovirus In Wild Carnivores in Ontario.
Canadian Journal of Comparative Medicine 47, 188197. Dalam: Stuetzer, B & Katrin, H.
2014. Feline Parvovirus Infection and Asscociated Disease. The Veterinary Journal 201
(2014) 150155
(10) Horzinek, M., Diane, A., Sandor, B., Corine B. B., Herman E., Tadeusz, F., Tim
Gruffydd, J., Katrin, H., Margaret, J. H., Albert, L., Hans, L., Fulvio, M., Maria, G. P., Alan,
R., Andy, S. 2006. ABC guidlines on Feline Panleukopenia Virus. European Advisory Board
on Cat Disease
(11) Chandler, E. A. 2004. In Feline Medicine and Therapeutics3rd ed. Blackwell Science
(UK)
(12) Dawson S., N.R. Smyth, M. Bennett, R.M. Gaskell, C.M. McCracken, A. Brown & C.J.
Gaskell (1991). Effect of primary-stage feline immunnodeficiency virus infection on
subsequent feline calicivirus vaccination and challenge in cats. J Acq Immun Defic Syndrome
5:747-750
Sumber gambar: Albert, L. 2009. Dalam Feline Panleukopenia. ABCD Guidelines on
Prevention And Management. Journal of Feline Medicine & Surgery 2009.05.002

Anda mungkin juga menyukai