Anda di halaman 1dari 14

Nama

NIM
Kelas
Tugas

: Muhammad Shobar Ibrahim Swasono


: 145040201111037
:O
: Hama Penyakit Penting Tanaman
HAMA PENYAKIT PENTING TANAMAN

Hama Tembakau
1. Ulat Pucuk Tembakau (Helicoverpa assulta Genn dan Helicoverpa armigera
Hubner).
Gejala : serangan terlihat dari daun tembakau yang berlubang-lubang karena ulat memakan
pucuk daun dan daun atas. Pada saat serangan terjadi gejala tersebut belum nampak dan
gejala akan nampak jelas setelah daun tembakau membesar. Pengendalian:
Pengendalian mekanis
Memungut atau mengambil telur atau kelompok telur, larva atau ulat atau pupa atau
serangga dewasa pada bagian tanaman yang terserang secara langsung dan membunuhnya.
Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya
1. Penggunaan pupuk berimbang yang sesuai dengan jenis, dosis, waktu dan cara pemakaian
yang dianjurkan
2. Pengaturan pola tanam
3. Penanaman serentak
4. Pengaturan jarak tanam
5. Pergiliran tanaman
Pengendalian Hayati atau Biologis
a. Konservasi musuh alami
Konservasi musuh alami merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan oleh
petani baik sendiri atau berkelompok. Konservasi musuh alami merupakan usaha kita untuk
membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok untuk kehidupan musuh alami terutama
kelompok predator dan parasitoid.
b. Pelepasan musuh alami
Pelepasan musuh alami dilakukan dengan mencari atau mengumpulkan musuh alami dari
tempat lain, kemudian langsung dilepas di kebun yang dituju. Musuh alami hama
penggerek pucuk berupa parasit telur dan parasit larva. Parasit telur misalnya
Trichogramma japonicum. Dalam 1 (satu) periode dilakukan 8 (delapan) kali aplikasi dan
dilakukan tiap minggu sejak tanaman usia 1,5 bulan. Tiap aplikasi dibutuhkan 50 pias/ha.
2. Kutu Tembakau (Myzus persicae).
Gejala : Kutu ini merusak tanaman tembakau karena mengisap cairan daun tanaman,
menyerang di pembibitan dan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Kutu
ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi lengket dan ditumbuhi
cendawan berwarna hitam. Kutu daun secara fisik mempengaruhi warna, aroma dan tekstur

dan selanjutnya akan mengurangi mutu dan harga. Secara Khemis kutu daun mengurangi
kandungan alkoloid, gula, rasio gula alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun. Kutu
daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat menyebabkan kerugian
22 - 28 % pada tembakau flue-cured.
pengendalian : hama ini adalah dengan mengurangi pemupukan N dan melakukan
penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar dari 10 % tanaman dijumpai koloni kutu
tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor kutu).
3.Ulat grayak (Spodoptera litura F).
Gejala : Serangan terjadi pada malam hari biasanya bergerombol di pembibitan maupun di
pertanaman. Dari stadia telur sampai menjadi larva instar 5 yang dapat menyerang tanaman
memerlukan waktu 22 - 60 hari.
Pengendalianya : Sanitasi lahan, penyemprotan dengan insektisida seperti pada ulat pucuk
atau mengumpulkan masa telur.
Penyakit Tembakau :
Penyakit Rebah Kecambah.
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytium spp, Sclerotium sp dan Rhizoctonia sp.
Penyakit ini pada umumnya menyerang di pembibitan.
Gejala : serangan pangkal bibit berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat dan
akhirnya bibit roboh. Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu 240C,
kelembaban di atas 85 % drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah 5,2 - 8,5.
Pengendalian : Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan,
disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan serta pencelupan
bibit sebelum tanam dengan fungisida
Penyakit Lanas
Patogen penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora nicotianae var Breda de
Haan (Semangun 1988).
Gejala : serangannya dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu : Tipe 1; tanaman yang daunnya
masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati, pangkal batang dekat permukaan
tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah empulur tanaman bersekat-sekat, Tipe 2;
daunnya terkulai kemudian menguning tanaman layu dan akhirnya mati, Tipe 3; bergejala
nekrosis berwarna gelap terang (konsentris) dan setelah prosesing warnanya lebih coklat
dibanding daun normal.
Pengendalian : Cara pencegahannya dan Pengendalian adalah melakukan sanitasi
pengolahan tanah yang matang memperbaiki drainase penggunaan pupuk kandang yang
telah masak, rotasi tanaman minimal 2 tahun dan menggunakan varietas tahan seperti
Coker 48, Coker 206 NC85, DB 102, Speight G-28, Ky 317, Ky 340, Oxford 1, dan Vesta
33 (Lucas 1975, Powel 1988, Melton 1991).

Penyakit Layu Bakteri.


Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum.
Gejala : serangannya adalah layu sepihak pada daun maupun sisi pertanaman, bentuk daun
asimetris, pangkal batang busuk berwarna coklat. Apabila potongan batang atau ibu tulang
daun dimasukkan kedalam air jernih akan tampak aliran masa bakteri putih seperti asap
rokok.
Pengendalian : Pengelolaan lingkungan. Dengan mengatur jarak tanam, menyiangi gulma
disekitar tanaman jahe, karena ada beberapa jenis gulma yang bisa menjadi inang dari R.
Solanacearum seperti babadotan, meniran, krokot dan lainnya. Selain itu irigasi kebun
harus diperhatikan agar lahan mempunyai drainase yang baik. Sanitasi dan eradikasi.
Sanitasi dapat dilakukan dengan mencabut tanaman jahe yang terserang di lahan dan segera
dimusnahkan. Alat- alat pertanian yang digunakan memotong tanaman yang sakit perlu
dibersihkan atau disterilkan dengan alkohol 70%. Pengendalian secara bologis. Dengan
menggunakan agen hayati yaitu, Bacillus sp., Pseudomonas fluorescens
Hama Pada Tanaman Jahe
Lalat rimpang (Mimegralla coeruleifrons)
Morfologi: Tubuh M. coeruleifrons ramping memanjang berwarna gelap/hitam metalik.
Panjang tubuh pada serangga jantan rata-rata 8.79 mm sedangkan yang betina 9.43 mm.
Kepala menghadap ke bawah dengan mata pacet lebar berwarna coklat gelap. Tungkai
ramping dan panjang, tungkai tengah dan belakang jauh lebih panjang dibanding tungkai
depan. Sayap transparan dan mempunyai 3 bercak gelap yang lebar melintang sehingga
tampak belang-belang.

Gejala: gejala serangan terlihat setelah 8 - 10 hari. Tanaman menguning, layu, dan
mengering dimulai dari daun sebelah bawah, kemudian diikuti seluruh daun. Rimpang
terlihat masih utuh, tetapi bila dibuka di dalamnya lapuk, seperti gumpalan tanah. Serangan
berat mengakibatkan rimpang keropos dan kering, karena larva (belatung) memakan
seluruh bagian dalam rimpang, kecuali kulit.
Pengendalian:
1. Tidak menanam jahe secara tumpang sari dengan tanaman lain yang merupakan tanaman
inang bagi hama ini

2. Sanitasi kebun dengan membersihkan tanaman dari sisa-sisa tanaman sakit dan
memusnahkannya
3. Penggunan musuh alami. Di India, musuh alami yang keluar dari pupa M. coeruleifrons
adalah Trichopria sp. (Jacob 1980a). Jamur Beauveria bassiana dapat menginfeksi larva
lalat
4. Penanaman jahe dan tanaman nilam baik sebagai pembatas maupun ditumpangsarikan
dapat menurunkan populasi larva dan pupa M. coeruleifrons serta rumpun yang terserang.

Penggulung Daun (Udaspes folus)


Morfologi: Serangga dewasa berupa ngengat, U. folus berwarna coklat denghan spot putih
kekuiningan pada sayap. Larva penggulung daun berwarna hijau pucat dengan kepala
mengecil, panjang tubuh dapat mencapai 3,7 cm.
Gejala: Larva menyerang tanaman dengan memotong daun, melipatnya ke arah permukaan
atas daun, sehingga larva berada di dalam lipatan tersebut. Pada serangan berat, larva hanya
menyisakan batang dan tulang daun.
Pengendalian:
1. Menyemprotkan insektisida Kanon 400 EC atau Exocet 50 EC
2. Mengupayakan lingkungan yang menguntungkan bagi parasitoid, berupa penyediaan
tanaman berbunga, menghindari penggunaan insektisida yang memusnahkan parasitoid.
3. Tidak menanam jahe secara tumpang sari dengan tanaman lain yang merupakan tanaman
inang bagi hama ini.
Kutu perisai (Aspidiella hartii)
Morfologi: Serangga hama berupa kutu, kecil, bulat dan berwarna coklat muda sampai abuabu dengan membran pucat dan tipis. Tubuh tertutup oleh perisai yang keras. Diameter kutu
dewasa berukuran sekitar 1 mm. Perisai mudah lepas dan bekas menempelnya perisai
berwarna putih.

Gejala: Serangan hama tampak pada dari kutu-kutu berbentuk perisai yang menempel di
permukaan rimpang dan di bawah sisik rimpang sehingga nampak kusam. Umumnya
menyerang di pertanaman kemudian dapat berkembang dengan baik di tempat
penyimpanan.

Pengendalian:
1. Perendaman air panas pada rimpang jahe terinfestasi A. hartii pada suhu 50 C selama 10
menit mengakibatkan kematian kutu 50%
2. Tidak menanam jahe secara tumpang sari dengan tanaman lain yang merupakan tanaman
inang bagi hama ini.
3. mengupayakan lingkungan yang menguntungkan bagi parasitoid, berupa penyediaan
tanaman berbunga, menghindari penggunaan insektisida yang memusnahkan parasitoid.

Penyakit Jahe :
Penyakit Layu Bakteri
Penyakit layu pada tanaman jahe disebabkan oleh bakteri yang diberi nama Ralstonia
solanacearum.
Gejala : pada umumnya muncul pada saat tanaman jahe berumur 2 atau 3 bulan, terutama
pada musim hujan yang lembap dan panas. Tanaman jahe yang sakit daun-daunnya menjadi
menguning, menggulung dari bagian tepinya dan layu mendadak. Pada umumnya kelayuan
daun dimulai dari satu atau beberapa batang saja pada suatu rumpun jahe. Selanjutnya
kelayuan terjadi pada daun-daun pada batang-batang lainnya dan akhirnya seluruh rumpun
menjadi layu, busuk, dan mati. Tanaman yang sakit batangnya akan mudah dicabut dan
terlepas dari bagian rimpangnya seperti halnya tanaman yang diserang oleh rayap. Rumpun
jahe yang sudah mati sering tumbuh kembali membentuk rumpun baru, namun
pertumbuhannya kurang bagus (kerdil). Bagian pangkal batang dan rimpang jahe yang
terinfeksi menjadi busuk kebasahan.
Pengendalian:
1. Pengelolaan lingkungan. Dengan mengatur jarak tanam, menyiangi gulma disekitar
tanaman jahe, karena ada beberapa jenis gulma yang bisa menjadi inang dari R.

Solanacearum seperti babadotan, meniran, krokot dan lainnya. Selain itu irigasi kebun
harus diperhatikan agar lahan mempunyai drainase yang baik.
2. Sanitasi dan eradikasi. Sanitasi dapat dilakukan dengan mencabut tanaman jahe yang
terserang di lahan dan segera dimusnahkan. Alat- alat pertanian yang digunakan memotong
tanaman yang sakit perlu dibersihkan atau disterilkan dengan alkohol 70%.
3. Pengendalian secara bologis. Dengan menggunakan agen hayati yaitu, Bacillus sp.,
Pseudomonas fluorescens.
a. Penyakit busuk rimpang (Fusarium oxysporium)
Penyakit busuk rimpang pada tanaman yang diakibatkan infeksi cendawan Fusarium
oxysporium.
Gejala : ditandai adanya daun tanaman jahe yang menguning pada bagian tepinya,
kemudian layu dan tanaman jahe akan mati. Bagian batang tanaman yang mati masih cukup
kuat menempel pada rimpang jahe, sedangkan tunas akan mudah dicabut. Bagian dalam
batang semu berwarna kecokelatan membentu cincin. Rimpang jahe yang terserang akan
mengerut dengan bagian dalam yang berwarna gelam kecokelatan atau kehitaman.
Pengendalian : ini sangat sulit dikendalikan, dan menjadi patogen yang sangat ditakuti
oleh petani. Selain menyerang tanaman jahe, Fusarium oxysporium. Aplikasi pestisida
kimia hampir tidak bisa mengendalikan serangan penyakit ini. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi serangan Fusarium oxysporium adalah dengan pengendalian
secara organik, yaitu dengan aplikasi agensia hayati dari golongan fungi, Trichoderma sp.
dan Gliocladium sp. yang dicampurkan dalam pupuk organik. Perendaman bibit dengan
kedua agensi hayati tersebut sebelum ditanam di lahan. Jika terjadi serangan di lahan, dapat
diaplikasikan pestisida organik dengan cara pengocoran. Pestisida organik yang bisa
digunakan adalah wonderfat. Dapat juga dilakukan pengocoran menggunakan kedua agensi
hayati tersebut dengan interval 14 hari sekali.

Penyakit Bercak Daun (Phyllostica zingiberi)


Penyakit bercak daun pada tanaman jahe disebabkan oleh infeksi cendawan
Phyllostica zingiberi. Penularan penyakit ini dapat diakibatkan oleh tiupan angin, yaitu
dengan menyebarkan spora cendawan.
Gejala : ditunjukkan dengan adanya bercak-bercak kuning pada permukaan daun yang
berdiameter antara 3-5 mm yang lama-kelamaan bercak tersebut akan berubah menjadi

cokelat dan mengering. Pada serangan parah dan tidak terkendali, warna bercak akan
berubah menjadi abu-abu dengan titik-titik hitam pada bagin tengahnya yang merupakan
koloni dari miselium cendawan. Daun akan berubah mengecil, dan daun muda tampak
klorosis. Pada serangan yang berat, tanaman akan mati.
Pengendalian serangan penyakit bercak daun Phyllostica zingiberi pada tanaman jahe
dapat dilakukan dengan merendam benih dengan agensia hayati Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. seperti penanganan pada penyakit busuk rimpang. Penanganan terhadap
tanaman yang terserang di lahan menggunakan pestisida kimia. Sejauh ini belum ada
pestisida organik yang cukup efektif mengendalikan penyakit ini. Penyemprotan
menggunakan pestisida fungisida berbahan aktif benomil, metil tiofanat, klorotalonil, dan
mankozeb, secara berseling dengan interval 14 hari sekali. Dosis atau konsentrasi larutan
sesuai dengan petunjuk yang tertera pada kemasan.
2. Kakao (Theobroma cacao L.)
Hama
Penggerek buah kakao (PBK) (Conopomorpha cramerell)
Morfologi: Panjang larva sekitar 1,2 cm dan berwarna ungu muda hingga putih, lama
hidup dalam buah kakao antara 14 18 hari. Pada fase ini larva membuat lubang keluar
dengan benang-benang sutra yang keluar dari mulutnya. Imago (serangga dewasa) dari
hama PBK ini panjangnya 7 mm dan lebar 2 mm, memiliki sayap depan berwarna hitam
bergaris putih, pada setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna
hitam, memiliki antena yang panjang serta runcing. Serangga ini aktif pada malam hari
pukul 18 : 00 20 : 30. Pada siang hari biasanya berlindung di tempat lembab dan tidak
terkena sinar matahari. Daya terbangnya pun tidak terlalu tinggi namun mudah terbawa
oleh angin. Serangga dewasa ini sendiri hanya berumur 5 7 hari, jadi setelah bertelur dia
akan mati.
Gejala: Gejala serangan pada buah (warna kuning tidak merata) Hama kakao ini sangat
merugikan. Serangannya dapat merusak hampir semua hasil. Penggerek Buah Kakao dapat
menyerang buah sekecil 3 cm, tetapi umumnya lebih menyukai yang berukuran sekitar 8
cm. Ulatnya merusak dengan cara menggerek buah, memakan kulit buah, daging buah dan
saluran ke biji. Buah yang terserang akan lebih awal menjadi berwarna kuning, dan jika
digoyang tidak berbunyi. Biasanya lebih berat daripada yang sehat. Biji-bijinya saling
melekat, berwarna kehitaman serta ukuran biji lebih kecil.
Pengendalian:
1. Sanitasi, Cara sanitasi penting untuk mematikan PBK yang ada dalam buah yang sudah
dipanen. Jika tidak dimatikan, PBK tersebut dapat berkembangbiak dan menyerang
buah yang masih ada di pohon.

2. Pemangkasan. Melalui pemangkasan akan memberikan banyak penetrasi sinar


matahari, serta gerakan angin yang bebas sehingga akan mengurangi serangan PBK.
3. Pemeliharaan. Pemupukan Dampak utama pemupukan terhadap tanaman kakao adalah
merangsang pertumbuhan yang baik. Dampak ini meningkatkan ketahanan kakao
terhadap PBK. Tanaman kakao yang tumbuh sehat akan lebih tahan terhadap serangan
PBK. Karena itu, lakukanlah pemupukan yang benar dengan memperhatikan dosis,
jenis, cara, waktu, dan tempat.
4. Memanen satu minggu sekali. Cara ini menghindari perpanjangan perkembangan/Daur
hidup PBK dikebun.
5. Kondomisasi. Kantong tersebut harus dilobangi dibagian bawah supaya air dapat
keluar. Jika tidak dilubangi, mungkin buah kakao akan membusuk. Saat yang tepat
pengantongan adalah pada saat ukuran panjang buah sekitar 8 cm.
Kepik pengisap buah kakao (Helopeltis spp.)
Morfologi: Telur berwarna putih berbentuk lonjong. Nimfa Helopeltis sp bentuknya seperti
serangga dewasa tetapi tidak bersayap. Helopeltis sp dewasa (imago) pada bagian tengah
tubuhnya berwarna jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau kehijau-hijauan
dengan garis putih. Pada bagian tengah tubuh terdapat embelan tengah lurus berbentuk
jarum pentul, sayap dua pasang, tipis dan tembus pandang. Serangga betina dewasa selama
hidupnya dapat meletakkan telurnya hingga 200 butir. Perkembangan dari telur hingga
menjadi dewasa memerlukan waktu 21 24 hari.
Gejala: Kepik Helopeltis spp. termasuk hama penting yang menyerang buah kakao dan
pucuk/ranting muda. Serangan pada buah tua tidak terlalu merugikan, tetapi sebaliknya
pada buah muda. Buah muda yang terserang mengering lalu rontok, tetapi jika tumbuh
terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Serangan pada buah tua,
tampak penuh bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman, kulitnya mengeras dan
retak. Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan pucuk layu dan mati, ranting
mengering dan meranggas.
Pengendalian
1. Pemangkasan
2. Penyemprotan dengan menggunakan pestisida. Penyemprotan yang paling efektif yaitu
jam 18.00 22.00 karena pada saat itu gerakan Helopeltis sp telah lamban atau diam
sama sekali.
3. Pengendalian secara biologis dengan menggunakan semut hitam (Dolichoderus
thoracicus). Semut hitam yang aktivitasnya pada buah karena adanya kutu putih akan
mengganggu Helopeltis sp. dan Beauveria bassiana (jamur entomopatogen).
Penggerek batang/cabang (Zeuzera coffeae)
Morfologi: Telur zeuzera dapat diidentifikasi dari dimensinya yakni panjang 1 mm, lebar
0,5 mm, dan berwarna kuning kemerah-merahan. Setelah menetas, ulat berwarna merah

cerah dengan panjang 3 sd 5 mm. Ulat tersebut dapat menggerek cabang bahkan batang
tanaman dan menyebabkan cabang atau batang yang terserang menjadi kopong dan
menyisakan sedikit lapisan xilem dan floemnya saja.
Ulat bermetamorfosis menjadi kepompong umumnya pada usia 81 sd 151 hari setelah
ditetaskan. Ulat berkepompong di dalam kamar kepompong yang panjangnya 7 sd 12 cm
yang dibuat dalam liang gerekan. Kepompong menjadi ngengat (imago) setelah 21 sd 30
hari setelah dimulainya fase kepompong. Untuk menjadi ngengat jantan, lama stadium
kepompong memerlukan waktu 27 sd 30 hari, sedangkan untuk menjadi ngengat betika
memerlukan waktu 21 sd 23 hari.
Gejala: Ulat hama ini merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek menuju
empelur (xylem) batang/cabang. Selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang
tanaman muda. Pada permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran
kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang
gerekan akan merana, Serangan hama ulat penggerek batang dapat diidentifikasi melalui
adanya liang gerekan pada batang disertai dengan adanya kotoran berbentuk silindrik dan
berwarna merah kehitam-hitaman yang keluar dari liang gerekan.
Pengendalian:
1. Lubang gerekan dibersihkan dan ulat yang ditemukan dimusnahkan.
2. Cara mekanis yang lain adalah memotong batang/ cabang terserang 10 cm di bawah lubang
gerekan ke arah batang/ cabang, kemudian ulatnya dimusnahkan/ dibakar.
3. Cara hayati bisa dipakai, misalnya dengan Beauveria bassiana, atau agen hayati lain.
Penyakit Kakao
Antraknose (Colletotrichum gloeosporioides)
Penyebab: Penyakit antraknose disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporioides.
Gejala Penyakit ini menyerang buah, pucuk/daun muda dan ranting muda. Pada daun muda
nampak bintik-bintik coklat tidak beraturan dan dapat menyebabkan gugur daun. Ranting
gundul berbentuk seperti sapu dan mati. Pada buah muda nampak bintik-bintik coklat yang
berkembang menjadi bercak coklat berlekuk (antraknose). Buah muda yang terserang
menjadi layu, kering, dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan gejala
busuk kering pada ujungnya. Penyakit ini tersebar melalui spora yang terbawa angin
ataupun percikan air hujan. Penyakit cepat berkembang terutama pada musim hjan dengan
cuaca panas dan kelembaban tinggi.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara:
1. memangkas cabang & ranting yang terinfeksi, mengambil buah-buah yang sakit
dikumpulkan dan ditanam atau dibakar.
2. Melakukan pemupukan (N,P,K) satu setengah kali dosis anjuran.

3. Pengaturan naungan sehingga tajuk pohon kakao tidak terkena sinar matahari langsung.
4. Perbaikan drainase tanah untuk menghindari genangan air di dalam kebun.
Jamur akar
Penyebab: Ada tiga jamur yaitu Ganoderma philippii, Rigidoporus lignosus dan Fome
lamaoensis.
Gejala: Ada tiga jenis penyakit jamur akar pada tanaman kakao, yaitu: (1) Penyakit jamur
akar merah; (2) Penyakit jamur akar coklat; (3) Penyakit jamur akar putih. Ketiganya
menular melalui kontak akar, umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman baru bekas
hutan. Pembukaan lahan yang tidak sempurna, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar
sakit dari tanaman sebelumnya tertinggal di dalam tanah akan menjadi sumber penyakit.
Ketiga jenis penyakit ini mempunyai gejala: daun menguning, layu dan gugur, kemudian
diikuti dengan kematian tanaman. Untuk mengetahui penyebabnya, harus melalui
pemeriksaan akar. Inspeksi pertama kali terjadi pada sisi bagian bawah cabang dan ranting.
Jamur mula-mula membentuk miselium tipis mengkilat seperti sutera atau perak, sangat
mirip dengan sarang laba-laba. Pada fase ini jamur belum masuk ke dalam jaringan kulit.
Jamur kemudian membentuk kerak yang berwarna merah jambu seperti warna ikan salem,
kerak tersebut terdiri atas lapisan basidia, kulit cabang dibawah kerak menjadi busuk.
Jamur akan berkembang terus dan akan membentuk piknidia yang berwarna merah tua dan
biasanya terdapat pada sisi yang lebih kering. Pada bagian ujung dari cabang yang sakit,
daun-daun layu mendadak dan banyak yang tetap melekat pada cabang, meskipun sudah
kering.
Pengendalian:
Membongkar semua tunggul pada saat persiapan lahan terutama yang terinfeksi jamur akar.
Lubang bekas bongkaran diberi 150gr belerang dan dibiarkan minimal 6 bulan.
Pada saat tanam diberi 100 gr Trichoderma sp. per lubang.
Pada areal pertanaman, pohon kakao yang terserang berat dibongkar sampai ke akarnya dan
dibakar di tempat itu juga.
5. Lubang bekas bongkaran dibiarkan terkena sinar matahari selama 1 tahun.
6. Minimal 4 pohon di sekitarnya diberi Trichoderma sp. 200 gr/pohon pada awal musim
hujan dan diulang setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan gejala penyakit akar di
areal pertanaman kakao tersebut.
1.
2.
3.
4.

a. Jamur upas (Corticium salmonicolor)


Penyebab: penyakit ini adalah jamur Corticium salmonicolor, adanya penyakit ini
kebersihan kebun yang kurang serta minimnya pemangkasan.
Gejala: Infeksi jamur ini pertama kali terjadi pada sisi bagian bawah cabang ataupun
ranting. Apabila menyerang ranting dan cabang kecil umumnya tidak menimbulkan
kerugian yang berarti, karena dengan memotong ranting/cabang kecil yang terserang cukup

untuk mengendalikan jamur ini dan tumbuhnya bunga pada ranting dan cabang kecil tidak
kita harapkan. Serangan dimulai dengan adanya benang-benang jamur tipis seperti sutera,
berbentuk sarang laba-laba. Pada fase ini jamur belum masuk ke dalam jaringan kulit. Pada
bagian ujung dari cabang yang sakit, tampak daun-daun layu dan banyak yang tetap
melekat pada cabang, meskipun sudah kering. Jamur ini menyebar melalui tiupan angina
atau percikan air. Keadaan lembab dan kurang sinar matahari sangat membantu
perkembangan penyakit ini.
Pengendalian:
1. Dengan cara mekanis, yaitu memotong cabang/ranting sakit sampai 15 cm pada bagian
yang masih sehat; membersihkan /mengeruk benangbenang jamur pada gejala awal dari
cabang yang sakit, kemudian diolesi dengan fungisida.
2. Cara kedua adalah dengan kultur teknis, yaitu pemangkasan pohon pelindung untuk
mengurangi kelembaban kebun sehingga sinar matahari dapat masuk ke areal pertanaman
kakao.
Hama Pada Tanaman Kelapa Sawit
Ngengat
jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar. Sayap depan berwarna coklat
dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. Ngengat aktif pada senja dan malam hari,
sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah tua atau pada tumpukan daun yang
telah dibuang dengan posisi terbalik.
Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan mengikis daun
mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian
atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela memanjang pada helaian daun,
sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. Mulai
instar ke 3 biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan
sering disebut gejala melidi.
Gejala : ini dimulai dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan
kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan
produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua Ambang ekonomi dari hama ulat
api untuk S. asigna dan S. nitens pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5 - 10 ekor perpelepah
untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang
lebih muda.
Pengendalian Beberapa teknik ulat api yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Pengendalian secara mekanik yaitu :
pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan kemudian dimusnahkan
Pengendalian secara hayati dilakukan dengan :

penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Eocanthecona


sp Penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro
Virus) Penggunaan jamur Bacillus thuringiensis .Penggunaan insektisida, dilakukan dengan
Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan
menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun
penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot Penyemprotan udara dilakukan apabila
dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah
dengan berbagai topografi
Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus
Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit.
Gejala : Serangan nematoda Rhadinaphelenchus cocopilus menimbulkan gejala berupa
daun-daun muda yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Selanjutnya
daun berubah warna menjadi kuning dan mengering. Tandan bunga membusuk dan tidak
membuka, sehingga tidak menghasilkan buah.
Pengendalian : yang dapat dilakukan yaitu dengan cara tanaman yang terserang diracun
dengan natrium arsenit. Untuk memberantas sumber infeksi, setelah tanaman mati atau
kering dibongkar lalu dibakar
Setora nitens
Morfologi : Setora nitens merupakan salah satu jenis ulat api pemakan daun kelapa sawit
yang sering menyerang tanaman kelapa sawit. Larva dicirikan dengan adanya satu garis
membujur di bagian punggung. Biasanya memiliki 2 rumpun bulu kasar dibagian kepala
dan ekor. Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya
berubah menjadi kemerahan menjelang akhir. Larva berlangsung selama 50 hari dan terbagi
menjadi 7-8 instar. Panjang larva bisa mencapai 40mm. Pupa berlangsung selama 17-27
hari. Sedangkan fase telur berlangsung selama 4-7 setelah diletakkan.
Gejala : Serangan di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan
sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan
selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan
dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian
yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500
m daun sawit perhari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis
hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Sudharto,
1991).

Pengendalian:
1. Pengendalian Kimiawi
Dahulu, ulat api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam
insekisida dengan efektif. Insektisida tersebut adalah monocrotophos,
dicrotophos, phosmamidon, leptophos, quinalphos, endosulphan, aminocarb

dan achepate (Prathapan dan Badsun, 1979). Insektisida sistemik dapat


digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain dapat disemprotkan.
2. Pengendalian Hayati
Beberapa agens antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat
api. Agens antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps
militaris dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV).
Selain mikrobia antagonis tersebut di atas, populasi ulat api dapat stabil
secara alami di lapangan oleh adanya musuh alami predator dan parasitoid.
Predator ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan
Sycanus leucomesus. Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea
thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus
purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan
Chaetexorista javana.
Penyakit Kelapa Sawit
Penyakit tajuk (Crown disease)
Gejalanya : yaitu helai daun mulai pertengahan sampai ujung pelepah kecil-kecil, sobek,
atau tidak ada sama sekali. Pelepah yang bengkok dan tidak berhelai daun merupakan
gejala yang cukup serius. Gejala ini tampak pada tanaman yang berumur 2 4 tahun.
Penyebabnya yaitu gen keturunan dari tanaman induk.
Pengendalian : Pencegahannya dengan menyingkirkan tanaman-tanaman induk yang
mempunyai gen penyakit tersebut.
Penyakit garis kuning (Patch yellow)
Gejala : yaitu pada daun yang terserang, tampak bercak-bercak lonjong berwarna kuning
dan ditengahnya terdapat warna cokelat. Penyakit ini sudah menyerang pada saat bagian
ujung daun belum membuka, dan akan menyebar ke helai daun lain yang telah terbuka pada
pelepah yang sama. Daun yang terserang akan mengering dan akhirnya gugur.
Penyebabnya adalah jamur Fusarium oxysporum. Penyakit ini menyerang tanaman yang
mempunyai kepekaan tinggi dan disebabkan oleh faktor turunan.
Pengendalian : Pencegahannya adalah dengan usaha inokulasi penyakit pada bibit dan
tanaman muda, dapat mengurangi penyakit di pesemaian dan tanaman muda di lapangan.
Penyakit akar (Blast disease)
Gejala : yaitu tanaman tumbuh tidak normal, lemah, dan daun berubah warna dari hijau
menjadi kuning (nekrosis). Nekrosis dimulai dari ujung daun dan beberapa hari kemudian
tanaman mati. Bibit maupun tanaman dewasa yang terserang akarnya membusuk.
Penyebabnya adalah jamur Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp.
Pengendalian : Melakukan budidaya yang baik merupakan cara yang efisien untuk
pencegahan penyakit ini. Tindakan tersebut antara lain dengan membuat persemaian yang

baik agar bibit sehat dan kuat, pemberian air yang cukup dan naungan pada musim
kemarau.

Anda mungkin juga menyukai