TIPE 2
Pembimbing:
Dr. DONNY GUSTIAWAN, Sp.PD
Disusun Oleh:
Nama
: INDRIA PARAMITHA
NPM
: 110. 2007.146
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan sari pustaka yang berjudul
DIABETES MELITUS TIPE 2.
Sari pustaka ini merupakan salah satu syarat untuk ujian pada Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.
Terwujudnya sari pustaka ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. Donny Gustiawan, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penulisan Sari Pustaka ini.
2. Dosen-dosen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Yarsi yang telah banyak berjasa
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penyusun selama ini.
3. Para perawat, yang telah banyak membantu selama kepaniteraan ini.
4. Orang tua, yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril dan
materiil.
5. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu Penyakit Dalam, atas bantuan, dukungan,
dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulilah, semoga Allah SWT selalu
meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................
ii
Bab I Pendahuluan......................................................................................
2.4 Patofisiologi.................................
13
17
34
2.10 Pengendalian.......................................................................................
35
2.11 Prognosis......................................
35
36
37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang dinyatakan
BAB II
DIABETES MELITUS TIPE 2
2.1.
EPIDEMIOLOGI
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling
sering ditemukan dan diperkirakan diderita oleh 120 juta orang di seluruh dunia. Saat
ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus meningkat. Berbagai penelitian di
Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3% menjadi 5.7% pada
penduduk usia lebih dari 15 tahun (Subekti, 2004).
Diabetes Melitus (DM) sering disebut sebagai the great initator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. DM yang tidak ditangani dapat mengakibatkan berbagai penyulit atau
komplikasi yang meliputi komplikasi akut dan kronik (Supartondo dan Waspadji,
2003).
Prevalensi Diabetes melitus (DM) tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 7
antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk
membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu
kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Misalnya
di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan eknominya sangat meningkat
dibanding dengan 10 tahun yang lalu (Subekti, 2004).
Dari data ini dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan terjadinya Diabetes
melitus (DM).
Tabel 1:
Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap Diabetes terbanyak pada penduduk dewasa di
seluruh dunia 1995 dan 2025
Urutan
Negara
1995
urutan
Negara
2025
1
2
3
India
Cina
Amerika
(juta)
19,4
16,0
13,9
1
2
3
India
Cina
Amerika
(juta)
57,2
37,6
21,9
Serikat
Federasi
8,9
Serikat
Pakistan
14,5
5
6
Russia
Jepang
Brazil
6,3
4,9
5
6
Indonesia
Federasi
12.4
12,2
Indonesia
Pakistan
Meksiko
Ukraine
Semua
4,5
4,3
3,8
3,6
49,7
7
8
9
10
Russia
Meksiko
Brazil
Mesir
Jepang
negara lain
Jumlah
135,3
7
8
9
10
11,7
11,6
8,8
8,5
103,6
300
selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan
Filipina, ada kemungkinan prevalensi di Manado tinggi karena prevalensi di Filipina
juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural.
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir
tahun 2005 mencapai 12,5%(Supartondo dan Waspadji, 2003).
Jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan
peningkatan jumlah pasien Diabetes Melitus (DM) yang jauh lebih besar yaitu 86138%. Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global seperti
disebutkan di atas, maka dengan demikian dapat dimingerti bila suatu saat atau lebih
tepat lagi dalam 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan Diabetes Melitus (DM)
di Indonesia akan meningkat dengan drastis.
Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut diantaranya
(Suryono Slamet, 2006):
a. Faktor demografi :
canggih
menimbulkan
2.3.
ETIOLOGI
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 9
Sel
pankreas
masih
dapat
mengkompensasi,
sehingga
terjadi
hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus
klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi
kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani, 2006).
2.4.
PATOFISIOLOGI
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono, 2007).
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu
ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang
disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).
Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin
lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 10
dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut
sebagai resistensi insulin (Suyono, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi
faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan (Suyono, 2007) :
2.5.
(polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan
(polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2 tidak
sama. Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui
sedikit tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Tabel 2.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2
Onset (umur)
Keadaan klinis saat
DM Tipe 1
Biasanya < 40 tahun
Berat
DM Tipe 2
Biasanya > 40 tahun
Ringan
Biasanya kurus
tinggi
Biasanya gemuk atau
normal
Diet, olahraga, tablet,
diagnosis
Kadar Insulin
Berat badan
Pengobatan
insulin
Sumber : Suyono S, 2007
2.6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk diagnosa Diabetes Melitus (DM), melalui pemeriksaan
kadar glukosa darah (gula darah puasa, gula darah 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO)
(Gustaviani Reno, 2006).
Pemeriksaan kadar glukosa darah.
Bahan untuk pemeriksaan gula darah puasa, pasien harus berpuasa 6 12 jam
sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan
makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO,
dan harus dihabiskan dalam waktu 15 20 menit. Dua jam kemudian diambil
darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP (Gustaviani Reno, 2006).
Pemeriksaan dilakukan dengan cara darah disentrifugasi untuk mendapatkan
serumnya, kemudian diperiksa kadar gula darahnya. Bila pemeriksaan tidak langsung
dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan
antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya
glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena
kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 12
indicator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bias digunakan untuk memonitor
respons individual setelah operasi pancreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat
pada transplantasi pancreas atau transplantasi sel-sel pulau pancreas (Gustaviani
Reno, 2006).
Pemeriksaan untuk pemantauan Diabetes Melitus (DM)
Untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Melitus (DM), yang digunakan
adalah kadar gula darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin,
khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin (Gustaviani Reno, 2006).
Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini
memerlukan prosedur yang memakan waktu lama . Pemeriksaan lain yang bisa
dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai selfassessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin
(Gustaviani Reno, 2006).
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
irevarsibel (Gustaviani Reno, 2006).
Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), electroforesis, Immunoassay (EIA), Affinity
Chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri (Gustaviani Reno, 2006).
a. Metode Ion Exchange Chromatography, harus dikontrol perubahan suhu
reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang
mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang bias memberikan hasil
negatif palsu.
b. Metode HPLC (high performance liquid chromatography), prinsip sama
dengan ion exchange chromatography, bias diotomatisasi, serta memiliki
akurasi dan presisi yang baik sekali. Metoce ini juga direkomendasikan
menjadi metode referensi.
c. Metode elektroforesis, hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu,
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 14
tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh
pada metode ini.
d. Metode immunoassay (EIA), hanya mengukur HbA1C tidak mengukur
HbA1C yang labih maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang
baik.
e. Metode Affinity Chromatography, non-glycated hemoglobin serta bentuk
labih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit
mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan
glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih
tinggi dari metode HPLC.
f. Metode Kalorimentri, waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena
tidak
dipengaruhi
non-glycosylated
ataupun
glycosylated
labil.
2.7.
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan
bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO (Sudoyo Aru, 2006).
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai
resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka
yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis
definitif (Sudoyo Aru, 2006).
Keterangan :
GDP
GDS
GDPT
TGT
Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari (PERKENI, 2002).
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut (PERKENI, 2002) :
1. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan
faktor risiko:
- Kebiasaan tidak aktif
- Turunan pertama dari orang tua dengan DM
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM
gestasional
- Hipertensi ( 140/90 mmHg)
- Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL
- Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
- Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya
- Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
Tabel 3.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar
glukosa
Bukan DM
Belum pasti
DM
< 110
DM
110-199
> 200
Darah
< 90
90-199
> 200
kapiler
darah Plasma vena
< 110
110-125
> 126
Darah
< 90
90-199
> 110
sewaktu (mg/dl)
Kadar
glukosa
puasa (mg/dl)
kapiler
Sumber : Soegondo S (2005)
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan
tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Tolerangi Glukosa
Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila
ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126
mg/dl juga digunakan utnuk patokan diagnosis DM (Sudoyo Aru, 2006).
Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus (DM), hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126
mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan 200 mg/dl (Sudoyo Aru, 2006).
Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI, 2002) :
Tabel 4.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis,
gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah
puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama.
2.8.
PENATALAKSANAAN
dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
(PERKENI, 2006)
I.
Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 21
tunggal
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh (whole milk)
- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA / Mono Unsaturated Fatty
Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Acid) dan asam lemak jenuh
Protein
- Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacangkacangan, tahu, tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi
Garam
- Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
- Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari
terutama pada mereka yang hipertensi
Serat
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut
Pemanis
- Batasi penggunaan pemanis bergizi
- Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 23
Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
< 18,5
BB Normal
18,5 22,9
BB lebih
23,0
Dengan risiko
23,0 24,9
Obes I
25,0 29,9
Obes II
30
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 % untuk
dekade antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60 s/d 69 tahun,
dan dikurangi 20 % untuk usia diatas 70 tahun
Aktifitas fisik atau pekerjaan
Penambahan 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat,
20 % pada pasien dengan aktifitas ringan, 30 % dengan aktifitas sedang,
dan 50 % dengan aktifitas sangat berat
Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 30 % bergantung pada tingkat
kegemukan
-Bila kurus ditambah 20 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 1600 kkal / hari untuk
pria
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi( 20 % ), siang ( 30 % )dan
sore ( 25 % ) serta 2 3 porsi makan ringan ( 10 15 % ) diantaranya.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
III. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya
Endurace training ).
-
Continous
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 25
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
-
Interval
Progressive
= 220-umur
Endurance
terjadi
penutupan.
Keadaan
ini
menyebabkan
penurunan
Kerjanya
juga
melalui
reseptor
sulfonilurea
(SUR)
dan
tetapi
obat
antihiperglikemik.
Metformin
tidak
sensitivitas
insulin.
Mekanisme
kerja
Glitazone
faal
hati
secara
berkala.
Saat
ini
tiazolidindion
C. Penghambat Glukoneogenesis
1) METFORMIN
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer.
Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan
hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi efek samping
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Alfa Glukosidase ( acarbose )
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan
penyerapan
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia
Golongan
Sulfonilurea
Glinid
Efeksamping
A1C
Meningkatkan
utama
BB naik,
sekresi insulin
Meningkatkan
hipoglikemia
BB naik,
1,5 2 %
sekresi insulin
hipoglikemia
Menekan produksi Diare, dyspepsia,
glukosa
Metformin
Penurunan
hati
1,5 2 %
menambah
1,5 2 %
sensitifitas
Penghambat
glukosidase
terhadap insulin
Menghambat
Flatulens, tinja
absorpsi glukosa
Menambah
lembek
Edema
0,5 1,0 %
Tiazolidindion
sensitifitas
1,3%
terhadap insulin
Menekan produksi Hipoglikemia, BB
Insulin
glukosa
hati, naik
stimulasi
Potensial
sampai normal
pemanfaatan
glukosa
Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006
Tabel 6
Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
Golongan
Sulfonilurea
Glinid
Tiazolidindion
Penghambat
glukosidase
Generik
Mg/tab
Dosis
Lama Frek/hari
Klorpropamid
100-250
harian
100-
kerja
24-36
Glibenklamid
Glipizid
Glikuidon
2,5 - 5
5 - 10
30
500
2,5 - 15 12-24
5 210-16
30
- 6-8
12
12
23
Glimepirid
Repaglinid
Nateglinid
Rosiglitazon
1,2,3,4
0,5,1,2
120
4
120
0,5 - 6
1,5 - 6
360
4-8
1
3
3
1
Tdk
bergantung
jadwal
makan
Bersama
Pioglitazon
15,30
15 - 45
Acarbose
50-100
100300
24
24
24
Waktu
Sebelum
makan
suapan
pertama
Biguanid
Metformin
500-850
250-
6-8
1-3
3000
Bersama/se
sudah
makan
Table 7
Insulin di Indonesia
Nama
Cepat
Buatan
Actrapid
Humulin-R
Menengah
Insulatard
Monotard Human
Humulin-N
Campuran
Mixtard 30
Humulin-30/70
Panjang
Lantus
Aventis
Novopen 3 adalah :
Efek puncak
2-4 jam
Lama kerja
6-8 jam
4-12 jam
18-24 jam
1-8
14-15
Tidak ada
24 am
Optipen adalah :
Lantus
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi.
Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO
dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada
pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja (PERKENI, 2006)
2.9. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
(Sudoyo Aru, 2006).
I. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang
harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah
angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 37
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
Hipoglikemia
II. Penyulit menahun
1. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
2.10.
PENGENDALIAN DM
Untuk
dapat
mencegah
terjadinya
komplikasi
kronik,
diperlukan
GD puasa
GD 2 jam pp
A1C
Kolesterol total
LDL
HDL
Trigliserida
IMT
Tekanan darah
Baik
80 - 109
80 - 144
< 6,5
< 200
< 100
>45
< 150
18,5 22,9
< 130/80
Sedang
110 - 125
145 - 179
6,5 8
200 - 239
100 - 129
Buruk
126
180
>8
240
130
150 - 199
23 - 25
130 140 / 80 - 90
200
>25
>140/90
2.11.
PROGNOSIS
INDRIA PARAMITHA | DIABETES MELITUS TIPE 2 38
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat( Mansjoer, 2001).
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
KESIMPULAN
a. Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala (rasa haus yang
berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari, banyak makan
serta badan yang turun dengan cepat) yang timbul pada seseorang
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif baik yang disebabkan oleh
autoimun, obesitas sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
gerak badan kurang dan keturunan (herediter). Prevalensi DM
diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun di mana 120
juta orang di seluruh dunia terkena DM, sehingga perlu adanya upaya
pencegahan seperti dengan uji diagnostik DM dan pemeriksaan
penyaring.
b. Gejala Diabetes Melitus (DM) dapat berupa banyak makan
(polifagia), sering merasa haus (polidipsia), sering kencing (poliuria)
terutama malam hari, lemas, berat badan menurun, kesemutan pada
jari tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan kabur, impotensi pada
pria, pruritus vulva pada wanita, luka sukar sembuh, melahirkan bayi
dengan berat badan > 4 kg.
c. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan pada
orang yang mempunyai risiko DM, tetapi tidak menunjukan gejala
DM melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar