TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Buli-Buli
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot
sirkuler dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas selsel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan
uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.1,2
Secara anatomik, bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral,
dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.1,2
17
terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat
miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah
proses miksi.1
Arteri-arteri utama yang mengantar darah ke vesika urinaria/buli-buli adalah
cabang arteria iliaca interna. Arteria vesicalis superior memasok darah pada bagian
ventrokranial vesika urinaria. Pada laki-laki arteria vesikalis inferior mengantar darah
kepada fundus vesicae. Pada wanita arteria aginalis mengambil alih fungsi arteria
vesicalis inferior dan melepaskan cabang-cabang kecil ke bagian dorsokaudal vesica
urinaria. Arteria obturatoria dan arteria glutealis inferior juga melepaskan cabangcabang kecil ke vesika urinaria.1,2
Nama vena adalah sesuai dengan nama arteri yang diiringinya, dan merupakan
anak cabang vena iliaca interna. Pada laki-laki, plexus venosus vesicalis yang
bergabung dengan plexus venosus prostaticus, meliputi fundus vesicae dan prostata,
kedua vesicula seminalis, kedua ductus deferens, dan ujung kaudal kedua ureter. Plexus
venosus prostaticus yang merupakan anyaman yang rapat, menerima darah dari vena
dorsalis penis. Plexus venosus vesicalis menyalurkan isinya terutama ke vena iliaca
interna melalui vena vesicalis inferior, tetapi dapat juga menyalurkan darah ke plexus
venosi vertebrale melalui vena sacralis. Pada wanita, pleksus venosus vesikalis melputi
bagian uretra dalam pelvis dan cervix vesicae, dan menampung darah dari vena dorsalis
clitoridis serta berhubungan dengan plexus venosus vaginalis. 1,2
Pada kedua jenis kelamin pembuluh limfe meninggalkan permukaan kranial
vesika urinaria dan melintas ke nodi lymphoidei iliaci externi, sedangkan yang berasal
dari permukaan posteroinferir melintas ke nodi lymphoidei iliaci ineterni. Beberapa
pembuluh limfe dari cervix vesicae ditampung dalam nodi lymphoidei sacrales atau
iliaci communes.1,2,4
Serabut parasimpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi splanchnici pelvici
(nervi erigentes). Serabut ini berfungsi sebagai perangsang muskulus detrusor dan
sebagai penghambat sphincter internus. Karena itu, jika serabut ini terangsang karena
peregangan, vesika urinaria berkontraksi, sphincter internus mengendur dan urin
mengalir ke dalam uretra. Serabut simpatis untuk vesica urinaria berasal dari nervi
thoracici XI-XII, dan nervi lumbales I-II. Saraf-saraf untuk inervasi vesica urinaria
18
19
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
3.4 Pembentukan Batu Saluran Kemih
3.4.1 Teori Pembentukan Batu Saluran Kemih
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempattempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine) yaitu pada sistem
kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat
benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.1,2,5
Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
bahan anorganik yang telarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal-kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. 1,2
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid dalam
urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih
dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium baik yang berikatan dengan
oksalat maupun fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan batu kalsium fosfat;
20
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana di saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tdak sama. Dalam hal ini misalkan batu
asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium
fosfat terbentk karena urine bersifat basa.1
3.4.2 Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya
keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor yaitu zat-zat yang dapat
mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat
terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorpsi kalsium di
dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal hingga
retensi kristal. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu
karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga
jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium
oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium membentuk
garam kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat atau
fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat
jumlahnya berkurang.1
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor
dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun
menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan (GAG),
protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin dan osteopontin. Defisiensi
zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih. 1,2
3.4.3 Komposisi Batu
Batu saluran kemih umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat,
asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang tedapat pada batu sangat penting
untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.1
1. Batu Kalsium
21
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri dari kalsium oksalat,
kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
Hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya
hiperkalsiuri, antara lain:
o Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.
o Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
o Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme
primer atau pada tumor paratiroid.
22
ikatan
kalsium
dengan
oksalat.
Penyebab
tersering
23
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan
metabolisme endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui
asam inosinat dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin
oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi
asam urat. Pada mamalia lain dan dalmation, mempunyai enzim urekase yang
dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang larut di dalam air. Pada
manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke dalam
urin dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan
dengan natrium membentuk natirum urat. Natrium urat lebih mudah larut dalam
air dibandingkan dengan asam urat bebas sehingga tidak mungkin mengadakan
kristalisasi di dalam urine.
Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu
asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1)
urine yang terlalu asam (pH urine <6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit
(<2 liter per hari) atau dehidrasi, (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat yang
tinggi.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu Staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga pada pemeriksan PIV tampak sebagai
bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan
dengan bekuan darah, bentkan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau bezoar
jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik
(acoustic shadowing).
Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi adalah
dengan minum banyak, alkalinisasi urine dengan mempertahankan pH diantara
6,5-7 dan menjaga jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya
hiperurisemia. Setiap pagi pasien dianjurkan untuk memeriksa pH urine dengan
kertas nitrazin, dan dijaga supaya produksi urine tidak kurang dari 1500-2000 ml
per hari. Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, dan jika terjadi
24
Gejala yang lain adalah disuria yaitu nyeri pada saat miksi terutama karena
inflamasi pada buli-buli dan uretra. Nyeri ini dirasakan di sekitar meatus uretra
eksternus, skrotum, perineum, punggung atau pinggang. Disuria pada penderita batu
buli-buli terjadi
pada akhir miksi. Rasa tidak lampias saat miksi dan miksi yang
tersendat sendat juga sering dikeluhkan oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat
teraba vesika urinaria yang penuh pada region suprapubik akibat retensi urin dan nyeri
tekan suprasimfisis.6
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang6,7
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang sering dikerjakan pada
kasus urologi meliputi uji makroskopik, dengan menilai warna, bau, dan
berat jenis urin. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman, protein,
dan gula dalam urin. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast
atau bentukan lain dalam urin. Urin mempunyai pH yang bersifat asam yaitu
rata-rata 5,5-6,5. Jika didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terjadi
infeksi bakteri oleh baktri pemecah urea, sedangkan bila pH terlalu asam
kemungkinan terjadi asidosis pada tubulus ginjal atau terdapat batu asam
urat. Selain itu dapat ditemukan hematuri baik mikros ataupun makros,
pyuria, bakteriuri dan kultur urine yang memperlihatkan gambaran adanya
organisme pemecah urea.
b. Pemeriksaan Darah
-
Darah rutin
kelainan-kelainan
urologi.
ditemukannya bayangan opak dalam sistem urinaria mulai dari ginjal, ureter
26
Gambar: Sistoskopi
d. USG
Ultrasonografi banyak dipakai untuk mencari kelainan-kelainan pada ginjal,
buli-buli, prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus keganasan. Pada bulibuli, USG berguna untuk menghitung sisa urin pasca miksi dan mendeteksi
27
adanya batu atau tumor buli-buli yang tidak bisa terlihat dengan foto polos
abdomen.
e. Sistografi
Sistografi adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Foto ini
dapat dikerjakan dengan beberapa cara antara lain : melalui foto IVP,
memasukkan kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli,
memasukkan kateter melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi
suprapubik. Dari sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah
di dalam buli-buli yang ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya
robekan buli-buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras keluar dari bulibuli, adanya divertikel buli-buli, buli-buli neurogenik dan kelainan buli-buli
yang lain. Pemeriksaan ini juga dapat untuk menilai inkontinensia stess pada
wanita dan adanya refluks vesikoureter.
Gambar endoskopi
dari batu buli-buli
Gambaran bayangan
radioopak pada VU
dengan IVP
3.6 Penanganan
Penanganan kasus batu buli-buli dapat secara konservatif dengan obat-obatan
maupun pembedahan.3,4,5
a. Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarukan adalah jenis batu asam urat. Batu ini
hanya teradi pada keadaan pH air kemih yang asam
pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat
diharapkan dapat larut. Pelarutan batu buli-buli menjadi mungkin jika pH urin diatas
28
sama dengan 6,5. Potasium sitrat dapat pula dijadikan pilihan Akan tetapi alkalinisasi
urin yang terlalu agresif dapat mengakibatkan deposit kalsium fosfat pada permukaan
batu yang akan memeperburuk kondisi Pada batu asam urat penting pula mengkoreksi
etiologi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usah ini cukup
memberikan hasil yang baik. 3,4,5
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesannya bila
diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Renacidin
dikatakan dapat dipakai untuk melarutkan batu fosfat atau struvit, akan tetapi
pengobatannya lama dan invasif karena harus dikombinasikan dengan kateter irigasi.
Pasien juga harus dimonitor ketat tanda-tanda sepsis atau hipermagnesemia Bila
terdapat kuman harus dibasmi. Akan tetapi kuman yang terdapat pada urolitiasis sulit
untuk dibasmi karena kuman berada di dalam batu yang tidak pernah dapat dicapai oleh
antibiotik. 3,4,5
Solutin G adalah obat yang langsung dapat diberikan kebatu di kandung kemih.
Selain solutin G, juga dipakai obat hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan cara irigasi,
tetapi hasilnya kurang memuaskan, kecuali untuk batu sisa pasca bedah yang
dapatdiberikan melalui nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan penyulit dengan
pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat.
b. Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara
buta, tetapi dengan kemajuan teknik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat
langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan menggunakan litotriptor secara
mekanis melalui sistoskop atau memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik.
Litotriptor hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. ESWL
(extracorporeal shock wave litotripsy) dapat digunakan untuk memecahkan batu tanpa
perlukaan di tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirankan melalui air ke tubuh dan
dipusatkan pada batu yang akan dipecah. Batu akan hancur dan keluar bersama kemih.
ESWL dilakukan tanpa tindak bedah apapun. 3,4,5
c. Pembedahan
Pembedahan dijadikan pilihan jika terjadi kegagalan pada pengobatan
konservatif, infeksi rekuren, retensi urin akut, gross hematuria. Sejak jaman
Hippocrates, batu buli-buli diterapi dengan teknik insisi pada suprapubic atau insisi
29
perineal. Tidak adanya antibiotic dan kontrol hemostatik yang adekuat pada saat itu
membuat angka morbiditas dan mortalitas teknik ini sangat tinggi. Bahkan dengan
diperkenalkannya sitoskopi pada tahun 1877, trauma pada buli-buli tetap menjadi
resiko. 3,4,5
Saat ini dikenal 3 teknik pembedahan, pertama adalah transurethral
sitolitolapaksi. Setelah posisi batu diketahui dengan menggunakan sitoskopi, energi
seperti lithocast, ultrasonic, electrohidrolik, dan laser diaplikasikan pada batu sehingga
memecahnya menjadi fragmen-fragmen yang dapat keluar melalui sitoskopi Teknik
kedua, percutaneus suprapubic sistolitolapksi adalah teknik yang banyak digunakan
pada anak-anak. Teknik ini memungkinkan pemakaian endoskopi yang lebih pendek
dengan diameter yang lebih besar, biasanya dengan pemecah batu ultrasonik, yang
mempercepat fragmentasi dan evakuasi batu. Seringkali kombinasi dari transurethral
dan perkutaneus dipergunakan untuk menjaga kestabilan posisi batu serta mempercepat
evakuasi batu dan debrisnya. Jika merupakan indikasi maka reseksi atau insisi prostate
transurethral (TURP atau TUIP) dapat dikerjakan dengan mudah dan aman. 3,4,5
ketiga
adalah
sistostomi
suprapubik
yang
memungkinkan
pengangkatan batu yang lebih besar dan lebih keras, atau divertikulosis buli-buli
merupakan indikasi. Keuntungan teknik ini adalah pengangkatan batu yang lebih cepat,
mudah dan pada kasus dengan batu yang sulit diangkat dengan menggunakan kedua
teknik sebelumnya. Kerugian teknik ini meliputi lamanya perawatan di rumah sakit,
nyeri postoperasi, dan lamanya masa kateterisasi buli-buli. 3,4,5
BAB IV
30
KESIMPULAN
1. Pada pasien ini ditemukan gejala-gejala yang mengarahkan diagnosis ke batu
kandung kencing yaitu nyeri pada suprapubik dan nyeri saat miksi disertai
dengan buang air kencing yang seret dan sedikit-sedikit.
2. Faktor resiko yang ditemukan pada pasien ini adalah pasien sering menahan
kencing, konsumsi air pasien juga kurang dari 1 liter perhari dan pekerjaan
pasien sebagai pemangku yang membuat pasien harus sering duduk.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen dengan foto polos abdomen ditemukan
batu pada vesika urinaria dengan diameter lebih dari 3 cm sehingga modalitas
terapi yang dipakai adalah pembedahan (vesikulolitotomi).
31