Kata imsak (
) dari segi bahasa yang secara umum bersubstansikan makna menahan
(menahan)
( waktu
( mencegah)
harian yang membatasi permulaan puasa pada bulan Ramadan).
Arti bahasa yang disebut terakhir ini relevan dengan imsak, yakni batas waktu untuk memulai puasa.
Dari sudut penghampiran doktrin syariat jelas (tidak diperselisihkan) bahwa batas waktu memulai
puasa ialah tepat pada moment terbitnya fajar shadiq (subuh). Batas waktu imsak ini ditetapkan dalam
al-Quran dan dikuatkan oleh hadis Nabi SAW berikut:
...
)
( :/
... dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
()
Fajar itu ada dua. Fajar yang seperti ekor serigala tidak menghalalkan salat dan tidak mengharamkan makan. Adapun fajar
yang memanjang di ufuk, maka fajar itulah yang menghalalkan salat dan mengharamkan makan.
Untuk implementasinya, pada akhir ayat 187 surat al-Baqarah Allah menegaskan sinyalemen:
( Itulah batas-batas Allah, maka janganlah kalian mendekatinya).
Sinyalemen
ini penting sehingga Nabi Muhammad SAW sendiri meski
menganjurkan untuk mengakhirkan makan sahur tidak mentradisikan praktik makan sahur pada
waktu yang sangat mepet sembari berupaya mengepas-ngepaskan saat rampungnya makan sahur itu
dengan moment terbitnya fajar sadiq. Imam al-Bukhari mentakhrij sebuah hadis yang
menggambarkan sebagian dari praktik santap sahur Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.
.
Dari Qatadah, dari Anas bahwa nabiyullah SAW dan Zaid bin Tsabit bersantap sahur. Setelah rampung dari santap sahur
mereka, Nabi SAW berdiri untuk salat, kemudian beliau salat. Kami bertanya kepada Anas, berapa lama antara
rampungnya mereka dari santap sahur dan masuknya mereka ke dalam salat? Ia berkata: Kira-kira sepanjang seseorang
membaca 50 ayat.
Atas dasar ini maka menghentikan santap sahur (memulai imsak) beberapa saat sebelum jatuhnya
moment terbit fajar merupakan pilihan tindakan yang afdol karena bukan hanya berselaras dengan
praktik santap sahur Nabi Muhammad SAW (sunnah), namun sekaligus aman dari peluang melanggar
batas keharaman.
Dalam implementasinya di Indonesia, deskripsi kualitatif yang diberikan sahabat Anas tentang jarak
waktu antara selesainya santap sahur Nabi Muhammad SAW hingga beliau masuk salat subuh, yakni
sepanjang lama bacaan 50 ayat, dibakukan secara kuantitatif menjadi 10 menit yang kemudian
populer dengan sebutan Waktu Imsak.
Dengan penjelasan di atas, waktu imsak di Indonesia tentu tidak dimaksudkan untuk mengubah waktu
puasa dengan memajukannya dari batas yang telah didoktrinkan syariat, melainkan semata-mata
dimaksudkan sebagai ikhtiar melestarikan sunnah sekaligus sebagai katup pengaman (tindakan hatihati) agar kaum muslimin tidak terperosok ke dalam batas larangan.