Unud-1597-446715650-Tesis Potensi Fauna Akuatik Ekosistem Hutan Mangrove Di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwan
Unud-1597-446715650-Tesis Potensi Fauna Akuatik Ekosistem Hutan Mangrove Di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwan
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
iii
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
pada Tanggal 29 Juni 2015
: 1925/UN.14.4/HK/2015
Tanggal
: 23 Juni 2015
Anggota
:
1. Dr. Ir. Made Sudarma, MS.
2. Prof. Ir. I Wayan Arthana, MS, PhD.
3. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc.
iv
NIM
: 1391261001
Program Studi
Judul Tesis
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sangsi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Penulis
vii
ABSTRAK
Ekosistem mangrove berada di antara wilayah pesisir daratan dan lautan
yang mengalami perubahan secara terus menerus akibat aktivitas manusia
sehingga mempengaruhi fauna akuatik beberapa spesies ikan dan non ikan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat indeks nilai penting dan
keanekaragaman mangrove, menganalisis kelimpahan, biomassa, keanekaragaman
dan kemerataan, serta penyebaran fauna akuatik ekosistem hutan mangrove. Hasil
penelitian flora mangrove menunjukkan indeks keanekaragaman dalam kategori
sedang dengan indeks nilai penting famili Rhizophoraceae dan Sonneratiaceae
mendominasi pada semua fasenya. Fauna akuatik bernilai ekonomis ditemukan
berjumlah 21 jenis dari 15 famili. Kelompok fauna ikan ditemukan ikan bedul (A.
caninus) mempunyai kelimpahan dan biomassa sebanyak 975 ind sebesar
18.299,56 gr, sedangkan kelompok fauna non ikan ditemukan udang werus
(Metapenaeus sp.) mempunyai kelimpahan sebanyak 1.936 ind dan rajungan (P.
pelagicus) mempunyai biomassa sebesar 13.609,38 gr yang berasosiasi di
kawasan mangrove Teluk Pangpang. Indeks keanekaragaman fauna termasuk
dalam kategori sedang, sedangkan indeks kemerataan fauna tergolong kategori
tinggi. Pola penyebaran di bagian mulut teluk dengan adanya muara aliran sungai
Wagut ditemukan fauna berupa ikan pelagis dan demersal seperti famili
Mugilidae, Clupediae, Leiognatidae, Psettodidae. Pada bagian tengah teluk
berupa tepi tambak budidaya ditemukan kelompok ikan pelagis yaitu famili
Centropomidae, Polynemidae, Sillagidae. Sedangkan, pada bagian ujung teluk
dengan adanya aliran Sungai Setail ditemukan kelompok ikan demersal yaitu
famili Gobidae dan Platycephalidae.
Kata kunci: Keanekaragaman, Flora mangrove, Fauna, Biomassa
viii
ABSTRACT
Mangrove ecosystem located between terrestrial and marine coastal areas
are changing constantly due to human activities that affect the aquatic fauna
several species of fish and non-fish. The aim of research to determine the level of
importance and biodiversity index value of mangrove, analyze abundance,
biomass, biodiversity and equity, as well as the spread of aquatic fauna mangrove
forest ecosystem. Results of the study showed an index of biodiversity of
mangrove flora in the medium category with a relative importance value index
Rhizophoraceae and Sonneratiaceae dominate in all phases. Economically
valuable aquatic fauna found amounted to 21 species of 15 families. Groups of
fish fauna found bedul fish (A. caninus) have abundance and biomass as much as
975 ind at 18,299.56 gr, meanwhile the non fish fauna found werus shrimp
(Metapenaeus sp.) has an abundance of as much as 1,936 ind and biomass crabs
(P. pelagicus) have amounted to 13,609.38 gr associated in mangrove areas
Pangpang Bay. Fauna biodiversity index included in the medium category,
meanwhile the index of evenness fauna belonging in the high category. Dispersal
patterns at the mouth of the bay with the mouth of the river flow Wagut fauna
found in the form of pelagic and demersal fish such as family Mugilidae,
Clupediae, Leiognatidae, Psettodidae. At the center of the edge of the bay in the
form of aquaculture ponds found that pelagic fish group Centropomidae,
Polynemidae, Sillagidae family. Meanwhile, at the end of the bay with the river
flow Setail what the group found that demersal fish Platycephalidae and Gobidae
family.
Keywords: Biodiversity, Mangrove flora, Fauna, Biomass
ix
RINGKASAN
Yanuar Rustrianto Buwono, Potensi Fauna Akuatik Ekosistem Hutan
Mangrove Di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi di bawah
bimbingan I Putu Gede Ardhana dan Made Sudarma.
Kawasan Teluk Pangpang yang terletak di Kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur terdapat pengembangan kegiatan
perikanan, yang bertujuan untuk peningkatan pendapatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan budidaya tambak, alat
tangkapan ikan, pelabuhan, industri pengolahan ikan. Tekanan lingkungan akibat
aktivitas manusia tersebut dapat mengurangi fungsi ekologis mangrove dan
mengganggu keberadaan fauna akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem
mangrove di Kawasan Teluk Pangpang, sehingga dapat mempengaruhi potensi
fauna akuatik di ekosistem hutan mangrove.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat indeks nilai penting
dan keanekaragaman jenis vegetasi pada ekosistem hutan mangrove, menganalisis
tingkat kelimpahan dan biomassa, keanekaragaman dan kemerataan, serta pola
penyebaran fauna akuatik pada ekosistem hutan mangrove di Kawasan Teluk
Pangpang, Kabupaten Banyuwangi.
Manfaat penelitian, bagi masyarakat sebagai bahan informasi yang
bermanfaat dan bahan masukan dalam upaya konservasi biota laut yaitu fauna
akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Bagi pemerintah sebagai
bahan informasi dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap
potensi fauna akuatik sehingga dapat menjadi masukan dalam mengambil
kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Bagi mahasiswa sebagai bahan
literatur dengan kajian-kajian lebih lanjut dalam potensi fauna akuatik kaitannya
dengan keberadaan vegetasi mangrove di masa yang akan datang.
Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung yaitu metoda
pengumpulan data dengan cara menjelajah dan mengidentifikasi lokasi penelitian
melalui pengamatan langsung secara cermat dengan berpedoman pada desain
penelitian di sekitar ekosistem mangrove dengan menentukan 3 (tiga) stasiun
sampling yang terletak di kawasan ekosistem mangrove Teluk Pangpang, yaitu:
Stasiun I berada di kawasan pesisir Tratas Kawang, terletak di bagian mulut teluk
dengan kondisi berupa daerah pemukiman, pelabuhan, area rehabilitasi dan muara
aliran sungai Wagut; Stasiun II berada di kawasan pesisir Muncing Krajan,
terletak di bagian tengah teluk dengan kondisi berupa tambak budidaya ikan,
daerah rehabilitasi dan agak berjauhan dengan muara Sungai Setail; Sedangkan
Stasiun III berada di kawasan pesisir Tegalpare, terletak di bagian ujung teluk
dengan kondisi berupa bekas tambak budidaya ikan dan berdekatan dengan muara
aliran sungai Setail, daerah pertanian yang mengalirkan limbah pertanian dan
limbah budidaya ikan.
Hasil penelitian kondisi mangrove menunjukkan secara keseluruhan pada
pesisir Muncar Kawasan Teluk Pangpang mempunyai kriteria keanekaragaman
jenis yang bervariasi dan didominasi flora mangrove jenis Rhizophora mucronata
dari famili Rhizophoraceae dan Sonneratia alba dari famili Sonneratiaceae. Pada
daerah yang berdekatan dengan pemukiman dan muara aliran sungai Wagut, Jenis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................. i
LEMBAR PRASYARAT GELAR .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
RINGKASAN .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1.Kawasan Teluk Pangpang ...................................................................... 5
2.2.Potensi Biota Laut .................................................................................. 7
2.3.Ekosistem Mangrove............................................................................. 9
2.4. Luas dan Penyebaran Mangrove ......................................................... 10
2.5. Fungsi dan Manfaat Mangrove .......................................................... 12
xii
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Daftar Jenis Mangrove di Taman Nasional Alas Purwo Teluk Pangpang .... 6
3.1. Penelitian Terdahulu di Kawasan Teluk Pangpang ....................................... 18
4.1. Penentuan Sumber Data Penelitian ................................................................ 24
4.2. Baku Mutu Air untuk Biota Laut ................................................................... 33
5.1. Parameter Suhu, Salinitas, pH dan Tekstur Tanah ......................................... 38
5.2. Identifikasi Jenis Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang ............................ 40
5.3. Jumlah Individu Mangrove per Fase di Kawasan Teluk Pangpang ............... 41
5.4. Kerapatan Jenis Vegetasi Mangrove .............................................................. 41
5.5. Kerapatan Relatif Jenis Vegetasi Mangrove .................................................. 43
5.6. Frekuensi Jenis Vegetasi Mangrove............................................................... 44
5.7. Frekuensi Relatif Jenis Vegetasi Mangrove ................................................... 45
5.8. Luas Penutupan Jenis Vegetasi Mangrove ..................................................... 46
5.9. Luas Penutupan Relatif Jenis Vegetasi Mangrove ......................................... 47
5.10. Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove .................................................... 48
5.11. Indeks Keanekaragaman Vegetasi Mangrove .............................................. 49
5.12. Tingkat Kerusakan mangrove Dilihat dari Kerapatan Vegetasi .................. 50
5.13. Kelimpahan Jenis dan Biomassa Fauna Akuatik ......................................... 53
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1. Peta Pengelolaan Aktivitas di Teluk Pangpang ............................................. 5
2.2. Hubungan Keterkaitan Komponen Ekosistem Mangrove.............................. 13
3.1. Alur Pemikiran Penelitian .............................................................................. 17
4.1. Titik Sampling Penelitian di Kawasan Mangrove ......................................... 22
4.2. Desain Penempatan Plot (Petak Contoh) Metoda Transek ............................ 27
4.3. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda Garis Berpetak ....................... 27
5.1. Alat Tangkap Trapped Net di Kawasan Teluk Pangpang .............................. 51
5.2. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Kelompok Ikan ........................... 54
5.3. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Kelompok Non Ikan ................... 55
5.4. Komposisi Famili Fauna Akuatik di Stasiun Pengamatan ............................ 56
5.5. Pola Sebaran Fauna Akuatik di Ekosistem Mangrove .................................. 56
6.1. Kondisi Penelitian di Stasiun Pengamatan I .................................................. 61
6.2. Kondisi Penelitian di Stasiun Pengamatan II ................................................. 63
6.3. Kondisi Penelitian di Stasiun Pengamatan III................................................ 64
6.4. Kerusakan Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang ...................................... 68
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Pengamatan Vegetasi Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang ............89
2. Hasil Pengamatan Fauna Akuatik di Kawasan Teluk Pangpang ....................92
3. Dokumentasi Kondisi Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang ....................95
4. Dokumentasi Kondisi Fauna Akuatik di Kawasan Teluk Pangpang ..............96
5. Panduan Pasang Surut Kedalaman Air Laut di Banyuwangi ..........................98
6. Spesies Fauna Akuatik Di Kawasan Teluk Pangpang ....................................100
7. Hasil Pengolahan Analisis Korespondensi Kondisi Famili Fauna Akuatik ....101
8. Rekomendasi Izin Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ................103
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
tingkat
kelimpahan,
biomassa,
keanekaragaman
dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Gambar 2.1.
Peta Lokasi Penelitian di Teluk Pangpang
5
Nama Latin
Aegiceras floridum
Bruguiera gymnorrhiza
Ceriops decandera
C. tagal
Excoecaria agallocha
Lumnitzera racemosa
Rhizophora apiculata
R. mucronata
Scyphyphora hydrophyllaceae
Sonneratia alba
S. caseolaris
Xylocarpus granatum
Nama Indonesia
Mange
Tanjang merah
Tingi tagal
Tingi
Pennengen
Pacar banyu
Bakau merah
Tanjang slindur
Perpat lanang
Perpat
Perpat
Nyirih agung
Famili
Myrsinceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Euphorbiaceae
Combretaceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rubiaceae
Sonneratiaceae
Sonneratiaceae
Meliaceae
Potensi merupakan sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan atau
sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia maupun
yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya potensi dapat
juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekitar. (Kartasapoetra et al.,
1987). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) potensi yaitu kemampuan,
kekuatan, kesanggupan, atau pun daya yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan. Biota merupakan makhluk hidup berupa flora maupun fauna,
sedangkan laut adalah sebuah tempat berkumpulnya air asin. Dapat disimpulkan
Biota Laut adalah gabungan dari flora dan fauna yang hidup di perairan air asin;
sebuah lingkungan atau ekosistem dimana habitat air asin tersebut tinggal atau
hidup.
Biota laut terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok hewan dan
tumbuhan. Romimohtarto dan Juwana (1999), menyatakan bahwa biota laut
secara umum terbagi menjadi tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya meliputi:
1. Planktonik, yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak
mengikuti arus. Jenis ini umumnya ditemukan di kolom permukaan air.
Terbagi menjadi 2 yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru
dan doniflegellata, dan zooplankton (plankton hewan) misalnya lucifer, udang
rebon, ostracoda dan cladocera.
2. Nektonik, yaitu biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus
(terdiri dari hewan saja). Contohnya adalah ikan, ubur-ubur,cumi-cumi dan
lain-lain.
3. Bentik, yaitu biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan
maupun hewan. Terbagi menjadi 3 macam yaitu 1) menempel (sponge,
teritip, tiram dan lainnya); 2) merayap (kepiting, udang karang dan lain-lain)
dan 3) meliang (cacing, karang dan lain-lain).
2.3. Ekosistem Mangrove
Menurut Marsoedi et al. (1997), hutan mangrove adalah vegetasi hutan
yang tumbuh di daerah pantai dan disekitar muara sungai, yang selalu atau secara
teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan
mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api, prepat, dan tunjang.
Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi merupakan salah satu
sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Hutan mangrove juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang
bernilai komersial.
Karakteristik habitat mangrove menurut Bengen (2001), adalah: Menerima
pasokan air tawar yang cukup dari darat; Umumnya tumbuh pada daerah intertidal
yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir; Daerahnya tergenang
air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat
pasang purnama. Frekuensi genangan
mangrove; Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; Air
bersalinitas payau (2 22 permil) hingga asin mencapai 38 permil; Ditemukan
banyak di pantai - pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai
yang terlindung.
Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki
produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan
organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat
penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. Materi
10
organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat
asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Berbagai kelompok
moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun
hutan mangrove (Bruno et al., 1998). Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem
utama penyusun ekosistem wilayah pesisir berupa formasi tumbuhan litoral
dengan kerakteristik terdapat didaerah tropika dan sub tropika, terhampar
disepanjang pesisir (Manan, 1986). Menurut Nybakken (1988), sebutan mangrove
atau bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal
ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan
ini.
Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu
persekutuan hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah
pantai dan disekitar muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan
hutan yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove, baik
di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan jalur hijau daerah pantai yang
mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat
(Farimansyah, 2005).
2.4. Luas dan Penyebaran Mangrove
Luas dan Penyebaran Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang
nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan
metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas
ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan
11
ekosistem
12
13
organik. Selanjutnya bahan organik ini menjadi makanan bagi udang atau rebon,
kemudian binatang pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang, dan
kepiting.
Bengen
(2001),
komunitas
fauna
ekosistem
mangrove
14
pohon
bakau.
Kelompok
kedua
dari
moluska
termasuk
pelecypoda/bivalvia, yaitu tiram, mereka melekat pada akar-akar bakau. Selain itu
hewan yang hidup di bakau adalah sejumlah kepiting dan udang. Kawasan bakau
juga berguna sebagai tempat pembesaran udang penaied dan ikan-ikan seperti
belanak, yang melewatkan masa awal hidupnya pada daerah ini sebelum
berpindah ke lepas pantai.
Para ahli mengelompokkan ikan di ekosistem mangrove ke dalam empat
kelompok, yaitu (a) Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
berada di daerah ekosistem mangrove, seperti ikan gelodok; (b) Ikan penetap
sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove selama
15
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
17
Kondisi lingkungan
mangrove
Komposisi dan
Struktur Mangrove
Komposisi dan
Struktur Fauna
1. Kerapatan mangrove
2. Frekuensi
0 mangrove
3. Penutupan mangrove
4. Indeks Nilai Penting
5. Indeks Keanekaragaman
1. Salinitas ()
2. pH
3. Suhu (C)
4. Substrat
Tanah
1. Kelimpahan dan
Biomassa
0
2. Indeks Keanekaragaman
3. Indeks Kemerataan
4. Pola Penyebaran Fauna
Rekomendasi
18
Penulis
Chandra Gustiar
2.
Erwiantoro
3.
Kurnia Setyani
4.
Dian Sulastini
5.
Lugi Hartanto
6.
Sucipto
7.
Apriadi Budi
Raharja et al.
Tahun
Tesis Program Studi
Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan, IPB,
2005
Penelitian Akhir
Fakultas Perikanan dan
Kelautan, Universitas
Mulawarman, 2006
Penelitian Akhir
Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas
Kehutanan UGM, 2010
Tesis Pascasarjana
Universitas Gajah Mada,
2011
Tesis Pasca Sarjana
Fakultas Kehutanan
UGM, 2011
Judul
Analisis Kelembagaan dan
Peranannya dalam Penataan
Ruang di Teluk Pangpang
Kabupaten Banyuwangi.
Kajian Tingkat partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di
Kawasan Teluk PangpangBanyuwangi
Keanekaragaman Jenis
Burung Di Kawasan Hutan
Mangrove Teluk Pangpang
Taman Nasional Alas Purwo
19
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
21
22
Keterangan:
I= TratasKawang
II = Muncing Krajan
III= Tegalpare
II
III
23
kelimpahan,
biomassa,
indeks
keanekaragaman,
indeks
24
Tujuan
Untuk
mengetahui
tingkat
indeks nilai
penting dan
keanekaraga
man vegetasi
mangrove
Jenis Data
Kuantitatif
Untuk
mengetahui
kelimpahan,
biomassa,
keanekaraga
man dan
kemerataan,
pola
penyebaran
Kuantitatif
Instrumen
Observasi
langsung
Sumber
Primer
Hasil
penelitian
terdahulu
Observasi
langsung
Sekunder
Hasil
penelitian
terdahulu
Sekunder
Primer
Parameter
Komposisi, Kerapatan
, Frekuensi ,
Penutupan , Indeks
Nilai Penting dan
Indeks
Keanekaragaman
Komposisi,
Kelimpahan,
Biomassa, Indeks
Keanekaragaman dan
Indeks Kemerataan
Serta pola penyebaran
25
26
27
Sungai Wagut
Sungai Setail
10 m
10 m
2m
5m
Arah Rintis
Gambar 4.3. Desain kombinasi metoda jalur dan metode garis berpetak
28
b.
Fauna akuatik diperoleh dari nelayan yang mempunyai Trapped Net dan
diambil 10% dari hasil tangkapan sebanyak 18 kali selama 3 bulan secara
acak sebagai sampel penelitian di setiap stasiun. Pengambilan sampel fauna
akuatik dilakukan berdasarkan panduan pasang surut kedalaman air laut dapat
dilihat pada Lampiran 5.
c.
29
tidak pasang tinggi dan tidak surut rendah/stagnan) pada jam 05.00-09.00
WIB secara bersamaan.
d.
e.
30
INP = KR + FR + CR
INP-i = KR-i + FR-i + CR-i
Dimana : INP
FR
CR
K=
Dengan demikian, densitas ke-i dapat dihitung sebagai K-i dan densitas
relative setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai
KR-i.
K-i =
KR-i =
Dimana :
= Kerapatan (pohon/ha)
K-i
KR-i
31
b. Frekuensi jenis
Ardhana (2012) menjelaskan bahwa frekuensi dipergunakan untuk
menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies
tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi merupakan besarnya
intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan
keberadaan organisme pada suatu komunitas atau ekosistem. Untuk
kepentingan analisis vegetasi, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies ke-i
(F-i) dan frekuensi relative spesies ke-i (FR-i) dapat dihitung dengan
rumus:
F=
F-i =
Dimana :
F-i
FR-i
c. Penutupan
Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang
ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan
dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas
bidang dasar (luas basal area)(Ardhana,2012). Luas penutupan dapat
dihitung dengan rumus:
C=
32
C-i =
CR-i =
Dimana : C
C-i
=
=1
33
H'
H' max
34
Data fauna akuatik yang telah ditabulasi kemudian diolah dengan analisis
korespondensi (correspondence analysis) menggunakan software SPSS. Analisis
korespondensi adalah sebuah teknik multivariat secara grafik yang digunakan
untuk eksplorasi data dari sebuah tabulasi silang dua variabel / tabel kontingensi,
berupa tabel frekuensi, dan hasil keluarannya berupa peta (mapping) kategori dari
variabel (Rusgiyono, 2012).
Hasil analisis kondisi flora mangrove dan kondisi fauna akuatik disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar (foto) dengan metoda deskriptif kuantitatif.
Metode deskriptif kuantitatif yaitu suatu bentuk penelitian berdasarkan data yang
dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifatsifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel
yang terlibat didalamnya, kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori dan
literatur-literatur yang berhubungan dengan objek tersebut (Sugiyono,2008).
BAB V
HASIL PENELITIAN
36
memiliki ketebalan mencapai 300 meter dan panjang pesisir mencapai 450 meter
yang dibagi menjadi 4 petak contoh penelitian dengan jarak antar petak contoh 75
meter.
Adanya degradasi lahan dan tekanan lingkungan aktivitas masyarakat
berupa pengembangan tambak budidaya perikanan, pelabuhan, pemukiman,
pencemaran limbah domestik dan industri di pesisir dapat merugikan biota laut
berupa flora mangrove dan fauna akuatik, sehingga Kawasan Teluk Pangpang
ditetapkan sebagai areal rehabilitasi oleh Pemerintah, Swasta dan Kelompok tani
setempat. Terlihat beberapa wilayah hutan mangrove di pesisir Teluk Pangpang
memiliki kerapatan yang relatif sangat tinggi dan tekstur tanah yang berpasir dan
berlumpur sehingga cukup menyulitkan untuk berjalan dan menembus areal
rehabilitasi mangrove di lokasi penelitian.
Pengambilan sampel penelitian berupa fauna akuatik di Kawasan Teluk
Pangpang dilakukan dalam keadaan surut pada saat musim ikan/tidak dalam
keadaan air kundo/konda. Air Konda yaitu keadaan air laut tidak mengalami pasang
tinggi dan surut rendah karena keadaan gelombang dan arus yang stagnan/stabil.
Pasang surut air laut berupa kedalaman air laut bulanan mengacu pada BMKG
Banyuwangi serta nelayan di pesisir yang masih mengacu dengan melihat bulan
dan penanggalan jawa (Hijriah).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nelayan pesisir dalam pengambilan
fauna akuatik menggunakan alat tangkap jaring berupa jebakan (Trapped net) atau
banjang/sero (bahasa lokal) yang banyak terpasang di pesisir pantai dan mangrove.
Pengambilan fauna dilakukan pada saat bulan purnama/penuh dan bulan mati/sabit
yaitu pada saat air laut mengalami pasang/surut besar berkisar tanggal 12-19 dan
37
27-6. Sedangkan, para nelayan tidak mengambil hasil tangkap pada saat air kunda
karena fauna akuatik yang tertangkap lebih sedikit yaitu berkisar tanggal 20-27 dan
5-10 sehingga mereka lebih memilih memperbaiki atau membersihkan jaring dan
menunggu pada saat air laut mulai pasang maju/besar.
5.1.2. Kondisi tekstur tanah
Karakteristik tekstur tanah menggunakan metoda feeling/perasaan yaitu
sampel tekstur tanah yang telah didapatkan di setiap plot-plot mangrove Stasiun
penelitian dikumpulkan dan diteliti dengan memijit tanah basah diantara jari-jari,
sambil dirasakan halus kasarnya yaitu untuk mengetahui tekstur tanah pasir, debu
dan liat. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan Stasiun I mempunyai tekstur
tanah pasir berlempung dengan ciri-ciri rasa kasar pasir jelas, sedikit sekali melekat
dan dapat dibentuk bola atau gulungan yang mudah sekali hancur. Letaknya yang
berada di pesisir pantai dan berdekatan dengan muara sungai menyebabkan aliran
air yang membawa sedimentasi ke arah laut terjebak pada akar-akar mangrove pada
saat rehabilitasi di Kawasan Teluk Pangpang. Kondisi tekstur tanah di Stasiun I
menyebabkan vegetasi mangrove dapat beradaptasi seperti Rhizophora sp.,
Avicennia marina, dan Sonneratia alba.
Stasiun II mempunyai tekstur tanah lempung berpasir dengan ciri-ciri rasa
pasir agak jelas, agak melekat dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur. Letak
mangrove yang berada pada muara sungai merupakan hasil rehabilitasi di lokasi
tambak yang rusak. Kondisi mangrove yang tumbuh dan berkembang didalam
lokasi tambak menyebabkan aliran sungai yang membawa sedimentasi berupa
tanah lempung masuk ke dalam tambak dan mengendap pada akar-akar mangrove.
Kondisi kerapatan dan penutupan mangrove di Stasiun II yang lebih tebal dan rapat
38
didominansi oleh jenis S. alba yang terletak di muara sungai Setail dengan
hamparan pesisir yang luas sehingga menyebabkan tekstur tanahnya tersusun oleh
lempung berpasir.
Stasiun III dengan tekstur tanah lempung liat berdebu dengan ciri-ciri rasa
liat agak licin, melekat dan dapat dibentuk gulungan tetap seperti bola yang
mengkilat. Lokasi yang berdekatan dengan sungai merupakan areal rehabilitasi di
tambak yang rusak menyebabkan aliran sungai yang membawa sedimentasi yang
bergerak menuju perairan teluk bagian dalam dan mengalami pendangkalan lumpur
yang tinggi. Adanya kerapatan vegetasi mangrove yang tinggi dalam mengikat
sedimen (sedimen trapped) menyebabkan kondisi tanah mempunyai tekstur
lempung liat berdebu.
5.1.3. Kondisi perairan
Faktor kondisi perairan di kawasan mangrove menunjukkan terdapat adanya
fluktuasi kenaikan dan penurunan parameter suhu, pH, dan salinitas sehingga biota
laut harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis atau
berubah-ubah. Hasil analisis kondisi perairan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Parameter Suhu, Salinitas, pH dan Tekstur Tanah
Stasiun
Suhu (C)
Salinitas ()
pH
Tekstur tanah
30-32
20-35
7,2-7,5
Pasir berlempung
II
32-34
30-35
7,2-7,4
Lempung berpasir
III
27-31
10-30
6,8-7,2
Kepmen.LH
28-32
Alami-34
7,0 - 8,5
No:51/2004
Keterangan: I = Tratas Kawang, II = Muncing Krajan dan III = Tegal Pare
39
berkisar 28-32 C, salinitas alami yaitu kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi
setiap saat sampai berkisar 34 dan pH air laut yaitu 7-8,5 pada peraturan baku
mutu air laut untuk biota laut Kepmen. LH Nomor : 51 Tahun 2004.
Kondisi perairan kawasan Teluk Pangpang dengan adanya muara sungai,
tambak, dan perairan laut menyebabkan suhu lingkungan di stasiun penelitian
berkisar 27 C - 34 C. Suhu merupakan salah satu pengukuran kondisi lingkungan
yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan dilokasi penelitian, sehingga hasil
penelitian berupa suhu perairan yang didapat masih toleran dan tidak terlalu
ekstrem. Hal ini disebabkan karena kerapatan dan penutupan mangrove yang relatif
tebal dan tinggi, sehingga cahaya matahari tidak terlalu banyak masuk ke lantai
hutan mangrove.
Salinitas perairan didapatkan hasil pengukuran yang berbeda pada setiap
Stasiun yaitu berkisar antara 10 sampai dengan 35 . Salinitas perairan di
lokasi penelitian mengalami perubahan yang fluktuatif karena adanya aliran air
sungai dari hulu ke hilir ditambah curah hujan yang tinggi serta saluran air keluar
(outlet) tambak ke pesisir menyebabkan pencampuran air tawar sehingga membuat
biota laut beradaptasi dengan kandungan salinitas di pesisir Kawasan Teluk
Pangpang.
Derajat keasaman (pH) perairan di Kawasan Teluk Pangpang mengalami
kondisi yang fluktuatif berkisar 6,8 sampai dengan 7,5. Hal ini tidak terlepas dari
kerapatan dan penutupan mangrove yaitu semakin tebal dan lebat kondisi mangrove
maka semakin tinggi serasah daun mangrove yang dihasilkan. Guguran daun
mangrove yang jatuh ke lantai hutan akan terdekomposisi oleh bakteri dan jamur
40
Spesies
Sonneratia alba J.E. Smith.
Nama Lokal
Pedada, perepat, bogem,
mange-mange.
Rhizophoraceae
Rhizophora mucronata Lmk.
Bakau korap, bakau hitam,
Tanjang slindur.
Rhizophora apiculata Bl.
Bakau
merah,
bakau
kacang, slengkreng.
Ceriops tagal C.B.Rob.
Tingi, tengar, mentigi,
mange darat, wanggo.
Bruguiera gymnorrhiza (L.)
Tanjang merah, pertut,
lindur,bako,sarau.
Avicenniaceae
Avicennia marina (Forsk.)
Api-api,sie-sie,pejapi,
nyapi,hajusia,pai.
Acanthaceae
Acanthus ilicifolius L.
Jeruju hitam, daruyu,
darulu.
Meliaceae
Xylocarpus moluccencis (L)
Nyirih batu, siri, jombok,
Roem.
kabau, raru.
Keterangan: I = Tratas Kawang, II = Muncing Krajan dan III = Tegal Pare
Stasiun
I, II dan
III
I, II dan
III
I, II dan
III
II dan
III
III
I dan III
III
III
41
Semai
55
32
63
150
Pohon
258
276
164
698
42
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
jumlah
Pohon
2.175
2.760
1.067
100
6.102
3.100
1.275
367
4.742
2.033
700
1.100
1.133
800
1.000
500
7.266
43
jenis R. mucronata ditemukan di Stasiun III sebesar 3,64 % dan pada fase pohon
jenis A. marina ditemukan di Stasiun I sebesar 1,64 %. Hasil analisis vegetasi
kerapatan relatif dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Kerapatan Relatif Jenis Vegetasi Mangrove
Stasiun
I
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl.
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius(L.)
Jumlah
Pohon
35,65
45,23
17,48
1,64
100,00
65,38
26,89
7,73
100,00
27,98
9,63
15,14
15,60
11,01
13,76
6,88
100,00
44
frekuensi tertinggi yang sama pada fase semai sebesar 0,50 dan fase pohon sebesar
0,36, sedangkan fase pancang diidentifikasi jenis S. alba sebesar 0,60. Frekuensi
terendah diidentifikasi jenis R. mucronata dan C. tagal pada fase pancang sebesar
0,20. Sedangkan, pada fase pohon diidentifikasi jenis R. apiculata sebesar 0,27.
Tabel 5.6. Frekuensi Jenis Vegetasi Mangrove
Stasiun
I
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
Frekuensi Jenis
Semai
0,33
0,67
1,00
0,50
0,50
1,00
0,67
0,33
1,00
Pancang
0,43
0,43
0,14
1,00
0,60
0,20
0,20
1,00
0,14
0,29
0,29
0,14
0,14
1,00
Pohon
0,31
0,38
0,23
0,08
1,00
0,36
0,36
0,27
1,00
0,21
0,14
0,14
0,21
0,07
0,14
0,07
1,00
45
III terdapat perbedaan frekuensi relatif pada masing-masing jenis. Hasil analisis
dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Frekuensi Relatif Jenis Vegetasi Mangrove
Stasiun
I
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
Pohon
30,77
38,46
23,08
7,69
100,00
36,36
36,36
27,27
100,00
21,43
14,29
14,29
21,43
7,14
14,29
7,14
100,00
Hasil analisis frekuensi relatif tertinggi pada fase semai menunjukkan jenis
R. mucronata di Stasiun I dan C. tagal di Stasiun III sebesar 66,67%, fase pancang
jenis S. alba mempunyai nilai frekuensi relatif di Stasiun II sebesar 60% dan fase
pohon jenis R. mucronata mempunyai frekuensi relatif di Stasiun I sebesar
38,46%. Sedangkan, nilai frekuensi relatif terendah pada fase semai jenis S. alba di
Stasiun I dan A. ilicifolius di Stasiun III sebesar 33,33%, fase pancang jenis R.
apiculata di Stasiun I, jenis S. alba, B. gymnorrhiza, A. marina di Stasiun III
mempunyai frekuensi relatif sebesar 14,29% dan fase pohon jenis B. gymnorrhiza,
X. moluccencis mempunyai frekuensi relatif sebesar 7,14%.
46
Stasiun
I
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
Pohon
743,88
906,15
152,93
0,10
1.803,06
1.840,70
181,91
0,33
2.022,94
582,34
18,99
180,31
68,79
17,23
72,86
29,20
969,72
47
fase semai jenis C. tagal seluas 38,75 m2/ha, fase pancang jenis B. gymnorrhiza
seluas 16,88 m2/ha dan fase pohon diidentifikasi jenis S. alba seluas 582,34 m2/ha.
Luas penutupan relatif menunjukkan bahwa fase semai jenis R. mucronata
di Stasiun I dan C. tagal di Stasiun III terdapat penutupan relatif >70%. Sedangkan,
S. alba di Stasiun II yaitu <50%. Pada fase pancang, Stasiun I dan II mempunyai
luas penutupan 50%-<75% dibandingkan Stasiun III dengan luas penutupan
relatif <50%. Pada fase pohon di Stasiun I,II, III luas penutupan relatif 50%<75%. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Luas Penutupan Relatif Jenis Vegetasi Mangrove
Stasiun
I
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
(%)
Pancang
43,08
56,85
0,07
100,00
66,55
30,95
2,50
100,00
13,20
0,94
36,59
44,18
5,09
100,00
Pohon
41,26
50,26
8,48
0,01
100,00
90,99
8,99
0,22
100,00
60,05
1,96
18,59
7,09
1,78
7,51
3,01
100,00
Luas penutupan relatif tertinggi pada fase semai diidentifikasi jenis C. tagal
di Stasiun III sebesar 97,26%, fase pancang diidentifikasi jenis S. alba di Stasiun II
sebesar 66,55%, dan fase pohon diidentifikasi jenis S. alba di Stasiun II sebesar
90,99%. Sedangkan, luas penutupan relatif terendah pada fase semai diidentifikasi
48
II
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
Pohon
107,67
133,95
49,04
9,34
300,00
192,73
72,25
35,02
300,00
109,46
25,88
48,02
44,12
19,93
35,56
17,03
300,00
Jenis R.mucronata dominan pada semua fase di Stasiun I yaitu fase semai
sebesar 231,92%, fase pancang sebesar 150,73% dan fase pohon sebesar 133,95%
Pada Stasiun II ditemukan jenis S. alba dengan INP tertinggi pada fase pancang
49
sebesar 168,01% dan fase pohon sebesar 192,73%. Sedangkan, Stasiun III pada
fase semai diidentifikasi jenis C. tagal mempunyai INP tertinggi yaitu 259,87%,
fase pancang diidentifikasi jenis B. gymnorhiza mempunyai INP sebesar 102,10%
dan fase pohon diidentifikasi jenis S. alba mempunyai INP sebesar 109,46%.
5.2.6. Indeks keanekaragaman vegetasi mangrove
Hasil penelitian indeks keanekaragaman pada seluruh stasiun pengamatan
didapatkan H berkisar 0,55-1,86. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Indeks Keanekaragaman Vegetasi Mangrove
Stasiun
I
H
II
H
III
Spesies
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
A. marina (Forsk.)
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
Jumlah
S. alba J.E. Smith
R. mucronata Lmk.
R. apiculata Bl
C. tagal C.B.Rob
B. gymnorrhiza (L)
A. marina (Forsk.)
X. moluccencis (L)
A. ilicifolius L.
Jumlah
Nilai Keanekaragaman
Semai
Pancang
0,34
0,36
0,21
0,34
0,17
0,55
0,88
0,37
0,37
0,29
0,36
0,28
0,66
1,01
0,31
0,13
0,05
0,34
0,36
0,24
0,15
0,20
1,38
Pohon
0,37
0,36
0,30
0,08
1,11
0,28
0,35
0,20
0,84
0,36
0,22
0,28
0,29
0,24
0,28
0,19
1,86
50
stasiun III sebesar 1,38, sedangkan H terendah terdapat di stasiun I sebesar 0,88.
H tertinggi fase pohon terdapat di stasiun III sebesar 1,86, sedangkan H terendah
terdapat di stasiun II sebesar 0,84.
5.2.7. Tingkat kerusakan vegetasi mangrove
Kerusakan vegetasi mangrove berdasarkan hasil pengamatan diperoleh di
tingkat semai kerapatan tertinggi terdapat di Stasiun I yaitu 137.500 semai/ha,
kemudian berturut-turut di Stasiun III 78.750 semai/ha, dan di Stasiun II 40.000
semai/ha. Tingkat pancang kerapatan tertinggi terdapat di Stasiun III yaitu 11.000
pohon/ha, kemudian berturut-turut di Stasiun III 10.933 pohon/ha, dan di Stasiun I
1.633 pohon/ha. Tingkat pohon, kerapatan tertinggi terdapat di Stasiun III yaitu
7.266 pohon/ha, kemudian berturut-turut di Stasiun I yaitu 6.102 pohon/ha, dan di
Stasiun II yaitu 4.742 pohon/ha (Tabel 5.12).
Tabel 5.12. Tingkat Kerusakan Mangrove Dilihat Dari Kerapatan Vegetasi
Stasiun
I
II
III
Rata-Rata
Semai
137.500
40.000
78.750
85.416
Kriteria
Baik
Baik
Baik
Baik
Kerapatan (pohon/ha)
Pancang
Kriteria
1.633
Baik
10.933
Baik
11.000
Baik
7.855
Baik
Pohon
6.102
4.742
7.266
6.036
Kriteria
Baik
Baik
Baik
Baik
51
52
53
Sta.I
K
Sta.II
B
Sta.III
Jumlah Total
B
Fauna Ikan
V. seheli
52,00
1.206,40
38,00
2.555,50
9,00
720,00
99,00
4.481,90
L. equulus
332,00
3.764,88
148,00
476,56
75,00
321,75
555,00
4.563,19
A. caninus
320,00
12.352,00
103,00
1.470,84
552,00
4.476,72
975,00
18.299,56
T. baelama
319,00
5.378,34
136,00
3.332,00
148,00
697,08
603,00
9.407,42
S.indicus
201,00
1.330,62
70,00
970,20
243,00
505,44
514,00
2.806,26
S.lemuru
102,00
1.460,64
112,00
2.038,40
107,00
1.433,80
321,00
4.932,84
P. scaber
31,00
220,10
58,00
3.045,00
74,00
1.600,62
163,00
4.865,72
Ambassis sp
85,00
289,00
253,00
931,04
338,00
1.220,04
P. erumei
137,00
3.068,80
56,00
232,40
52,00
796,64
245,00
4.097,84
T. jarbua
13,00
742,30
21,00
661,50
7,00
381,50
8,00
173,60
P. plebeius
T. strongylurus
7,00
120,40
S. russeli
17,00
1.499,40
75,00
1.032,75
53,00
S.sihama
63,00
2.368,80
20,00
-
41,00
1.785,30
8,00
173,60
125,00
27,00
245,40
17,00
1.499,40
808,25
191,00
4.209,80
41,00
233,70
98,00
784,00
46,00
139,38
185,00
1.157,08
P.merguiensis
118,00
1.516,30
369,00
3.051,63
98,00
769,30
585,00
5.337,23
Metapenaeus sp.
684,00
1.915,20
577,00
3.542,78
675,00
5.359,50
1936,00
10.817,48
P.monodon
357,00
2.548,98
141,00
549,90
94,00
2.350,00
592,00
5.448,88
T.sima
128,00
1.702,40
88,00
1.714,24
55,00
830,50
271,00
4.247,14
S.serata
82,00
1.052,88
59,00
4.822,07
141,00
5.874,95
P. pelagicus
141,00
5.950,20
104,00
4.898,40
89,00
2.760,78
334,00
13.609,38
54
sebesar 5.950,2 gr dan 4.898,4 gr. Pada stasiun III, biomassa tertinggi diidentifikasi
udang werus (Metapenaeus sp.) sebesar 5.359,5 gr. Sedangkan, biomassa terendah
pada Stasiun I, III diidentifikasi udang mantis (H. raphidea) sebesar 233,7 gr dan
139,38 gr/m2. Pada Stasiun II, biomassa terendah diidentifikasi udang windu
(P.monodon) sebesar 549,9 gr.
5.3.3. Indeks keanekaragaman dan kemerataan fauna akuatik
Hasil indeks keanekaragaman (H) fauna akuatik tertinggi menunjukkan di
Stasiun II berkisar 1,51 2,31, H tertinggi kedua terdapat di stasiun I berkisar
1,57 2,09 dan H terendah terendah di stasiun III berkisar 1,36 1,82. Hasil
indeks kemerataan (E) fauna akuatik tertinggi menunjukkan di Stasiun II berkisar
0,87 0,84, Stasiun I berkisar 0,87 0,81 dan Stasiun III berkisar 0,76 0,70.
Hasil analisis indeks keanekaragaman (H) dan kemerataan (E) kelompok
fauna ikan menunjukkan di Stasiun II memperoleh nilai indeks tertinggi yaitu nilai
H sebesar 2,31 dan nilai E sebesar 0,87. Sedangkan, nilai H dan E terendah
didapatkan di Stasiun III yaitu 1,82 dan 0,76. Indeks Keanekaragaman (H) dan
Indeks Kemerataan (E) kelompok fauna ikan dapat dilihat pada Gambar 5.2.
2,5
2
1,5
H'
E'
0,5
0
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
55
E'
0,5
0
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Centropomidae,
Psettodidae,
Theraponidae,
Polynemidae,
(Lampiran 6). Famili fauna akuatik yang melimpah menunjukkan adanya hubungan
yang erat dengan ekosistem mangrove sehingga ditemukan tingginya jumlah hasil
tangkapan famili Clupeidae dari kelompok ikan dan famili Panaeidae dari
56
kelompok non ikan. Komposisi hasil tangkapan famili fauna akuatik (individu) di
setiap stasiun penelitian dapat dilihat di Gambar 5.4.
Mugilidae
Leiognathidae
Gobiidae
Clupeidae
Platycephalidae
Centropomidae
Psettodidae
Theraponidae
Polynemidae
Belonidae
Scevinidae
Sillagidae
Squillidae
Penaeidae
Portunidae
200
400
600
800
1000
1200
Stasiun II
Stasiun I
Keterangan :
I : Stasiun Pengamatan I
II : Stasiun Pengamatan II
III : Stasiun Pengamatan III
1 : Mugilidae
2 : Leiognathidae
3 : Gobiidae
4 : Clupeidae
5 : Platycephalidae
6 : Centropomidae
7 : Psettodidae
8 : Theraponidae
9 : Polynemidae
10 : Belonidae
11 : Scevinidae
12 : Sillagidae
13: Squillidae
14 : Penaeidae
15: Portunidae
57
II
menandakan
adanya
keterkaitan
fauna
yaitu
kelimpahan,
58
sifat hidup demersal seperti ikan famili Gobidae, Platycephalidae. Sedangkan, ikan
famili Belonidae termasuk ikan yang mempunyai sifat hidup pelagis.
Pengelompokkan kategori di Stasiun I,II dan III terlihat komposisi famili
fauna akuatik yang merata dan dominan dijumpai kelompok ikan yaitu famili
clupeidae dan silagidae. Sedangkan kelompok non ikan yaitu famili penaidae dan
portunidae.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1.Kondisi Vegetasi Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang
Kondisi
mangrove
didominasi
oleh
famili
Sonneratiaceae
dan
60
61
masih terjadi yang membuat perkembangan mangrove jenis S. alba cenderung sulit
berkembang yaitu terlihat adanya bekas tebangan pada fase pancang dan fase
pohon. Hal ini dibuktikan dari adanya kerapatan yang rendah pada fase pancang
karena keberadaan mangrove dengan pemukiman menyebabkan beberapa
masyarakat beranggapan bahwa tegakan mangrove hanya jenis Tanjang yang
dilindungin oleh pemerintah, sedangkan jenis Perepat merupakan tumbuhan liar,
hidup secara alami tanpa ditanam dan mengganggu Tanjang, sehingga masyarakat
menduga boleh mengambil batang dan daunnya untuk pakan ternak dan kayu bakar.
Kondisi Stasiun I dapat dilihat pada Gambar 6.1.
62
daerah pinggiran sungai dan tumbuh lebih banyak diantara tumbuhan perepat (S.
alba). Arief (2003), menjelaskan zona A. marina terletak pada lapisan paling luar
dari hutan mangrove, tumbuh pada tanah yang berlumpur lembek dan berkadar
garam tinggi serta banyak ditemui berasosiasi dengan S. alba. Zona ini merupakan
pionner atau perintis karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat
cengkeraman perakaran tumbuhan jenis ini.
Kondisi daerah pesisir Muncing Krajan, merupakan daerah bekas tambak
yang tidak terpakai/terbengkalai. Adanya kerugian budidaya akibat penyakit udang
serta gelombang laut membuat tambak budidaya menjadi rusak sehingga dilakukan
program rehabilitasi/penanaman mangrove. Gangguan aktivitas masyarakat yang
secara terus menerus akan dapat mengurangi luasan hutan mangrove, dengan
ditemukan tingkat kerapatan yang rendah pada fase pohon karena pengambilan
63
cacing laut yang dilakukan diakar mangrove sehingga menjadi terputus, tumbang
dan mengganggu fungsi ekologis mangrove sehingga perkembangan tidak dapat
berjalan dengan baik. Gunarto (2004), menjelaskan ekosistem mangrove
mempunyai fungsi fisik sebagai pencegah abrasi, perlindungan angin, pencegah
intrusi air laut; fungsi biologis sebagai daerah asuhan berbagai biota; dan fungsi
ekonomis sebagai bahan makanan, minuman, keperluan rumah tangga dan lain-lain.
Kondisi Stasiun II dapat dilihat pada Gambar 6.2.
64
Kemunculan jenis S. alba pada fase pancang dengan frekuensi relatif tinggi
karena diduga biji-biji S. alba terbawa arus pasang surut ke lahan pinggiran sungai
dan lahan tambak yang tidak terpakai/rusak, ditambah adanya tekstur tanah
lempung berpasir serta aliran muara sungai yang luas dalam mengalirkan unsur
hara menyebabkan tegakan mangrove S. alba dapat tumbuh dan berkembang luas.
Hal ini terlihat dengan adanya luas penutupan mangrove yang tinggi pada fase
pancang dan pohon dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan sehingga
mendukung pertumbuhan dan perkembangan jenis S.alba dengan INP tertinggi
sehingga tergolong sedang dalam penguasaan mangrovenya.
Kondisi pesisir Tegalpare terletak berdekatan dengan sungai Setail dan di
daerah bekas tambak yang hancur akibat limpasan ombak gelombang laut. Hasil
pengamatan menunjukkan fase semai yang lebih sedikit dibandingkan dengan
tingkat pancang dan pohon karena bibit semai yang jatuh dipermukaan tanah tidak
dapat tumbuh dengan baik akibat terlalu rapatnya jenis mangrove dan kondisi
tekstur tanah yang berlumpur semakin padat. Gangguan aktivitas masyarakat yang
letaknya jauh dari pemukiman serta tambak budidaya perikanan yang beroperasi
lebih sedikit menyebabkan keberadaaan mangrove dapat tumbuh dan berkembang
lebih baik. Kondisi Stasiun III dapat dilihat pada Gambar 6.3.
65
66
termasuk dalam zona air payau ke air laut dengan kisaran salinitas antara 10-30 ppt
dengan daerah genangan pasang satu atau dua kali sehari selama 20 hari per bulan.
Menurut Dahuri (2003), salinitas menjadi faktor pembatas untuk spesies tertentu
karena memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi, bila suplai air tawar tidak tersedia
akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrem sehingga
mengancam kelangsungan hidup ekosistem mangrove.
Frekuensi vegetasi mangrove ditemukan rendah pada fase pohon jenis A.
marina, B. gymnorrhiza dan X. moluccensis karena adanya kesesuaian lahan tekstur
lempung, liat dan berdebu, lokasi yang jauh dari pemukiman dan gangguan
aktivitas masyarakat yang rendah membuat tegakan mangrove tumbuh secara alami
dan dapat dijumpai kemunculannya. Menurut
Setiawan
(2013),
Keberadaan
67
yang rendah pada S. caseolaris dipengaruhi oleh kompetisi yang tidak seimbang
dengan R. mucronata karena tempat hidup yang berada di tepi sungai sehingga
kurang kompetitif dalam perolehan unsur hara.
Indeks keanekaragaman mangrove menunjukkan di kawasan Teluk
Pangpang secara keseluruhan mempunyai kriteria keanekaragaman jenis tergolong
sedang (H= 0,55-1,86). Tingkat indeks keanekaragaman tertinggi pada fase semai,
fase pancang dan fase pohon di stasiun penelitian menunjukkan komunitas
mangrove didalamnya memiliki kompleksitas tinggi karena tingginya interaksi
spesies yang terjadi sehingga mempunyai kendali yang lebih besar dalam
mengurangi gangguan-gangguan serta meningkatkan kestabilan dan kemantapan.
Soegianto (1994), menerangkan bahwa keanekaragaman juga dapat digunakan
untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk
menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponenkomponennya.
Indeks keanekaragaman tertinggi pada fase semai terlihat pada daerah yang
memiliki substrat tanah lempung berpasir sehingga bibit mangrove S. alba dan R.
mucronata dapat cepat dan tumbuh berkembang. Sedangkan, pada fase pancang
dan pohon lebih tinggi karena faktor lingkungan berupa tekstur tanah yang lebih
padat yaitu lempung, liat dan berdebu serta pasang surut air laut menuju daratan
sehingga terbentuk zonasi mangrove yang mendukung perkembangan jenis
mangrove yang beragam. Rendahnya gangguan aktivitas masyarakat serta jarak dari
tempat pemukiman yang jauh menyebabkan perkembangan mangrove lebih stabil
dan mantap dibandingkan dengan lokasi yang mempunyai tekanan lingkungan
68
69
70
sangat dominan baik keragaman dan kelimpahan di dalam mangrove. Jenis Gobi
akan menyerupai warna dasar perairan dan seringkali membenamkan diri dalam
substrat. Hal serupa dilakukan oleh Viqi (2012) di Kawasan Nasional Alas Purwo
bahwa jenis ikan bedul ditemukan terbanyak dan dominan dijumpai di Segara
Anakan di semua stasiun sehingga menjadi salah satu nama blok di Segara Anak
yaitu Blok Bedul.
Keberadaan sungai besar yaitu Sungai Wagut yang berada di mulut teluk
dan berdekatan dengan laut lepas, serta Sungai Setail yang berjauhan dengan
pemukiman diujung teluk diduga mengalirkan bahan organik dan nutrien berupa
sedimen lumpur dari daratan ke pesisir sehingga mendukung biomassa
pertumbuhan dan perkembangan ikan bedul yang mempunyai sifat hidup demersal.
Hasil penelitian Budiman (2006), Daerah Pantai Barat Korowelang, ikan demersal
mempunyai kepadatan tertinggi pada kedalaman 10-15 m karena adanya muara
sungai besar dan kecil sehingga bahan organik dan nutrien yang berasal dari daratan
sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan demersal.
Hasil identifikasi fauna non ikan di Kawasan Teluk Pangpang ditemukan
kelimpahan udang werus (Metapenaeus sp.) dari famili Panaeidae banyak
tertangkap dalam keadaan fase juvenile karena pengaruh kondisi luas penutupan
mangrove yang terdapat di keseluruhan stasiun penelitian. Luas penutupan
mangrove yang tinggi berdampak pada rendahnya kelimpahan Panaeidae di
Kawasan Teluk Pangpang. Hai ini karena faktor ketersediaan unsur hara berupa
detritus serasah daun yang melimpah didalam ekosistem mangrove. Tjahjo D.W et
al. (2011) dalam penelitiannya di Muara Dua, menunjukkan bahwa tingkat
penutupan vegetasi mangrove yang tinggi mampu memberikan pakan dan
71
perlindungan yang cukup bagi populasi juvenil ikan dan udang karena mampu
berperan sebagai daerah asuhan.
Hasil pengamatan biomassa yang tinggi pada fauna non ikan diidentifikasi
jenis Kepiting rajungan (P. pelagicus) karena Kawasan Teluk Pangpang
mempunyai substrat tanah berlumpur dan berpasir. Adanya perilaku dan habitat
kepiting rajungan yang hidup dengan membenamkan diri dalam pasir dan pantai
berlumpur menyebabkan fauna beradaptasi di hutan bakau, batu karang atau kadang
dijumpai berenang di permukaan. Hal ini sesuai dengan kondisi tekstur tanah lokasi
yang berdekatan dengan pemukiman yaitu pasir berlempung dan daerah yang
berdekatan dengan tambak budidaya perikanan yaitu lempung berpasir untuk
mencari makan. Rajungan dewasa memakan molusca, crustacea, ikan atau bangkai
pada malam hari. Larva bersifat planktonik pemakan plankton, berkembang
menjadi dewasa melalui stadia zoea, megalopa, dan rajungan muda (Oemarjati dan
Wardhana, 1990).
Kelimpahan dan biomassa fauna ikan terendah diidentifikasi jenis ikan
kacangan (T. strongylurus), ikan gulamah (Sciaena russeli ), ikan sumbal (P.
plebeius) dan ikan kerong (T. jarbua) karena diduga termasuk ikan pengunjung
yaitu pada periode pasang berkunjung ke ekosistem mangrove untuk mencari
makan, sehingga bersifat predator dan menyendiri (solitaire) sehingga ditemukan
dalam keadaan jumlah kelimpahan dan biomassa yang kecil. Kondisi fauna akuatik
ini lebih cenderung menyukai daerah pesisir di sekitar mangrove pada saat musim
ikan dan air pasang untuk mencari makan di pesisir mangrove.
Rendahnya kelimpahan dan biomassa fauna non ikan jenis kepiting bakau
(S.serata) dan udang mantis (H.raphidea) di kawasan mangrove diduga adanya
72
73
organisme seperti cacing laut (polychaeta), crustacea dan ikan yang lebih kecil. L.
equulus mempunyai badan yang lebar dan pipih, bentuk punggung yang menonjol,
berwarna putih perak mengkilat dan termasuk ikan ekonomis tinggi. Widodo et.al
(1999) dalam penelitiannya, menjelaskan Ikan petek (Leiognathidae) termasuk
pengelompokan sumberdaya ikan demersal kategori ekonomis penting nomor tiga
selain ikan beloso, kuniran, kerong-kerong, mata besar/merah dan gabus laut di
perairan Arafura dan sekitarnya.
Keadaan lokasi dengan tekanan lingkungan budidaya tambak perikanan
ditemukan ikan siriding (Ambassis sp) yang melimpah karena adanya habitat fauna
yang berdekatan dengan garis pantai dan letaknya berkisar 200 meter dari muara
sungai menyebabkan salinitas perairan rata-rata berkisar 30-35 . Kondisi tekstur
tanah yang berlumpur serta perilakunya menyebabkan fauna cenderung bergerak
secara bergerombol (schooling) dan bermigrasi ke pesisir untuk berkembang biak.
Ikan siriding mempunyai ukuran relatif kecil, berwarna keperakan dan transparan
serta diduga menyukai habitat yang berlumpur sehingga dominan tertangkap pada
saat air laut pasang. Penelitian yang dilakukan Kawaroe (2001) di Kabupaten
Subang menyatakan perbedaan struktur komunitas ikan antar stasiun penelitian
diduga disebabkan karena perbedaan kualitas air dan habitat yang secara tidak
langsung berhubungan dengan karakteristik habitat ikan. Adanya spesies ikan
Ambassis kopsi dan Ambassis nalua mengindikasikan bahwa perairan telah
mengalami pelumpuran.
Kelimpahan tertinggi jenis Ikan bedul (A.caninus) banyak ditemukan di
daerah yang berada lebih dekat dengan muara sungai Setail berkisar 50 meter dan
letaknya yang jauh dari pemukiman serta jauh dari garis pantai menyebabkan
74
melimpahnya famili Gobiidae dari Ordo Perciformes yang mempunyai sifat hidup
demersal. Ikan bedul merupakan salah satu jenis ikan gabus yang mempunyai sirip
dipunggungnya dan dominan karena diduga kawasan ini lebih dekat dengan daerah
aliran Sungai Setail yang mengalirkan bahan organik ke daerah mangrove sehingga
membentuk kondisi lingkungan seperti tekstur tanah yang berlumpur sebagai
habitat dan tempat mencari makan.
Biomassa tertinggi ditemukan di daerah lokasi yang berdekatan dengan
garis pantai dan salinitas perairan yang lebih tinggi seperti ikan liplip (T. baelama )
karena mempunyai kemampuan mentolerir penurunan salinitas dan mendiami
perairan yang keruh. T. baelama dominan melimpah di daerah kawasan mangrove
Teluk Pangpang karena memanfaatkan untuk memijah dan berkembang biak
sehingga banyak ditemui dalam keadaaan bergerombol (schooling), mencapai
ukuran panjang maksimal 16 cm. Tubuh berbentuk bulat dan lonjong dengan
hampir menyerupai silinder, dan agak meruncing kearah ekor, berwarna gelap biru
kecoklatan pada bagian punggungnya, sedangkan pada bagian sisi tubuh berwarna
keperakan.
Keanekaragaman jenis (H) fauna akuatik berdasarkan hasil pengamatan
ditemukan pada seluruh Kawasan Teluk Pangpang termasuk kategori sedang yaitu
berkisar 1,36 2,31, sehingga dapat diartikan bahwa komunitas fauna akuatik di
keseluruhan stasiun mempunyai kondisi stabilitas dan penyebaran komunitas
sedang. Sedangkan, kemerataan jenis (E) fauna akuatik termasuk kategori
kemerataan tinggi yaitu berkisar 0,70 0,87, sehingga dapat diartikan kondisi
komunitas jenis stabil dan tidak ada yang mendominasi sehingga tidak ada tekanan
fauna akuatik di kawasan mangrove Teluk Pangpang.
75
76
Ikan penetap sejati seperti ikan bedul (A. caninus) dari famili Gobidae karena
seluruh siklus hidupnya berada di daerah mangrove,
Ikan penetap sementara seperti ikan belanak (V. seheli) dari famili Mugilidae
karena selama periode anakan hingga dewasa cenderung bergerombol di
sepanjang pantai,
Ikan pengunjung seperti ikan gulamah (S. russeli) dari famili Scianidae karena
pada periode pasang berkunjung ke ekosistem mangrove untuk mencari makan,
Ikan musiman seperti ikan lemuru (Sardinella sp.) dari famili Clupeidae yang
menggunakan mangrove sebagai perlindungan musiman dari predator.
Pola sebaran fauna akuatik di Kawasan Teluk Pangpang ditemukan adanya
pengelompokan ikan berdasarkan sifat hidupnya yaitu ikan pelagis (permukaan dan
kolom air laut) dan ikan demersal (dasar air laut) yang menetap dan berkembang di
kawasan mangrove sehingga dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya.
Faktor lingkungan berupa kondisi perairan yang fluktuatif dan tekstur tanah
menyebabkan sifat hidup fauna akuatik yang beradaptasi di Kawasan mangrove
Teluk Pangpang bervariasi, hal ini terkait dengan keberadaan mangrove di stasiun
penelitian dalam menyediakan makanan berupa bahan organik seperti serasah daun
sebagai daerah asuhan (nursery grounds) dan daerah mencari makan (feeding
grounds). Zahid et al. (2011) mengemukakan, bahwa kelimpahan ikan di perairan
mangrove terkait erat dengan kebiasaan makan herbivora dan karnivora sehingga
peran fungsional estuari sebagai daerah pemijahan, pembesaran, perlindungan dan
77
lumbung makanan, oleh karenanya ikan-ikan ini lebih banyak dijumpai pada daerah
mangrove.
Kondisi mangrove yang berada di dekat pemukiman serta adanya tekanan
lingkungan berupa limbah domestik dan berada di bagian mulut teluk serta muara
Sungai Wagut menyebabkan kondisi perairan lebih stabil dalam mencampur aliran
air tawar dengan air laut, sehingga dominan dijumpai ikan pelagis dan demersal
dalam mencari makanan dan berkembang biak di daerah kawasan mangrove. Hasil
penelitian Kawaroe (2001), ikan famili Leiognatidae, dan Mugilidae banyak
tertangkap di lokasi Blanakan dibandingkan dengan lokasi Mayangan. Kondisi
perairan di Kawasan Blanakan lebih stabil karena cenderung memiliki kualitas
perairan payau (muara) dan laut. Adanya pasang surut yang lebih tinggi serta
sungai yang lebih besar (Sungai Blanakan) menyebabkan pertukaran air menjadi
lebih baik.
Penguasaaan mangrove yang dominan jenis R.mucronata dan R.apiculata
yang mempunyai akar tunjang pada batang dan menggantung kemudian masuk ke
tanah menjadi tempat yang sesuai untuk pemijahan dan pembesaran fauna akuatik.
Sistem perakaran Rhizophora sp. dimanfaatkan untuk bersembunyi dan sangat
efektif dalam meredam gelombang laut dan arus laut sehingga telur dan anak ikan
tidak hanyut terbawa pasang surut air laut. Hal ini ditunjukkan adanya jenis
kelompok ikan yang tertangkap yang mempunyai sifat hidup pelagis yaitu famili
Mugilidae, Clupediae dan demersal yaitu famili Leiognatidae, Psettodidae.
Lingkungan ekosistem mangrove menjadi tempat yang cocok bagi biota
akuatik, keberadaan fauna akuatik yang tinggi banyak ditemukan pada tegakan
mangrove jenis S. alba yang berada paling depan zonasi mangrove yaitu lebih dekat
78
dengan garis pantai dengan kondisi lingkungan berada di tepi tambak budidaya
perikanan serta letaknya yang agak jauh dari muara sungai menyebabkan salinitas
perairan lebih tinggi. Hal ini menyebabkan famili kelompok ikan dominan
ditemukan jenis fauna yang mempunyai sifat hidup pelagis seperti ikan seriding
(Ambassis sp.) dari famili Centropomidae. Jenis fauna ini termasuk kelompok
pengunjung pada periode pasang yang mempunyai kelimpahan ikan yang tinggi,
sehingga menarik ikan predator untuk mencari makan seperti ikan kerong (T.
jarbua) dari famili Theraponidae dan ikan gulama (S. russeli) dari famili
Sciaenidae.
Letaknya yang berada di bagian tengah Kawasan Teluk Pangpang
menyebabkan kandungan organik lebih tinggi di perairan dengan tekstur tanah
lempung berpasir. Hancuran daun dan ranting dari pohon S. alba yang lebih kecil
dibandingkan Rhizophora sp. pada saat gugur kedalam air diduga lebih cepat terurai
pada salinitas perairan 30-35 sehingga serasah daun terdekomposisi dan
dimanfaatkan bagi biota akuatik. Kordi (2012), menjelaskan dekomposisi serasah
daun sangat bervariasi, serasah daun yang jatuh ditempat yang kering dan perairan
yang tawar cenderung lebih lambat dibandingkan dengan perairan yang mempunyai
kadar garam tinggi.
Kondisi mangrove yang hidup dan berkembang dengan tekstur tanah
lempung liat berdebu serta cenderung tidak terdapat gangguan dari aktivitas
masyarakat banyak ditemukan fauna akuatik beradaptasi seperti ikan demersal
dengan kondisi perairan payau yaitu salinitas 10-30 . Kondisi lokasi yang lebih
dekat dengan perairan air tawar seperti Sungai Setail lebih banyak menerima air
tawar dari muara sungai sehingga membuat keadaan lokasi cenderung payau. Fauna
79
akuatik yang hidup harus mempunyai sifat dan batasan toleransi untuk beradaptasi
sehingga fauna akuatik air laut lebih sedikit ditemukan.
Ikan famili Belonidae bersifat predator sehingga ditemukan hidup di air
payau yaitu bersalinitas 10-30 dengan berasosiasi pada pantai yang dangkal
sebagai pemakan ikan kecil seperti ikan bedul (Gobidae), ikan pahat
(Platycephalidae), dan ikan kecil lainnya. Menurut Redzeki (2013), Ikan famili
Belonidae melakukan reproduksi dengan meletakkan telurnya pada substrat yang
diduga diletakkan diantara vegetasi mangrove.
Dominasi mangrove jenis C. tagal, B. gymnorrhiza termasuk dalam Zona
Tanjang (Bruguiera) terletak di belakang Zona Bakau (Rhizophora), agak jauh dari
laut dekat dengan daratan dan dalam keadaan tanah berlumpur agak keras diduga
kurang memberikan fungsi ekologis dalam menyediakan makanan bagi ikan
dikarenakan serasah daun yang jatuh lebih lambat terdekomposisi akibat kondisi
tanah yang mempunyai tekstur lempung liat dan berdebu. Redzeki (2013), dalam
penelitiannya menunjukkan komposisi ikan dan distribusinya sangat dipengaruhi
oleh perubahan fisik, kimia dan biologi perairan. Kelimpahan famili ikan di lokasi
Rhizophora sp. lebih tinggi dibandingkan di Cyperus sp. Hal ini diduga sesuai
dengan fungsi ekologis mangrove yang kaitannya dengan menyediakan makanan
bagi ikan yaitu dalam bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daun
serta berbagai jenis hewan avertebrata seperti kepiting dan serangga.
Faktor penempatan alat tangkap yaitu Trapped Net (banjang) mempunyai
pengaruh terhadap keberadaan fauna akuatik di ekosistem mangrove. Jumlah alat
tangkap yang terlalu banyak dan berada di pesisir mangrove Teluk Pangpang
diduga mengganggu keberadaan fauna akuatik menuju ke daerah mangrove untuk
80
berkembang dan memijah. Pengembangan alat tangkap ikan yang semakin banyak
dan luas di pesisir mangrove menyebabkan tekanan terhadap fauna akuatik yang
terus menerus dan tidak tertutup kemungkinan akan menyebabkan penurunan
populasi di Kawasan Teluk Pangpang. Menurut Kordi (2012), penangkapan fauna
akuatik di ekosistem mangrove yang tidak dilakukan secara selektif dapat
mengganggu populasi fauna, seperti fauna akuatik yang siap matang gonad untuk
memijah, sehingga tidak mempunyai kesempatan melakukan regenerasi dan
semakin lama menyebabkan kepunahan.
Pengelompokkan kategori sifat hidup fauna akuatik di Kawasan Teluk
Pangpang yaitu kelompok ikan dari jenis Famili Clupeidae dan Silagidae terlihat
lebih melimpah dan merata karena merupakan golongan ikan pelagis yang
mempunyai sifat bergerombol dan mencari jasad renik berupa plankton, cacing laut
(Polychaeta), ikan dan udang kecil, serta memanfaatkan ekosistem mangrove untuk
menghindari predator pada saat musim memijah. Hasil penelitian Zahid et al.
(2011), menjelaskan keberadaan ekosistem mangrove di pesisir Mayangan turut
berperan dalam kelimpahan spesies ikan, karena ikan tertarik memasuki ekosistem
mangrove untuk berlindung dari predator. Struktur perakaran mangrove
menyulitkan pergerakan predator serta tingkat kekeruhan yang tinggi menyebabkan
visibilitas predator berkurang.
Hasil pengamatan kelompok non ikan ditemukan famili Penaideae dan
Portunidae terlihat lebih merata dan melimpah karena adanya kondisi lingkungan
perairan di Kawasan mangrove Teluk Pangpang. Suhu perairan yang didapatkan
masih dalam batasan toleran untuk biota laut yaitu berkisar 27 - 34 C sehingga
sesuai dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut Ulqodry et al. (2010),
81
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
1.
82
83
6.2. Saran
1.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
85
86
87
88
89
Jumlah
Petak
(Pohon)
Contoh
13
Lmk.
42
JUMLAH
Luas
Keliling
Diameter
LBD
(K-i)
(KR-i)
cm
cm
(m2)
(pohon/ha)
(%)
(F-i)
(petak
contoh)
0,0004
2,00
0,64
0,0064
0,00003
32.500,00
23,64
0,33
33,33
0,08
11,11
68,08
0,34
0,0008
4,00
1,27
0,0127
0,00013
105.000,00
76,36
0,67
66,67
0,64
88,89
231,92
0,21
55
0,0012
6,00
3,00
0,0191
0,00016
137.500,00
100,00
1,00
100,00
0,72
100,00
300,00
0,55
21
0,0300
8,26
2,63
0,0263
0,00054
700,00
42,86
0,43
42,86
7,99
43,08
128,80
0,36
25
0,0300
7,97
2,54
0,0254
0,00051
833,33
51,02
0,43
42,86
10,54
56,85
150,73
0,34
Bl.
0,0100
4,00
1,27
0,0127
0,00013
100,00
6,12
0,14
14,29
0,01
0,07
20,48
0,17
JUMLAH
47
0,0700
20,23
6,44
0,0644
0,00118
1.633,33
100,00
1,00
100,00
18,54
100,00
300,00
0,88
87
0,0400
22,22
7,08
0,0708
0,00393
2.175,00
35,65
0,31
30,77
743,88
41,26
107,67
0,37
138
0,0500
17,29
5,51
0,0551
0,00238
2.760,00
45,23
0,38
38,46
906,15
50,26
133,95
0,36
32
0,0300
23,72
7,55
0,0755
0,00448
1.066,67
17,48
0,23
23,08
152,93
8,48
49,04
0,30
0,0100
11,40
3,63
0,0363
0,00103
100,00
1,64
0,08
7,69
0,10
0,01
9,34
0,08
258
13
0,1300
74,63
23,77
0,2377
0,01183
6.101,67
100,00
1,00
100,00
1803,06
100,00
300,00
1,11
Stasiun I
(FR-i)
(C-i)
(CR-i)
INP-i
(%)
(m2)
(%)
(%)
(H')
Semai (2 m x 2 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
Rhizophora mucronata
Pancang (5 m x 5 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
Rhizophora mucronata
Lmk.
Rhizophora apiculata
Pohon (10 m x 10 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
Rhizophora mucronata
Lmk,
Rhizophora apiculata
Bl.
Avicennia marina
(Forsk.)
JUMLAH
90
Lanjutan Lampiran 1.
Jumlah
Petak
Luas
Keliling
Diameter
LBD
(K-i)
(KR-i)
cm
cm
(m2)
(pohon/ha)
(%)
(F-i)
(petak
contoh)
0,0008
61,00
19,43
0,1943
0,02963
15.000,00
37,50
0,5
50,00
37,03
53,39
140,89
0,37
0,0008
57,00
18,15
0,1815
0,02587
25.000,00
62,50
0,5
50,00
32,33
46,61
159,11
0,29
32,00
4,00
0,0016
118,00
37,58
0,38
0,0555
40.000,00
100,00
1,00
100,00
69,37
100,00
300,00
0,66
Pancang (5 m x 5 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
34
0,0075
223,50
71,18
0,7118
0,39771
4.533,33
41,46
0,60
60,00
53,03
66,55
168,01
0,37
Rhizophora
mucronata Lmk.
12
0,0025
88,00
28,03
0,2803
0,06166
4.800,00
43,90
0,20
20,00
24,66
30,95
94,85
0,36
0,0025
25,00
7,96
0,0796
0,00498
1.600,00
14,63
0,20
20,00
1,99
2,50
37,13
0,28
50,00
5,00
0,01
336,50
107,17
1,07
0,4643
10.933,33
100,00
1,00
100,00
79,68
100,00
300,00
1,01
Pohon (10 m x 10 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
124
0,0400
3041,00
968,47
9,6847
73,62803
3.100,00
65,38
0,36
36,36
1840,70
90,99
192,73
0,28
Rhizophora
mucronata Lmk.
51
0,0400
956,00
304,46
3,0446
7,27656
1.275,00
26,89
0,36
36,36
181,91
8,99
72,25
0,35
Rhizophora apiculata
0,0300
35,00
11,15
0,1115
0,00975
366,67
7,73
0,27
27,27
0,33
0,02
35,02
0,20
276
18
0,1800
97,02
48,51
12,8408
80,9143
4.741,67
100,00
1,00
100,00
2,022,94
100,00
300,00
0,84
Stasiun II
(Pohon)
Contoh
Semai (2 m x 2 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
12
Rhizophora
mucronata Lmk.
20
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
(FR-i)
(C-i)
(CR-i)
INP-i
(%)
(m2)
(%)
(%)
(H')
91
Lanjutan Lampiran 1.
Jumlah
Petak
(Pohon)
Contoh
60
3
63
Luas
Keliling
Diameter
LBD
(K-i)
(KR-i)
cm
cm
(m2)
(pohon/ha)
(%)
(F-i)
(petak
contoh)
0,0008
62,40
19,87
0,1987
0,03100
75000,00
95,24
0,67
66,67
38,75
97,96
259,87
0,05
1
3
0,0008
0,0016
9,00
4,04
2,87
2,02
0,0287
0,2274
0,00064
0,03165
3750,00
78750,00
4,76
100,00
0,33
1,00
33,33
100,00
0,81
39,56
2,04
100,00
40,13
300,00
0,15
0,20
0,0025
39,80
12,68
0,1268
0,01261
2000,00
18,18
0,14
14,29
5,04
13,20
45,67
0,31
0,0050
15,00
4,78
0,0478
0,00179
400,00
3,64
0,29
28,57
0,36
0,94
33,15
0,13
13
0,0050
93,70
29,84
0,2984
0,06990
2600,00
23,64
0,29
28,57
13,98
36,59
88,80
0,34
12
0,0025
72,80
23,18
0,2318
0,04220
4800,00
43,64
0,14
14,29
16,88
44,18
102,10
0,36
3
35
1
7
0,0025
0,0175
24,70
36,97
7,87
18,48
0,0787
0,7834
0,00486
0,13136
1200,00
11000,00
10,91
100,00
0,14
1,00
14,29
100,00
1,94
38,20
5,09
100,00
30,28
300,00
0,24
1,38
61
0,0300
1481,30
471,75
4,7175
17,47014
2033,00
27,98
0,21
21,43
582,34
60,05
109,46
0,36
14
0,0200
218,40
69,55
0,6955
0,37977
700,00
9,63
0,14
14,29
18,99
1,96
25,88
0,22
22
0,0200
673,00
214,33
2,1433
3,60612
1100,00
15,14
0,14
14,29
180,31
18,59
48,02
0,28
34
0,0300
509,10
162,13
1,6213
2,06356
1133,33
15,60
0,21
21,43
68,79
7,09
44,12
0,29
0,0100
147,10
46,85
0,4685
0,17228
800,00
11,01
0,07
7,14
17,23
1,78
19,93
0,24
20
0,0200
427,80
136,24
1,3624
1,45711
1000,00
13,76
0,14
14,29
72,86
7,51
35,56
0,28
0,0100
191,50
60,99
0,6099
0,29198
500,00
6,88
0,07
7,14
29,20
3,01
17,03
0,19
164,00
14,00
0,14
3,648,20
1,161,85
11,62
25,44
7,266,33
100,00
1,00
100,00
969,70
100,00
300,00
1,86
Stasiun III
Semai (2 m x 2 m)
Ceriops tagal (Perr.)
C.B.Rob.
Acanthus ilicifolius
L.
JUMLAH
Pancang (5 m x 5 m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
Rhizophora
mucronata Lmk.
Ceriops tagal (Perr.)
C.B.Rob.
Bruguiera
gymnorrhiza (L.)
Avicennia
marina
(Forsk.)
JUMLAH
Pohon (10 m x 10
m)
Sonneratia alba J.E.
Smith.
Rhizophora
mucronata Lmk.
Rhizophora apiculata
Bl.
Ceriops tagal (Perr.)
C.B.Rob.
Bruguiera
gymnorrhiza (L.)
Avicennia
marina
(Forsk.)
Xylocarpus
moluccencis
JUMLAH
(FR-i)
(C-i)
(CR-i)
INP-i
(%)
(m2)
(%)
(%)
(H')
92
Stasiun I
Bulan
Jumlah/kelimpahan
Kelimpahan
Indeks
Indeks
Berat/biomassa
Desember
Januari
Februari
(individu)
relative (%)
Keanekaragaman (H')
Kemerataan (E')
(gram)
Kelompok Ikan
1
Valamugil seheli
20,00
15,00
17,00
52,00
3,14
0,11
0,05
23,20
1.206,40
Leiognathus equulus
122,00
150,00
60,00
332,00
20,06
0,32
0,13
11,34
3.764,88
Acentrogobius caninus
120,00
150,00
50,00
320,00
19,34
0,32
0,13
38,60
12.352,00
Thryssa baelama
124,00
145,00
50,00
319,00
19,27
0,32
0,13
16,86
5.378,34
Stolephorus indicus
124,00
56,00
21,00
201,00
12,15
0,26
0,11
6,62
1.330,62
Sardinella lemuru
68,00
34,00
102,00
6,16
0,17
0,07
14,32
1.460,64
Platycephalus scaber
9,00
12,00
10,00
31,00
1,87
0,07
0,03
7,10
220,10
Ambassis sp
30,00
34,00
21,00
85,00
5,14
0,15
0,06
3,40
289,00
Psettodes erumei
62,00
50,00
25,00
137,00
8,28
0,21
0,09
22,40
3.068,80
10
Therapon jarbua
8,00
5,00
13,00
0,79
0,04
0,02
57,10
742,30
11
Sillago sihama
16,00
32,00
15,00
63,00
3,81
0,12
0,05
37,60
2.368,80
1.655,00
100,00
2,09
0,87
Jumlah
32.181,88
Harpiosquilla raphidea
16,00
15,00
10,00
41,00
2,64
0,10
0,05
5,70
233,70
Penaeus merguiensis
53,00
35,00
30,00
118,00
7,61
0,20
0,10
12,85
1.516,30
Metapenaeus sp.
380,00
254,00
50,00
684,00
44,10
0,36
0,19
2,80
1.915,20
Panaeus monodon
158,00
150,00
49,00
357,00
23,02
0,34
0,17
7,14
2.548,98
Thalamita sima
43,00
55,00
30,00
128,00
8,25
0,21
0,11
13,30
1.702,40
Scylla serata
47,00
25,00
10,00
82,00
5,29
0,16
0,08
12,84
1.052,88
Portunus pelagicus
35,00
56,00
50,00
141,00
9,09
0,22
0,11
42,20
5.950,20
1.551,00
100,00
1,57
0,81
Jumlah
Jumlah Total
1.435,00
1.273,00
498,00
3.206,00
14.919,66
47.101,54
93
Lanjutan Lampiran 2.
No
Stasiun II
Bulan
Jumlah/kelimpahan
Kelimpahan
Indeks
Indeks
Berat/biomassa
Desember
Januari
Februari
(individu)
relative (%)
Keanekaragaman (H')
Kemerataan (E')
(gram)
Kelompok Ikan
1
Valamugil seheli
12,00
18,00
8,00
38,00
3,45
0,12
0,04
67,25
2.555,50
Leiognathus equulus
56,00
47,00
45,00
148,00
13,43
0,27
0,10
3,22
476,56
Acentrogobius caninus
42,00
19,00
42,00
103,00
9,35
0,22
0,08
14,28
1.470,84
Thryssa baelama
56,00
22,00
58,00
136,00
12,34
0,26
0,10
24,50
3.332,00
Stolephorus indicus
24,00
12,00
34,00
70,00
6,35
0,18
0,07
13,86
970,20
Sardinella lemuru
70,00
42,00
112,00
10,16
0,23
0,09
18,20
2.038,40
Platycephalus scaber
25,00
28,00
5,00
58,00
5,26
0,15
0,06
52,50
3.045,00
Ambassis sp
168,00
35,00
50,00
253,00
22,96
0,34
0,13
3,68
931,04
Psettodes erumei
28,00
23,00
5,00
56,00
5,08
0,15
0,06
4,15
232,40
10
Therapon jarbua
2,00
7,00
12,00
21,00
1,91
0,08
0,03
31,50
661,50
11
Polynemus plebeius
3,00
5,00
8,00
0,73
0,04
0,01
21,70
173,60
12
Tylosurus strongylurus
4,00
3,00
7,00
0,64
0,03
0,01
17,20
120,40
13
Sciaena russeli
8,00
9,00
17,00
1,54
0,06
0,02
88,20
1.499,40
14
Sillago sihama
14,00
47,00
14,00
75,00
6,81
0,18
0,07
13,77
1.032,75
1.102,00
100,00
2,31
0,87
Jumlah
18.539,59
Harpiosquilla raphidea
26,00
54,00
18,00
98,00
7,12
0,19
0,10
8,00
784,00
Penaeus merguiensis
133,00
127,00
109,00
369,00
26,80
0,35
0,20
8,27
3.051,63
Metapenaeus sp.
252,00
137,00
188,00
577,00
41,90
0,36
0,20
6,14
3.542,78
Panaeus monodon
54,00
47,00
40,00
141,00
10,24
0,23
0,13
3,90
549,90
Thalamita sima
24,00
19,00
45,00
88,00
6,39
0,18
0,10
19,48
1.714,24
Portunus pelagicus
25,00
45,00
34,00
104,00
7,55
0,20
0,11
47,10
4.898,40
1.377,00
100,00
1,51
0,84
Jumlah
Jumlah Total
1.026,00
741,00
694,00
2.479,00
14.540,95
33.080,54
94
Lanjutan Lampiran 2.
No
Stasiun III
Bulan
Jumlah/kelimpahan
Kelimpahan
Indeks
Indeks
Berat/biomassa
Desember
Januari
Februari
(individu)
relative (%)
Keanekaragaman (H')
Kemerataan (E')
(gram)
Kelompok Ikan
1
Valamugil seheli
5,00
3,00
1,00
9,00
0,67
0,03
0,01
80,00
720,00
Leiognathus equulus
13,00
37,00
25,00
75,00
5,60
0,16
0,07
4,29
321,75
Acentrogobius caninus
254,00
180,00
118,00
552,00
41,19
0,37
0,15
8,11
4.476,72
Thryssa baelama
19,00
105,00
24,00
148,00
11,04
0,24
0,10
4,71
697,08
Stolephorus indicus
25,00
168,00
50,00
243,00
18,13
0,31
0,13
2,08
505,44
Sardinella lemuru
32,00
75,00
107,00
7,99
0,20
0,08
13,40
1.433,80
Platycephalus scaber
19,00
30,00
25,00
74,00
5,52
0,16
0,07
21,63
1.600,62
Psettodes erumei
22,00
9,00
21,00
52,00
3,88
0,13
0,05
15,32
796,64
Therapon jarbua
4,00
3,00
7,00
0,52
0,03
0,01
54,50
381,50
10
Tylosurus strongylurus
5,00
15,00
20,00
1,49
0,06
0,03
6,25
125,00
11
Sillago sihama
9,00
19,00
25,00
53,00
3,96
0,13
0,05
15,25
808,25
1.340,00
100,00
1,82
0,76
Jumlah
11.866,80
Harpiosquilla raphidea
15,00
12,00
19,00
46,00
4,12
0,13
0,07
3,03
139,38
Penaeus merguiensis
19,00
37,00
42,00
98,00
8,78
0,21
0,11
7,85
769,30
Metapenaeus sp.
141,00
280,00
254,00
675,00
60,48
0,30
0,16
7,94
5.359,50
Panaeus monodon
21,00
38,00
35,00
94,00
8,42
0,21
0,11
25,00
2.350,00
Thalamita sima
25,00
19,00
11,00
55,00
4,93
0,15
0,08
15,10
830,50
Scylla serata
12,00
32,00
15,00
59,00
5,29
0,16
0,08
81,73
4.822,07
Portunus pelagicus
32,00
40,00
17,00
89,00
7,97
0,20
0,10
31,02
2.760,78
1.116,00
100,00
1,36
0,70
2.456
545,78
Jumlah
Jumlah Total
667,00
1.092,00
697,00
17.031,53
28.898,33
95
96
Lampiran 4. Dokumentasi Kondisi Fauna Akuatik dan Perairan di Kawasan Teluk Pangpang
Pengukuran pH
Ambassis sp
Sillago sihama
Pengukuran Salinitas
Acentrogobius caninus
Psettodes erumei
Pengukuran Suhu
Leiognathus equulus
Polydactylus plebeius
Platycephalus scaber
97
Lanjutan Lampiran 4.
Valamugil seheli
Sardinella lemuru
Harpiosquilla raphidea
Portunus pelagicus
Terapon jarbua
Thryssa baelama
Penaeus monodon
Scylla serata
Tylosurus strongylurus
Metapenaeus sp.
Penaeus merguiensis
Thalamita sima
98
99
Lanjutan Lampiran 5.
Ket:
100
1.
Familia
Mugilidae
Spesies
Valamugil seheli
Nama Lokal
Stasiun
I
II
III
52
38
Pelagis
52
38
332
148
75
332
148
75
320
103
552
320
103
552
Ikan Liplip
319
136
148
Pelagis
Ikan Teri
201
70
243
Pelagis
Ikan Lemuru
102
112
107
Pelagis
662
318
498
31
58
74
31
58
74
85
253
85
253
137
56
52
137
56
52
13
21
13
21
20
20
17
17
63
75
53
63
75
53
41
98
46
41
98
46
Ikan Belanak
Jumlah
2.
Leiognathidae
Leiognathus equulus
Ikan Petek
Jumlah
3.
Gobiidae
Acentrogobius caninus
Ikan Bedul
Jumlah
4.
Clupeidae
Thryssa baelama
Stolephorus indicus
Sardinella sp.
Jumlah
5.
Platycephalidae
Platycephalus scaber
Ikan Pahat
Jumlah
6.
Centropomidae
Ambassis sp.
Ikan Siriding
Jumlah
7.
Psettodidae
Psettodes erumei
Mata Sebelah
Jumlah
8.
Theraponidae
Therapon jarbua
Ikan Kerong
Jumlah
9.
Polynemidae
Polynemus plebeius
Ikan Sumbal
Jumlah
10.
Belonidae
Tylosurus strongylurus
Ikan Kacangan
Jumlah
11.
Sciaenidae
Sciaena russeli
Ikan Gulamah
Jumlah
12.
Sillaginidae
Sillago sihama
Ikan Lojung
Jumlah
13.
Squillidae
Harpiosquilla raphidea
Udang Mantis
Jumlah
14.
Penaeidae
Portunidae
Demersal
Demersal
Demersal
Pelagis
Demersal
Demersal
Pelagis
Pelagis
Demersal
Pelagis
Penaeus merguiensis
Udang Manis
118
369
98
Metapenaeus sp.
Udang Werus
684
577
675
Panaeus monodon
Udang Windu
357
141
94
1159
1069
867
Kepiting Batu
128
88
55
Kepiting Bakau
82
59
Kepiting
141
104
89
351
192
203
Jumlah
15.
Sifat
Hidup
Thalamita sima
Scylla serata
Portunus pelagicus
Rajungan
Jumlah
101
Stasiun * Jenis
Total
N
Percent
100,0%
8123
Output 2
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
1264,465(a)
Likelihood Ratio
1468,723
Linear-by-Linear Association
,011
N of Valid Cases
8123
df
,000
,000
,918
Interpretsi:
Hasil pengujian independensi untuk mengetahui kebebasan antar kategori berupa uji Pearson Chi-Sguare (uji Chi-kuadrat) didapatkan nilai
signifikansi (Asymp. Sig) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hasil stastistik menunjukkan dengan koefisien taraf nyata 5%
didapatkan adanya hubungan antara variabel kategori stasiun penelitian dengan variabel kategori famili fauna akuatik yang memiliki
kecenderungan untuk saling terkait.
Output 3
Stasiun * Jenis Crosstabulation
1
Stasiun
1 Count
Expected
Count
2 Count
Expected
Count
3 Count
Total
Expected
Count
Count
Expected
Count
Total
11
12
13
52
332
320
622
31
85
137
13
63
41
39,1
219,0
384,8
567,6
64,3
133,4
96,7
16,2
3,2
10,7
6,7
75,4
73,0
38
223
103
318
58
253
56
21
17
75
30,9
173,3
304,4
448,9
50,9
105,5
76,5
12,8
2,5
8,4
5,3
552
498
74
52
20
29,0
162,7
285,8
421,5
47,8
99,1
71,8
12,0
2,3
99
555
975
163
338
245
41
99,0
555,0
975,0
1438
1438,
0
163,0
338,0
245,0
41,0
14
15
351
3206
294,4
3206,0
98
1159
1221,
5
1069
192
2536
59,6
57,8
966,3
232,9
2536,0
53
46
867
203
2381
7,9
5,0
56,0
54,2
907,2
218,7
2381,0
27
191
185
8123
27,0
191,0
185,0
3095
3095,
0
746
8,0
17
17,
0
746,0
8123,0
Keterangan :
1 : Mugilidae; 2 : Leiognathidae; 3 : Gobiidae; 4 : Clupeidae; 5 : Platycephalidae; 6 : Centropomidae; 7 : Psettodidae; 8 :
Theraponidae; 9 : Polynemidae; 10 : Belonidae; 11 : Scevinidae;12 : Sillagidae; 13: Squillidae; 14 : Penaeidae; 15: Portunidae
Interpretasi:
Menunjukkan informasi mengenai nilai observasi (count) dan nilai harapan (expected count) dari masing-masing sel. Besaran selisih
antara nilai observasi dengan nilai harapan dalam sel yang sama digunakan sebagai petunjuk profil famili fauna akuatik dan profil stasiun
penelitian yang mana saling terkait.
Output - 4
Correspondence Table
Stasiun
1
2
3
Active
Margin
Interpretasi:
2
332
223
0
3
320
103
552
4
622
318
498
5
31
58
74
6
85
253
0
7
137
56
52
8
13
21
7
9
0
8
0
10
0
7
20
11
0
17
0
12
63
75
53
13
41
98
46
14
1159
1069
867
15
351
192
203
Active
Margin
3206
2536
2381
99
555
975
1438
163
338
245
41
27
17
191
185
3095
746
8123
102
Menunjukkan data penjumlahan jumlah hasil tangkapan per ekor di setiap stasiun penelitian yang berguna untuk melihat kembali apakah
data yang dimasukkan tidak ada kesalahan.
Output - 5
Mass
Score in Dimension
1
Inertia
Contribution
Of Point to Inertia of
Dimension
Total
,395
,060
,539
,022
,004
,601
,022
,978
1,000
,312
,690
-,396
,061
,431
,257
,846
,154
1,000
,293
-,816
-,304
,073
,565
,142
,929
,071
1,000
,156
1,000
1,000
Active
Total
1,000
Interpretasi:
Menunjukan informasi mengenai koefisien profil baris hasil penguraian nilai singular (Singular Value Decomposition). Koefisien baris ini
digunakan untuk menggambarkan masing-masing kategori baris dalam peta (mapping) pola sebaran stasiun penelitian.
Output - 6
Mass
Score in Dimension
1
Inertia
Contribution
Of Point to Inertia of
Dimension
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Active
Total
,012
,068
,120
,177
,020
,042
,030
,005
,001
,003
,002
,024
,023
,381
,092
1,000
,644
,907
-1,069
-,301
-,328
1,540
,052
,675
1,999
-1,232
1,999
,187
,510
,094
-,047
,542
,856
-,194
,211
-,925
-,844
,767
-,440
-2,077
-1,718
-2,077
-,326
-,870
-,105
,362
,002
,029
,048
,007
,004
,040
,003
,001
,002
,004
,005
,001
,005
,002
,002
,015
,163
,397
,046
,006
,286
,000
,007
,011
,015
,024
,002
,017
,010
,001
,019
,262
,024
,042
,090
,156
,093
,005
,022
,051
,047
,013
,090
,022
,063
,156
1,000
1,000
2
,718
,670
,982
,786
,186
,858
,008
,810
,626
,482
,626
,373
,383
,588
,029
,282
,330
,018
,214
,814
,142
,992
,190
,374
,518
,374
,627
,617
,412
,971
Total
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
Interpretasi:
Menunjukan informasi mengenai koefisien profil kolom hasil penguraian nilai singular (Singular Value Decomposition).
Koefisien kolom ini digunakan untuk menggambarkan masing-masing kategori kolom dalam peta (mapping) pola sebaran
fauna akuatik di setiap stasiun penelitian .
Output - 7
Hasil output peta (mapping) pola sebaran fauna akuatik berdasarkan jumlah hasil tangkapan famili akuatik per ekor di setiap
stasiun penelitian. Berdasarkan hubungan antara variabel dilakukan pengelompokkan di setiap kuadran yang memiliki
kedekatan variabel stasiun penelitian dengan variabel famili fauna akuatik (Gambar 5.8).
103