Oleh
Yosefina Nelista
NIM : 15/388323/PKU/15545
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karuniaNya
sehingga makalah dengan judul Tinjauan Filosofis Berpikir Rasional, Positif Dan
Justification Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Science In Nursing dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini penulis banyak mendapat saran, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu, sehingga penyusunan makalah ini berjalan
dengan baik.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri terhadap segala saran
dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai
langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau caracara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu,
maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut.
Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan metode.
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dimana dengan
cara ini pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik
tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu rasional dan teruji. Maka metode
ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam
membangun tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif dan induktif disatu padukan dalam
penelitian dan kedua-duanya saling menunjang. Berpikir deduktif adalah dimulai secara
umum dan berakhir secara khusus, sedangkan berpikir induktif adalah dimulai secara
khusus dan berakhir secara umum.
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat
modern dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran
pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme,
Materalisme,
Neo-Kantianisme,
Pragmatisme,
Filsafat
hidup,
prinsip-prinsip
metodologi.
4. Mengetahui penerapan prinsip metodologis dalam ilmu ners.
BAB II
METODE PUSTAKA
A. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi bisa
diartikan ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata
yang lebih kemudian. Justru dalam hubungan mata rantai itulah harkat manusia yang
unik dapat diselami.
6. Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam penelitian
untuk memperoleh hsil yang ideal atau sempurna.
7. Komparasi
Komparasi adalah usaha memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian
sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat
menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat objek
dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan objek lain
yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan perbandingan itu,
meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan kategori dan sifat yang
berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat diadakan dengan objek
lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama. Dalam perbandingan itu
dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk dua objek, namun sekaligus
dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin sangat strategis.
8. Heuristika
Heuristika adalah metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya pembaharuan
ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang mengacu.
9. Analogikal
Analogikal adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam
fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antara situasi atau kasus yang
lebih terbatas dengan yang lebih luas.
10. Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan
memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
C. Pandangan Tentang Prinsip Metodologi
1. Rene Descartes
Rene Descartes dinggap sebagai Bapak aliran filsafat pada zaman
modern. Disamping seorang tokoh rasionalime, Descartes pun
merupakan seorang filsuf yang ajaran filsafatnya sangat populer,
karena pandangannya yang tidak pernah goyah, tentang
kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Rene
Descartes seorang filsuf yang tidak puas dengan filsafat Skolastik
yang pandangan-pandangannya saling bertentangan dan tidak ada
Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika Anda tidak
mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
2)
3)
Arahkan pemikiran Anda secar tertib, mulai dari objek yang paling sederhana
dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit.
4)
2)
Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan
maupun yang paling meragukan;
3)
terhadap
proposisi
yang
bersangkutan.
(Rizal
Mustansyir, dkk.,2004).
Walaupun tokoh Positivisme Logik secara umum menerima
prinsip verifikasi sebagai tolak ukur untuk menentukan konsep
tentang makna, namun mereka membuat rincian yang cukup
berbeda mengenai prinsip verifikasi itu sendiri. Prinsip verifikasi
itu merupakan pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria,
sehingga melalui kriteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu
kalimat mengandung makna atau tidak.
3. Karl Raimund Popper
Menurut Surajiyo (2008), Popper seorang filsuf kontemporer yang
melihat
a. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat
dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi oleh kaum posititivistik. Teoriteori ilmiah selalu bersifat hipotesis, tidak ada kebenaran terakhir. Setiap teori
selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat.
b. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan
(obeservasi) secara teliti gejala yang sedang diselidiki. Pengamatan yang
berulang-ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan
menjadi hipotesis. Selanjutnya hipotesis itu dikukuhkan dengan cara menemukan
bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesis yang berhasil
dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. Popper menolak cara kerja
diatas, terutama pada asas verifikasi, bahwa sebuah pernyataan itu dapat
dibenarkan berdasarkan bukti-bukti pengamatan empiris.
c. Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsi-fiabilitas,
yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya
sebuah hipotesis, hukum, ataukah teori kebenarannya hanya bersifat sementara,
sejauh belum ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Jika ada
pertanyaan semua angsa itu berbulu putih. Melalui prinsip falsifiabilitas itu
cukup ditemukan seekor angsa yang berbulu selain putih, maka runtuhlah
pernyataan semula. Bagi Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang maju
manakala suatu hipotesis telah dibuktikan salah, sehingga dapat digantikan dengan
hipotesisi baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur
hipotesis baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur
hipotesis yang dibuktikan salah untuk digantikan dengan unsur baru yang lain,
sehingga hipotesis telah disempurnakan. Menurut Popper, apabila suatu hipotesis
dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesis tersebut
semakin diperkokoh.
4. Michael Polanyi
Menurut Michael Polanyi pengembangan ilmu pengetahuan
menuntut kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang pada
gilirannya didasarkan pada kepercayaan akan kemungkinan
terungkapnya kebenaran-kebenaran yang hingga kini masih
tersembunyi. Tugas filsafat terutama adalah membedah penyakitpenyakit pikiran yang hanya dapat dilakukan dengan mengajukan
BAB III
PEMBAHASAN
1. Aplikasi Berpikir Rasional Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat dituntut untuk berpikir rasional. Hal ini diperlukan
guna mengembangkan kemampuan analisa, kritis dan ide advokasi. Berpikir rasional
menggunakan kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui berpikir rasional.
Selain itu setiap argumen yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
Pemberian asuhan keperawatan, berpikir rasional sangatlah diperlukan karena
bagaimanapun juga semua tindakan keperawatan yang dilakukan membutuhkan tingkat
pemikiran yang tinggi. Tidak ada tindakan yang dilakukan tanpa berpikir secara rasional.
Berpikir bukan suatu proses yang statis dan menoton, tetapi selalu berubah secara konstan
dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu. Dalam praktik keperawatan, seorang
perawat haruslah mempunyai keterampilan dan pengetahuan untuk menganalisis keluhan
pasien, mencari informasi, memprediksi dan dapat menggunakan alasan-alasan yang
rasional karena mengingat profesi yang langsung berhadapan dengan nyawa manusia.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman-pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki sehingga
kita bisa jadi lebih mampu untuk membuat pendapat, ide-ide, ataupun kesimpulankesimpulan yang baik. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hendaknya tidak
boleh ragu-ragu. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu, jelas
ia sedang berfikir.
Berfikir rasional dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan
professional karena cara berfikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan
masalah. Pengalaman perawat dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir
rasional karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah
kesehatan. Rencana asuhan keperawatan yang dirumuskan dengan tepat memfasilitasi
konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua
perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan
konsisten. Sebaiknya kita sebagai seorang individu atau seorang perawat bisa berpikir
secara rasional, sehingga dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Serta dapat
menyelesaikan masalah dengan baik. Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis
dalam keperawatan kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar
dalam berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta
menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan dan
tingkat hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir rasional dalam keperawatan
pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat.
Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan, yaitu memberi asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berfikir
rasional dalam berbagai situasi. Penerapan berfikir rasional dalam proses keperawatan
dengan kasus nyata yang akan memberi gambaran kepada perawat tentang pemberian
asuhan keperawatan yang komprehensif dan bermutu. Seorang yang berfikir dengan cara
kreatif akan melihat setiap masalah dengan sudut yang selalu berbeda meskipun
obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, seorang
profesional harus selalu melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif dan
ilmiah dan memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun orang lain.
Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih
mampu untuk membetuk asumsi, ide-ide dan menbuat simpulan yang valid. Semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berfikir dan belajar.
2. Aplikasi Positivisme Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Positivisme memandang bahwa ilmu pengetahuan akan dapat berkembang dengan
pesat apabila tidak ada ikatan dengan nilai apapun kecuali nilai ilmiah. Ilmu dapat
dikatakan bernilai atau berharga apabila ia dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya,
mempunyai dasar tertentu, objektif dan dapat diuji secara kritis. Ilmu harus bersifat netral
terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis. Netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan penggunaan kegiatan
keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.
Positivisme sebagai paham filsafat membatasi pengetahuan yang benar pada hal-hal
yang dapat diperoleh dengan memakai metode ilmu-ilmu alam (induksi). Hal yang positif
(a positive fact) adalah fenomena yang mesti dibenarkan oleh setiap orang yang
mempunyai kesempatan yang sama untuk menilai (membuktikan). Positivisme menerima
dan membenarkan gejala empiris sebagai kenyataan (naturalisme) dan berfikir bahwa
berfikir ilmiah yang benar adalah berfikir obyektif, sebagai model berfikir yang tidak
terikat pada individu akan tetapi berlaku untuk semua orang. Metode ilmiah didasarkan
pada sejumlah asumsi-asumsi yang biasanya diterima begitu saja, artinya tidak
dipertanyakan lagi secara kritis.
Ada pandangan sebagian ilmuan yang menyebutkan bahwa ilmu keperawatan sebagai
ilmu di awang-awang atau hanya sebagian kebenaran yang dapat dilaksanakandan
sebagian besar kebenaran dibaikan dalam ketidakjelasan. Fenomena sebenarnya memang
tidak ada alasan untuk membantahnya, karena masih ada suatu kondisi skepticism yang
dialami oleh praktisi keperawatan untuk menegakkan kebenaran dari ilmu keperawatan,
termasuk penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional sehingga terasa bermanfaat
bagi manusia.
Dengan filsafat seorang perawat dapat menggunakan kebijaksanaan yang dia peroleh
dari filsafat sehingga perawat tersebut dapat lebih berfikir positif (positif thinking) dan
dengan positif thinking tersebut seorang perawat dapat menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga pasien yang tadinya susah berkomunikasi dapat menjadi lebih dapat
berkomunikasi dengan baik dan akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan pasien
tersebut.
3. Justification Dalam Asuhan Keperawatan
Memberi bukti-bukti, contoh atau justifikasi terhadap suatu solusi
atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk di dalamnya senantiasa
memberI penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian
(kekurangan) dari suatu situasi atau solusi. Mendapatkan kebenaran tentang
hal-hal yang dianggap belum pasti apakah tindakan yang kita lakukan dan pendapat yang
kita keluarkan itu adalah benar atau salah. Contohnya dalam bidang keperawatan yaitu
jika perawat melakukan tindakan seperti injeksi terhadap klien kita harus tahu terlebih
dahulu prosedur-prosedur apa saja yang dilakukan, jadi setelah kita mengetahuinya maka
kita akan melakukan tindakan itu secara benar.
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Metodologi disebut juga science of methodos, yaitu ilmu yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian,
sehingga metodologi penelitian membahas konsep teoritis berbagai
metode. Dapat pula dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah
membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian,
karena metodologi belum memiliki langkah-langkah praktis, adapun
derevasinya adalah pada metode penelitian.Unsur-unsur metodologi
meliputi interpretasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, holistis,
kesinambungan historis, idealisasi, komparasi, heuristika, analogikal,
dan deskripsi.
Metodologis sangat terkait erat dengan epistemologi, karena asumsiasumsi yang diajukan oleh para filsuf memasuki wilayah a priori,
dugaan mendahului pengalaman. Descartes lebih bertitik tolak pada
prinsip keraguan metodis ( skeptis-metodis), Ayer memilih prinsip
verifikasi sebagai sarana untuk menguji bermakna atau tidaknya
sebuah pernyataan, Popper memandang prinsip falsifiabilitas justru
dapat
memperkokoh
(corroboration)
sebuah
hipotesa,
sedangkan
objektivitas yang menjadi pokok perhatian ilmu-ilmu, menurut Polanyi justru terletak pada
segi tidak terungkapnya ilmu-ilmu itu sehingga mutlak menggunakan objektivisme yang
pada prinsipnya akan mencerminkan objektivitasnya.
B. Saran
Saat membicarakan metodologi, maka hal yang penting diketahui
adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang
dipergunakan dalam aktifitas ilmiah khususnya penerapan dalam ilmu
keperawatan.
Daftar Pustaka
Peter R. Senn, Struktur Ilmu, dikutip dari buku Social Science and its Methods (Holbrook,
1971), hal, 9-35.
Mustansyir Rizal, M. Hum, dkk. (2004). Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 90.