Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEMA : APLIKASI PRINSIP METODOLOGIS DALAM ILMU NERS


TINJAUAN FILOSOFIS BERPIKIR RASIONAL, POSITIVISME
DAN JUSTIFICATION DALAM PEMBERIAN
ASUHAN KEPERAWATAN

Tugas Untuk Memenuhi Mata Kuliah Science In Nursing


Dosen Pengampuh : Dr. Rizal Mustansyir, M. Hum

Oleh
Yosefina Nelista

NIM : 15/388323/PKU/15545

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karuniaNya
sehingga makalah dengan judul Tinjauan Filosofis Berpikir Rasional, Positif Dan
Justification Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Science In Nursing dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini penulis banyak mendapat saran, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu, sehingga penyusunan makalah ini berjalan
dengan baik.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri terhadap segala saran
dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis.

Yogyakarta, November 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai
langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau caracara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu,
maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual prosedur tersebut.
Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan metode.
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dimana dengan
cara ini pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik
tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu rasional dan teruji. Maka metode
ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam
membangun tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif dan induktif disatu padukan dalam
penelitian dan kedua-duanya saling menunjang. Berpikir deduktif adalah dimulai secara
umum dan berakhir secara khusus, sedangkan berpikir induktif adalah dimulai secara
khusus dan berakhir secara umum.
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat
modern dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran
pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme,

Materalisme,

Neo-Kantianisme,

Pragmatisme,

Filsafat

hidup,

Fenomenologi, Eksistensialisme dan Neo-Thomisme. Dalam makalah ini akan dibahas


secara khusus tentang Tinjauan Filosofis Berpikir Rasional, Positif Dan Justification
Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Agar mengetahui pengertian metodologi.
2. Agar mengetahui unsur-unsur dalam metodologi.
3. Mengetahui pandangan para filsuf terhadap

prinsip-prinsip

metodologi.
4. Mengetahui penerapan prinsip metodologis dalam ilmu ners.
BAB II
METODE PUSTAKA

A. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi bisa
diartikan ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata

metode berasal dari bahasa yunani methodos, sambungan kata depan


meta (menuju, melalui, mengikuti, sesdah) dan kata benda hodos
(jalan, perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti:
penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah
cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. (Anton Bakker, 1994,
hlm 10).
Peter R.Senn mengemukakan, metode merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi
merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara
sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang
mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan
prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara
konseptual prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya
membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode.
Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan
kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan,
sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang
digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode
logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak
peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia
mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar
memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga
ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan
oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme
(fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek
filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi
pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi.

B. Unsur Unsur Metodologi


Unsur-unsur metodologi sebagaimana telah dirumuskan oleh
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair dalam buku Metodologi
Penelitian Filsafat (1994), antara lain dijelaskan sebagai berikut :
1. Interpretasi
Interpretasi artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif
melainkan harus bertumpu pada evidensi objektif untuk mencapai kebenaran yang

autentik. Dengan interpretasi ini diharapkan manusia dapat memperoleh pebgertian,


pemahaman atau Verstehen. Pada dasarnya interpretasi berarti tercapainya pemahaman
yang benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari.
2. Induksi dan Deduksi
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode induksi dan
deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi beberapa tahapan,
yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi) dan evaluasi. Tahapan itu
pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut, melainkan terjadi sekaligus. Akan
tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian filsafat, berhubungan dengan
sifat-sifat objek formal yang istimewa, yaitu manusia.
3. Koherensi Intern
Koherensi Intern yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh
hakikat dengan menunjukkan semua unsur structural di lihat dalam suatu struktur yang
konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal relation.
Walaupun mungkin terdapat semacam oposisi di antaranya, tetapi unsur-unsur itu tidak
boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan terjadi suatu lingkaran
pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari satu pihak dan unsurunsurnya di pihak lain.
4. Holistis
Holistis yaitu tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai kebenaran secara utuh,
dimana objek dilihat dari interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan
terlihat bila ada korelasi dan komunikasi dengan lingkungannya. Objek (manusia)
hanya dapat dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya
dengan manusia, dan manusia sendiri dalam hubungannya dengan segalanya yang
mencakup hubungan aksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya, pandangan
menyeluruh ini juga disebut totalitasi, semua dipandang dalam kesinambungannya
dalam satu totalitas.
5. Kesinambungan Historis
Jika ditinjau dari perkembangannya, manusia itu adalah makhluk historis. Manusia
disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama
dengan lingkungan dan zamannya. Masing-masing orang bergumul dalam relasi
dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya dibentuk oleh mereka.
Dalam perkembangan pribadi itu harus dapat dipahami melalui suatu proses
kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap orang
merupakan mata rantai yang tidak terputus. Yang baru masih berlandaskan yang
dahulu, tetapi yang lama juga mendapat arti dan relevansi baru dalam perkembangan

yang lebih kemudian. Justru dalam hubungan mata rantai itulah harkat manusia yang
unik dapat diselami.
6. Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam penelitian
untuk memperoleh hsil yang ideal atau sempurna.
7. Komparasi
Komparasi adalah usaha memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian
sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat
menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat objek
dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan objek lain
yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan perbandingan itu,
meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan kategori dan sifat yang
berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat diadakan dengan objek
lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama. Dalam perbandingan itu
dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk dua objek, namun sekaligus
dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin sangat strategis.
8. Heuristika
Heuristika adalah metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya pembaharuan
ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang mengacu.
9. Analogikal
Analogikal adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam
fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antara situasi atau kasus yang
lebih terbatas dengan yang lebih luas.
10. Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan
memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
C. Pandangan Tentang Prinsip Metodologi
1. Rene Descartes
Rene Descartes dinggap sebagai Bapak aliran filsafat pada zaman
modern. Disamping seorang tokoh rasionalime, Descartes pun
merupakan seorang filsuf yang ajaran filsafatnya sangat populer,
karena pandangannya yang tidak pernah goyah, tentang
kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Rene
Descartes seorang filsuf yang tidak puas dengan filsafat Skolastik
yang pandangan-pandangannya saling bertentangan dan tidak ada

kepastian disebabkan oleh miskinnya metode berfikir yang tepat.


Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keraguraguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keraguraguan itu, jelas ia sedang berfikir. Sebab, yang sedang berfikir
itu tentu ada dan jelas terang-benderang. Cogito ergo sum (saya
berfikir, maka saya ada). Rene Descartes mengusulkan suatu
metode umum yang memiliki kebenaran yang pasti. Dalam
karyanya termasyhur Discourse on Method, risalah tentang
metode, diajukan enam bagian penting (Dalam Rizal Mustansyir,
dkk., 2001) sebagai berikut :
a. Membicarakan masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan akal sehat
(common sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang. Menurut Descartes,
akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih banyak memilikinya, namun yang
terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah. Metode yang ia coba
temukan merupakan upaya untuk mengarahkan nalarnya sendiri secara optimal.
b. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam
aktivitas ilmiah. Descartes mengajukan empat langkah atau aturan yang dapat
mendukung metode yang dimaksud sebagai berikut (dalam Rizal Mustansyir,
2001).
1)

Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika Anda tidak
mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.

2)

Pecahkanlah tiap kesulitan Anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan


sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara
lebih baik.

3)

Arahkan pemikiran Anda secar tertib, mulai dari objek yang paling sederhana
dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit.

4)

Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan


tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga Anda dapat merasa pasti tidak
sesuatupun yang ketinggalan.

c. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan


metode sebagai berikut:
1)

Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada


agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak;

2)

Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan
maupun yang paling meragukan;

3)

Berusaha lebih mengubah diri sendiri daripada merombak tatanan dunia.

d. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indra.


e. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas dua substansi
yaitu res cogitans (jiwa bernalar), dan res extensa (jasmani yang meluas).
f. Dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan praktis
2. Alfred Jules Ayer
Alfred Jules Ayer (1910) dia alah seorang tokoh positivisme
logik. Ia mulai belajar filsafat dan filologi klasic di Universitas
Oxford mulai dari 1932 sampai 1935. Ia pernah menetap di Wina,
dan disanalah ia berkenalan dengan tokoh lingkungan Wina (Der
Wiener Kreis) seperti, Moritz Schick dan Rudolf Carnapp. Kedua
tokoh tersebut sangat mempengaruhi corak pemikirannya. Ajaran
terpenting Ayer yang terkait dengan metodologis termuat pada
buku yang berjudul Langue, Truth and Logic. Ajaran tentang
masalah metodologis itu disebutnya dengan verifikasi.
Ajaran terpenting dari Alfred Jules Ayer yang terkait dengan
masalah metodologi dalam prinsip verifikasi. Ayer termasuk
salah satu penganut Positivisme Logika yang muncul setelah
Moritz Schlik. Positivisme logic berprinsip sesuatu yang tidak
dapat diukur itu tidak mempunyai makna. Dengan demikian
makna sebuah proposisi tergantung apakah kita dapat melakukan
verifikasi

terhadap

proposisi

yang

bersangkutan.

(Rizal

Mustansyir, dkk.,2004).
Walaupun tokoh Positivisme Logik secara umum menerima
prinsip verifikasi sebagai tolak ukur untuk menentukan konsep
tentang makna, namun mereka membuat rincian yang cukup
berbeda mengenai prinsip verifikasi itu sendiri. Prinsip verifikasi
itu merupakan pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria,
sehingga melalui kriteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu
kalimat mengandung makna atau tidak.
3. Karl Raimund Popper
Menurut Surajiyo (2008), Popper seorang filsuf kontemporer yang

melihat

kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap


teori yang telah ada. Popper mengajukan beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat
dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi oleh kaum posititivistik. Teoriteori ilmiah selalu bersifat hipotesis, tidak ada kebenaran terakhir. Setiap teori
selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat.
b. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan
(obeservasi) secara teliti gejala yang sedang diselidiki. Pengamatan yang
berulang-ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan
menjadi hipotesis. Selanjutnya hipotesis itu dikukuhkan dengan cara menemukan
bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesis yang berhasil
dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. Popper menolak cara kerja
diatas, terutama pada asas verifikasi, bahwa sebuah pernyataan itu dapat
dibenarkan berdasarkan bukti-bukti pengamatan empiris.
c. Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsi-fiabilitas,
yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya
sebuah hipotesis, hukum, ataukah teori kebenarannya hanya bersifat sementara,
sejauh belum ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Jika ada
pertanyaan semua angsa itu berbulu putih. Melalui prinsip falsifiabilitas itu
cukup ditemukan seekor angsa yang berbulu selain putih, maka runtuhlah
pernyataan semula. Bagi Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang maju
manakala suatu hipotesis telah dibuktikan salah, sehingga dapat digantikan dengan
hipotesisi baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur
hipotesis baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur
hipotesis yang dibuktikan salah untuk digantikan dengan unsur baru yang lain,
sehingga hipotesis telah disempurnakan. Menurut Popper, apabila suatu hipotesis
dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesis tersebut
semakin diperkokoh.
4. Michael Polanyi
Menurut Michael Polanyi pengembangan ilmu pengetahuan
menuntut kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang pada
gilirannya didasarkan pada kepercayaan akan kemungkinan
terungkapnya kebenaran-kebenaran yang hingga kini masih
tersembunyi. Tugas filsafat terutama adalah membedah penyakitpenyakit pikiran yang hanya dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan mendasar terhadap setiap pandangan yang mendasari


masyarakat.
Tujuan dari metode maieutika tekhne yaitu untuk menemukan
alternative-alternatif baru bagi hidup manusia sebagai manusia
dan sebagai masyarakat. (M. Mukhtasar, 1997, hlm. 24).
Kekeliruan tesis Positivisme tidak hanya pada sikapnya yang
menolak cita rasa estetis dan nilai moral serta ikatan social,
karena menggangapnya sebagai realitas subjectif, melainkan juga
pada pandanganya bahwa sesuatu masyarakat tidak dapat
dibangun atas dasar yang berakar pada prinsip moral abstrak,
tetapi berakar pada tradisi masyarakat.
Secara structural, segi ilmu pengetahuan tidak terungkap
melibatkan dua hal atau dapat disebut dua term ilmu pengetahuan
tidak terungkap. Polanyi menyebut term pertama dengan term
proksimal, yaitu term yang lebih dekat dan term kedua adalah
term distai, yaitu term yang lebih jauh. Hubungan kedua term
tersebut disebut sebagai hubungan fungsional yaitu, kita
mengetahui term pertama hanya dengan mengandalkan diri pada
kesadaran kita tentangnya agar memberikan perhatian pada term
kedua. Jadi Polanyi telah merintis suatu model perkembangan
baru ilmu-ilmu dengan memadukan secara jernih antara nilai dan
fakta, sehingga ilmu-ilmu dikembangkan dapat sejalan dengan
perkembangan masyarakat.

BAB III

PEMBAHASAN
1. Aplikasi Berpikir Rasional Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat dituntut untuk berpikir rasional. Hal ini diperlukan
guna mengembangkan kemampuan analisa, kritis dan ide advokasi. Berpikir rasional
menggunakan kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui berpikir rasional.
Selain itu setiap argumen yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
Pemberian asuhan keperawatan, berpikir rasional sangatlah diperlukan karena
bagaimanapun juga semua tindakan keperawatan yang dilakukan membutuhkan tingkat
pemikiran yang tinggi. Tidak ada tindakan yang dilakukan tanpa berpikir secara rasional.
Berpikir bukan suatu proses yang statis dan menoton, tetapi selalu berubah secara konstan
dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu. Dalam praktik keperawatan, seorang
perawat haruslah mempunyai keterampilan dan pengetahuan untuk menganalisis keluhan
pasien, mencari informasi, memprediksi dan dapat menggunakan alasan-alasan yang
rasional karena mengingat profesi yang langsung berhadapan dengan nyawa manusia.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman-pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki sehingga
kita bisa jadi lebih mampu untuk membuat pendapat, ide-ide, ataupun kesimpulankesimpulan yang baik. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hendaknya tidak
boleh ragu-ragu. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu, jelas
ia sedang berfikir.
Berfikir rasional dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan
professional karena cara berfikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan
masalah. Pengalaman perawat dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir
rasional karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah
kesehatan. Rencana asuhan keperawatan yang dirumuskan dengan tepat memfasilitasi
konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua
perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan
konsisten. Sebaiknya kita sebagai seorang individu atau seorang perawat bisa berpikir
secara rasional, sehingga dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Serta dapat

menyelesaikan masalah dengan baik. Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis
dalam keperawatan kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar
dalam berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta
menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan dan
tingkat hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir rasional dalam keperawatan
pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat.
Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan, yaitu memberi asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berfikir
rasional dalam berbagai situasi. Penerapan berfikir rasional dalam proses keperawatan
dengan kasus nyata yang akan memberi gambaran kepada perawat tentang pemberian
asuhan keperawatan yang komprehensif dan bermutu. Seorang yang berfikir dengan cara
kreatif akan melihat setiap masalah dengan sudut yang selalu berbeda meskipun
obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, seorang
profesional harus selalu melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif dan
ilmiah dan memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun orang lain.
Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih
mampu untuk membetuk asumsi, ide-ide dan menbuat simpulan yang valid. Semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berfikir dan belajar.
2. Aplikasi Positivisme Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Positivisme memandang bahwa ilmu pengetahuan akan dapat berkembang dengan
pesat apabila tidak ada ikatan dengan nilai apapun kecuali nilai ilmiah. Ilmu dapat
dikatakan bernilai atau berharga apabila ia dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya,
mempunyai dasar tertentu, objektif dan dapat diuji secara kritis. Ilmu harus bersifat netral
terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis. Netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan penggunaan kegiatan
keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.
Positivisme sebagai paham filsafat membatasi pengetahuan yang benar pada hal-hal
yang dapat diperoleh dengan memakai metode ilmu-ilmu alam (induksi). Hal yang positif
(a positive fact) adalah fenomena yang mesti dibenarkan oleh setiap orang yang
mempunyai kesempatan yang sama untuk menilai (membuktikan). Positivisme menerima
dan membenarkan gejala empiris sebagai kenyataan (naturalisme) dan berfikir bahwa
berfikir ilmiah yang benar adalah berfikir obyektif, sebagai model berfikir yang tidak
terikat pada individu akan tetapi berlaku untuk semua orang. Metode ilmiah didasarkan

pada sejumlah asumsi-asumsi yang biasanya diterima begitu saja, artinya tidak
dipertanyakan lagi secara kritis.
Ada pandangan sebagian ilmuan yang menyebutkan bahwa ilmu keperawatan sebagai
ilmu di awang-awang atau hanya sebagian kebenaran yang dapat dilaksanakandan
sebagian besar kebenaran dibaikan dalam ketidakjelasan. Fenomena sebenarnya memang
tidak ada alasan untuk membantahnya, karena masih ada suatu kondisi skepticism yang
dialami oleh praktisi keperawatan untuk menegakkan kebenaran dari ilmu keperawatan,
termasuk penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional sehingga terasa bermanfaat
bagi manusia.
Dengan filsafat seorang perawat dapat menggunakan kebijaksanaan yang dia peroleh
dari filsafat sehingga perawat tersebut dapat lebih berfikir positif (positif thinking) dan
dengan positif thinking tersebut seorang perawat dapat menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga pasien yang tadinya susah berkomunikasi dapat menjadi lebih dapat
berkomunikasi dengan baik dan akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan pasien
tersebut.
3. Justification Dalam Asuhan Keperawatan
Memberi bukti-bukti, contoh atau justifikasi terhadap suatu solusi
atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk di dalamnya senantiasa
memberI penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian
(kekurangan) dari suatu situasi atau solusi. Mendapatkan kebenaran tentang
hal-hal yang dianggap belum pasti apakah tindakan yang kita lakukan dan pendapat yang
kita keluarkan itu adalah benar atau salah. Contohnya dalam bidang keperawatan yaitu
jika perawat melakukan tindakan seperti injeksi terhadap klien kita harus tahu terlebih
dahulu prosedur-prosedur apa saja yang dilakukan, jadi setelah kita mengetahuinya maka
kita akan melakukan tindakan itu secara benar.
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Metodologi disebut juga science of methodos, yaitu ilmu yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian,
sehingga metodologi penelitian membahas konsep teoritis berbagai
metode. Dapat pula dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah
membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian,
karena metodologi belum memiliki langkah-langkah praktis, adapun
derevasinya adalah pada metode penelitian.Unsur-unsur metodologi
meliputi interpretasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, holistis,
kesinambungan historis, idealisasi, komparasi, heuristika, analogikal,
dan deskripsi.
Metodologis sangat terkait erat dengan epistemologi, karena asumsiasumsi yang diajukan oleh para filsuf memasuki wilayah a priori,
dugaan mendahului pengalaman. Descartes lebih bertitik tolak pada
prinsip keraguan metodis ( skeptis-metodis), Ayer memilih prinsip
verifikasi sebagai sarana untuk menguji bermakna atau tidaknya
sebuah pernyataan, Popper memandang prinsip falsifiabilitas justru
dapat

memperkokoh

(corroboration)

sebuah

hipotesa,

sedangkan

objektivitas yang menjadi pokok perhatian ilmu-ilmu, menurut Polanyi justru terletak pada
segi tidak terungkapnya ilmu-ilmu itu sehingga mutlak menggunakan objektivisme yang
pada prinsipnya akan mencerminkan objektivitasnya.
B. Saran
Saat membicarakan metodologi, maka hal yang penting diketahui
adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang
dipergunakan dalam aktifitas ilmiah khususnya penerapan dalam ilmu
keperawatan.

Daftar Pustaka
Peter R. Senn, Struktur Ilmu, dikutip dari buku Social Science and its Methods (Holbrook,
1971), hal, 9-35.
Mustansyir Rizal, M. Hum, dkk. (2004). Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 90.

Anda mungkin juga menyukai