Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tulang merupakan organ yang memiliki banyak peranan penting, mulai dari

pembentukan mineral, pemberi bentuk dan kekuatan tubuh, serta melindungi


organ-organ visceral. Ketika tulang mengalami kerusakan, termasuk fraktur, maka
berbagai proses dalam tubuh akan terganggu. Sebagai reaksi tubuh terhadap
sebuah jejas, maka akan terjadi proses repair
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Kebanyakan kasus
nyeri karena fraktur sekarang di akibatkan oleh tinggainya angka kecelakaan yang
terjadi di jalan raya yang di akibatkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat
dalam menggunakan alat-alat yang memenuhi standar keselamatan dalam
berkendaraan, seperti menggunakan helm yang standar untuk pengendara sepeda
motor dan menggunakan sabuk pengaman untuk pengendara mobil.
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai tejadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang

secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat essential dalam penyembuhan fraktur.
Berdasarkan uraian diatas, referat ini akan membahas tentang proses bone healing
dan soft tissue healing.
1.2.

Tujuan Penulisan

Mengetahui dan memahami proses bone healing dan soft tissue healing.

BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1.

Tulang

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang


Tulang merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh manusia dan
kemampuannya untuk menahan stress diposisi ke dua setelah kemampuan tulang
rawan terutama tulang rawan jenis fibrouscartilage.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70%
dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi
pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan
seperti asam hialuronat.
Jenis-Jenis Tulang
1) Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu:

a) Diafisis ( batang )
bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
b) Metafisis
bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekula atau spongiosa yang mengandung,
sumsum merah.metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada epifisis.
c)

Epifisis
Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak.
Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang
letaknya dekat dengan sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis
sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi
oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yaitu: yang mengandung sel-

sel yang berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal


tulang panjang. Pada tulang epifisis terdiri dari 4 zone, yaitu:

Daerah sel istirahat


Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis

Zona proliferasi
Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi

pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke arah batang
tulang, ke dalam daerah hipertropi.

Daerah hipertropi
Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan secara

metabolik menjadi tidak aktif.

Daerah kalsifikasi provisional

Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang normal.


Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka pertumbuhan
dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak
tersebut atau terjasi deformitas progresif bila terjadi hanya sebagian dari
lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat.
2) Tulang Pendek
Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak
beraturan. Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang
spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun
dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung
atau memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang
belakang.

3) Tulang Pipih
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua
lapisan tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis karnii.
Kedua lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe.
Contoh, tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks
dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non kolagen.
Sedangkan sel tulang terdiri dari:

Osteoblas

Sel tulang yang bertagunag jawab terhadap proses formasi tulang,


yaitu; berfungsi dalam sintesis matrik tulang yang disebut osteoid, suatu
komponen protein dalam jaringan tulang. Selain itu osteoblas juga berperan
memulai proses resorpsi tulang dengan cara memebersihkan permukaan
osteoid yang akan diresorpsi melalui berbagai proteinase netral yang
dihasilkan.

Pada

permukaan

osteoblas,

terdapat

berbagai

reseptor

permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang, termasuk resorpsi


tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting pada bone
turnoven.

Osteosit
Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini berasal dari

osteoblas, memilliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu


osteosit dengan osteosit lainnya dan juga dengan bone lining cell di
permukaan tulang. Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, tetapi
diduga berperan pada trasmisi signal dan stimuli dari satu sel ke sel lainnya.

Baik osteoblas maupun osteosit berasal dari sel mesenkimal yang terdapat di
dalam sumsum tulang, periosteum dan mungkin endotel pembuluh darah.
Sekali osteoblas mensintesis osteosid, maka osteoblas akan berubah menjadi
osteosit dan terbenam di dalam osteoid yang disintesisnya.

Osteoklas
Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang.

Pada tulang trabekular osteoklas akan membentuk cekungan pada


permukaan tulang yang aktif yang disebut: lakuna howship. Sedangkan pada
tulang kortikal, osteoklas akan membentuk kerucut sedangkan hasil
resorpsinya disebut: cutting cone, dan osteoklas berada di apex kerucut
tersebut. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi
Trauma,
proses
patologi, penuaan,
mal nutrisi
berasal
dari
sel hemopoetik
mononuklear.

2.1.2

Fraktur

A.

Definisi

Rusak atau terputusnya kontinuitas tulang

Fraktur
Kerusakan jaringan lunak dan
kulit

adalah
terputusnya
kontinuitas
tulangtulang
dan &atau
tulang
Pembuluh
Darah
Serabut
sarafjaringan
dan sumsum
Periosteum
korteks
tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran;


Hematoma

Port dentry
2000)

Hemoragi

Serabut Hilangnya fragmen tulang


saraf putus
Vasodilatasi eksudat
migrasi
hipovolemi
leukosit
Frakturplasma
adalahdan
terputusnya
kontinuitas
tulang dan ditemukan sesuai

Non infeksi Infeksi

jenis dan luasnya (Brunner dan suddarth, 2001).Deformitas, krepitasi, pemendekan tulang
hipotensi Kehilangan sensasi

B. Patofisiologi
inflamasi
Sembuh

Delayed union

Malunion

Suply O2 ke otak menurun


Syndrom konus nodularis: anestesia,ggn defekasi, ggn miksi,impotensi,hilangnya re
Supresi saraf
Nyeri
nyeri
Shock hipovolemik, kesadaran menurun

Deformitas

imobilisasi
Gangguan Body image

Kerusakan integritas kulitKematian


Atrofi otot

Intoleransi aktivitas

2.1.3
A.

Bone Healing
Definisi
Penyembuhan tulang, atau penyembuhan patah tulang, adalah proliferasi

fisiologis proses di mana tubuh memfasilitasi perbaikan dari patah tulang. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai tejadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.
Penyembuhan fraktur primer terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun dirinya kembali ketika
kontinuitas terganggu dan tidak ada hubungannya dengan pembentukan kalus.
Syarat:
1.

Pelaksanaan reduksi yang tepat

2.

Fiksasi yang stabil

3.

Eksistensi suplai darah yang cukup


Penyembuhan fraktur sekunder respon dalam periosteum dan jaringan-

jaringan lunak eksternal .Secara garis besar dibedakan menjadi 5 fase: hematom
(inflamasi); proliferasi ; pembentukan kalus; fase osifikasi; remodeling.
B.

Proses Penyembuhan Tulang


Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Reactive Phase
a. Fracture and inflammatory phase
b. Granulation tissue formation
2. Reparative Phase
a.

Callus formation

b.

Lamellar bone deposition

3. Remodeling Phase
Ketika tulang mengalami kerusakan, termasuk fraktur, maka berbagai proses
dalam tubuh akan terganggu. Sebagai reaksi tubuh terhadap sebuah jejas, maka
akan terjadi proses repair

Sesaat setelah terjadi fraktur, terdapat berbagai kerusakan pada lokasi


tersebut, diantaranya rupturnya pembuluh darah, kerusakan matrix tulang,
kematian sel, robeknya periosteum dan endosteum, dan perubahan posisi ujung
tulang yang fraktur. Selanjutnya akan terjadi perdarahan di jaringan sekitarnya,
membentuk hematoma. Benang-benang fibrin dan platelet yang berkumpul
membantu memperbaiki keadaan dengan membentuk bekuan darah untuk
melindungi membran periosteal. Fase ini disebut Fase Hematoma (1-24 jam)
Pembentukan bekuan darah mengakibatkan penurunan vaskularisasi di daerah
tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan hingga kematian osteosit di seluruh
bagian tulang, meninggalkan lakuna-lakuna kosong. Sesaat kemudian, mulai
terjadi invasi pembuluh darah dan mulai terjadi pemulihan jaringan.
Selanjutnya, terjadi Fase Proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
selama 1-3 hari. Pada fase ini suplai darah meningkay, membawa kalsium, fosfat
dan fibroblas yang akan membentuk jaringan granulasi di sekitar fraktur. Selain
itu, datang pula sel osteoprogenitor ke daerah sumsum tulang dan mulai
bermitosis membentuk kalus internal dalam seminggu. Pembentukan sel
osteoprogenitor yang diakibatkan peningkatan aktivitas mitosis lapisan osteogenik
periosteum dan edosteum membentuk sel sumsum tulang yang belum
berdiferensiasi.

Pada hari ke 6-21, terjadi Fase Pembentukan Kalus yang menjembatani 2


fragmen tulang yang terpisah. Bagian terdalam osteoprogenitor yang mulai
tervaskularisasi tersebut berdiferensiasi menjadi osteoblas, mulai membentuk
tulang di daerah yang mengalami kerusakan, sedangkan bagian tengah yang
kurang tervaskularisasi membentuk sel kondrogenik, yang membentuk kondroblas
dan pada akhirnya membentuk kartilago di bagian luar bagian tersebut, sedangkan
bagian terluarnya tetap menjadi sel osteoprogenitor yang sedang berpoliferasi.
Hasil proliferasi osteoprogenitor ini membentuk kalus eksternal dan internal. Pada
tahap ini, secara klinis sudah terlihat bersatu, namun masih belum dapat
menyangga berat tubuh.
Tahap selanjutnya adalah tahapan ossifikasi pada minggu ke 3-10, matriks
tulang rawan yang berdekatan dengan matriks tulang yang baru terbentuk, di
wilayah terdalam mengalami osifikasi, dan akhirnya membentuk tulang
cancellous. Pada akhirnya, seluruh lapisan tulang rawan berdiferensiasi menjadi
tulang primer dengan pembentukan endochondral.

Setelah terjadi penyatuan tulang oleh tulang cancellous, terjadi proses


penulangan, yakni penggantian tulang primer dengan tulang sekunder dan
pemecahan kalus. Terjadi proses penulangan intramembranosa, trabekula baru
menjadi kuat karena terjadi ossifikasi. Matriks tulang mati tadi kemudian
diresorpsi, digantikan oleh tulang yang baru, sampai semua tulang yang rusak
tergantikan. Proses ini mengakibatkan perbaikan fraktur dengan tulang cancellous
yang dikelilingi oleh kalus-kalus.
Tahap yang terakhir adalah remodelling, setelah sekitar 9 bulan. Tulang
primer yang terbentuk melalui proses intramembranosa digantikan oleh tulang
sekunder memperkuat area fraktur tadi, terjadi resorbsi kalus-kalus. Proses
penyembuhan telah mencapai tahap akhir dimana lokasi fraktur dapat
dikembalikan pada bentuk dan kekuatan aslinya, telah tedapat sumsum dan tulang
kompak asal.

Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan,


akan mengalami proses penyembuhan. Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari:

inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan


remodeling.
2.2

Soft Tissue

2.2.1

Proses penyembuhan dan perbaikan kulit setelah mengalami cedera

Struktur Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai
lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium ataukutis) dan jaringan
penyambung di bawah kulit (tela subkutanea,hipodermis atau subkutis) Sebagai
gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut :

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari


timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon
stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga
kematian sel. Luka dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik dan animal bite.Tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing,

serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan.


Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa
bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan
tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang
bersifat lokal maupun sistemik.
JENIS LUKA
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a) Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
proses penyembuhan.
b) Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2. Berdasarkan proses terjadinya
a) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument
yang tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,
tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper , 2007;
libby, 2011).
g) Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,

listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah


kulit (Julia, 2000; Sudjatmiko, 2010).
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a) Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar
luka tampak bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b) Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan
luka dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam
luka. Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%.
c) Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang
dari empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% 17%.
d) Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka
lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat
pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
1

Stadium I : Luka Superfisial Non-Blanching Erithema : yaitu luka yang


terjadi pada lapisan epidermis kulit.

Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada


lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan


meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot,


tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Gambar Luka pada lapisan kulit


PENUTUPAN LUKA
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas
kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunanfungsi
(Monaco and Lawrence, 2003). Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3
kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta
perlakuan pada luka (David, 2004).
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi
bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan.Luka
dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan
penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan.Ketika luka sembuh
melalui

instensi

pertama,

jaringan

granulasi

tidak

tampak

dan

pembentukan jaringan parut minimal.Parutan yang terjadi biasanya lebih


halus dan kecil (David, 2004).
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup
jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau

sanatio per secundam intentionem.Cara ini biasanya memakan waktu


cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika
lukanya terbuka lebar (Mallefet and Dweck, 2008).
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas.Luka yang tidak berbatas
tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada
pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan
dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahitdan
dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan primer
tertunda. Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas
dan kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan
akan tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih
dalam dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer (Diegelmann
and Evans, 2004).

Gambar Macam-macam proses penutupan luka


FASE PENYEMBUHAN LUKA
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan
derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan
penyembuhan luka terdiri dari:

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Schwartz and Neumeister, 2006)

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler


danseluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda
asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan
keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi
vaskuler

yang

vasokonstriktor

terbuka
yang

(clot)

dan

juga

mengakibatkan

mengeluarkan

pembuluh

darah

substansi
kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup


pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu
akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris (local
sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi
vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar
dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka.Secara klinis terjadi edema
jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.Eksudasi ini juga
mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstravaskuler.
Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di
daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel
makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada
proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah
(MacKay andMiller, 2003):
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi


serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai
sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya
eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai
hari ke-3 atau hari ke-4.

Gambar Fase Hemostasis dan Inflamasi


2.

Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)


Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasias, karena yang
menonjoladalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari
akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast
berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka (Diegelmann and
Evans, 2004).
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel.
Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung
jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan
digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel


fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan
penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak
darijaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan
berkembang proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen,
elastin, asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan
dalam membangun jaringan baru (Mallefet and Dweck, 2008).
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya
subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh
darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki
kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam
didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut
fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasias
adalah (MacKay and Miller, 2003):
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler
barudidalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses
penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),
pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya
proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler
yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk
memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena

biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan
oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses
terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors).
Proses

selanjutnya

adalah

epitelisasi,

dimana

fibroblast

mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam


stimulasi mitosissel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka
dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan
sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan
disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan
granulasi

dan dermis.

Untuk

membantu

jaringan

baru tersebut

menutupluka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast


yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi
kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).

Gambar Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008)


3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan.Tujuan dari fase remodelling adalah

menyempurnakan
penyembuhan

terbentuknya

yang

kuat

dan

jaringan

baru

menjadi

berkualitas.Fibroblast

jaringan

sudah

mulai

meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai


berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah
perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan
terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda
(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan

yang

optimal

diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.


Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut
atauhypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan
menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka
dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas
yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap
penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari
kondisi biologic masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka
(David, 2004; Mallefetand Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister,
2006).

Gambar Fase Remodelling

Gambar fase penyembuhan luka


2.2.2

Proses penyembuhan dan perbaikan tendon setelah mengalami cedera

Struktur Tendon

Tendon bervariasi dalam bentuk, dapat seperti batang yang bulat, seperti
tali pita atau pita yang diluruskan. Ketika sehat muncul berwarna putih, dan
memiliki tekstur fibroelastik. Secara struktural,tendon terdiri dari tenoblasts dan
tenocytes yang terletak dalamjaringan matriks ekstraselular (ECM). Tenoblasts
adalah sel tendon immature. Mereka berbentuk gelendong, denganbanyak organel
sitoplasma yang mencerminkan aktivitas metabolisme yang tinggi. Dengan
bertambahnya usia tendon, tenoblasts menjadi memanjang dan berubah menjadi
tenocytes. Tahap ini memiliki rasio inti dan sitoplasma yang lebih rendah daripada
tenoblasts, dengan aktivitas metabolisme yang menurun. Bersama-sama,
tenoblasts dan tenocytes bertanggung jawab pada 90-95% dari elemen sel
penyusun tendon. Sisanya 5-10% dari elemen seluler tendon terdiri dari
kondrositpada perlekatan tulang dan sisi insersi tulang.Sel sinovial pada selubung
tendon, dan sel-sel pembuluh darah, termasuk sel endotel kapiler dan sel otot
polos arterioles.
Tenocytes mensintesis kolagen dan seluruh komponenECM, dan juga aktif
dalam memproduksi energi. Siklus aerob Krebs, glikolisis anaerob dan fosfat
pentosashunt semua hadir dalam tenocytes manusia. Dengan bertambahnya usia,
jalur metabolisme dalam memproduksi energi bergeser dari aerobik menjadi lebih
anaerobik.
Konsumsi oksigen oleh tendon dan ligamen adalah 7.5 kali lebih rendah
dari muskulus skeletal. Mengingat metabolisme rate yang rendah dan berkembang
baik dengan siklus energi anaerobik, tendon mampu membawa beban dan
memelihara keteganganuntuk waktu yang lama, sementara menghindari risiko

iskemiadan nekrosis berikutnya. Namun, tingkat metabolisme yang rendah terlihat


dalam penyembuhan yang lambat setelah cedera.
Tenocytes dan tenoblasts terletak di antara serat-serat kolagen sepanjang
sumbu axis tendon tersebut. Massa keringtendon manusiaadalah sekitar 30% dari
total massa tendon, dengan komposisi air untuk 70% sisanya. kolagen tipe I
bertanggung jawab untuk 65-80%, dan elastin sekitar2% dari massa kering
tendon.
Kolagen tersusun dalam tingkat hirarki dari peningkatkankompleksitas,
dimulai dengan tropocollagen, rantai polipeptida triple-helix, yang menyatu
kedalam fibril; serat (primary bundel); fascicle (bundel sekunder); bundel
tersier;dan tendon itu sendiri (Gambar 1) 12. Molekul tropocollagen terlarut
membentuk cross link untuk membuat molekul kolagen tidak larut, yang
mengumpul untuk membentuk fibril kolagen. Sebuah serat kolagen adalah unit
tendon terkecil yang dapat seara mekanisdiuji dan terlihat pada mikroskop cahaya.
meskipun serat kolagen terutama berorientasi longitudinal, serat juga berjalan
melintang dan horizontal, membentuk spiral dan plaits.
Vaskularisasi
Tendon menerima suplai darah dari tiga sumber utama: sistem intrinsik di
MTJ dan OTJ, dan dari sistem ekstrinsik melalui paratenon atau selubung
sinovial. Rasio pasokan darah dari intrinsik untuk sistem ekstrinsik bervariasi dari
tendon ke tendon.
Biomekanik

Tendon mengirimkan gaya yang dihasilkan oleh otot ke tulang, dan


bertindak sebagai penyangga dengan menyerap kekuatan eksternal untuk
membatasi kerusakan otot. Tendon menunjukkan kekuatan mekanik yang tinggi,
baik fleksibilitas, dan level optimal elastisitas untuk melakukan peran mereka.
Tendon adalah jaringan viskoelastik, yang menampilkan relaksasi stres dan
menjalar.
Perilaku mekanik kolagen tergantung pada jumlah dan jenis ikatan intra
dan inter-molekul.Kekuatan peregangan dari tendon berhubungan dengan
ketebalan dankonten kolagen, dan tendon dengan luas 1cm2 mampu menanggung
500-1,000 kg. Selama aktivitas berat seperti melompat dan angkat berat, beban
yang sangat tinggi ditempatkan pada tendon. Dalam tendon Achilles manusia,
kekuatan 9 kN sesuai dengan 12,5 kali berat badan, telah tercatat selama berlari.
Sejak kekuatan-kekuatan ini melebihi beban tunggal kekuatan peregangan dari
tendon, tingkat pembebanan juga mungkin memainkan peran penting dalam
rupture tendon.
Imobilisasi berkepanjangan menyusul cedera muskuloskeletal sering
mengakibatkan efek merugikan. Imobilisasi mengurangi air dan konten
proteoglikan tendon, dan meningkatkan jumlah dari reducible cross-link kolagen.
Imobilisasi menghasilkan atrofi pada tendon (Maganaris et al., 2005), namun,
karena tingkat metabolisme dan vaskularisasi yang rendah, perubahan ini terjadi
secara lambat.

Sifat dan fungsitendon juga memburuk dengan proses penuaan. Kekuatan


dan daya otot menurun. Hal ini diduga disebabkan hilangnya kolagen dan crosslink nya menghasilkan peningkatan kekakun tendon.
Cedera Tendon
cedera tendon dapat akut atau kronis, dan disebabkan oleh faktor intrinsik
atau ekstrinsik. Pada trauma akut, faktor ekstrinsik mendominasi, sementara
dalam kasus-kasus kronis faktor intrinsik juga berperan.

Tendinopathy
Pada gangguan tendon kronis, interaksi antara intrinsik dan faktor

ekstrinsik adalah sering. faktor intrinsik sepertikeselarasan dan kesalahan


biomekanik yang diklaim memainkan peran penyebab dalam dua-pertiga dari atlet
dengan gangguan tendon Achilles tendon. Secara khusus, hyperpronasi kaki telah
dikaitkan dengan peningkatan kejadiantendinopathy Achilles.
Beban berlebihan tendon selama pelatihan fisik yang kuat dianggap
sebagai stimulus patologis utama untuk degenerasi. Adanya faktor risiko intrinsik,
beban berlebihan dapat membawa risiko yang lebih besar merangsang
tendinopathy. Tendon menanggapi pengulangan berlebihan yang melampaui
ambang batas fisiologis dengan peradangan pada selubungnya, degenerasi tubuh
mereka, atau kombinasi dari keduanya. Tekanan yang berbeda menginduksi
respon yang berbeda. Perbaikan kerusakan akibat kelelahan harus terjadi, atau
tendon akan melemah dan akhirnya rupture. Mekanisme perbaikan mungkin
dimediasi oleh tenocytes, yang mempertahankan keseimbangan yang baik antara
produksi ECM dan degradasi. Kerusakan tendon bahkan dapat terjadi dari tekanan

dalam batas fisiologis, seperti microtrauma kumulatif yang sering tidak


memungkinkan waktu yang cukup untuk perbaikan.
Etiologi tendinopathy masih belum jelas, dan banyak penyebab telah
diteorikan. Hipoksia, kerusakan iskemik, stres oksidatif, hipertermia, gangguan
apoptosis, mediator inflamasi, fluoroquinolones, dan ketidakseimbangan matriks
metaloproteinasetelah terlibat sebagai mekanisme degenerasi tendon.

Ruptur Tendon
Pada ruptur tendon archilles, mekanisme percepatan/deselerasi telah

dilaporkan hingga lebih dari90% dari olahraga terkait cedera. Tendinopathy


degeneratif adalah temuan histologis yang paling umum ditemukan pada ruptur
tendon spontan. Degenerasi pada tendon dapat menyebabkan berkurangnya
kekuatan peregangan dan kecenderungan untuk ruptur.
Secara klasik, nyeri pada tendinopathy telah dikaitkan denganperadangan.
Pasien dengan tendinopathy Achilles dan patela kronis menunjukkan konsentrasi
tinggi dari neurotransmitter glutamat,tanpa elevasi yang signifikan secara statistik
dari mediator pro-inflamasiprostaglandin PGE2.
Proses penyembuhan tendon mengikuti cedera akut, penyembuhan tendon terjadi
dalam tiga fase yang tumpang tindih. Dalamfase inflamasi awal, eritrosit dan sel
inflamasi, terutama neutrofil, memasuki lokasi cedera. Dalam24 jam pertama,
monosit dan makrofag mendominasi,dan fagositosis bahan nekrotik terjadi. Faktor
vasoaktif dan kemotaktik yang dirilis dengan peningkatan permeabilitasvaskular,
inisiasi angiogenesis, stimulasi proliferasi tenocyte, dan perekrutan lebih banyak
sel inflamasi. Tenocytes secara bertahap bermigrasi ke daerah luka, dan sintesis

kolagen tipe III dimulai. Setelah beberapa hari, tahap remodeling dimulai.
Sintesiskolagen tipe III puncaknya selama tahap ini, yang berlangsung selama
beberapa minggu. Kadar air dan konsentrasi glikosaminoglikan tetap tinggi
selama tahap ini.
Setelah sekitar 6 minggu, tahap remodelling dimulai.Selama tahap ini,
jaringan penyembuhan diubah ukurannya dan dibentuk kembali. Keterkaitan
penurunan cellularitas, kolagendan sintesis glikosaminoglikan terjadi. Fase
remodelling dapat dibagi menjadi stase konsolidasi dan maturasi.Tahap
konsolidasi dimulai pada sekitar 6 minggu dan berlangsung terus hingga 10
minggu. Pada periode ini, jaringan yang mengalami perbaikan berubah dari
seluler menjadi fibrous. Metabolisme Tenocytetetap tinggi selama periode ini, dan
tenocytes dan serat kolagen menjadi selaras ke arah tegangan. Proporsilebih tinggi
dari kolagentipe I disintesis selama fase ini. Setelah 10 minggu, tahap pematangan
terjadi, denganperubahan bertahap dari jaringan fibrosa menjadiscar-like tendon
tissue selama satu tahun. Selama separuh berikutnya dari tahap ini, penurunan
metabolisme tenocyte dan vaskularisasitendon. Penyembuhan tendon dapat terjadi
secara intrinsik, melalui proliferasiepitenon dan tenocytesendotenon, atau
ekstrinsik, melalui invasi sel dari selubung dan synovium sekitarnya. Tenoblasts
epitenonmemulai

proses

perbaikan

melalui

proliferasi

dan

migration.

Penyembuhan pada tendon yang parah dapat dilakukan oleh sel-sel dari epitenon
sendiri, tanpa bergantung pada adhesi untuk vaskularisasi. Tenocytes internal
berkontribusiuntuk proses perbaikan intrinsik dan mengeluarkan lebih besar dan
kolagen yang lebih matur dari sel epitenon. Meskipun demikian, fibroblasdi
epitenon dan tenocytes mensintesis kolagen selama perbaikan, dan sel-sel yang

berbeda mungkin menghasilkan jenis kolagen yang berbedapada titik-titik waktu


yang berbeda. Awalnya, kolagen diproduksi olehsel epitenon, dengan sel
endotenon kemudian mensintesis collagen.Kontribusi relatif dari masing-masing
jenis sel mungkin dipengaruhioleh jenis trauma berkelanjutan, posisi anatomi,
adanya selubung sinovial, dan jumlah tegangan yang disebabkanoleh gerak
setelah perbaikan telah diambil.
Fungsi Tenocyte dapat bervariasi tergantung pada daerah asalnya.Sel dari
selubung tendon menghasilkan lebih sedikit kolagen danGAG dibandingkan
dengan epitenon dan sel endotenon. Namun,fibroblas dari selubung tendon fleksor
berkembang biak lebih cepat.

2.2.3 Proses penyembuhan dan perbaikan setelah mengalami cedera otot


Cedera pada sel otot akan memicu terjadinya proses yang bertujuan untuk
memulihkan

kembali

sel

otot

yang

rusak

dan

semaksimal

mungkin

mengembalikan fungsi yang hilang akibat cedera.


Normalnya proses ini akan memakan waktu sekitar empat minggu dan meliputi empat
tahapan, yang terkadang saling tumpang tindih, meliputi :

1.

Degenerasi sel otot yang rusak


Sebelum terjadin inflamasi dan regenerasi sel otot yang rusak, diperlukan
degenerasi (penghancuran) sel otot yang mengalami cedera. Proses degenerasi
tersebut diinisiasi oleh pembengkakan secara lokal (local swelling) dan pembentukan
hematoma, di mana makrofag, sel mononuklear dan limfosit T menginfiltrasi jaringan
otot yang cedera. Akumulasi neutrofil terjadi sekitar satu jam setelah cedera terjadi.
Neutrofil tersebut, selain menjalankan fungsi fagositosis (selama proses inflamasi
akut), juga akan melepas sinyal untuk merekrut sel monosit, yaitu makrofag.
Makrofag akan memfagositosis debris sel lebih lanjut dan mengeluarkan sitokin
seperti IL-6, IL-8, dan TNF yang akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan
menginisiasi terjadinya inflamasi (peradangan).

2.

Inflamasi
Setelah serat otot mengalami cedera, akan terjadi influx ion Calcium ke dalam
sel sehingga mengaktifkan berbagai protease, salah satunya adalah fosfolipase.
Fosfolipase akan merombak fosfolipid (membran sel) menjadi asam arakidonat, yang
selanjutnya akan diubah menjadi prostaglandin melalui jalur siklooksigenase (COX).
Prostaglandin tersebut berperan dalam menghasilkan nyeri, inflamasi, dan regenerasi.
Selain terjadi cedera pada otot, kemungkinan besar juga terjadi cedera vaskular
(pembuluh darah). Oleh karena itu hematoma yang terbentuk akan menyebabkan
influks sel-sel radang seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit T. Kadar neutrofil
sendiri akan menetap selama 5 hari setelah trauma, dan selanjutnya digantikan
(didominasi) oleh limfosit T (padainflamasi kronik). Selain itu neutrofil juga akan
merekrut makrofag yang turut berperan dalam proses fagositosis. Makrofag juga

akan mengeluarkan kemoatraktan untuk memperkuat respons inflamasi dan


melepaskan faktor pertumbuhan yang akan memicu diferensiasi myotube.
3.

Regenerasi
Secara fisiologis, otot rangka merupakan jaringan yang sudah berdiferensiasi
secara akhir (nukleusnya bersifat post-mitotik). Namun demikian, terdapat sel-sel
satelit di membran basal dan sarkolema yang dapat berproliferasi untuk
menggantikan sel-sel otot yang rusak. Sel-sel satelit ini diaktivasi oleh makrofag dan
sebagai respons terhadap cedera jaringan. Aktivasi sel satelit ini terjadi sekitar 10
hari setelah cedera, diawali oleh proses degenerasi dan inflamasi. Selain itu,
diketahui bahwa berbagai faktor pertumbuhan, seperti bFGF, NGF, dan IGF-1 juga
turut berperan dalam menstimulasi proliferasi sel-sel satelit.

4.

Pembentukan Fibrosis
Fibrosis, atau jaringan parut akan terbentuk apabila cedera otot terlalu parah
dan proses inflamasi kronik berlanjut. Jaringan parut akan terbentuk di antara
minggu ketiga dan keempat setelah cedera. Pada proses ini terjadi aktivasi matriks
ekstraselular dan peningkatan produksi jaringan kolagen (terutama tipe I dan III).
Penyembuhan melalui pembentukan jaringan parut juga dapat terjadi bersamaan
dengan regenerasi sel otot (proliferasi sel satelit). Diketahui bahwa TGF-1
merupakan faktor yang menginduksi terbentuknya fibrosis. Pada penyembuhan
melalui pembentukan fibrosis, otot dapat kehilangan unit kontraktilnya sehingga

fungsinya secara keseluruhan menjadi berkurang atau hilang sama sekali.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan


1.

Faktor sistemik

a.

Umur: anak-anak lebih cepat sembuh daripada orang dewasa

b.

Nutrisi: nutrisi yang tidak adekuat akan enghambat proses


penyembuhan.

c.

Kesehatan umum: penyakit sistemik seperti diabetes dapat


menghambat penyembuhan

d.

Aterosklerosis: mengurangi penyembuhan

e.

Hormonal:

GF

mendukung

penyembuhan,

kortikosteroid

menghambat penyembuhan
f.

Obat: obat antiinflamasi non-steroid (ibuprofen) mengurangi healing

g.

Rokok : kandungan nikotin pada rokok menghambat penyembuhan


di fase perbaikan

2.

Faktor lokal
a. Derajat trauma lokal: fraktur yang kompleks dan merusak jaringan
lunak sekitarnya lebih sulit sembuh

a.

Area tulang yang terkena: bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada
bagian diafisis
b. Tulang abnoemal (tumor, terkena radiasi, infeksi) lebih lambat
sembuh
c. Derajat imobilisasi: pergerakan yang banyak dapat menghambat
penyembuhan, weighbearing dini

2.3

Usaha Mempercepat Kesembuhan


Pada semua pasien dengan fraktur tulang, imobilisasi adalah hal yang

penting, karena sedikit gerakan dari fragmen tulang menghambat proses


penyembuhan. Tergantung dari tipe fraktur atau prosedur pembedahan, ahli bedah
akan menggunakan bermacam alat fiksasi (seperti screws, plates, atau wires) ke
tulang yang patah untuk mencegah tulang bergerak. Selama periode imobilisasi,
weightbearing tidak diperbolehkan.

Jika tulang sembuh dengan adekuat, terapi fisik memegang kunci dalam
rehabilitasi. Program latihan yang didesain untuk pasien dapat membantu
mengembalikan kekuatan dan keseimbangan tulang dan membantu suapay dapat
beraktivitas seperti semula.
Jika tulang tidak sembuh dengan baik atau gagal sembuh, dokter bedah
ortopedi dapat memilih beberapa cara untuk meningkatkan pertumbuhan
tulang,seperti imobilisasi lanjut untuk waktu lebih lama, stimulasi tulang, atau
pembedahan dengan graft atau dengan bone growth protein.
2.4 Waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk fraktur untuk menyatu (unite)
dan mengalami konsolidasi, tidak ada jawaban pasti , karena waktu yang
dibutuhkan dipengaruhi oleh usia, suplai darah, jenis fraktur dan fraktur lainnya.
Perkiraan waktu secara sederhana dengan digunakan PerkinsTime Table
Tabel Perkins Classification of fracture healing time (in weeks) for the fracture to
unite and become fully healed
Tabel General Expected Healing Times

Tabel General Expected Healing Times

Soft tissue injuries

3 months

Knee ligament injuries

3 months

Herniated disc - conservative treatment


Injuries to the Nervous System

3-6 months

Peripheral nerve injuries

3-12 months

Minor head injuries

3 months

Brain injuries with persisting


neurological deficit
Spinal cord and cauda equina injuries

1 year
1 year

Tabel Post-Surgical Healing Time


Shoulder
Arthroscopic Acromioplasty

4 months

Most other shoulder operations

3-6 months

Knee
Arthroscopy

3-6 weeks

Arthrotomy

3 months

Ligament repair

3-6 months

Ankle
Ligament repair
Spine

3-6 months

Discectomy

3-6 months

Spinal fusion

6-12 months

Spinal stenosis decompression

3-12 months

Nervous System
Major nerve repair

6-12 months

Minor nerve repair

4-5 months

Carpal tunnel or other nerve release

3 months

Tendon
Flexor tendon repair or tendon transfer

3-6 months

Extensor tendon repair

3 months

Tendon release

3 months

Amputations
Amputations upper

3-6 months

Amputations - lower

3-12 months

Reconstruction
Digital re-implantation

6-9 months

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu),


lansia (> 8 minggu).

BAB 3
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya.

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim.


Penyembuhan tulang, atau penyembuhan patah tulang, adalah proliferasi
fisiologis proses di mana tubuh memfasilitasi perbaikan dari patah tulang.
Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel, pembentukan
kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling. Selain dari penyembuhan
tulang itu sendiri proses ini juga diikuti oleh penyembuhan soft tissue ditempat
terjadinya fraktur.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan
1. Faktor sistemik
2. Faktor lokal

Daftar Pusataka
Huard, J.; Li, Y; And Freddie H. Fu. 2002. Muscle Injuries And
Repair:Current Trends In Research.The Journal Of Bone And
Joint Surgery
Marshell, Richard dan Thomas A Einborn. 2011. The Biology of Fracture
Healing. Journal of National Institutes of Health, Department of
Orthopaedic Surgery, Boston Univercity of MedicalCenter . Elesvier:
published juni 2011
R.A. Hauser; E.E. Dolan; H.J. Phillips; A.C. Newlin; R.E. Moore; and B.A.
Woldin. 2013. Ligament Injury and Healing: A Review of Current Clinical
Diagnostics and Therapeutics. The Open Rehabilitation Journal
Sharma, P.,and Maffulli, N. 2006. Biology of tendon injury: healing, modeling
and remodeling

Anda mungkin juga menyukai