Anda di halaman 1dari 139

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi dan dunia teknologi yang semakin canggih seperti
sekarang ini menuntut tenaga pendidik mempunyai wawasan yang luas. Tidak
hanya sebatas kemampuan mengajar, namun juga pengetahuan IPTEK dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk menjadi pendidik yang profesional. Sikap
profesional ini salah satunya dapat kita aplikasikan dalam membina, mendampingi
dan menuntun peserta didik kita kelak dalam melakukan study tour atau kegiatan
sejenisnya yang melibatkan tempat diluar kelas (outdoor). Tentunya tugas kita
sebagai pendamping peserta didik, kelak kita dituntut menguasai dan mengerti
berbagai lokasi kunjungan yang sesuai untuk peserta didik kita. Sehingga dengan
study tersebut, peserta didik dapat mengambil manfaat yang positif.
Oleh karena alasan tersebut pada kesempatan inilah, penting untuk kami
sebagai calon pendidik mengumpulkan reverensi kunjungan ke berbagai lokasi
untuk melihat, menuai, dan memperhatikan isi lokasi yang nantinya akan
bermanfaat bagi kami untuk dijadikan salah satu pedoman pengalaman dan
penambah wawasan. Selain menambah pengalaman, dilokasi kunjungan tersebut
tentunya akan menambah kajian materi yang sebelumnya kita dapatkan didalam
kelas dan tidak dapat kita lihat secara langsung.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu diadakan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) sebagai satu cara memotivasi menjadi calon pendidik yang
profesional dengan berbekal wawasan yang luas dan berkompeten. Kami selaku
mahasiswa FMIPA Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang yang nantinya
akan menjadi calon pendidik melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan
objek-objek Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yaitu LIPI Zoologi Cibinong dan
Kebun Raya Cibodas dimana kedua objek tersebut dipilih karena berkaitan
dengan Mata Kuliah Taksonomi Hewan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka bagi mahasiswa Pendidikan
Biologi penting untuk diadakannya kegiatan Kuliah kerja Lapangan (KKL)

sebagai penunjang pembelajaran kuliah dan sebagai pengalaman langsung di


lapangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode yang digunakan dalam kegiatan observasi ?
2. Bagaimana profil LIPI Zoologi dan Kebun Raya Cibodas ?
3. Koleksi apa saja yang terdapat di Laboratorium LIPI Zoologi ?
4. Jenis fauna apa saja yang terdapat di Kebun Raya Cibodas ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melaksanakan metode yang digunakan dalam kegiatan
observasi.
2. Mahasiswa mengetahui profil LIPI Zoologi dan Kebun Raya Cibodas.
3. Mahasiswa mengetahui koleksi apa saja yang terdapat di Laboratorium
LIPI Zoologi.
4. Mahasiswa mengetahui jenis fauna apa saja yang terdapat di Kebun Raya
Cibodas.
1.4 Manfaat
1.4.1

Manfaat Umum

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang


keanekaragaman

sehingga dapat menambah kekaguman terhadap

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.


2. Menambah kesadaran masyarakat agar selalu melestarikan makhluk
hidup salah satunya.
1.4.2

Manfaat Khusus

Bagi Mahasiswa :
1. Mahasiswa mengetahui dan melatih keterampilan dalam pengelolaan
koleksi basah dan kering dari spesimen Laboratorium Zoologi.
2. Mahasiswa memperoleh panduan dasar dalam pengerjaan berbagai
jenis spesimen yang berbeda, yaitu Invertebrata dan Vertebrata
( Pisces, Amphibi, Reptilia, Aves dan Mamalia).

3. Mahasiswa dapat mengenali perbedaan antara spesies yang satu


dengan spesies lainnya dan dapat mengelompokkan berdasarkan ciricirinya.
4. Mahasiswa meningkatkan ketrampilan serta kreatifitas diri dalam
lingkungan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.
5. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman selaku generasi
yang dididik untuk siap terjun langsung di masyarakat.
Bagi LIPI :
1. Sebagai pelaksanaan fungsi lembaga di bidang pendidikan dan
pemasyarakatan biologi, khususnya di bidang Zoologi.
2. Memperoleh aktivitas kunjuangan resmi kependidikan dari Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.

BAB II
ISI
3.1 Metode di LIPI Zoologi
3.1.1 Waktu KKL
Hari

: Kamis

Tanggal

: 15 Oktober 2015

3.1.2 Lokasi KKL


Laboratorium Zoologi Gedung Widyawisataloka, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong Bogor Jawa Barat, Jalan
Raya Jakarta - Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor.
3.1.3 Alat Pendukung
1. Alat tulis
2. Buku / note lapangan
3. Kamera
4. Handphone
3.1.4 Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumentasi

3.2 Metode di Kebun Raya Cibodas


4

3.2.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Untuk mengetahui gambaran spesies-spesies Hewan maupun Inhewan
dilakukan rancangan penelitian observasi langsung ke lapangan. Observasi
hewan di Kebun Raya Cibodas didapatkan dengan metode pengamatan
secara langsung mengenai apa saja spesies yang hidup di kebun raya
cibodas mengingat kebun raya cibodas memilki keanekaragaman flora
yang tinggi sehingga memungkinkan banyak spesies dapat ditemukan di
tempat tersebut.
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas Bogor.
3.2.3 Waktu Penelitian
Hari
3.2.4 Tanggal

: Jumat
: 16 Oktober 2015

3.2.5 Alat dan Bahan


Alat

Bahan

Teropong

Instrumen Observasi

GPS

Buku Panduan Taksonomi Hewan

Tabel

Kamera

Alat tulis

3.2.6 Cara Kerja

Pengamat berjalan sekitar 300 langkah dari tempat para pengamat


kelompok lain.

Menentukan

lokasi

tempat

dengan

GPS

untuk

lokasi,ketinggian dan ordinat.

Mengamati spesies hewan yang berada pada lokasi tersebut.


5

mengetahui

Menentukan nama spesies yang ditemukan.

Mengamati dan mencatat cirri khas,jumlah hewan,perilaku hewan serta


vagetasi dimana hewan ditemukan.

Mendokumentasikan spesies yang ditemui sebagai bukti observasi.

4.1.1. Penjelasan Umum LIPI Zoologi


A. Profil Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI
Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, merupakan lembaga yang mempelopori penelitian
dalam keilmuan fauna. Lembaga ini dulu dikenal dengan nama Museum
Zoologicum Bogoriense (MZB) yang didirikan oleh J.C. Koningsberger
pada bulan Agustus 1894. Sejak berdirinya sampai dengan tahun 1997,
Bidang Zoologi menempati gedung bersejarah di dalam Kebun Raya
Bogor, yang secara ilmiah merupakan kebun raya terkenal di dunia. Di
dalamnya termasuk pameran umum, yang menyajikan keanekaragaman
fauna Indonesia. Sejalan dengan perkembangan ilmu agar kegiatan
penelitian dapat ditampung, maka Bidang Zoologi pindah dan menempati
gedung baru di Pusat Ilmu Pengetahuan Cibinong (Cibinong Science
Centre). Gedung yang diberi nama Widyasatwaloka ini dibangun dengan
bantuan dana dari Pemerintah Jepang pada tahun 1997. Sedangkan fasilitas
penyimpanan koleksi diadakan dengan bantuan dana GEF/Word Bank
dalam rangka peningkatan kualitas dan pengelolaan koleksi ilmiah
specimen bertaraf internasional. Demikian juga laboratorium genetika,
biologi reproduksi dan nutrisi yang saat ini sudah berstandar dunia.
Fasilitas baru ini meningkatkan perkembangan lebih lanjut dari Bidang
Zoologi. Jumlah specimen yang dikoleksi untuk menunjang kegiatan
penelitian biosistematika, ekologi dan fisiologi meningkat pesat. Bidang
Zoologi bertekad untuk menjadi lembaga pelopor yang mampu
memberikan informasi ilmiah tentang fauna Indonesia.
B. Sejarah Museum Zoologicum Bogeriense (MZB)

Sejarah kehadiran MZB, yang lebih

dikenal oleh masyarakat

ilmiah sebagai Museum Zoologicum Bogeriense, tidak dapat dipisahkan


dengan nama DR. J.C. Koningsberger, seorang ahli zoologi pertanian yang
betugas untuk meneliti hama dan penyakit tanaman, terutama yang
menyerang tanaman produktif yang menghasilkan pendapatan tinggi bagi
pemerintahan Belanda pada masa itu. Dimulainya kerja Koningsberger di
Bogor pada bulan Agustus 1894 tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari
jadi MZB.Koningsberger mengawali kerjanya dengan mempelajari hama
dan penyakit tanaman pertanian. Di ruang kerjanya yang semula adalah
tem pat penyimpanan kereta kuda, banyak specimen binatang, terutama
serangga yang dikumpulkannya. Pada saat itu sebagian peranan sebuah
museum, yaitu mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan
koleksi mulai terpenuhi.
Obsesi untuk menyamai keberhasilan Museum Colombo yang
dikunjunginya pada tahun 1898 bersama DR. M. Treub, Koningsberger
terus berusaha

menambah contoh -contoh fauna yang dapat menjadi

koleksi sebuah museum zoologi. Dengan bantuan berbagai pihak,


termasuk Treub, pada pertengahan tahun 1900 pembangunan museum pun
dimulai dan pada akhir bulan Agustus 1901 gedung museum seluas 402
m2 sudah siap digunakan untuk memamerkan koleksi fauna yang telah
dikumpulkan Koningsberger. Museum tersebut kemudian diberi nama
Landbouw Zoologisch Museum.
Sejak berganti nama menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan
Zoologi pada tahun 1987, lembaga di bawah naungan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini,
mengembangkan kegiatannya tidak sebatas sebagai museum yang
berkecimpung di bidang taksonomi, tapi juga melakukan penelitian dan
pengembangan di bidang ekologi dan fisiologi fauna.

Saat ini, dalam usianya yang lebih dari satu abad, MZB telah
berhasil menjadi museum fauna terbesar di Asia Tenggara. Mutu spesimen
yang tersimpan berstandar internasional.
B. Visi dan Misi
MZB adalah lembaga yang kini bernaung di bawah Pusat
Penelitian Biologi (P2B) yang harus memperhatikan dan menginterpretasi
visi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menghendaki
terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan
dinamis yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
humanistik. Visi tersebut harus berorientasi ke masa depan tanpa
melupakan sejarah dan pengalaman berharga masa lalu, ini sesuai dengan
rencana strategis P2B. Oleh karena itu visi dari P2B adal menjadi pusat
acuan

terpercaya

bidang

pemberdayaan

dan

konservasi

asset

keanekaragaman hayati Indonesia (Witjaksono, et.al., 2008). Dengan


merujuk visi P2B-LIPI, maka visi dan misi bagi MZB adalah :
Visi :
Menjadi pusat acuan terpercaya bidang pemberdayaan dan konservasi
keanekaragaman fauna Indonesia.
Misi :
1. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberdayakan dan
melestarikan aset keanekaragaman hayati Indonesia agar menjadi
pendorong utama dalam pembangunan berkelanjutan bangsa yang
berwajah kemanusiaan.
2. Ikut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
tersedianya peneliti yang profesional, teknisi yang andal, dan staf
pendukung penelitian yang mumpuni serta prasarana dan sarana yang
terakreditasi sehingga mampu menjadi centre of excellence dalam
bidang
a. konservasi dan pengungkapan potensi sumber daya hayati Indonesia.

3. Memperkuat kerjasama dan membentuk jaringan di antara pemangku


kepentingan yang bergerak dalam isu keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan lingkungan agar masyarakat Indonesia menjadi peduli,
berdaya,

mandiri, cerdas dalam memanfaatkan dan melestarikan

keanekaragaman hayatinya.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta serta
mendorong otonomi daerah dalam menggali dan memanfaatkan potensi
sumber daya alamnya secara optimum, lebih adil dan berkelanjutan
melalui

pengelolaan

yang

bertanggung-jawab

dengan

tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


5. Memberikan landasan ilmiah untuk pengambilan kebijakan serta
tersusun dan tegaknya supremasi hukum terutama undang-undang yang
terkait dengan pengelolaan sumber daya hayati dan nir-hayati serta
lingkungan, merancang dan mematuhi peraturan pemerintah pusat dan
daera terutama rencana tata ruang wilayah, serta menghormati kearifan
masyarakat adat dan tradisional untuk memperkokoh persatuan bangsa
sekaligus memperkuat daya saing masyarakat.

4.1.2

Deskripsi

Laboratorium

Invertebrata

(Porifera,

Choelenterata,

Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda,


Echinodermata), dan Pisces (Chondrictyes Dan Ostechtyes)
Di laboratorium Invertebrata dan Pisces ini, hingga 2008 tercatat 14.600
nomor koleksi gastropoda (keong & slug), 1989 nomor koleksi pelecypoda
(kerang), 289 nomor koleksi cephalopoda (cumi-cumi), 19 nomor koleksi
scapopoda dan 55 nomor koleksi fosil. Tahun 2007 telah tercatat 3354 jenis
moluska yang disimpan di MZB, 129 jenis berstatus TYPE, baik Holotype
maupun Paratypes. Nematoda, sekitar 800 nomor koleksi; Cestoda 150 koleksi,
Acanthocephala 20 nomor, Trematoda 150 nomor. Koleksi disimpan kering atau
basah (dalam larutan alkohol 70 %). Jumlah koleksi type, sekitar 50 nomor
(Nematoda, Cestoda, Trematoda, Acanthocephala).

Koleksi

Laboratorium

Platyhelminthes,

Invertebrata

Nemathelminthes,

(Porifera,

Annelida,

Choelenterata,

Mollusca,

Arthropoda,

Echinodermata), dan Pisces (Chondrictyes Dan Ostechtyes)


Invertebrata
1. Phylum Porifera
Karakteristik porifera antara lain:
-

Multiseluler, tidak dapat bergerak dan bentuknya seperti tumbuhan.

Hidup di dalam air, melekat pada batu karang atau cangkok hewan
lain, pada benda-benda keras lain.

Bagian atas berdinding tipis dan terlihat lubang besar disebut osculum,
sedang rongga di dalamnya disebut spongosol.

Tubuh terdiri atas tiga lapisan, yaitu epidermis, mesenchym, dan


choanocyte.

Berdasarkan

bahan

pembentuk

kerangkanya,

phylum

porifera

dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu: Calcarea, Hexatinellida, dan


Demospongia.
Koleksi porifera yang terdapat di Laboratorium Invertebrata :

Gambar 1. Kelas Hexatinelida dari Family Melithea.

10

Gambar 2. Kelas Hexatinelida dari Family Gorgoniidae.

Gambar 3. Kelas Hexatinelida dari Family Paraplexaura.


2. Phylum Coelenterata
Karakteristik Coenlenterata antara lain:
-

Bentuk tubuh simetri belateral dengan sumbu oral-aboral.

Tubuh tersusun atas dua lapisan sel-sel, yaitu epidermis dan


gastrodermis. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat mesoglea.

Skeleton dari zat kapur atau zat tanduk.

Tidak ada organ sirkulasi darah, rongga respirasi, dan organ sekresi.

Mempunyai dua bentuk tubuh dalam siklus hidupnya, yaitu polip dan
medusa.

Phylum Coelenterata dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu: Hydrozoa,


Scypozoa, dan Anthozoa.

11

Koleksi Coelenterata yang terdapat di Laboratorium Invertebrata LIPI


Zoologi Bogor antara lain:

Gambar 4. Coelenterata dari Kelas Scypozoa Chatrophylus towsendi.

Gambar 5. Coelenterata dari Kelas Scypozoa, yaitu Chatrophylus


towsendi. Spesimen ini diperoleh pada 12 Agustus 2009 di Pelabuhan
Cirebon, Jawa Barat.

12

Gambar 6. Berbagai spesimen Coelenterata.


3. Phylum Platyhelminthes.
Karakteristik antara lain:
-

Tubuh pipih simetri bilateral, tersusun atas tiga lapisan jaringan


embrional, yaitu ectoderm, mesoderm, dan endoderm.

Epidermis lunak dan bersilia, atau dilindungi oleh kutikula dan alat
penghisap.

Sistem ekskresi menggunakan sel-sel api.

Phylum Platyhelminthes dibagi menjadi 3 kelas, yaitu: Trematoda,


Turbelaria, dan Cestoda.
Contoh spesimen dari Phylum Platyhelminthes yang ada di
Laboratorium Invertebrata LIPI Zoologi Bogor antara lain:

13

Gambar 7. Berbagai spesimen Phylum Platyhelminthes dari Kelas


Trematoda, di antaranya dari Family Fasciolidae, Gorgoderidae, dan
Heterophyidae.

Dan

spesimen

dari

Kelas

Cestoda,

yaitu:

Lecithodendriidae, Liolopidae, Micropalidae, dan Ophistophorchiidae.

Gambar 8. Berbagai spesimen dari Phylum Platyhelminthes,


diantaranya dari family: Bracylamidae, Clinostomidae, dan
Cyatocotylidae.

Gambar 9. Spesimen Kelas Nematoda dari family Dicrocoeliidae.


4. Phylum Nemathelminthes
Karakteristik dari Phylum Nemathelminthes adalah:
-

Tubuh simetri bilateral,

Endoparasit pada hewan dan tumbuhan.

14

Tubuh tidak bersegmen, tidak bersilia dan dilindungi kutikula.

Dioceus (jenis kelamin terpisah).

Saluran pencernaan lengkap.

Rongga tubuh pseudocoel.

Phylum Nemathelminthes

dibedakan menjadi

3 kelas, yaitu:

Nematoda, Nemathopora, dan Acanthochepala.


Contoh spesimen dari Phylum Nemathelminthes yang ada di Laboratorium
Invertebrata LIPI Zoologi Bogor.
5. Phylum Annelida
Karakteristik phylum annelida antara lain:
-

Tubuh simetri bilateral, tersusun atas segmen atau somit.

Alat gerak berupa setae berkhitin.

Coelom terletak di antara saluran pencernaan dan dinding tubuh.

Monoceus.

Phylum Annelida dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Olygochaeta,


Polychaeta, Hirudinea, dan Archiannelida.
Contoh spesimen dari Phylum Annelida yang ada di Laboratorium
Invertebrata LIPI Zoologi Bogor.

15

Gambar 10. Phylum Annelida dari Kelas Polychaeta yaitu Pheretima


sp.

Gambar 11. Spesimen dari Kelas Polychaeta yaitu Pheretrima sp.

16

Gambar 12. Berbagai spesimen Phylum Annelida dari kelas


Olygochaeta.
6. Phylum Mollusca
Karakteristik Phylum Mollusca:
-

Merupakan hewan yang bertubuh lunak.

Tubuh simetri bilateral, tidak bersegmen, epithelium bersilia dan


banyak mengandung mucus.

Tubuh berada di dalam mantel, ada yang memiliki cangkok.

Kepala berkembang baik, kaki di ventral dan berotot.

Saluran pencernaan sempuna, mulut dilengkapi dengan radula (untuk


memotong makanan berupa gigi kecil-kecil).

Ekskresi menggunakan ginjal/nephridia.

Dioceus dan fertilisasi eksternal.

Berdasarkan bentuk tubuh, sifat kaki, eksoskeleton, , mantel, dan


respirasinya, phylum Mollusca dibedakan menjadi 5 kelas: Kelas
Amphineura, Kelas Scapopoda, Kelas Pelecypoda, Kelas Gastropoda
dan Kelas Cephalopoda.

17

Gambar 14. Berbagai spesies Mllusca yang terdapat di Laboratorium LIPI


Zoologi Bogor.

Gambar 15. Phylum Mollusca dari Kelas Gastropoda.


Ciri Gastropoda:
-

Mempunyai kepala yang berotot dan dua pasang tentakel yang


retraktil, mempunyai dua pasang mata pada tentakelnya, dan
mempunyai mulut.

Kepala lagsung berhubungan dengan kaki yang berotot dan di atasnya


terdapat cangkok terbuat dari Kalsium Karonat yang di bagian luarnya
dilapisi oleh periostracum dan zat tanduk.

Tubuh berotot dilapisi ephitelium berlendir. Semua bagian tubuh yang


lunak dimasukkan ke dalam cangkok oleh otot kolumela.

Pencernaan sempurna dari mulut sampai anus.

Monoceus, fertilisasi internal.

18

Gambar 16. Phylum Mollusca dari Kelas Gastropoda yang hidup di daratan atau
di air tawar.

Gambar 17. Spesimen dari kelas Gastropoda, yaitu Tylomenia sp.

19

Gambar 18. Phyllum Mollusca dari Kelas Scapopoda, Family Chitonidae.


Karakteristik Chitonidae:
-

Bentuk tubuh elips, di bagian dorsal tubuhnya dilindungi oleh


lembaran kapur yang piph dan tersusun seperti genting, dikelilingi oleh
girdle (gelang) yang tebal berotot dan merupakan bagian dari mantel.

Kakinya besar dan berotot berfungsi untuk melekatkan diri dan


merayap pada batu karang.

Bagian kepala mereduksi, tidak mempunyai mata dan tentakel.

Ekskresi menggunakan nephridia.

Dioceus, fertilisasi eksternal.

Gambar 19. Phylum Mollusca dari Kelas Pelecypoda.


Karakteristik Kelas Pelecypoda yaitu:
-

Tubuh simetri bilateral, tubuh yang lunak dilindungi oleh cangkok


lateral yang bersendi di bagian dorasl disebut bivalve.

20

Pada cangkok terlihat adanya garis-garis konsentris yang berpusat di


umbo dan garis-garis pertumbuhan.

Tidak mempunyai kepala, mempunyai kaki yang pipih berbentuk


seperti kapak.

Memiliki lubang excurent siphon dan incurrent siphon.

Sistem pernapasan menggunakan insang dibantu dengan mantel.

Gambar 20. Berbagai spesimen Bivalvia air tawar. Di antaranya adalah


Corbicula javanica.

Gambar 21. Berbagai spesimen Kelas Chepalopoda dari Family


Loliginidae.
Karakteristik yang dimiliki oleh kelas Chepalopoda antara lain:
-

Tubuh ramping berbentuk kerucut, dilindungi oleh manthel yang


berotot dan mempunyai pinnae yang berbentuk segitiga di bagian
posterior.
21

Kepala besar, mata tampak jelas, mulutnya di tengah dan dikelilingi


oleh 10 lengan yang panjang dan fleksibel. Dilengkapi oleh alat
penghisap.

Mempunyai cangkok berupa pen dari bahan tanduk.

Dari rongga manthel menyelubungi organ-organ internal terdapat


siphon berbentuk tubuler yang bermuara di leher.

Sistem respirasi menggunakan insang, sistem reproduksi dioceus.

Gambar 22. Loligo sp memiliki ciri khas badan langsing, sirip lateral
hanya bagian dari tubuhnya. Biasa dikonsumsi oleh manusia.

Gambar 23. Berbagai spesimen Loligo sp yang berukuran besar.


7. Phylum Arthropoda
Karakteristik Phylum Arthropoda:
-

Tubuh simetri bilateral, triploblastik coelomata.

22

Tubuh bersegmen-segmen yang saling berhubungan di bagian luar,


tubuh terdiri dari chepala (kepala), thorax (dada), dan abdomen (perut).
Kadang bagian kepala dan thorax bersatu membentuk chepalothorax.

Kaki beruas-ruas.

Rangka luar dilapisi oleh zat khitin, mengalami pergantian kulit.

Sistem peredaran darah lakunar, jantung terletak di bagian dorsal.

Dioceus,

fertilisasi

internal,

ovipar,

terkadang

mengalami

metamorphosis.

Gambar 24. Berbagai spesimen dari Kelas Crustacea (Udang-udangan).


Karakteristik yang dimiliki oleh Kelas Crustacea antara lain:
-

Kaki 3 pasang, sebagian besar bersayap.

Mengalami metamorphosis.

Chepala, thorax dan abdomen dapat dibedakan.

Pada kepala terdapat mulut dengan tipe penggigit dan pengunyah,


penusuk, penghisap, atau penjilat.

Pada kepala terdapat mata tunggal dan mata majemuk.

Di bagian perut terdapat segmen-segmen yang jelas.

Contoh spesimen yang terdapat dalam gambar di atas adalah dari Family
Penaeidae, Pennaeus monodon.

23

Gambar 25. Spesimen Phylum Arthropoda dari Kelas Arahnida, yaitu


Nephyla sp.

Gambar 26. Contoh spesimen dari Kelas Arachnida, yaitu Heterometrus


sp.
Ciri dari spesimen ini adalah memiliki warna tubuh hitam pekat. Memiliki
5 pasang tungkai untuk berjalan, dan tungkai yang terletak paling depan
berfungsi untuk mencapit. Memiliki kelenjar racun yang terdapat di
ekornya.

24

Gambar 27. Berbagai spesimen Phylum Arthropoda dari Kelas Arachnida,


Family Scorpionidae.

Gambar 28. Spesimen dari Kelas Crustacea, Family Sesarmidae.

Gambar 29. Spesimen dari Kelas Crustacea, Family Gecarcinidae.

25

Gambar 30. Spesimen dari Kelas Crustacea, Family Parathelpusidae.


Ciri yang dimiliki oleh Parathelpusa sp adalah tubuhnya lebih kecil dari
jenis kepiting lainnya, tidak mempunyai duri lateral, hidup di darat atau di
air tawar, memiliki 3 pasang tungkai jalan dan 1 pasang tungkai pencapit,
memiliki mata yang disokong oleh suatu tentakel.

Gambar 31. Spesimen dari Kelas Crustacea, yaitu Panulirus homarus,


merupakan family dari Panulirudae. Spesimen ini ditemukan di Pelabuhan
Ratu pada 1993.

26

Gambar 32. Berbagai spesimen dari Kelas Crustacea, Family Palinuridae.

Gambar 33. Berbagai spesies dari Kelas Crustacea, Family Squillidae.


Contoh dari spesies ini adalah Squilla manthis.

27

Gambar 34. Spesimen dari Family Squillidae, yaitu Erugosquilla


woodmaseni.

Gambar 35. Spesimen dari Kelas Crustacea, yaitu Kepiting Kenari. Hewan
ini termasuk ke dalam hewan langka.

Gambar 36. Spesimen dari Kelas Crustacea, Family Palamonidae.

28

Gambar 37. Spesimen dari Family Palamonidae, yaitu Macrobachium cf


climene.

Gambar 38. Spesimen Arthropoda dari Kelas Crustacea, Family


Pennaidea, spesies Pennaus monodon.
8. Phylum Echinodermata
Karakteristik Phylum Echinodermata:
-

Tubuh simetri radial, tubuh pada dewasa tersusun atas 5 bagian, tidak
memiliki kepala, tidak memiliki otak, dan tidak bersegmen.

Permukaan tubuh terdiri dari 5 bagian radial simetri dan muncul kaki
amburakral yang berfungsi untuk bergerak, bernafas, dan menangkap
mangsa.

Tubuh dilindungi oleh epidermis dari lembaran-lembaran kapur.

29

Saluran pencernaan sederhana.

Sistem peredarah darah rediar, namun mereduksi.

Respirasi menggunakan insang kecil yang disebut papulae.

Berdasarkan bentuk tubuh, struktur duri dan ada tidaknya kaki


amburaklal, Phylum Echinodermata dibedakan menjadi 5 kelas, yaitu
Kelas Asteroidea, Kelas Ophiuroidea, Kelas Echinodea, Kelas
Crinoidea, Kelas Holothuroidea.

Gambar 39. Phylum Echinodermata dari Kelas Ophiuroidea, yaitu


Ophiura sp.
Karakteristik yang dimiliki dari kelas ini adalah:
-

Tubuh kecil membulat dengan lima lengan yang panjang, kecil,


beruas-ruas dan sangat mudah patah.

Kaki amburakral kecil tanpa alat penghisap atau ampula.

Sering sdisebut dengan bintang ular.

30

Gambar 40. Phylum Echinodermata dari Kelas Crinoidea.


Karakteristik Kelas Crinoidea:
-

Tubuh kecil berbentuk piala disebut calyx dari lembaran-lembaran zat


kapur. Pda calyx terdapat 5 lengan yang fleksibel dan bercabang dua.

Mulut dan anus terdapat di permukaan oral (atas) dari calyx.

Tidak mempunyai madreporit.

Fertiliasasi external, ovipar.

Sering disebut sebagai lili laut.

Gambar 41. Berbagai spesimen dari Kelas Holothuroidea.


Karakteristik yang dimiliki oleh Kelas Holothuroidea:
-

Bentuk tubuh panjang dengan sumbu oral aboral.

Tubuh dilindungi oleh kulit yang dilapisi oleh osikel dari zat kapur
berukuran mikroskopis.
31

Mulut di bagian antrior yang dikelilingi oleh tentakel retraktil.

Sisi ventral mempunyai 3 daerah amburakral yang dilengkapi alat


penghisap sebagai alat gerak.

Dinding tubuh terdiri dari kutikula yang dilindungi oleh epidermis.

Saluran pencernan panjang, kecil dan berkelok-kelok di dalam coelom.

Sering membenamkan diri di dasar lumpur atau pasir laut. Disebut


pula sebagai mentimun laut.

Gambar 42. Spesimen dari Kelas Holothuroidea.

Gambar 43. Spesimen dari Kelas Echinoidea.


Karakteristik Kelas Echinoidea yaitu:
-

Tubuh bulat, tidak mempunyai lengan tetapi dilengkapi spina yang


panjang dan dapat digerakkan.

32

Organ dalam berada pada pelindung yang keras, tersusun dari 10


deretan lembaran yang rangkap dan saling melekat dengan erat.

Pada permukaan luar terdapat deretan tubercle yang pendek dan


membulat.

Anus terletak di tengah pada aboral.

Sistem pernapasan menggunakan insang.

Sering disebut sebagai landak laut.

Gambar 44. Spesimen dari Kelas Echinoidea, yaitu Echinococus sp.

Gambar 45. Spesimen dari Kelas Echinoidea, yaitu Tripneustes gratillo.


9. Ikan
Kelas Osteicthyes (Ikan Bertulang Sejati)
Karakteristik:

33

Kulit memiliki banyak kelenjar mucus, biasanya bersisik (ganoid,


cycloud, atau ctenoid) dan beberapa lainnya tidak bersisik.

Rahang berkembang dengan baik.

Sirip-sirip berpasangan, disokong oleh jari-jari sirip dari kartilago atau


tulang, tidak memiliki kaki.

Skeleton terutama dari tulang sejati (ada sebagian tulangnya yang


tersusun atas tulang rawan).

Respirasi menggunakan insang berpasangan pada archus branchialis,


terletak di dalam satu rongga di kanan-kiri pharynx, mempunyai tutup
insang (operculum), biasanya mempunyai pneumatocyte, dan pada
ikan dipnioi, pneumatocyte seperti paru-paru.

Merupakan hewan poikilotermik.

Gambar 46. Latimeria menadoensis


Merupakan ikan yang ditemukan di Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara
pada kedalaman 100-150 m. Spesimen ini merupakan ikan betina yang
memiliki panjang tubuh 124 cm dan berat 29 kg.
Spesimen ini disebut sebagai IKAN FOSIL HIDUP YANG DITEMUKAN
DI PERAIRAN INDONESIA.
Ikan Coelacanth, Latimeria chalumnae Smith 1939 (Pisces:
Latimeriidae) pertama kali muncul dalam kehidupan sekitar 400 juta tahun
yang lalu. Ikan ini ditemukan dalam bentuk fosil yang tidak ditemukan
lagi pada sekitar 70 juta tahun yang lalu sehingga diperkirakan sudah
punah. Penemuan ikan coelacanth hidup terjadi pada tahun 1938 di lepas

34

pantai Afrika Selatan. Penemuan ini memberikannya predikat sebagai


fosil hidup.
Coelacanth merupakan ikan berukuran besar, bisa mencapai
panjang 2 meter dengan berat sekitar 100 kg, dapat mencapai umur 22
tahun, dan tidak mengeluarkan telur melainkan sudah berbentuk anak.
Selama ini ikan Coelacanth hidup hanya ditemukan di perairan Afrika
Selatan, Mozambik, dan Madagaskar, dan terbanyak di Kepulauan
Komoro. Keberadaan ikan ini semata-mata hanya di perairan lepas pantai
timur Afrika telah tersingkirkan dengan hasil tangkapan Bapak Lameh
Sonatham pada tanggal 30 Juli 1998 yang telah berhasil menangkap hidup
seekor ikan coelacanth di perairan Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara
yang berjarak hampir 10.000 km dari Kepulauan Komoro yang berada di
pantai Timur Afrika. Nelayan di Sulawesi Utara mengenai ikan ini sebagai
hasil sampingan dari jaring penagkap ikan hiu laut dalam dan mereka
menamakannya raja laut, meunjukkan adanya populasi ikan ini di
Indonesia terpisah dari yang terdapat di Afrika Timur (Mark Edmann,
Mohammad Kasim Moosa, dan Malikusworo Hutomo).

Gambar 47. Berbagai spesimen ikan koleksi Moseum Zoologi Bogor.

35

Gambar 48. Spesimen Ompok hypophthalmus yang biasanya ditemukan di


perairan Pulau Sumatera.

Gambar 49. Ikan Sidat (Anguilla marmorata). Spesimen ini ditemukan di Danau
Poso, Sulawesi Tengah. Dikoleksi pada tahun 2001 oleh Dr. Julia Haqi.

Gambar 50. Spesiemen ikan Wallago sp.


Spesiemen dari Amphibi dan Reptil
Karakteristik Amphibi:
-

Kulit lembap dan memiliki kelenjar mucus.

Mempunyai dua pasang tungkai untuk berjalan atau berenang.

36

Mempunyai dua lubang hidung yang berhubungan dengan rongga


mulut dilengkapi klep untuk menahan air.

Mata berkelopak dan dapat digerakkan.

Mempunyai membran tympani yang terletak di luar.

Rongga mulut bergigi dan lidah dapat dijulurkan ke luar.

Cor mempunyai 3 ruang, yaitu 2 atrium dan 1 ventrikel.

Bernafas dengan insang, paru-paru, kulit, atau dinding rongga mulut.

Otak dengan 10 pasang nervi cranialis.

Temperatur tubuh variable (poikilotermik).

Fertilisasi internal atau eksternal.

Karakteristik Reptilia:
-

Merupakan hewan polikilotermik.

Sepanjang hidupnya bernafas dengan paru-paru.

Kulit bening dan kering tertutup oleh sisik-sisik epidermis (pada ular),
lempeng tulang (buaya).

Pada mulut mulai terbentuk langit-langit sekunder yang memisahkan


rongga hidung dan rongga mulut.

Pembagian columna vertebralis menjadi lima daerah (seperti pada


mamalia), yaitu leher, dada, pinggang, pinggul, dan ekor.

Tungkai pentadactila.

Jantung terdiri atas tiga ruangan, pada buaya empat ruangan.

Mempunyai 12 pasang nervi cranialis.

Reprosuksi ovipar atau ovovivipar.

37

Gambar 51. Spesimen dari spesies Vananus salvator.

Gambar 52. Spesimen Varanus salvator (biawak). Spesimen ini ditemukan


di Tulido, Gorontallo pada tahun 2009.

Gambar 53. Contoh spesimen Reptilia, Orlitia borneesis. Spesies ini


ditemukkan di Danau Sentarum, Kalimantan Barat pada tahun 1995-1996
oleh Hellen K.

38

Gambar 54. Koleksi Amphibi, spesimen Rana afroki. Spesimen ini


ditemukkan pada tahun 2000 di Sungai Tiri.

Gambar 55. Selain koleksi spesesimen Invertebrata, Pisces, Amphibi, dan


Reptilia, terdapat spesimen Zooplankton yang ditemukan di perairan laut
dalam.
Preservasi

Laboratorium

Platyhelminthes,

Invertebrata

Nemathelminthes,

(Porifera,

Annelida,

Mollusca,

Choelenterata,
Arthropoda,

Echinodermata), dan Pisces (Chondrictyes Dan Ostechtyes).


Bahan-bahan yang diperlukan dalam pengawetan spesimen basah adalah:

39

alkohol 70%
formalin 4%
asam asetat glacial
gliserin
Untuk membuat larutan pengawet campurkan masing-masing bahan
dengan perbandingan yang tertentu, alkohol 70% 90 bagian, formalin 4 % lima
bagian dan asam asetat glasial 5 bagian. Khusus untuk gliserin digunakan untuk
mencegah terjadinya pengerutan pada hewan yang diawetkan terutama kalau tidak
tertutup dengan baik, tambahkan 5 bagian dari volume keseluruhan.
Sebelum melakukan pengawetan, bahan-bahan baik itu berupa tanaman
atau hewan harus dibersihkan terlebih dahulu. Untuk menghindari patahnya
beberapa bagian tubuh, gunakan pinset secara perlahan. Untuk hewan yang besar,
perut bagian bawah harus digunting supaya bahan pengawet bisa masuk ke dalam,
atau bahan pengawet disuntikkan.
Langkah berikutnya adalah menyiapkan botol sebagai wadah pengawet,
dan label sebagai keterangan yang berisi informasi tentang No. spesimen, Nama
spesimen, tanggal penemuan atau pengambilan, nama kolektor, dan jenis kelamin
spesimen.
2.Laboratorium Entomologi
Deskripsi Laboratorium Entomologi LIPI Zoologi Bogor
Laboratorium Entomologi merupakan laboratorium tertua di Museum
Zoologi Bogoriense, Laboratorium ini memulai aktivitasnya bersamaan dengan
didirikannya Landbouw-Zoologisch Laboratorium pada bulan Agustus 1894
dengan fokus penelitian pada serangga hama pertanian.
Fokus penelitian di Laboratorium Entomologi terutama pada bidang
sistematika dan ekologi Arthropoda (non Crustacea). Penelitian dalam bidang
sistematika dan ekologi yang dilakukan akan dapat meningkatkan pengetahuan
dan kapasitas dalam mendukung konservasi dan penggunaan kekayaan fauna

40

Arthropoda Indonesia. Meningkatnya pengetahuan tentang kekayaan biodiversitas


Arthropoda Indonesia akan sangat berguna bagi upaya konservasi di Indonesia.
Laboratorium Entomologi mempunyai spesimen serangga dan Arthropoda
lain yang tertua dan terlengkap di Indonesia. Namun demikian koleksi yang sudah
ada baru mencakup sekitar 15% dari kekayaan keanekaragaman serangga dan
Arthropoda Indonesia. Laboratorium Entomologi juga berfungsi sebagai pusat
koleksi ilmiah spesimen serangga dan Arthropoda lainnya.
Aktivitas Laboratorium Entomologi:
a. Penelitian dan kerjasama ilmiah dengan lembaga penelitian dan instansi
lain, baik dari dalam maupun luar negeri;
b. Penambahan, perawatan dan penyimpanan koleksi spesimen ilmiah;
c. Penyelenggaraan pelatihan identifikasi dan pengelolaan koleksi;
d. Seminar dalam bidang entomologi.
Tabel 1.1 Anggota Lab. Entomologi:
Nama
Dr. Hari Sutrisno
Prof. Dr. Yayuk R. Suhardjono
Prof. Dr. Woro A. Noerdjito
Pudji Aswari, B.Sc.
Ir. Liliek Endang Pujiastuti

Posisi
Kepala Laboratorium / Peneliti
Peneliti
Peneliti
Peneliti
Peneliti

Dr. Sri Hartini

Peneliti

Dr. Rosichon Ubaidillah

Peneliti

Dr. Sih Kahono

Peneliti

Dra. Erniwati

Peneliti

Dr. Djunijanti Peggie

Peneliti

Drs. Awit Suwito, M.Si

Peneliti

M. Rofik Sofyan, S.Si

Peneliti

Dr. Anggoro Hadi Prasetyo

Peneliti

41

Cahyo Rahmadi, S.Si.

Peneliti

Pungki Lupiyaningdyah, S.Si.

Peneliti

Wara Asfiya, S.Si.

Peneliti

Dhian Dwibadra, S.Si.

Peneliti

Hari Nugroho, S.Si.

Peneliti

Oscar Efendy, M.Si.

Peneliti

Endang Cholik

Teknisi

Darmawan

Teknisi

Rina Rahmatiyah

Teknisi

Fatimah

Teknisi

Sarino

Teknisi

Giyanto

Teknisi

Koleksi Laboratorium Entomologi LIPI Zoologi Bogor


Serangga adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang
bertungkai enam (tiga pasang), karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari
bahasa Yunani yang berarti berkaki enam). Kajian mengenai kehidupan serangga
disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia)
yang dibagi lagi menjadi 29 ordo.
Data diversitas serangga yang telah ditemukan.

Lebih dari 800.000

spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung


(Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa
kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya
(Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa
kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah
(Hymenoptera).
1. Ordo Lepidoptera ketika fase larva memiliki tipe mulut pengunyah,
sedangkan ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat
dapat dijumpai di pepohonan.

42

2. Ordo Collembola memiliki ciri khas yaitu memiliki collophore, bagian


yang mirip tabung yang terdapat pada bagian ventral di sisi pertama
segmen abdomen. Ada beberapa dari jenis ini yang merupakan karnivora
dan penghisap cairan. Umumnya Collembolla merupakan scavenger yang
memakan sayuran dan jamur yang busuk, serta bakteri, selain itu ada dari
jenis ini yang memakan feses Artropoda, serbuk sari, ganggang, dan
material lainnya.
3. Ordo Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan termasuk herbivore.
Habitatnya adalah di permukaan tanah, dengan membuat lubang, selain itu
juga membuat lubang pada kulit pohon, dan ada beberapa yang membuat
sarang pada dedaunan .
4. Ordo Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa spesies sebagai
predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah. Ciri khas yang
dapat dijumpai yaitu sayap depan lebih keras dari sayap belakang.
5. Ordo Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya bersegmen
terdiri atas toraks dan abdomen. Abdomennya terdapat bagian seperti
garpu. Ordo Diplura memiliki mata majemuk, tidak terdapat ocelli, dan
tarsinya terdiri atas satu segmen. Habitatnya di daerah terrestrial, dapat
ditemukan di bawah batu, di atas tanah, tumpukan kayu, di perakaran
pohon, dan di gua. Ordo ini merupakan pemakan humus.
6. Ordo Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap. Ada
beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan
pada tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan,
maupun manusia. Ordo ini banyak ditemukan di bagian bunga dan daun
dari tumbuhan, kulit pohon, serta pada jamur yang busuk.
7. Ordo Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini
termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat
kanibal atau suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan.
Biasanya ditemukan di sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah
bebatuan.

43

Gambar 56. Hiasan dari sayap insecta.


Sayap insecta dapat dijadikan hiasan rumah yang artistik setelah disusun
sedemikian rupa.

Gambar 57. Hiasan dari susunan sayap insecta.

Gambar 58. Poster pengenalan serangga.


Poster ini berisi bentuk umum serangga dan habitatnya. Selain itu, dicantumkan
pula peranannya dalam lingkungan, baik peranan yang menguntungkan maupun
peranan yang merugikan.
Banyak serangga yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya
sebagai organisme pembusuk dan pengurai termasuk pengurai limbah, sebagai
44

objek estetika dan wisata seperti kupu-kupu, kumbang yang berwarna-warni,


bermanfaat pada proses penyerbukan maupun sebagai hama tanaman, pakan
hewan (burung) yang bernilai ekonomi tinggi, penghasil madu (dari genus Apis)
dll. Disamping peran secara langsung serangga juga memiliki peran yang tidak
langsung yaitu menjaga keseimbangan ekologi di alam, karena serangga termasuk
salah satu dari rantai makanan, dimana beberapa jenis burung menjadikan
serangga sebagai makanan utamanya.
Namun jika jumlahnya tidak terkendali karena keseimbangan alam yang
terganggu akibat berkurangnya pemangsa serangga, maka jumlah serangga akan
tidak terkendali, karena salah satu sifatnya yang dapat berkembang biak dengan
cepat, sehingga hal ini juga akan merugikan, baik bagi pertanian, perkebunan,
kepada manusia secara langsung. Bebarapa daerah menjadikan beberapa jenis
belalang sebagai bahan makanan, seperti belalang kayu, larva beberapa jenis
kumbang juga di konsumsi sebagai makanan yang lezat. secara kandungan gizi
belalang kaya akan kandungan protein hewani.

Gambar 59. Nama Spesies: Xylothrupes gedeon.


Ciri khas hewan jantan pada spesies ini adalah:
-

Bentuk tubuh bulat pendek.

Permukaan sayap kerasnya mengkilap, licin, dan tidak bercorak garis.

Memiliki catut atau tanduk yang jumlahnya sepasang, letaknya di atas dan
bawah.

Usia jantan lebih pendek daripada usia betina (usia jantan 8 bulan, usia
betina mencapai 2 tahun).
45

Merupakan parasit pada kelapa sawit.

Gambar 60. Berbagai spesies serangga yang terdapat di Taman Nasional Gunung
Ciremai.
-

Vespa velutina, dari ordo Hymenoptera, Family Vespidae.

Bombus rufipes, dari ordo Hymenoptera, Family Apidae.

Leptodera ornatipennis, dari ordo Orthoptera, Family Tettigonidae.

Paneshtia sp, dari ordo Blattodea, Family Blaberidae.

Euploea leucosticios, dari ordo Lepidoptera, Family Danaidae.

Phylium sp, ordo Orthopera.

Gambar 61. Keanekaragaman Kupu-kupu Siang Yapen.


Diantaranya adalah:
-

Papilio sp, dari Family Papilionidae.

Hypolimnas alimena, dari Family Nymphalidae.

Papilio achenor.

Vindula arsinoe, dari Family Mymphalidae.

Euploea treitschkei dari Family Nymphalidae.

Euploea sylvester dari Family Nymphalidae.

46

Euploea wallacei, dari Family Nymphalidae.

Gambar 62. Spesimen Xylothrupes gedeon dengan penampang sayapnya.


Sayap Xylothrupes gedeon panjangnya melebihi panjang tubuh, tipis, transparan,
dan berwarna coklat tua.

Gambar 63. Keanekaragaman Kumbang di Indonesia.


Salah satu keanekaragaman hayati yang dapat dibanggakan Indonesia adalah
serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biota
utama yang diketahui di Indonesia (Bappenas, 1993). Diantara kelompok
serangga tersebut, kumbang (Coleoptera) merupakan kelompok terbesar karena
menyusun sekitar 40% dari seluruh jenis serangga dan sudah lebih dari 350.000
jenis yang diketahui namanya (Borror dkk., 1989). Indonesia diperkirakan
memiliki sekitar 10% jenis kumbang dari seluruh kumbang yang ada didunia
(Noerdjito, 2003). Khusus di Sulawesi, diperkirakan terdapat 6000 jenis kumbang
setelah Hammond berhasil mengoleksi 4500 jenis kumbang dari hutan dataran
rendah di Sulawesi Utara (Watt et al., 1997).

47

Gambar 64. Spesimen Oryctyes rhinoceros.


Hewan jantan dari spesies ini memiliki ciri-ciri:
-

Bentuk tubuh lonjong.

Permukaan sayap kerasnya kusam, bercorak garis-garis.

Memiliki satu catut yang terletak di bagian bawah caput.

Hewan jantan memiliki usia yang lebih pendek daripada hewan betina
(usia jantan delapan bulan, sedangkan usia betina mencapai dua tahun).

Merupakan parasit pada Palmae, khususnya kelapa sawit.

Gambar 65. Beberapa jenis kupu-kupu yang dilindungi.


-

Ornithoptera tithonus (Kupu Burung Titon atau Tithonus Birdwing).


Ditemukan di Indonesia. Status Konservasi: Data Deficient.

Troides hypolitus (Kupu-kupu Raja atau Rippons Birdwing). Endemik


Maluku dan Sulawesi, Indonesia.

Ornithoptera goliath (Kupu sayap burung goliat). Ditemukan di Indonesia


bagian timur.

Ornithoptera priamus (Kupu Sayap Priamus). Ditemukan di Maluku,


Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Australia.
48

Ornithoptera tithonus (Kupu Burung Titon atau Tithonus Birdwing).


Ditemukan di Indonesia. Status Konservasi: Data Deficient.

Gambar 66. Keanekaragaman Kupu-kupu di Indonesia.


Kupu-kupu termasuk dalam serangga (insecta) yang memiliki ciri tubuh
beruas-ruas dan memiliki tiga pasang kaki. Kupu-kupu termasuk dalam sub-kelas
pterygota karena memiliki sayap, dan termasuk dalam ordo Lepidoptera karena
memiliki sayap yang ditutupi sisik halus yang memberi corak dan warna sayap
yang menarik.
Di Indonesia, menurut Soekardi (2007), belum ada data yang pasti
mengenai jumlah jenis kupu-kupu. Di Pulau Sumatera diperkirakan terdapat tidak
kurang dari 1.000 spesies kupu-kupu, walaupun data tentang keanekaragaman
kupu-kupu di Sumatera belum lengkap. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat
77 spesies, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 185 spesies, dan Taman kupukupu Gita Persada, Gunung Betung Lampung 107 spesies (Soekardi 2007).
Penelitian Dahelmi et al. (2010) melaporkan bahwa di Sumatera Barat tercatat
sekitar 325 spesies kupu-kupu. Di Rokan Hulu Provinsi Riau terdapat 150 spesies
kupu-kupu (PEI-Pusat 2011). Di Taman Nasional Kerinci Seblat Jambi terdapat
230 spesies kupu-kupu (Salmah et al. 2002).

49

Gambar 67. Keanekaragaman Semut di Indonesia.

Gambar 68. Keanekaragaman Kupu-Kupu di Indonesia


Diantaranya adalah:
-

Troidea criton.

Troides amphrysus.

Troides plato.

Troides haliphron.

Gambar 69. Contoh spesimen ngengat.


Kupu-kupu seringkali tertukar dengan ngengat yang juga termasuk kedalam ordo
lepidoptera. Antara kupu-kupu dan ngengat dapat dibedakan dari perbedaan

50

morfologi dan perilakunya (Stanek 1992 diacu dalam Noerdjito dan Aswari 2003)
yaitu :
1. Ngengat hinggap dengan posisi kedua sayap terbuka atau terentang
sedangkan kupu-kupu hinggap dengan posisi sayap tertutup.
2. Ngengat pada umumnya aktif pada malam hari (nokturnal) dan tertarik
dengan cahaya lampu sedangkan kupu-kupu aktif di siang hari (diurnal).
3. Ngengat memiliki antena (sungut) pendek dengan bentuk yang
menyerupai bulu dan gilig seperti lidi beberapa jenis ujungnya membesar (
Clubbed) sedangkan kupu-kupu memiliki antena yang langsing,
4. Ulat atau larva ngengat memiliki kaki semu (kaki perut) kurang dari lima
pasang sedangkan kupu-kupu memiliki lima pasang kaki semu (kaki
perut).
5. Pupa ngengat di dalam kokon sutera, sedangkan pupa kupu-kupu tidak
diselimuti kokon sutera dan umumnya pada bagian ujung dilengkapi
dengan substansi sutera atau tali sutera untuk menopang pelekatannya
pada substrat.

Gambar 70. Data Khasanah Spesimen Serangga.


Koleksi serangga di Museum Zoologi Bogor terdiri atas 32 ordo, yaitu:
-

Collembola,

Protura,
Diplura,
Archeognata,
Thysanura,

Mantodea,

51

Ephemeropthera,
Odonata,
Plecoptera,
Blattodea,
Isoptera,

Gryloblattdea,

Dermaptera,
Orthoptera,
Phasmatodea,
Embioptera,
Zoraptera,
Psocoptera,
Phthiraptera,
Hemiptera,
Thysanoptera,
Megaloptera,

Raphidioptera,
Neuroptera,
Coleoptera,
Strepsiptera,
Mecoptera,
Siphonaptera,
Diptera,
Trichoptera,
Lepidoptera,
Hymenoptera

Gambar 71. Poster Pengawetan Serangga.

Gambar 72. Agen Pengendalian


Hayati.

52

Serangga agen pengendalian hayati merupakan serangga yang berperan untuk


menjaga keberlangsungan keseimbangan ekosistem. Serangga agen pengendalian
hayati terdiri atas dua kelompok yaitu serangga parasitoid dan serangga predator.
Kedua kelompok serangga tersebut memiliki peran yang timbal balik untuk menjaga
keseimbangan ekosistem dalam suatu lingkungan. Adapun serangga yang berperan

sebagai agen pengendalian hayati adalah:


Serangga predator:

Vespa affinis.
Allorhynchium argeniatum.
Phymenes flavopictus blanchardi.
Polistes stigma.
Calligaster cyanopterus.
Delia companiforme.

Serangga parasit:

Elachertus sobrinus.
Eulomorpha flavicornis.
Hemiptarsenus varicornis.
Euplectromorpha bicarinata.
Euplectomorpha maculata.

Gambar 73. Jenis-Jenis Serangga Liar yang Dapat Dikelola untuk Meningkatkan
Produksi Pertanian

Xylocopa caerulea. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.


Apis dorsata. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.
Xylocopa confusa. Ordo Hymenoptera, Family Apdae.
Xylocopa latipes. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.
Trigona apicalis. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.
Ceratina sp. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.
Ceratina cognate. Ordo Hymenoptera, Family Apidae.

53

- Gambar 74. Serangga Sumber Protein.


Serangga selain memiliki manfaat bagi lingkungan, juga memiliki manfaat bagi
manusia, karena sebagian serangga dapat dijadikan sebagai makanan yang kaya akan
zat-zat gizi seperti protein. Adapun serangga yang diketahui memiliki kandungan
protein yang tinggi adalah:

Gryllus sp.
Brachytrupes portentosus.
Sea ferox.
Valanga nigricornis.
Locusta migratoria.
Ordo Isoptera.
Rhynchophorus ferrugineus.
Orthertrum sabrina.
Plantala flavescens.

- Gambar 75. Keanekaragaman Kupu-Kupu di Indonesia.


Keterangan: Kupu-kupu dari spesies:

Eurema hecabe, dari Family Pieridae.


Eurema alitha, dari Family Pieridae.
Euploea leucostictos, dari Family Nymphalidae.

54

- Gambar 76. Stadium metamorfosis pada kupu-kupu.


Keterangan: Berbagai stadium metamorfosis pada kupu-kupu, di antaranya adalah
telur berupa parasit pada daun tumbuhan, instar pertama, pupa, ulat, kepompong yang

berupa gulungan pada daun tumbuhan, kupu-kupu muda, dan kupu-kupu dewasa.
Kupu-kupu merupakan sumber makanan yang mengandung protein yang tinggi.

Gambar 77. Spesimen kupu-kupu dari spesies Erionota thrax dan stadium larva
kepompong.

Gambar 78. Spesimen kumbang spesies Rhynchoporus ferrugineus.


55

- Gambar 79. Beberapa koleksi spesimen kumbang yang diperdagangkan.


Di antaranya adalah:
Batocera rosenbergi
Nemophas rosenbergi
Psopocoilus occipitalis
Odotonlabis nishiyamai
Odontolabis brookianus.
Preservasi Spesimen di Laboratorium Entomologi LIPI Zoologi Bogor

Gambar 80. Poster Alat Koleksi Serangga dan Arthropoda Lain.


-

Gambar 81. Data Khasanah Spesimen serangga


56

Adapun peralatan yang digunakan untuk mengoleksi serangga antara lain:

Jaring serangga, untuk menagkap serangga terbang.


Jaring sapu, untuk ektoparasit.
Jaring serangga air, untuk menangkap serangga lain.
Aspirator, untuk menangkap serangga kecil.
Nampan penggoyang, untuk menampung serangga yang jatuh dari daun/cabang pohon

setelah digoyang atau dipukul.


Pinset, untuk memungut serangga kecil/bersengat.
Perangkap umpan, untuk memerangkap kupu-kupu, kumbang, atau serangga lainyang
tertarik dengan umpan yang dipasang, misanya (1) digantung, (2) pisang, (3)

daun/kayu, (4) kotoran.


Perangkap sumuran, untuk serangga yang merayap di permukaan tanah.
Perangkap nampan kuning, untuk memerangkap serangga yang tertarik warna kuning.
Perangkap gantung, untuk memerangkap kumbang kayu, misalnya kumbang

Carambycidae.
Perangkap jendela/penghalang, untuk memerangkap serangga kecil, contohnya

kumbang.
Perangkap malaise, untuk memerangkap serangga kecil yang aktif terutama di siang

hari.
Perangkap lampu, untuk memerangkap serangga yang tertarik pada cahaya di malam

hari.
Kantong Winkler, untuk memisahkan serangga/arthropoda lain dari serasah.
Ayakan serasah, untuk mengayak serasah.
Corong Berlesse dan Corong Tullgren., untuk memisahkan serangga dari serasah atau

tanah.
Pengasapan dengan insektisida, untuk menagkap serangga yang berada di kanopi atau

tajuk tumbuhan tinggi.


Penyemprotan dengan insektisida, untuk menangkap serangga dan arthropoda lain
yang menempel pada batang pohon.

Cara mengawetkan serangga koleksi kering:

1.
2.
3.
-

Serangga dimatikan (bergantung pada kelompoknya) dengan cara:


Dimasukkan ke dalam botol pembunuh (killing bottle) berisi zat beracun ethyl acetate.
Ditekan bagian thorax.
Disuntik alkohol 70%.
Dicelupkan ke dalam larutan aceton.
Dijarum atau ditempel pada kertas.
Dikeringkan di dalam almari pemanas (oven), dengan suhu 45 C seperti:
Kupu-kupu dan ngengat dikeringkan selama 30 hari.
Capung dikeringkan 40 hari.
Serangga lainnya cukup 1 minggu, kecuali Hymenoptera dan serangga kecil lainnya

cukup diangin-anginkan.
4. Diberi label dan disusun dalam laci.
5. Pembebasan hama.
57

Laci berisi serangga dibungkus plastik rapat-rapat kemudian dimasukkan ke dalam

ruang pendingin:
Suhu -20 C selama 2 hari.
Suhu kamar selama 2 hari.
Suhu -20 C selama 2 hari.
Disimpan dalam ruang koleksi pada suhu 18-20 C dengan kelembapan 45-50 rell.

3. Laboratorium Ornitologi (AVES)


a. Deskripsi Laboratorium Ornitologi
- Laboratorium Ornitologi yang merupakan pusat penelitian dan studi yang berkaitan
dengan dunia satwa burung memiliki berbagai kegiatan yang mencakup berbagai bidang
keilmuan. Kegiatan tersebut dimulai dari studi dasar inventarisasi burung dan
keanekaragamannya, ekologi jenis dan komunitas, sistematika konvensional dan
molekuler, fisiologi burung, penangkaran dan lain-lain. Penelitian tersebut tidak hanya
bersumber dari minat dan keahlian peneliti tapi juga mengakomodir berbagai kebutuhan
mendesak yang berkaitan dengan dunia burung misalnya tentang masalah flu burung dan
burung-burung bermigrasi.
- Tingginya frekuensi dan aktivitas penelitian tersebut tentu saja tidak dapat dipisahkan
dari aset Lab. Ornitologi yang sangat penting karena aset tersebut tidak hanya bernilai
ilmiah tapi juga aset nasional yang sangat penting keberadaanya. Aset tersebut adalah
koleksi spesimen burung yang merupakan satu-satunya koleksi nasional yang menjadi
referensi ilmiah jenis-jenis burung Indonesia yang berstandar internasional.
-

58

- Gambar 82.
Penyimpanan Spesimen
-

- Gambar

- Gambar

83. Ruang

84. Ruang

Proses

Studi

59

- Koleksi spesimen burung di Laboratorium Ornitologi telah dimulai sejak zaman


pendudukan Belanda sebagaimana koleksi fauna lainnya. Proses pengumpulan spesimen
dimulai sekitar tahun 1894 namun kegiatan pencatatan katalog baru di lakukan sekitar
1920 yang diinisiasi oleh H.C.Siebers. Oleh karena itu spesimen tertua yang tercatat
tanggal 30 Maret 1866 untuk jenis Kancilan Emas/ Golden Whistler (Pachycephala
pectoralis) memiliki nomor. 5738. Sedangkan nomor satu tercantum pada spesimen
Gagak (Corvus macrorhynchos) koleksi tahun 1920. Beberapa kolektor pionir yang
menjadi basis koleksi spesimen burung antara lain T.J. Kuiper, Mohari, Sody, Denin,
M.A. Lieftink, Saan, Madzoed, Tarip, Hoogerwerf, dll.
- Koleksi spesimen burung didominasi oleh koleksi kulit yang jumlahnya mendekati
angka 32000 nomor. Namun demikian jumlah tersebut baru mencakup sekitar 60% jenisjenis burung di Indonesia dari total sekitar 1600 jenis yang telah dideskripsikan. Jenisjenis koleksi lain seperti koleksi basah, tulang, sarang dan telur jumlahnya sangat sedikit
dan menjadi sasaran pengembangan koleksi berikutnya selain usaha untuk melengkapi
spesimen kulit dari jenis burung yang belum ada.
-

- Gambar 85. Katalog


Spesimen
-

60

- Gambar
86.
Holotipe
Melipotes
carolae

- Gambar
87.
Holotipe
Zosterops
somadikar
tai

Jumlah koleksi spesimen tipe sekitar 1000 nomor yang terdiri atas holotype, syntipe,

lectotype, paratype dan paralectotype. Saat ini, tipe-tipe dari Hoogerwerf yang bersumber
dari hasil perjalanannya di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya telah selesai dikaji ulang.
Selain tipe, koleksi penting lainnya adalah spesimen burung Meksiko yang berjumlah 62
individu dari 46 jenis.
- Beberapa tipe dari jenis baru yang cukup mengejutkan dunia ornitologi juga disimpan
di Lab. Ornitologi, seperti Kacmata Togian/ Togian White-eyes (Zosterops somadikartai
Indrawan et.al 2007) dan Melipotes Foja/ Wattled Smokey Honeyeater (Melipotes carolae
Beehler et.al 2007).
- Selain koleksi spesimen kulit dan komponen lainnya, Lab. Ornitologi bekerja sama
dengan Lab. Genetika meningkatkan koleksi material genetika seperti darah, organ dan
jaringan. Jumlah nomor dan jenis burung-burung yang dikoleksi meningkat dengan pesat.
Seiring
- dengan perkembangan teknologi molekular, koleksi tersebut menjadi target program
barcoding yang tentunya akan meningkatkan penelitian sistematika burung dan akan
menjadi unsur penting bagi konservasi burung-burung terancam punah di Indonesia.
- Tujuan Kegiatan Laboratorium Ornitologi
a. Memiliki koleksi spesimen dari seluruh jenis-jenis burung di Indonesia dari tingkat
jenis, anak jenis, populasi, umur dan sex; dalam bentuk semua komponen spesimen
sperti kulit, tulang, basah, darah, jaringan, telur, dll;
b. Memelihara dengan baik dan sistematis koleksi yang telah tersimpan di Lab.
Ornitologi;
c. Menjalankan dan mendukung penelitian burung di Indonesia;
d. Mendukung pembuatan kebijakan dengan lembaga-lembaga terkait yang berkaitan
dengan perlindungan burung di Indonesia.
-

Publikasi :
61

Darjono. 2000. Bird Collection in the

Bogor Zoological Museum, Indonesia. Ed. K. Matsuura. Proceeding of the First and
Second Symposia on Collection Building and Natural History Studies in Asia. National
Science Museum Monographs 18: 33-35.
Beehler, B. D.M. Prawiradilaga, Y.de Fretes & N.Kemp (2007). A New Species of Smoky
Honeyeater (Meliphagidae: Melipotes) from Western New Guinea. The Auk 124(3): 100010009.
Sodhi, N.S., L.P.Koh, D.M. Prawiradilaga, Darjono, I. Tinulele, D.D. Saputra & T.H.Tan.
2005. Land use and conservation value for forest birds in Central Sulawesi (Indonesia).
Biological Conservation 122 (4): 547-558.
Sodhi, N.S,T.M. Lee, L.P.Koh & D.M.Prawiradilaga. 2006. Long-term avifaunal
impoverishement in an isolated tropical woodlot. Conservation Biology 20(3): 772-779.
Sudaryanti, S. Somadikarta & Darjono. 2006. The Types of Hoogerwerfs New Taxa of
Birds in the Collection of The Museum Zoologicum Bogoriense, Cibinong Science Centre
Bogor, Indonesia. Treubia 34: 1-35.
b. Koleksi Speseimen di Laboratorium Ornitologi
-

- Gambar 88. Papan penunjuk laboratorium Ornitologi


1. Burung Rangkong Dichoceros bicornis
62

- Gambar 89. Burung Rangkong


: Hampir Terancam

Status konservasi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Bucerotiformes
Famili
: Bucerotidae (Rafinesque, 1815)
Genera
: Dichoceros
Spesies
: Dichoceros bicornis
Enggang atau Rangkong (bahasa Inggris: Hornbill) adalah sejenis burung yang

mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu
berwarna terang. Nama ilmiahnya "Buceros" merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki
arti "tanduk sapi" dalam Bahasa Yunani. Burung Enggang tergolong dalam familia
Bucerotidae yang termasuk 57 spesies. Sembilan spesies daripadanya berasal endemik
di bagian selatan Afrika. Makanannya terutama buah-buahan juga kadal, kelelawar,
tikus, ular dan berbagai jenis serangga. Ketika waktunya mengeram, enggang betina
bertelur sampai enam biji telur putih terkurung di dalam kurungan sarang, dibuat antara
lain dari kotoran dan kulit buah. Hanya terdapat satu bukaan kecil yang cukup untuk
burung jantan mengulurkan makanan kepada anak burung dan burung enggang betina.
2. Burung Elang Jawa

- Gambar 90. Burung Elang Jawa


- Status konservasi : Terancam (IUCN 3.1)
- Klasifikasi ilmiah
63

Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Falconiformes
Famili
: Accipitridae
Genus
: Nisaetus
Spesies
: N. bartelsi
Nama binomial
: Nisaetus bartelsi (Stresemann, 1924)
Sinonim
: Spizaetus bartelsi
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu spesies elang berukuran

sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang
negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan
sebagai maskot satwa langka Indonesia. Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari
ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung
Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan
hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan
pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa.
Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng. Elang Jawa
menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun
pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung
Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga
ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 mdpl.
3. Burung Elang Gunung

- Gambar 91. Burung Elang Gunung


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Accipitriformes
Famili
: Accipitridae
Genus
: Spizaetus
Spesies
: S. cirrhatus
64

- Nama binomial : Spizaetus cirrhatus (Gmelin, 1788)


Elang Gunung adalah sejenis burung pemangsa anggota suku Accipitridae.
Dinamai demikian kemungkinan karena warnanya yang berbercak-bercak (pada bentuk
yang berwarna terang). Namanya dalam bahasa Inggris adalah Changeable Hawk-eagle
karena warnanya yang sangat bervariasi dan berubah-ubah, sedangkan nama ilmiahnya
yalah Spizaetus cirrhatus. Elang gunung berbiak di wilayah yang luas, mulai dari
kawasan Asia selatan di India dan Sri Lanka, tepi tenggara Himalaya, terus ke timur
dan selatan melintasi Asia Tenggara hingga ke Indonesia dan Filipina.
4. Sarang Manyar

- Gambar 92. Sarang Manyar


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Ploceidae
Genus
: Ploceus
Spesies
: P. manyar
Nama binomial : Ploceus manyar (Horsfield, 1821)
Manyar adalah jenis burung pemakan biji-bijian atau granivora yang

menyukai habitat terbuka seperti padang rumput, tepi hutan, rawa dan persawahan.
Musim berbiak dimulai bulan April hingga Oktober. Seekor pejantan dapat mengawini
lebih dari satu betina. Keberhasilan seekor pejantan dalam mengawini betina sangat
bergantung pada "kesempurnaan" sarang yang dia bangun. Para burung betina yang
tertarik pada jantan tertentu akan menyelidiki sarang sang jantan dengan cermat, dan
bila sang betina berkenan, maka perkawinan dapat terjadi. Di Indonesia, dikenal
berbagai jenis manyar masuk dalam marga Ploceus anggota suku Ploceidae. Ada empat
jenis manyar di Asia Tenggara dan tiga di antaranya dapat dijumpai di Indonesia, yaitu
tempua (Ploceus philippinus), manyar jambul (Ploceus manyar), dan manyar emas
(Ploceus hypoxanthus).
65

- Sarang manyar berbentuk sangat unik. Sarangnya merupakan salah satu yang paling
rumit, dalam bahasa Inggris disebut "weaver bird" berarti burung penganyam. Beberapa
jenis sarang bahkan dilengkapi dengan "pintu tipuan" untuk mengelabui pemangsa.
Pintu tersebut tampak jelas menganga, sementara pintu yang sebenarnya tersembunyi.
Pemangsa yang mencoba masuk pintu tipuan akan menemui jalan buntu, tidak
terhubung ke rongga tempat telur atau anak burung berada.
5. Telur Kasuari

- Gambar 93. Telur Kasuari


-

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Struthioniformes
Famili
: Casuariidae
Genus
: Casuarius
Spesies
: Casuarius casuarius
(Brisson, 1760)
Burung Kasuari merupakan jenis burung yang mudah dikenal, karena selain

bentuk tubuhnya yang besar, burung ini juga memiliki kekhasan dalam warna dan
bentuk bulu. Burung kasuari dikelompokan dalam 3 jenis (spesies), yaitu Casuarius
bennetti (Kasuari Kerdil), Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda), Casuarius
unappendiculatus (Kasuari Gelambir Tunggal). Jenis yang sekarang menjadi maskot
Provinsi Papua Barat (terdapat dalam logo) adalah Casuarius casuarius (Kasuari
Gelambir Ganda), karena memang jenis ini paling banyak dijumpai di daerah Kepala
Burung (Provinsi Papua Barat).
Kasuari sering diburu orang untuk diambil daging, bulu dan telurnya. Bulu
dan telur kasuari sering diperdagangkan sebagai cendera mata, karena memiliki bentuk
yang unik dan indah. Telur burung kasuari sangat besar yang menggambarkan betapa
besar induknya dan memiliki cangkang yang keras sehingga dapat diukir. Selain itu

66

kasuari juga sering diperdagangkan dalam keadaan hidup untuk dipelihara sebagai
kesenangan.
6. Kerangka Sempidan Kalimantan Lophura bulweri

- Gambar 94. Kerangka Sempidan Kalimantan


Status konservasi : Rentan (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galliformes
Famili
: Phasianidae
Upafamili : Phasianinae
Genus
: Lophura
Spesies
: L. bulweri
Nama binomial : Lophura bulweri (Sharpe, 1874)
Sempidan kalimantan (Lophura bulweri) atau dikenal juga dengan nama

Beleang Bulwor adalah burung dari Asia Tenggara dalam keluarga Phasianidae,
endemik hutan rimba pulau Kalimantan. Saat ini terdaftar sebagai Rentan oleh IUCN.
Burung ini memiliki ciri-ciri dimorfisme seksual. Jantannya memiliki total panjang
sekitar 80 sentimeter (31 in), dan berbulu hitam dengan dada merah marun, kaki merah,
ekor panjang putih murni, bulu melengkung, dan kulit wajah biru cerah dengan dua pial
yang menyembunyikan sisi-sisi kepalanya. Betina memiliki total panjang sekitar 55
sentimeter (22 in), dan keseluruhannya berwarna coklat kusam dengan kaki merah dan
kulit muka biru. Sempidan Kalimantan adalah endemik Pulau Kalimantan. Sementara
spesies ini secara lokal biasa ditemui di kawasan terlindung (misalnya Taman Nasional
Kayan Mentarang, Kalimantan Timur), mereka jarang ditemukan di tempat lain.
Burung ini mendiami bukit dan wilayah bawah hutan pegunungan tropis, cenderung
memilih hutan hujan dataran tinggi dan jarang mengunjungi dataran rendah di bawah
ketinggian 300 meter (980 kaki). Makanannya terutama terdiri dari buah-buahan,
cacing, dan serangga.
67

7. Burung Kuau Raja

- Gambar 95. Burung Kuau Raja


Status konservasi : Hampir Terancam
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galliformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Argusianus
Spesies
: A. argus
Nama binomial : Argusianus argus (Linnaeus, 1766)
Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus argus adalah salah satu

burung yang terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu berwarna
coklat kemerahan dan kulit kepala berwarna biru. Burung jantan dewasa berukuran
sangat besar, panjangnya dapat mencapai 200cm. Di atas kepalanya terdapat jambul
dan bulu tengkuk berwarna kehitaman. Burung jantan dewasa juga memiliki bulu sayap
dan ekor yang sangat panjang, dihiasi dengan bintik-bintik besar menyerupai mata
serangga atau oceli. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan,
panjangnya sekitar 75cm, dengan jambul kepala berwarna kecoklatan. Bulu ekor dan
sayap betina tidak sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi dengan sedikit oceli.
Populasi Kuau Raja tersebar di Asia Tenggara. Spesies ini ditemukan di hutan tropis
Sumatra, Borneo dan Semenanjung Malaysia. Pada musim berbiak, burung jantan
memamerkan bulu sayap dan ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu sayapnya
dibuka membentuk kipas, memamerkan "ratusan mata" di depan pasangannya. Nama
binomial spesies ini diberikan oleh Carolus Linnaeus, berdasarkan dari raksasa bermata
seratus bernama Argus di mitologi Yunani. Burung betina menetaskan hanya dua telur
saja. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan serta penangkapan liar yang terus
berlanjut, Kuau Raja dievaluasikan sebagai beresiko Hampir Terancam di dalam IUCN
Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.
68

8. Burung Celepuk Flores / Flores scops owl / Otus alfredi

- Gambar 96. Burung Celepuk Flores


Status konservasi : Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Strigiformes
Famili
: Strigidae
Genus
: Otus
Spesies
: O. alfredi
Nama binomial : Otus alfredi (Hartert, 1896)
Celepuk Flores (Otus alfredi) adalah burung dari keluarga Strigidae. Untuk

pertama kalinya, burung ini ditemukan di Gunung Repok, Flores. Ditemukan pada
tahun 1896. Burung ini merupakan endemik Flores. Sejak saat itu, burung celepuk
flores tak ditemukan hingga Maret, 1994. Catatan terakhir burung ini dibuat pada 1997.
Celepuk flores adalah burung pendiam. Burung ini hinggap di tempat yang tinggi,
sehingga burung ini sulit untuk dilihat.
9. Burung Paruh Bengkok, Perkici Pelangi

- Gambar 97. Burung Paruh Bengkok


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)[1]
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Psittaciformes
69

Famili
: Psittacidae
Bangsa
: Lorini
Genus
: Trichoglossus
Spesies
: T. haematodus
Nama binomial : Trichoglossus haematodus (Linnaeus, 1771)
Lorikeet pelangi, Trichoglossus haematodus adalah salah satu spesies dari

kakatua Australasia yang dapat ditemukan di Australia, Indonesia timur, Papua Nugini,
Kaledonia Baru, Kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di Australia, biasanya lorikeet
pelangi berada di daerah timur, dari Queensland sampai South Australia dan Tasmania
baratlaut. Habitatnya terletak di hutan hujan dan semak-semak pantai. Lorikeet Pelangi
telah diperkenalkan ke Perth, Western Australia, Auckland, Selandia Baru dan Hong
Kong China. rikeet merupakan Burung Beo dalam keluarga Psittacidae dalam urutan
Psittaciformes. Rainbow Lorikeet sering termasuk Red-collared Lorikeet (T.
rubritorquis) sebagai subspesies, tetapi sekarang sebagian besar otoritas utama
menganggapnya sebagai khas. Selain itu, tinjauan pada tahun 1997 menyebabkan
rekomendasi pemisahan dari beberapa taksa yang paling khas dari Sunda Kecil sebagai
spesies yang terpisah, Scarlet-breasted Lorikeet (T. forsteni), Marigold Lorikeet (T.
capistratus) dan Lorikeet Flores (T. weberi). Hal ini semakin diikuti oleh otoritas besar.
Dengan spesies terpisah, Rainbow Lorikeet meliputi subspesies sebagai berikut {guna
untuk Taksonomi) sebagian besar nama umum yang tercantum di bawah hanya
digunakan dalam peternakan burung.
10. Burung Cenderawasih
-

- Gambar 98. Burung Cenderawasih


Status Konservasi : Risiko rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Paradisaeidae
70

Burung-burung Cenderawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari

ordo Passeriformes. Mereka ditemukan di Indonesia timur, pulau-pulau selat Torres,


Papua Nugini, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu
burung jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit
yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya. Ukuran burung Cenderawasih mulai
dari Cenderawasih raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cenderawasih paruh-sabit
Hitam pada 110 cm dan Cenderawasih manukod jambul-bergulung pada 430 gram.
Banyak jenis mempunyai ritual kawin yang rumit, dengan sistem kawin jenis-jenis
Paradisaea adalah burung-burung jantan berkumpul untuk bersaing memperlihatkan
keelokannya pada burung betina agar dapat kawin. Sementara jenis lain seperti jenisjenis Cicinnurus dan Parotia memiliki tari perkawinan yang beraturan. Burung jantan
pada jenis yang dimorfik seksual bersifat poligami. Banyak burung hibrida yang
dideskripsikan sebagai jenis baru, dan beberapa spesies diragukan kevalidannya.
Jumlah telurnya agak kurang pasti. Pada jenis besar, mungkin hampir selalu satu telur.
Jenis kecil dapat menghasilkan sebanyak 2-3 telur (Mackay 1990).
11. Burung Kasumba Kalimantan

- Gambar 99. Burung Kasumba Kalimantan


Status konservasi : Hampir Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Trogoniformes
Famili
: Trogonidae
Genus
: Harpactes
Spesies
: H. whiteheadi
Nama binomial : Harpactes whiteheadi (Sharpe, 1888)
Burung Kasumba kalimantan atau Luntur kalimantan (Harpactes whiteheadi)

adalah salah satu spesies burung di dalam keluarga Trogonidae. Dapat ditemui di

71

Indonesia dan Malaysia. Habitat alaminya adalah pegunungan berhutan lembap


subtropis atau tropis. Burung ini terancam oleh hilangnya habitat mereka.
12. Burung Walet

- Gambar 100. Burung Walet


Status Konservasi : Risiko rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Apodiformes
Famili
: Apodidae
(Ernst Hartert, 1897)
Burung walet adalah burung dari keluarga Apodidae. Burung ini mirip dengan

burung layang-layang, namun sebenarnya sama sekali tidak memiliki hubungan


kekerabatannya dengan spesies burung pengicau. Burung walet lebih masuk dalam ordo
Apodiformes, satu ordo dengan burung kolibri. Kemiripan antara burung walet dengan
burung layang-layang merupakan akibat dari evolusi konvergen, dimana kedua jenis
burung memiliki gaya hidup yang sama, yakni menangkap serangga pada saat
terbang.Nama keluarga Apodidae diambil dari bahasa Yunani kuno , apous, yang
berarti "tanpa kaki". Hal ini disebabkan burung walet memiliki kaki yang sangat
pendek, dan sangat jarang berdiri di tanah, melainkan lebih suka menggantung di
permukaan yang tegak lurus.
13. Burung Kerabat Jalak

72

- Gambar 101. Burung Kerabat Jalak


Status Konservasi : Risiko rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Sturnidae
Marga
: Sturnus, Leucopsar, Acridotheres
Jalak (Ingg. starling) adalah nama sekelompok burung pengicau dari suku

Sturnidae. Burung yang umumnya berukuran sedang (sekitar 20-25 cm), gagah, dengan
paruh yang kuat, tajam dan lurus. Berkaki panjang sebanding dengan tubuhnya.
Bersuara ribut, dan berceloteh keras, kadang-kadang meniru suara burung lainnya. Di
alam, burung ini kebanyakan bersarang di lubang-lubang pohon. Burung jalak relatif
mudah dijinakkan. Dalam kandang burung ini sangat aktif bergerak dan berkicau.
Karena itu penggemar burung kicau memelihara burung ini untuk melatih jenis burung
kicau lain. Memakan hampir seluruh jenis makanan. Diet utama di penangkaran
biasanya berupa voer, buah pisang, kroto, dan serangga kecil. Sangat sulit membedakan
jalak jantan dan betina. Biasanya dilakukan pemeriksaan daerah kloaka. Jalak jantan
memiliki bagian kloaka menonjol.
-

73

14. Burung Penghisap Madu

- Gambar 102. Burung Penghisap Madu


Status Konservasi : Rentan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Upaordo
: Passeri
Superfamili : Meliphagoidea
Famili
: Meliphagidae
(Vigors, 1825)
Burung penghisap madu adalah sebuah familia burung yang hidup di kawasan

Oseania, yakni Australia, Nugini, Selandia Baru dan Hawaii. Di Bali, familia ini
memiliki satu spesies. Familia ini terdiri dari 182 spesies dalam 42 genus. Sebuah
spesies baru burung penghisap madu ditemukan di Pegunungan Foja, Papua pada
Desember 2005. Spesies ini kini masih dalam penelitian dan belum diberi nama ilmiah.

74

15. Burung Cenderawaasih Kuning Kecil / Paradisaea minor

- Gambar 103. Burung Cenderawasih Kuning Kecil


Status konservasi : Risiko Rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Paradisaeidae
Genus
: Paradisaea
Spesies
: P. minor
Nama binomial : Paradisaea minor (Shaw, 1809)
Cenderawasih kuning-kecil (nama ilmiah: Paradisaea minor) adalah burung

Cenderawasih berukuran sedang dengan panjang sekitar 32 cm, dari genus Paradisaea.
Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan dan mempunyai iris
mata berwarna kuning. Burung jantan dewasa memiliki bulu di sekitar leher berwarna
hijau zamrud mengkilap, pada bagian sisi perut terdapat bulu-bulu hiasan yang panjang
berwarna dasar kuning dan putih pada bagian luarnya. Di ekornya terdapat dua buah
tali ekor berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan,
memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu
hiasan. Populasi Cenderawasih kuning-kecil tersebar di hutan Irian Jaya dan Papua
Nugini. Burung ini juga ditemukan di pulau Misool, provinsi Irian Jaya Barat dan di
pulau Yapen, provinsi Papua. Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan
sering ditemukan di habitatnya. Cenderawasih Kuning-kecil dievaluasikan sebagai
Beresiko Rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
16. Burung Merak Hijau

75

- Gambar 104. Burung Merak Hijau


Status konservasi: Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Galliformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Pavo
Spesies
: P. muticus
Nama binomial : Pavo muticus (Linnaeus, 1766)
Merak hijau (Pavo muticus) adalah salah satu burung dari tiga spesies merak.

Seperti burung-burung lainnya yang ditemukan di suku Phasianidae, merak hijau


mempunyai bulu yang indah. Bulu-bulunya berwarna hijau keemasan. Burung jantan
dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 300 cm, dengan penutup
ekor yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung betina
berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengkilap, berwarna
hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Populasi merak hijau tersebar di
hutan terbuka dengan padang rumput di Republik Rakyat Tiongkok, Indocina dan Jawa,
Indonesia. Sebelumnya merak hijau ditemukan juga di India, Bangladesh dan Malaysia,
namun sekarang telah punah di sana. Walaupun berukuran sangat besar, merak hijau
adalah burung yang pandai terbang.
17. Burung Kasuari

76

- Gambar 105. Burung Kasuari


Status Konservasi : Rentan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Struthioniformes
Famili
: Casuariidae
Genus
: Casuarius
Spesies
: Casuarius casuarius
(Brisson, 1760)
Casuarius adalah salah satu dari dua genus burung di dalam suku Casuariidae.

Genus ini terdiri dari tiga spesies kasuari yang berukuran sangat besar dan tidak dapat
terbang. Daerah sebaran ketiga spesies ini adalah di hutan tropis dan pegunungan di
pulau Irian. Kasuari Gelambir-ganda adalah satu-satunya spesies burung kasuari yang
terdapat di Australia. Kasuari diperlengkapi tanduk di atas kepalanya, yang membantu
burung ini sewaktu berjalan di habitatnya di hutan yang lebat. Selain tanduk
dikepalanya, kasuari mempunyai kaki yang sangat kuat dan berkuku tajam. Burung
kasuari betina biasanya berukuran lebih besar dan berwarna lebih terang daripada
jantan.
18. Burung Pelikan

77

- Gambar 106. Burung Pelikan


Status Konservasi : Risiko rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Pelecaniformes
Famili
: Pelecanidae
Genus
: Pelecanus
(Linnaeus, 1758)
Burung undan atau pelikan adalah burung air yang memiliki kantung di bawah

paruhnya, dan merupakan bagian dari keluarga burung Pelecanidae. Bersama burung
pecuk, pecuk ular, gannet, angsa batu, dan cikalang, mereka membentuk ordo
Pelecaniformes. Pelikan modern ditemukan di semua benua kecuali Antartika. Mereka
hidup umumnya di wilayah hangat, dan mereka tidak dijumpai di wilayah kutub, laut
dalam, kepulauan samudra, dan benua Amerika Selatan. Undan terkecil adalah undan
cokelat (Pelecanus occidentalis) dengan massa hanya 2,75 kg, panjang tubuh 106 cm
dan lebar bentangan sayap maksimum 1,83 m. Pelikan terbesar saat ini adalah undan
dalmasia (Pelecanus crispus) dengan massa 15 kg dan panjang 183 cm, dengan lebar
bentangan sayap hingga 3,5 m. Undan australia memiliki paruh terpanjang di antara
burung lainnya. Pelikan adalah perenang yang baik, dengan kaki mereka yang pendek
dan kuat serta berselaput.
19. Burung Trulek Jawa / Vanellus macropterus

78

- Gambar 107. Burung Trulek Jawa


Status konservasi : Kritis, kemungkinan punah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Charadriiformes
Famili
: Charadriidae
Genus
: Vanellus
Spesies
: V. macropterus
Nama binomial
: Vanellus macropterus (Wagler, 1827)
Trulek jawa (Vanellus macropterus) adalah salah satu burung langka yang

hanya terdapat (endemik) di Jawa. Burung dari suku Charadriidae ini pada tahun 1994
pernah dinyatakan punah (Extinct) oleh IUCN, namun sejak tahun 2000 statusnya
direvisi menjadi Kritis. Meskipun begitu, hingga kini keberadaan jenis ini masih
misterius karena tidak ada bukti fotografi atau spesimen baru yang diperoleh. Hingga
saat ini yang dapat dijumpai secara resmi di Indonesia hanyalah spesimen awetannya di
Museum Zoologi, Cibinong. Burung ini terakhir tercatat keberadaannya pada tahun
1940 di delta Ci Tarum. Karena belum melakukan survei ulang semua habitatnya dan
masih ada laporan-laporan keberadaan jenis ini dari penduduk setempat, IUCN tidak
berani menyebutnya sebagai jenis yang punah.
20. Burung Pita

- Gambar 108. Burung Pita


- Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
79

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Pittidae
Genus
: Pitta
Spesies
: P. moluccensis
Nama binomial : Pitta moluccensis (Mller, 1776)
Paok sayap-biru (Pitta moluccensis) adalah burung pengicau dalam keluarga

Pittidae asli Australia dan Asia Tenggara. Bersama dengan tiga superspesies lainnya,
burung ini tidak mempunyai subspesies. Berukuran sedang, yakni 18cm, bertubuh
gemuk dan berwarna-warni. Dada nya berwarna merah karat, alis coklat pucat dan
punggung berwarna hijau. Sayap biru terang dengan bercak putih, tenggorokan putih,
tunggir merah. Iris coklat, paruh kehitaman, kaki coklat pucat. Siulannya keras,
berbunyi pu-wiu, pu-wiu dengan nada kedua lebih tinggi. Di Kalimantan, suaranya
dipercaya merupakan petanda datangnya hujan.

Penyebaran dan habitat di India

tenggara, Cina barat daya, dan Asia Tenggara. Pada musim dingin ke Malaysia,
Sumatera, dan Kalimantan. Di Sumatera (termasuk pulau-pulau sekitarnya) dan
kalimantan (termasuk Kep.Natuna), burung migran dan pengunjung musim dingin yang
cukup umum terdapat sampai ketinggian 1.000 m. Tercatat di kebanyakan habitat hutan,
termasuk kebun. Pengembara kadang-kadang dapat mencapai Sulawesi dan Filipina.
c. Preservasi dan Koleksi Spesimen di Laboratorium Ornitologi
- Preservasi adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan
berbagai sampel yang diawetkan bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama. Tujuan
preservasi meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Preservasi jangka pendek
digunakan untuk keperluan rutin penelitian yang disesuaikan dengan kegiatan program
atau proyek tertentu. Preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan
koleksi dan konservasi plasma nutfah dari spesies makhluk hidup, sehingga apabila
suatu saat diperlukan dapat diperoleh kembali atau dalam keadaan tersedia (Winker,
2000).
- Menurut Winker (1998) Spesimen adalah contoh binatang/tumbuhan/mikroba
utuh, bagian dari tubuh binatang/tumbuhan, atau organ atau darah yang dikumpulkan
-

dan disimpan dalam jangka waktu tertentu. Manfaat dari koleksi spesimen yaitu :
- membantu dalam identifikasi atau mengenali jenisnya
- membantu mempelajari hubungan kekerabatan
- mengetahui tumbuhan atau hewan inang
- mengetahui biologi : perilaku, daur hidup dan sebagainya.
80

- Preservasi untuk kelas Aves seperti Sturnus pagodarum menggunakan teknik


pengawetan hewan kering atau istilah lainnya adalah taksidermi. Taksidermi merupakan
proses pengawetan dengan cara mengeluarkan organ dalam dari hewan tersebut dan
yang dibentuk adalah kulit dari hewan tersebut. Berikut tahapan pengawetan kering
pada Sturnus pagodarum dengan taksidermi / pengeringan menurut Winker (2000):
- 1. Penangkapan / penentuan jenis hewan yang akan diawetkan. Tahapan ini
bukan untuk eksploitasi atau tujuan yang tidak baik, karena harus tetap
-

memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian alam / lingkungan.


2. Pematian hewan berbeda untuk setiap jenisnya, proses pematian hewan ini
prinsipnya darah tidak keluar dari organ tubuh dan dapat dipastikan bahwa hewan
tersebut sudah benar-benar mati. Spesimen harus disimpan dalam keadaan yang
baik sampai mereka siap atau sementara melalui pembekuan cairan. Setelah
cairan tubuh eksternal telah menjadi stabil atau dikeringkan dalam kantong debu,
biasanya pula menggunakan kantong plastik. Setiap perlakuan unggas yang telah

mati harus selalu ditangani dengan cara melindungi integritas bulu.


3. Pembekuan Burung, tahapan ini merupakan cara terbaik untuk melestarikan
burung ketika tidak ada waktu untuk mempersiapkan mereka, karena setelah
kematian akan terjadi dekomposisi jaringan dan penurunan kualitas elemen
penting yang terjadi 1 jam setelah kematian. Pembekuan biasa menggunakan

freezer, es kering (CO2 padat).


4. Perendaman burung pada larutan formaldehida, namun sebelumnya isi perut
dikeluarkan dan diawetkan dalam alcohol, bulu dan rongga tubuh dibersihkn dari
darah. Speismen harus diaduk sekalai atau dua kali sehari dalam larutan. Setelah
itu pencucian dengan air bersih 1-3 kali untuk membilas dari berbagai bahan
kimia. Pasang gumpalan kapas penyerap atau tisu ke dalam tenggorokan untuk

mencegah kebocoran cairan .


5. Pengulitan (skinning), tahapan ini adalah bagaimana caranya melepaskan kulit
yang melekat pada otot / menempel pada daging hewan tersebut. Untuk mencapai
tujuan tersebut harus dilengkapi dengan seperangkat alat bedah yang lengkap dan
tajam sehingga proses pengulitan berjalan dengan baik (kulit terkuliti), tidak ada

otot / daging yang menempel pada kulit.


6. Pengawetan kuit (preserving), pengawetan kulit ini penting dilakukan karena
menyebabkan bau busuk bila kita tidak benar-benar memahami tahapan ini.
Setelah selesai pengulitan dilanjutkan dengan pengawetan kulit dengan cara
memberi pengawet kulit (boric acid) yang ditaburkan ke seluruh kulit yang
dikuliti (bagian dalam), setelah itu untuk beberapa hari dikeringkan, lama
81

pengeringan tergantung jenis hewannya. Beberapa bahan pengawet yang dapat


digunakan antara lain: formalin, alcohol (ethil alkohol), resin atau pengawet
berupa ekstrak tanaman. Bahan-bahan pengawet ini mudah dicari, murah dan
hasilnya cukup bagus, meskipun ada beberapa kelemahan. Pemaparan kulit
disematkan atau ringan dibungkus untuk sirkulasi udara sangat penting sampai
benar-benar kering . Sebuah spesimen biasanya kering ketika jari kaki tidak lagi
-

fleksibel
7. Stuffing (pembentukan), pembentukan manikin untuk salianan bentuk
spesimen hewan yang dibuat dari rol kayu dan kawat galvanisMata kaca biasanya
ditambahkan dalam bentuk, dan dalam berbagai kasus menggunakan paruh dan
kaki buatan. Tubuh umumnya diisi dengan kapas dengan memperhatikan simetri,

bentuk yang sesuai unruk spesimen akhir.


8. Mounting, kemudian hewan diatur posisinya. Hewan yang sudah kering
kemudian dimasukkan dalam kotak atau lemari kaca yang diberi kapur barus dan
silika gel. Tiap hewan yang diawetkan penyimpanan sesuai kondisi waktu hidup
sebaiknya diberi label yang berisi nama, lokasi penangkapan, tanggal
penangkapan dan kolektornya.

4. Laboratorium MAMALIA

a. Deskripsi Laboratorium Mamalia


-

Visi dan Misi:


Menjadi acuan dan pusat informasi terpercaya mamalia Indonesia
Koleksi:
Indonesia memiliki sekitar 701 jenis hewan mamalia sehingga menjadikan Indonesia

sebagai salah satu negara terkaya dalam keanekaragaman jenis mamalia. Sampai saat ini
(Juli 2009) koleksi ilmiah hewan mamalia terdiri dari sekitar 470 jenis ( 32.000
spesimen). Kekayaan koleksi ilmiah mamalia ini merupakan kebanggaan bangsa
Indonesia. Koleksi ini sangat bermanfaat untuk kepentingan ilmiah antara lain: materi
penelitian, bahan referensi, sumber data keragaman jenis dan bahan pendidikan.
- Program :
1. Melakukan kajian biosistematika karakter hewan mamalia, inventarisasi dan evaluasi
82

keberadaannya, dan potensinya.


2. Peningkatan kapabilitas staff peneliti mamalia melalui penguatan kompetensi,
kerjasama, pendidikan dan pelatihan
- Penelitian :
- Laboratorium Mamalia melakukan penelitian yang mencakup biosistematika,
keanekaragaman, sebaran dan potensi hewan mamalia yang bertujuan pada konservasi
dan pendayagunaan secara berkesinambungan. Puluhan jenis/anak jenis baru dan
rekaman baru (new record) hewan mamalia telah dideskripsi oleh staff peneliti
Laboratorium Mamalia.
- Pelayanan dan Jasa
a. Identifikasi mamalia
b. Konsultasi
c. Pengawetan dan pembuatan spesimen ilmiah mamalia
d. Pembibingan dan pengajaran
e. Ceramah
b. Koleksi Speseimen di Laboratorium Mamalia

Gambar 109. Papan laboratorium mamalia


1. Kelelawar Pemakan Serangga

83

- Gambar 110. Kelelawar Pemakan Serangga


Status Konservasi : Risiko rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Chiroptera
Upaordo
: Megachiroptera atau Yinpterochiroptera
(Dobson, 1875)
Famili
: Pteropodidae
(Gray, 1821)
Subfamilia : Macroglossinae, Pteropodinae
Codot adalah nama umum bagi jenis-jenis kelelawar pemakan buah. Codot,

bersama dengan kalong, nyap, paniki dan sebangsanya, membentuk suku Pteropodidae,
subordo Megachiroptera (kelelawar besar). Dalam bahasa Inggris, kelompok ini
diistilahkan sebagai fruit bats atau old world fruit bats. Kelompok kelelawar besar
(Megachiroptera), tak seperti namanya, tidak selalu bertubuh besar. Kelelawar besar
yang terkecil memiliki panjang tubuh sekitar 6 cm; jadi, lebih kecil dari beberapa jenis
kelelawar kecil (Microchiroptera) yang berbadan besar.
Sebagian besar kelelawar buah (yakni 24 dari total 42 marga) memang
bertubuh relatif kecil, dengan panjang lengan bawah kurang dari 70 mm. Akan tetapi
Megachiroptera terbesar, yakni kalong kapauk (Pteropus vampyrus), bisa mencapai
berat 1.500 gram, bentangan sayap hingga 1.700 mm, dan lengan bawah sekitar 228
mm. Kebanyakan bangsa codot memiliki mata yang besar, yang memungkinkan hewan
tersebut melihat dalam suasana kurang cahaya di hutan, pada saat senja atau dini hari.
Indra penciumannya pun bekerja dengan sempurna, membantunya menemukan buahbuah yang telah masak di kejauhan. Dan, berlawanan dengan kelelawar pemakan
serangga (Microchiroptera), kelelawar buah tidak menggunakan ekholokasi untuk
memandu gerakannya, kecuali anggota marga Rousettus. Walaupun kelelawar secara

84

umum dapat ditemukan di seluruh dunia, codot hanya ditemukan di daerah-daerah


tropis di Asia, Afrika dan Oceania.
2. Kelelawar Penyerbuk

- Gambar 111. Kelelawar Penyerbuk


Status konservasi : Risiko Rendah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Upafilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Chiroptera
Famili
: Macroglossinae
Genus
: Macroglossus
Spesies
: M. sobrinus
Nama binomial : Macroglossus sobrinus (K. Andersen, 1911)
Cecadu-pisang besar atau codot-pisang besar (Macroglossus sobrinus) adalah

sejenis kelelawar pemakan nektar, anggota suku Pteropodidae (kerabat codot). Di


daerah sebarannya, codot ini acap terlihat di senja hari mengunjungi aneka pohon buah,
terutama jantung pisang. Dari situlah diperoleh namanya. Dalam bahasa Inggris, codot
ini dikenal sebagai Hill long-tongued fruit bat atau Greater long-tongued fruit bat.
Cecadu-pisang besar menghuni hutan-hutan yang selalu hijau, hingga ketinggian 2.000
m dpl. Ketersediaan bunga (sebagai penghasil nektar dan serbuk sari) di hutan ini
penting dan menentukan kehadiran kelelawar ini. Codot-pisang ini mungkin bersifat
soliter, tinggal sendiri atau dalam koloni kecil (2-9 ekor). Hewan ini biasa tidur di
bawah cabang-cabang pohon, di daun-daun pisang kering atau di pucuknya yang masih
tergulung, atau di bawah atap pondok-pondok di hutan.
3. Kelelawar Pemakan Buah

85

- Gambar 112. Kelelawar Pemakan Buah


Status konservasi : Hampir terancam
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Chiroptera
Upaordo
: Megachiroptera
Famili
: Pteropodidae
Genus
: Pteropus
(Brisson, 1762)
Kalong adalah anggota bangsa kelelawar (Chiroptera) yang tergolong dalam

marga Pteropus familia Pteropodidae, satu-satunya familia anggota subordo


Megachiroptera. Kata "kalong" seringkali digunakan alih-alih kelelawar dalam
percakapan sehari-hari, walaupun secara ilmiah hal ini tidak sepenuhnya tepat, karena
tidak semua kelelawar adalah kalong. Kalong terutama merujuk pada kelelawar
pemakan buah yang berukuran besar. Kelelawar buah terbesar, sekaligus kelelawar
terbesar, adalah kalong kapauk Pteropus vampyrus yang bisa mencapai berat 1.500
gram, dan bentangan sayap hingga 1.700 mm. Dalam bahasa Inggris kalong biasa
dikenal sebagai Giant Fruit Bats atau Flying Foxes. Kalong menyebar di Asia tropis dan
subtropis (termasuk di anak benua India), Australia, Indonesia, pulau-pulau di lepas
pantai timur Afrika (tetapi tidak di daratan benuanya), serta di sejumlah kepulauan di
Samudra Hindia dan Pasifik.
4. Kanguru Pohon / Dendrolagus mbaiso

86

- Gambar 113. Kanguru Pohon


Status konservasi : Langka (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Infraclass
: Marsupialia
Ordo
: Diprotodontia
Familia
: Macropodidae
Genus
: Dendrolagus
Spesies
: D. mbaiso
Nama binomial : Dendrolagus mbaiso (Flannery, Boeadi & Szalay, 1995)
The dingiso (Dendrolagus mbaiso) adalah marsupial pohon keluarga

Macropodidae endemik di West New Guinea. Hal itu dijelaskan untuk pertama kalinya
oleh ahli zoologi Australia Tim Flannery pada tahun 1995 dan difilmkan untuk pertama
kalinya pada tahun 2009 saat pemotretan film dokumenter oleh South Pacific BBC.
Berat dan ukuran yang tidak diketahui secara tepat. Berat betina diperkirakan 8,5-9 kg.
Hewan panjang, bulu tebal, bulu putih pada perut, hitam di tempat lain. Seperti yang
kita usia, muncul bercak putih pada dahi dan band putih di sekitar moncong. Ekor
relatif singkat. n awan (antara 3000 dan 4200 meter, maka mantel tebal) dari rantai
Sudirman di barat New Guinea ("Irian Jaya"). Hal ini sangat jarang di bagian timur di
mana ia diburu. itu lebih umum di bagian barat di mana ia dilindungi bv penduduk
setempat, Moni, yang melihatnya sebagai nenek moyang.
5. Kanguru Tanah Lauw Lauw / Dorcopsis hageni

87

- Gambar 114. Kanguru Tanah Lauw Lauw


Status konservasi : Risiko rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Diprotodontia
Familia
: Macropodidae
Genus
: Dorcopsis
Spesies
: D. hageni
Nama binomial : Dorcopsis hageni (Heller, 1897)
The wallaby hutan yang lebih besar atau putih bergaris-dorcopsis (Dorcopsis

hageni) adalah spesies marsupial dalam keluarga Macropodidae. Hal ini ditemukan di
bagian utara Papua Barat, Indonesia dan Papua Nugini. Ini adalah spesies umum di
habitat hutan tropis yang cocok dan IUCN daftar status konservasi sebagai dari
"keprihatinan Least". The dorcopsis putih bergaris adalah endemik ke pulau New
Guinea; jangkauan meliputi banyak bagian utara Papua Barat dan Papua Nugini tetapi
absen dari Semenanjung Huon. Hal ini hadir di ketinggian hingga sekitar 400 meter
(1.300 kaki) di atas permukaan laut. Ini tinggal di kedua hutan tropis primer dan
sekunder dan toleran terhadap beberapa derajat degradasi habitat. Di bagian utara dari
jangkauan itu ditemukan dalam penggemar aluvial di tepi Sepik dataran banjir. Di
bagian selatan jangkauan ditemukan di hutan aluvial campuran tetapi tidak hadir dari
bahkan bagian terendah dari hutan bukit.
6. Kucing Hutan / Prionailurus bengalensis

88

- Gambar 115. Kucing Hutan


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Genus
: Prionailurus
Spesies
: P. bengalensis
Nama binomial : Prionailurus bengalensis (Kerr, 1792)
Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) adalah kucing liar kecil Asia

Selatan dan Timur. Sejak tahun 2002, ia terdaftar dalam spesies Risiko Rendah oleh
IUCN sebab ia terdistribusi secara luas, tetapi terancam oleh hilangnya habitat dan
perburuan di beberapa bagian persebaran. Subspesies kucing kuwuk ada 12, yang
berbeda secara luas dalam penampilan. Nama bahasa Inggris kucing kuwuk, yaitu
leopard cat, ialah berasal dari bintik-bintik seperti macan tutul yang di semua
subspesies kucing kuwuk, tapi sebenarnya hubungan spesies dengan macan tutul jauh.
Kucing kuwuk adalah kucing kecil Asia yang memiliki distribusi yang paling luas.
Persebaran mereka meluas dari wilayah Amur di Timur Jauh Rusia sampai ke
Semenanjung Korea, China, Indochina, Subkontinen India, ke barat di utara Pakistan,
dan ke selatan di Filipina dan Kepulauan Sunda di Indonesia. Mereka ditemukan di
kawasan agrikultural yang digunakan lebih memilih habitat hutan. Mereka hidup di
hutan hujan tropis abadi dan perkebunan di diatas permukaan laut, di hutan peluruh
subtropis dan hutan konifer beriklim sedang di kaki bukit Himalaya pada ketinggian
diatas 1,000 m (3,300 ft).[3] Pada 2009, seekor kucing kuwuk terjebak oleh kamera
jebakan di Taman Nasional Makalu-Barun, pada ketinggian 3,254 m (10,676 ft).
8. Nokdiak / Zaglossus bruijni

89

- Gambar 116. Nokdiak


Status konservasi : Kritis (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Monotremata
Famili
: Tachyglossidae
Genus
: Zaglossus
Spesies
: Z. bruijni
Nama binomial : Zaglossus bruijni (Peters and Doria, 1876)
Ekidna moncong panjang barat (Zaglossus bruijni) adalah satu dari empat

ekidna yang masih hidup dan satu dari tiga spesies Zaglossus yang terdapat di Papua.
Fosil dari spesies ini juga ditemukan di Australia. Ekidna moncong panjang barat
sekarang ini terdapat di Papaua, pada wilayah dengan ketinggian di atas 1300 meter
sampai dengan 4000 meter, dan tidak terdapat di dataran rendah bagian selatan dan
pantai utara. Habitatnya adalah padang rumput alpin dan hutan yang lembap. Tidak
seperti Ekidna moncong pendek yang memakan semut dan rayap, spesies moncong
panjang memakan cacing tanah. Ekidna moncong panjang juga berukuran lebih besar
daripada Ekidna moncong pendek. Beratnya mencapai 16,5 kilogram, moncongnya
lebih panjang dan bengkok ke bawah. Durinya hampir tidak bisa dibedakan dari
bulunya yang panjang. Ekidna moncong panjang barat dibedakan dari spesies
Zaglossus lainnya dengan jumlah kukunya pada kaki depan dan belakang, ia memiliki
tiga (sangat langka empat) kuku. Spesies ini masuk daftar spesies terancam punah oleh
IUCN, jumlah spesies ini telah berkurang karena habitatnya telah berkurang akibat
aktivitas manusia dan perburuan. Ekidna moncong panjang enak dimakan, dan
walaupun perburuan spesies ini telah dilarang oleh pemerintah Indonesia dan Papua
Nugini, perburuan tradisional masih diperbolehkan. Platipus dan ekidna adalah satusatunya spesies mammalia yang diketahui bertelur.
9. Landak Jawa / Hystrix javanica

90

- Gambar 117. Landak Jawa


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Hystricidae
Genus
: Hystrix
Upagenus
: Acanthion
Spesies
: H. javanica
Nama binomial : Hystrix javanica (F. Cuvier, 1823)
Landak jawa (Hystrix javanica) adalah jenis hewan pengerat dari suku

Hystricidae. Landak jawa adalah hewan endemik dari Indonesia. Meskipun tidak
terdaftar sebagai hewan yang terancam eksistensinya di alam oleh IUCN, landak jawa
diburu orang karena di beberapa tempat merusak tanaman budidaya. Daging landak
juga dibuat sate di beberapa tempat. Landak Jawa banyak ditemukan di hutan, dataran
rendah, kaki bukit, dan area pertanian. Pakan landak Jawa dapat berupa rumput, daun,
ranting, akar, buah-buahan, sayur-sayuran bahkan landak juga dapat mengunyah tanduk
rusa untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya. Ciri-ciri fisik yang khas pada
landak Jawa adalah tubuhnya yang diselimuti rambut halus (seperti rambut pada
mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di seluruh
bagian tubuh landak, kecuali pada bagian hidung, mulut, daun telinga, dan telapak kaki.
Fungsi dari rambut halus adalah sebagai pelindung dari cuaca panas maupun dingin,
membantu mengatur proses homeostatis tubuh, dan sebagai reseptor sensoris. Rambut
peraba berwarna hitam dan putih terdapat di bawah hidung dan di sekitar pipi landak.
Rambut peraba merupakan rambut khusus yang tumbuh dari folikel hipodermis.
Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh saraf yang responsif terhadap rangsangan
mekanik seperti sentuhan atau gerakan. Pada bagian kepala, tubuh dan ekor ditutupi
oleh duri yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 20 cm. Duri tersebut
berwarna kecoklatan atau kehitaman, seringkali terdapat band putih pada duri landak.
91

Setiap duri yang ada pada tubuh landak tertanam di dalam kulit. Duri melekat pada otot
yang berfungsi sebagai penarik duri tersebut ke atas (penegang) ketika ada ancaman
yang mendekat.Duri-duri pertahanan landak akan ditegangkan ketika landak merasa
terancam oleh predator. Landak mampu menghempaskan duri-duri pertahanannya ke
tubuh predator ketika predator mendekati landak. Duri-duri pertahanan tersebut dapat
terlepas dan menancap pada tubuh predator. Duri-duri yang hilang tersebut akan diganti
dengan duri-duri yang baru. Duri-duri baru ini akan tetap berada atau tertanam di dalam
kulit sampai tumbuh sempurna. Pertumbuhan duri baru akan sama dengan proses
pertumbuhan rambut pada umumnya.
10. Kalong Kapuk / Pteropus vampyrus

- Gambar 118. Kalong Kapuk


Status konservasi : Hampir Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Chiroptera
Famili
: Pteropodidae
Genus
: Pteropus
Spesies
: P. vampyrus
Nama binomial : Pteropus vampyrus (Linnaeus, 1758)
Kalong besar atau kalong kapauk (Pteropus vampyrus) adalah spesies

kelelawar yang merupakan anggota suku Pteropodidae. Spesies ini menyebar di Asia
Tenggara dan Kepulauan Indonesia bagian barat hingga Nusa Tenggara. Sebagaimana
kalong lainnya, jenis ini pun hanya memakan buah-buahan dan sebangsanya. Kalong
kapauk adalah spesies kelelawar yang terbesar, dan tidak memiliki kemampuan
ekholokasi. Dalam pelbagai bahasa daerah, umumnya hewan ini dikenal sebagai kalong
atau keluang saja. Sementara dalam bahasa Inggris, ia dikenal sebagai large flying fox,
greater flying fox, Malaysian flying fox, large fruit bat, atau juga kalong. Kelelawar
buah berukuran besar. Kepala dan badan 300-340 mm; telinga 40 mm; lengan bawah
92

190-210 mm; tidak berekor; rentang sayap 1.400-1.500 mm. Berat 645-1.100
g.Punggung hitam dengan corengan abu-abu. Bagian belakang kepala dan leher cokelat
jingga; bagian kepala lainnya dan tubuh bagian bawah cokelat kehitaman. Anakan
berwarna cokelat abu-abu kusam seluruhnya. Kalong besar ditemukan mulai dari
Burma bagian selatan, Thailand, Vietnam, Semenanjung Malaya, Filipina, Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau di sekitarnya, termasuk Pulau Anak
Krakatau.
11. Hylobates moloch

- Gambar 119. Hylobates moloch


Status konservasi : Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Primates
Famili
: Hylobatidae
Genus
: Hylobates
Spesies
: H. moloch
Nama binomial : Hylobates moloch (Audebert, 1798)
Owa jawa (Hylobates moloch) adalah sejenis primata anggota suku

Hylobatidae. Dengan populasi tersisa antara 1.000 2.000 ekor saja, kera ini adalah
spesies owa yang paling langka di dunia. Owa jawa menyebar terbatas (endemik) di
Jawa bagian barat. Owa jawa tidak memiliki ekor, dan tangannya relatif panjang
dibandingkan dengan besar tubuhnya. Tangan yang panjang ini diperlukannya untuk
berayun dan berpindah di antara dahan-dahan dan ranting di tajuk pohon yang tinggi,
tempatnya beraktifitas sehari-hari. Warna tubuhnya keabu-abuan, dengan sisi atas
kepala lebih gelap dan wajah kehitaman. Spesies ini hanya didapati di bagian barat
Pulau Jawa, yakni di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah.
Penyebaran paling timur adalah di wilayah Gunung Slamet serta di jajaran Pegunungan
Dieng sebelah barat di wilayah Pekalongan.
93

12. Rindil Bulan / Echinosorex gymnura

- Gamabar 120. Rindil Bulan


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Erinaceomorpha
Famili
: Erinaceidae
Genus
: Echinosorex
Spesies
: E. gymnura
Nama binomial : Echinosorex gymnura (Raffles, 1822)
Landak berbulu (Echinosorex gymnurus, bahasa Malaysia: tikus ambang

bulan, bahasa Inggris: moonrat atau gymnure) adalah seekor spesies mamalia di suku
Erinaceidae. Landak berbulu merupakan spesies satu-satunya di marga Echinosorex.
Landak berbulu mengeluarkan bau yang tajam dan khas dengan kandungan amonia
yang tinggi. Terdapat 2 sub-spesies landak berbulu: E. g. gymnura di Sumatra dan
Semenanjung Thailand-Malaysia; dan E. g. alba di Kalimantan. Di badan bagian depan,
kepala dan separuh depan badannya berwarna putih atau abu-abu-putih; sisanya
utamanya berwarna hitam. Sub-spesias E. g. alba di Kalimantan biasanya berwarna
putih (alba berarti putih di bahasa Latin), dengan rambut warna hitam yang menyebar;
sub-spesies Kalimantan ini tampak putih keseluruhan dari jauh. Sub-spesies yang
berasal dari Kalimantan sebelah barat cenderung memiliki proporsi rambut hitam yang
lebih banyak daripada sub-spesies yang berasal dari sebelah timur. Landak berbulu
mendiami sebagian besar hutan di Myanmar bagian selatan, Thailand Semenanjung,
Malaysia Semenanjung, Kalimantan, dan Sumatra. Walaupun landak berbulu
berkerabat dekat dengan Hylomys suillus dan landak susu, spesimen dengan usia
dewasa penuh menunjukkan keterkaitan erat dengan tikus besar, di mana mereka
memiliki kebiasaan dan relung ekologi yang mirip.
13. Cucurut Babi / Hylomys suillus
94

- Gambar 121. Cucurut Babi


Status konservasi : Risiko rendah (IUCN 2.3)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Order
: Erinaceomorpha
Keluarga
: Erinaceidae
Genus
: Hylomys
Spesies
: H. suillus
Nama binomial : Hylomys suillus (Mller, 1840)
The gymnure berekor pendek (Hylomys suillus) adalah kecil erinaceomorph

yang ditemukan di tenggara Asia. Ini gymnure, yang menyerupai tikus besar, tumbuh
dengan panjang 4-6 inci, dan memakan serangga, cacing dan binatang kecil lainnya.
14. Cucurut Rumah / Suncus murinus

- Gambar 122. Cucurut rumah


Status konservasi : Risiko Rendah (IUCN 2.3
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Soricomorpha
Famili
: Soricidae
Genus
: Suncus
Spesies
: S. murinus
Nama binomial : Suncus murinus (Linnaeus, 1766)

95

Celurut rumah, cencurut rumah, atau munggis rumah adalah sejenis mamalia

pemakan serangga (insektivora) bertubuh kecil. Bentuk tubuhnya serupa tikus, meski
kekerabatannya jauh berlainan dari hewan pengerat itu; dan apabila merasa terganggu
celurut akan mengeluarkan semacam bau busuk dari kelenjar di tengah tubuhnya.
Sehingga kadang-kadang ia juga dinamakan tikus busuk. Dalam bahasa Inggris hewan
ini dikenal sebagai house shrew, Asian house shrew, atau brown musk shrew. Nama
ilmiahnya adalah Suncus murinus.
15. Tikus Flores / Papagomys armandvillei

- Gambar 123. Tikus Flores


Status konservasi : Hampir Terancam (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Order
: Rodentia
Superfamili : Muroidea
Keluarga
: Tikus
Subfamili
: Murinae
Genus
: Papagomys
Spesies
: P. armandvillei
Nama binomial : Papagomys armandvillei (Jentink, 1892)
Flores tikus raksasa (Papagomys armandvillei) adalah hewan dari keluarga

tikus yang terjadi di pulau Flores di Indonesia. Hal ini ditemukan di primer, sekunder
dan hutan terganggu atas berbagai ketinggian. Kepala dan panjang tubuh 41-45 cm
(16,1-17,7 dalam.) dan panjang ekor adalah 33-70 cm (13-27,5 di.), membuat tikus
raksasa Flores setidaknya dua kali ukuran rata-rata tikus got (Rattus norvegicus) dengan
tubuh panjang 25 cm dan 15 cm ekor panjang. Ini adalah satu-satunya spesies yang
masih ada dalam genus Papagomys. Guy Musser menjelaskan tikus sebagai memiliki
kecil, telinga bulat, tubuh chunky dan ekor kecil, dan saat tampil diadaptasi untuk hidup
di tanah dengan berlindung di dalam liang. Tikus memiliki rambut hitam lebat (bulu
hewan). Analisis gigi tikus raksasa Flores menunjukkan bahwa tikus memiliki diet
96

daun, tunas, buah, dan beberapa jenis serangga seperti disimpulkan oleh besar
hypsodont gigi. P. armandvillei terdaftar sebagai Hampir Terancam oleh IUCN Red
List. Ancaman termasuk subsisten berburu dan predasi oleh anjing dan kucing. Sebuah
spesies terkait, P. theodorverhoeveni, diketahui dari subfossil tetap dari 3.000 - 4.000
tahun yang lalu. Spesies ini diduga menjadi punah, tapi masih mungkin ada di pulau itu.
16. Tando Merah / Petaurista petaurista

- Gambar 124. Tando Merah


Status konservasi : Risiko rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Order
: Rodentia
Familia
: Sciuridae
Genus
: Petaurista
Spesies
: P. petaurista
Nama binomial : Petaurista petaurista (Pallas, 1766)
Raksasa terbang tupai merah (Petaurista petaurista) adalah spesies terbang

tupai, yang berkisar dari wilayah timur Afghanistan, ke utara India dan Pakistan melalui
Java, dan Taiwan, serta Sri Lanka. Hal ini juga dapat ditemukan di bagian Kalimantan.
Spesies ini tercatat di Semenanjung Malaysia, termasuk Penang, Pulau Tioman dan juga
Singapura. Spesies ini juga mencatat dari berbagai daerah di seluruh Sabah dan
Sarawak, hingga 900m di Gunung Kinabalu, termasuk kisaran P. p. nigrescens, yang
dikenal hanya dari hutan di sekitar Sandakan Bay utara dari Kinabatangan River. Tupai
terbang raksasa (Petuarista sp.) Memiliki tertinggi keragaman dalam hal kekayaan
spesies dan keragaman populasi di Asia Tenggara. Seperti semua spesies lain dari tupai
terbang, ia memiliki membran kulit antara kakinya, yang digunakan untuk meluncur di
antara pepohonan. Hal ini ditandai dengan warna merah gelap dan mata yang besar.
Bila dibandingkan dengan spesies lain dari tupai, spesies ini adalah besar, menjadi rata-

97

rata 422 mm panjang. Seluruh tubuh kemerahan gelap kecuali hitam di hidung, dagu,
mata-cincin, belakang telinga, kaki dan ekor tip.
17. Krabuku Ingkat / Tarsius bancanus

- Gambar 125. Krabuku ingkat


Status konservasi : Rentan (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Primata
Upaordo
: Haplorrhini
Infraordo
: Tarsiiformes (Gregory, 1915)
Famili
: Tarsiidae (Gray, 1825)
Genus
: Tarsius (Storr, 1780)
Tipe spesies : Tarsius bancanus (Horsfield, 1821)
Tarsius bancanus atau Mentilin merupakan salah satu spesies tarsius. Primata

endemik Sumatera dan Kalimantan, Indonesia ini ditetapkan sebagai Fauna identitas
provinsi Bangka Belitung. Tarsius bancanus dalam bahasa Inggris sering disebut
sebagai Horsfields Tarsier atau Western Tarsier. Tarsius bancanus atau Horsfields
Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis tarsius lainnya. Panjang
tubuhnya sekitar 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram
(betina). Bulu tubuh Tarsius bancanus berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu
kecoklatan. Tarsius bancanus tersebar di Indonesia (pulau Kalimantan, Sumatera, dan
pulau-pulau sekitar seperti Bangka, Belitung, dan Karimata), Malaysia (Sabah dan
Serawak) dan Brunei Darussalam.
21. Bajing kelapa / Callosciurus notatus

98

- Gambar 126. Bajing kelapa


Status konservasi : Risiko rendah (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Order
: Rodentia
Keluarga
: Sciuridae
Genus
: Callosciurus
Spesies
: C. notatus
Nama binomial : Callosciurus notatus (Boddaert, 1785)
Subspesies
C. n. notatus
C. n. diardii
C. n. vittatus
C. n. suffusus
C. n. Miniatus
Pisang tupai, tupai oriental atau tupai triwarna, Callosciurus notatus adalah

spesies hewan pengerat di Sciuridae keluarga ditemukan di Indonesia, Malaysia,


Singapura, dan Thailand dalam berbagai habitat: hutan, mangrove, taman, kebun, dan
daerah pertanian. Petani buah mempertimbangkan mereka untuk menjadi hama.
Tubuhnya sekitar 20-30 cm dengan ekor berukuran sama. Hal ini keabu / coklat dengan
perut kastanye dan garis hitam dan putih antara keduanya. Nama genus Callosciurus
berarti tupai indah. Diet yang sebagian besar terdiri dari daun dan buah-buahan, tetapi
juga memakan serangga dan telur burung. Hal ini diketahui untuk memecahkan ranting
terbuka yang mengandung larva semut untuk makan mereka. Hal ini dapat makan buah
jauh lebih besar dari dirinya sendiri, seperti mangga, nangka, atau kelapa. Hal ini sangat
cepat dan tangkas dalam pohon, dapat melompat beberapa meter antara pohon, dan
jarang mengembara di tanah. Kloss ini tupai (Callosciurus albescens) kadang-kadang
dianggap sebagai subspesies.
22. Tupai Tanah / Tupaia tana

99

- Gambar 127. Tupai tanah


Status konservasi : Status iucn3.1 LC.svg
Risiko Rendah (IUCN 3.1)[1]
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Scandentia
Famili
: Tupaiidae
Genus
: Tupaia
Spesies
: T. tana
Nama binomial : Tupaia tana (Raffles, 1821)
Tupai tanah (Tupaia tana) atau tupai puwar adalah sejenis tupai yang memiliki

tubuh paling besar di antara jenisnya. Tupai ini diketahui menyebar terbatas di
Sumatera dan Kalimantan. Tupai tanah memiliki panjang kepala dan badan antara 165
321 mm; ekor 130220 mm; dan kaki belakang 43-57 mm. Rambut di badannya
berwarna lurik dengan pangkal hitam dan ujung berwarna cokelat kemerahan, sehingga
memberi kesan warna punggung cokelat kemerahan. Bagian depan (kepala dan bahu)
berwarna lebih pucat, biasanya bungalan (abu-abu kekuningan); sementara di sepanjang
tengah-tengah punggung terdapat garis cokelat kemerahan yang semakin gelap dan
hitam ke arah pantat. Sisi bawah tubuh (perut) berwarna bungalan kemerahan.
23. Presbytis comata

- Gambar 128. Presbytis comata


- Status konservasi : Langka (IUCN 3.1)
100

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Order
: Kera
Keluarga
: Cercopithecidae
Genus
: Presbytis
Spesies
: P. Comata
Nama binomial : Presbytis Comata (Desmarest, 1822)
The Javan Surili (Presbytis Comata) adalah spesies yang terancam punah dari

Old World monyet endemik untuk setengah bagian barat Jawa, Indonesia, sebuah
hotspot keanekaragaman hayati. Nama umum lain dengan yang diketahui oleh termasuk
abu-abu, beruban atau Pulau Sunda surili; beruban atau stripe-jambul lutung; Lutung
beruban Jawa; beruban, Java atau Jawa monyet daun; gris lutung. Ada dua subspesies
dari Surili Jawa: Presbytis comata comata - Terjadi di Jawa Barat. Presbytis comata
fredericae - Terjadi di Jawa Tengah. Ini langur spesies memiliki perut sacculated untuk
membantu pemecahan dalam selulosa dari daun itu memakan. Memiliki kecil, wajah
ramping dan ekor, dan perut bulat besar. Mewarnai berkisar dari abu-abu gelap ke
putih. Monyet daun cenderung aktif pada siang hari, menghabiskan sampai 5 jam
dandan sendiri.The Javan Surili ditemukan di bagian barat Jawa, Indonesia. Hal ini
berkisar sejauh timur seperti Mt. Lawu di perbatasan dengan Jawa Timur.
24. Kucing domestic / Felis domestica

- Gambar 129. Kucing domestic


Status konservasi : Dijinakkan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Upafamili
: Felinae
Genus
: Felis
Spesies
: F. catus
101

Nama binomial : Felis catus (Linnaeus, 1758)


Sinonim
:
Felis catus domestica (invalid junior synonym)
Felis silvestris catus
Kucing disebut juga kucing domestik atau kucing rumah (nama ilmiah: Felis

silvestris catus atau Felis catus) adalah sejenis mamalia karnivora dari keluarga Felidae.
Kata "kucing" biasanya merujuk kepada "kucing" yang telah dijinakkan, tetapi bisa
juga merujuk kepada "kucing besar" seperti singa dan harimau. Saat ini, kucing adalah
salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya
tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed), seperti persia,
siam, manx, dan sphinx. Kucing seperti ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan
hewan resmi. Jumlah kucing ras hanyalah 1% dari seluruh kucing di dunia, sisanya
adalah kucing dengan keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing kampung.
c. Preservasi dan Koleksi Spesimen di Laboratorium Mamalia
- Ada dua cara pengawetan koleksi tikus dan mencit, yaitu :
- a. Pengawetan secara utuh, yaitu dengan cara merendam spesimen ke dalam
campuran larutan formalin 10 % atau alkohol 70 % sebanyak 1 000 ml volume
atau disesuaikan dengan besar tikus. Hal yang penting diperhatikan adalah
seluruh badan tikus termasuk ekor benar-benar terendam dalam larutan formalin
atau alkohol. Sebelum dimasukkan ke dalam campuran larutan tersebut, perut
spesimen dibedah agak lebar agar larutan pengawet merasuk ke dalamnya. Cara
ini sering digunakan untuk penelitian anotomi binatang atau identifikasi secara
genetis dimasa depan.
-

b. Pengawetan kulit, yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara pembuatan
awetan kulit diawali dengan badan tikus diletakan di baki/meja dengan sisi
ventral menghadap ke atas, kulit di bagian perut diiris membujur sepanjang 3-4
cm (Gambar 130). Kemudian kulit dibuka dengan hati-hati, sehingga daging perut
bagian dalam terlihat.

- Gambar 130. Pengirisan kulit perut tikus membujur sepanjang 3-4 cm.

102

- Kulit yang menempel pada daging perut ditekan sedemikian rupa ke arah kiri
atau kanan bergantian sehingga daging paha kaki belakang dapat diangkat keluar
(Gambar 131). Kaki belakang kiri dan kanan dikeluarkan secara bergantian dan
tulang sebatas lutut dipotong dengan gunting

- Gambar 131. Pengelupasan kulit dari tulang kaki


-

Daging yang melekat pada potongan kaki dibersihkan. (Gambar 132).

Selanjutnya kulit dilepaskan dengan hati-hati ke arah ekor. Untuk mengurangi


licinnya kulit bagian dalam, digunakan serbuk gergaji.

- Gambar 132. Pelepasan kulit dari badan tikus


- Ekor dicabut keluar secara hati-hati (Gambar 133). Setelah ekor keluar
pelepasan kulit dilanjutkan ke arah kepala.

- Gambar 133. Pelepasan kulit dari kepala tikus


- Setelah sampai di bagian kaki depan tulang kaki depan di potong sampai
kepangkal pergelangan kaki depan (Gambar 134).

103

- Gambar 134. Pelepasan kulit dari telinga tikus


- Kemudian dilanjutkan pelepasan kulit kearah kepala secara hati-hati, pada saat
sampai ditelinga, pangkal telinga kanan dan kiri dipotong dengan pisau yang
tajam (skapel), demikian pula pada bagian mata (Gambar 135).

- Gambar 135. Pelepasan kulit dari telinga tikus


- Selanjutnya kulit ditarik kedepan secara perlahan-lahan sampai ujung hidung,
pelepasan kepala dilakukan dengan menggunakan skapel atau gunting kecil
(Gambar 136).

- Gambar 136. Pelepasan kulit dari ujung hidung tikus


- Kulit dibersihkan dari semua daging yang menempel, kemudian kulit bagian
dalam dilumuri serbuk boraks untuk pengawetan. Mempersiapkan kapas yang
disesuaikan dengan ukuran badan tikus , yaitu lembaran kapas yang diperkirakan
sesuai dengan ukuran tikus dipotong, diguling sehingga membentuk bentuk padat
lonjong sesuai dengan besar badan tikus (Gambar 137).

104

- Gambar 137. Mempersiapkan kapas disesuaikan dengan ukuran badan tikus


- Mempersiapkan kawat kecil dengan ukuran panjang ekor tikus, tetapi panjang
kawat sebaiknya 34 cm lebih panjang dari ekor tikus. Kawat dilapisi seluruhnya
dengan kapas secara dipilin sedikit demi sedikit, dibentuk sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan ukuran dan volume ekor. Kawat dimasukkkan ke dalam
ekor, hingga ekor menjadi padat (Gambar 138).

Gambar 138. Mempersiapkan pilinan kapas pada kawat disesuaikan dengan

panjang ekor tikus


- Kapas yang dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan kepala dan badan tersebut,
dimasukkan secara hati-hati ke dalam kulit tikus lewat mulut dengan
menggunakan pinset. Usahakan badan terisi penuh dengan kapas (Gambar 139).
-

105

- Gambar 139. Memasukkan kapas lewat mulut tikus


- Mulut dijahit dari sebelah dalam dengan menghubungkan ketiga potongan
bibir dengan benang dan diikat (Gambar 140).

- Gambar 140. Menjahit mulut tikus


- Tulang kaki depan dan kaki belakang dibalut/diisi kapas dan dikembalikan
seperti semula. Setelah badan tikus terbentuk , bagian perut yang diiris dijahit
kembali secara zigzag (Gambar 141).

- Gambar 141. Mmenjait badan tikus


- Tikus yang sudah berisi kapas diletakan pada papan triplek dengan sisi ventral
menghadap ke bawah dan ke dua pasang kaki di atur sedemikian rupa sehingga
kaki depan lurus ke depan dan kaki belakan lurus ke belakang sejajar dengan
badan. Ujung ujung kaki dipaku sedang ujung ekor dijepit dengan duapaku di
kanan kirinya. Spesimen dikeringkan (Gambar 142).

- Gambar 142. Awetan tikus diletakkan di papan dengan posisi lurus


- Kepala yang masih menyatu dengan badan tikus dipotong dengan
menggunakan gunting dan direbus (Gambar 143). Setelah dagingnya lunak
dibersihkan dan disimpan di dalam tabung plastik setelah diberi label berisi
nomer, lokasi, tanggal dan kolektor

106

- Gambar 143. Tengkorak tikus yang diberi label


- Awetan tikus yang telah terbentuk sempurna, sebelum disimpan di dalam
kantong plastik diberi label yang lengkap sebagai berikut :

4.2. Kebun Raya Cibodas


4.2.1 Penjelasan Umum Cibodas
- Kebun Raya Cibodas (Cibodas Botanical Garden) didirikan pada tanggal 11
April 1852 oleh Johannnes Ellias Teijsmann seorang kurator Kebun Raya Bogor pada
waktu itu, dengan nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). . Pada
awalnya dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri
yang mempunyai nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon
Kina (Cinchona calisaya). Kemudian berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya
Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 status
Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Bogor dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu
Pengetahuan

Indonesia

(LIPI).

Lokasi Kebun Raya Cibodas LIPI berada di kaki Gunung Gede dan Gunung
Pangrango pada ketinggian kurang lebih 1.300 1.425 meter di atas permukaan laut
dengan luas 84,99 hektar. Temperatur rata-rata 20,06 C, kelembaban 80,82 % dan ratarata curah hujan 2.950 mm per tahun. Kebun. Kebun Raya Cibodas berjarak 100 KM
dari Jakarta dan 80 KM dari Bandung.
107

- Kebun Raya Cibodas adalah salah satu dari empat Kebun Raya yang ada di
Indonesia yang dikelola oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Visi dari
Kebun Raya Cibodas adalah menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam
bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika dataran tinggi basah, pelayanan
pendidikan lingkungan, dan pariwisata. Misinya adalah melestarikan tumbuhan tropika
dataran tinggi basah, mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan
tumbuhan tropika dataran tinggi basah, mengembangkan pendidikan lingkungan untuk
meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap arti penting tumbuhan
dan lingkungan bagi kehidupan, serta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
masyarakat.
- UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-LIPI mempunyai
tugas melakukan inventarisasi, eksplorasi, koleksi, penanaman, dan pemeliharaan
tumbuhan pegunungan khususnya kawasan barat Indonesia yang memiliki nilai ilmu
pengetahuan dan potensi ekonomi untuk dikoleksi dalam bentuk kebun botani, serta
melakukan pendataan, pendokumentasian, pengembangan, pelayanan jasa dan
informasi, pemasyarakatan ilmu pengetahuan di bidang konservasi, introduksi, dan
reintroduksi tumbuhan.
- Kebun Raya Cibodas memiliki iklim yang sesuai untuk pertumbuhan berbagai
jenis paku-pakuan. Curah hujan dan kelembaban yang tinggi sangat sesuai sebagai
habitat paku-pakuan dan kerabatnya. Saat ini Kebun Raya Cibodas telah mengoleksi
135 jenis, 24 suku paku-pakuan dan kerabatnya. Koleksi ini tertata dengan baik dalam
kebun dan rumah
- paku Kebun Raya Cibodas. Selain tanaman koleksi di dalam kebun juga
tumbuh 81 jenis, 22 suku paku-pakuan yang tumbuh liar. Selain jenis paku-pakuan
dan kerabatnya, di Kebun Raya Cibodas juga terdapat beberapa tanaman koleksi yang
bisa dipelajari misalnya tanaman aromatik, koleksi jenis-jenis Rhododendron, tanaman
tanaman yang tumbuh liar.
-

4.2.2 Keanekaragaman Jenis Fauna di Kebun Raya Cibodas


Hasil pengamatan keanekaragaman spesies fauna di Kebun Raya Cibodas
menunjukan terdapat beberapa jenis spesies yang diamati selama 45 menit. Berdasarkan
hasil pengamatan, ditemukan 10 spesies hewan yang ada di area Kebun Raya Cibodas.

Tabel 1.2 Daftar Jenis Fauna yang ditemukan di Kebun Raya Cibodas

108

Ord
o

Fa
mil
i

In

Dip
tera

Te
phr
itid
ae

In

Lep
ido
pter
a

In

Dip
tera

In

Hy
me
nop
tera

r
a
j
a

Cu
lici
da
e

I
n
d
o
n
e
s
i
a
L
a
l
a
t
B
u
a
h
K
u
p
u
k
u
p
u

Ny
mp
hal
ida
e

N
a
m
a

Fo
rm
ici
da
e

(
m
o
n
a
r
c
h
)
N
y
a
m
u
k
m
a
l
a
r
i
a
s
e
m
u
t
h
i
t
a
m
k
u
p
u
k
u

Spe
sies

Bac
tro
cer
a
dor
sali
s

Da
nau
s
ple
xip
pus

An
oph
eles
aco
nitu
s

Par
apo
ner
a
cla
vat
a

Status
Perlindungan

CI

Ap

Ap

Ap

Ap

Ed

109

Eur

4.2.3 Pembahasan

1.
-

Lalat Buah

Gambar 147. Bactrocera sp. Pembanding

Klasifikasi :
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
-

: Gambar
Animalia148. Bactrocera sp. Asli
: Arthropoda
: Insecta
: Diptera
: Tephritidae
: Bactrocera
: Bactrocera sp.
Spesies ini dalam bahasa Indonesia disebut lalat buah. Lalat ini

memiliki sayap dengan panjang kira-kira berukuran 5-7 mm dan tubuh berukuran
kira-kira 6-8 mm. Bagian perutnya berwarna cokelat muda dengan garis melintang
berwarna cokelat tua sementara bagian dada berwarna cokelat tua dengan bercak
-

kuning atau putih. Tetapi ketika dewasa berwarna kekuning-kuningan,.


Lalat buah ditemukan di area dengan banyak tumbuhan berbuah, utamanya
banyak ditemukan pada tanaman tomat. Lalat ini menyerang tanaman yang sedang
berbuah dengan memasukan telur ke dalam buah menggunakan organ tusuk
(ovipositor) hingga kedalaman 5-6 mm. Dalam sekali bertelur bisa menghasilkan 1015 butir. Didalam buah, telur akan menetas dalam waktu 30-36 jam dengan suhu 2530 C. Telur yang dihasilkan memiliki panjang 1,2 mm dan lebar 0,2 mm, kedua
ujungnya runcing, berwarna putih, dan panjang belatung sekitar 1 cm. Oleh karena itu
ketika buah dibuka akan nampak belatung berwarna putih. Biasanya, satu buah
110

diserang oleh lebih dari satu lalat, sehingga dalam buah tersebut banyak terisi telur.
-

Bekas luka tusukan pada buah akan memicu tumbuhnya jamur dan bakteri.
Lalat buah dalam status perlindungan IUCN termasuk dalam kategori Least
Concern (LC) karena lalat buah termasuk dalam fauna yang memiliki tanda-tanda
kepunahan atau memiliki resiko punah yang rendah. Sementara dalam status
perlindungan CITES, lalat buah termasuk dalam kategori apendiks II karena jumlah

spesiesnya di permukaan bumi sekitar 32.500 spesies.


2. Kupu-kupu Ksatria Kelabu
-

Gambar 149. Ypthima baldus Pembanding


Klasifikasi :
Kingdom
Divisi
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Dalam

: Animalia
: Rhopalocera
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Nymphalidae
: Ypthima
: Ypthima baldus
bahasa Indonesia, spesies ini disebut Kupu-kupu Ksatria Kelabu.

Selain itu juga disebut Dusky Knight Butterfly. Ciri khas dari kupu-kupu ini adalah
tubuh dan sayap berwarna coklat debu yang berukuran sangat kecil, warnanya sangat
serupa dengan warna tanah dan rumput-rumput yang mati. Ciri-ciri ini akan sama
apabila dilihat dari atas maupun dari bawah. Dengan warna yang dimiliki, kupu-kupu
ini dapat mengelabuhi mangsanya karena sulit untuk melihatnya kecuali pada saat
kupu-kupu ini mulai bergerak.
Kupu-kupu Ksatria Kelabu memiliki sayap depan dengan sebuah
bulatan besar mirip mata berwarna hitam dengan bingkai coklat kekuningan.
Sedangkan sayap belakang memiliki masing-masing dua bulatan kecil berwarna sama
dengan bulatan besar disayap depannya. Kupu-kupu ini banyak ditemukan di daerah
111

tropis seperti Indonesia. Hewan ini biasa hinggap di bunga puteri malu dan bunga
-

rumput lainnya yang kecil-kecil.


Kupu-kupu ksatria kelabu berdasarkan status IUCN termasuk dalam kategori
Not Evaluated (NE) yang merupakan suatu kondisi yang menyatakan apabila takson
yang diidentifikasikan status konservasinya belum dilakukan evaluasi berdasarkan
terpenuhinya kriteria-kriteria status konservasi yang berlaku menurut pedoman IUCN
Red List. Dalam kasus ini, bisa saja flora dan fauna yang dilaporkan terancam
kepunahan tersebut hanya ditemukan di beberapa wilayah tertentu. Belum diketahui
keberadaannya di wilayah lain. Sementara dalam status CITES, kupu-kupu ini
termasuk apendiks II yakni dengan spesies sekitar 32.500.

3. Belalang Daun
- Klasifikasi :
- Kingdom
Filum

Gambar 150. Melanoplus differentialis Asli

Gambar 151. Melanoplus differentialis Pembanding


: Animalia
:

Arthropoda
112

Kelas

: Insecta

Ordo

: Orthoptera

Famili

: Caelifera

Genus

: Grasshopper

Spesies
-

: Melanoplus differentialis
Dalam bahasa Indonesia belalang ini disebut belalang daun. Hal ini

disebabkan karena warna tubuhnya hijau tampak seperti daun. Ciri khas ini berkaitan
dengan cara pertahanan diri dari mangsanya. Belalang ini banyak ditemukan di
hamparan rumput atau tanaman yang berwarna hijau.
Secara umum tubuh belalang daun tidak jauh berbeda dengan jenis
belalang lainnya, yakni tubuh terdiri dari 3 bagian utama ( kepala, dada (thorak), perut
(abdomen)). Belalang ini memiliki 6 kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antenna.
Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang
pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga, belalang dapat
mendengar. Alat pendengaran pada belalang disebut dengan tympanum dan terletak
pada abdomen pada sayap. Tympanum berbentuk menyerupai disk bulat besar yang
terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang digunakan untuk memantau getaran di
udara. Secara fungsional mirip dengan gendang telinga manusia. Belalang bernafas
dengan trakea juga mempunyai 5 mata (2 compound eye, dan 3 ocelli) dan termasuk
dalam kelompok hewan berkerangka luar (exoskeleton).
4. Belalang Coklat
Gambar 152. Heteropternis obscurella Asli

113

Klasifikasi :
Kingdom

Gambar 153. Heteropternis obscurella Pembanding

: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Famili
: Acrididae
Genus
: Heteropternis
Spesies
: Heteropternis obscurella
Dalam bahasa Indonesia disebut belalang coklat. Hal ini disebabkan
karena belalang ini biasanya berwarna coklat gelap namun adapula yang berwarna
coklat mendekati hitam. Pada bagian kepala sedikit terangkat dari dada yang memiliki
punggung sentral.Sayap berbintik-bintik gelap memiliki daerah berwarna hitam atau
gelap diujungnya. Pada bagian femur berbentuk seperti berlian dan pada bagian tibia
berwarna merah. Keunikan dari belalang ini adalah kombinasi thorax tidak berbentuk
pelana, ujung sayap belakang memiliki bintik yang unik. Belalang ini biasa ditemukan
pada rumput-rumput yang kering atau tanaman-tanaman yang berwarna gelap. Hal ini

berhubungan dengan cara pertahanan diri belalang.


5. Lebah Madu
-

Gambar 151. Apis andreniformis

Klasifikasi :
Kingdom
Filum
Kelas

: Animalia
: Arthropoda
: Insekta
114

Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Hymenoptera
: Apidae
: Apis
: Apis andreniformi

- Dalam bahasa Indonesia, spesies ini disebut lebah madu. Hal ini disebabkan
karena lebah ini dapat memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari
nectar bunga. Selain itu lebah ini juga dapat membuat sarang dari malam.Lebah madu
mencakup sekitar tujuh spesies lebah dalam genus Apis dari sekitar 20.000 spesies
yang ada. Saat ini dikenal sekitar 44 subspesies. Lebah madu yang ada di alam
Indonesia adalah A. andreniformis, A. cerana dan A. dorsata, serta khusus di
Kalimantan terdapat A. koschevnikovi. Berdasarkan status perlindungan IUCN
termasuk dalam kategori Not Evaluated (NE). Sementara berdasarkan CITES, lebah
madu termasuk dalam kategori apendiks II. Ada beberapa klasifikasi lebah madu.
Lebah madu merupakan serangga yang berperan dalam menghasilkan madu. Serangga
ini mengubah nektar yang dihasilkan tanaman menjadi madu selanjutnya madu akan
disimpan dalam sarang lebah (Adji, S, 2004). Dengan berkembangnya penelitian
mengenai lebah sekarang ini, terutama di daerah Asia tenggara membuktikan bahwa
ternyata jumlah species lebah lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumya. Di
Indonesia sendiri sudah terbukti mempunyai 3 spesies yaitu : apis florae, apis dorsata,
dan apis cerana.
-

Morfologi lebah terdiri atas 3 bagian utama yaitu kepala (caput),leher

(thorax) dan perut (abdomen).penutup tubuhnya beruba zat kitin. Anatomi lebah madu
dalam hal ini meliputi sistem pencernaan, sistem penginderaan, dan sistem reproduksi.
Sistem pencernaan pada lebah madu berturut-turut adalah: mulut, osefagus, kantong
madu, proventriculus, ventriculus, usus halus, usus besar, colon dan rectum. Sistem
penginderaan pada lebah madu meliputi indera penglihat, indera pencium, dan indera
peraba. Dalam hal sistem reproduksi, organ reproduksi yang berkembang sempurna
pada lebah hanya pada lebah jantan dan ratu. Seekor lebah ratu dewasa yang produktif
dapat menelurkan 1000-2000 sel telur per hari.Habitat hidup lebah madu di seluruh
belahan bumi kecuali daerah kutub,produktif di daerah tropis dan tidak produktif pada
musim dingin di wilayah subtropik.
6. Kupu-Kupu Monarch

115

Gambar 152. Danaus plexippus

Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Lepidoptera
Family
: Nymphalidae
Genus
: Danaus
Species
: Danaus plexippus

Kupu-kupu Monarch adalah jenis kupu-kupu yang termasuk ke dalam familia

Danaidae. Kupu-kupu ini memakan tanaman perdu tahunan, Asclepias L. yang


merupakan tanaman beracun pada sebagian hewan. Senyawa kimia dari tanaman tersebut
akan terakumulasi hingga kupu-kupu mencapai fase dewasa dan menjadi pertahanan
dirinya. Predator, seperti burung akan menghindari kupu-kupu Monarch karena rasanya
yang tidak enak untuk dimakan. Kupu-kupu ini memiliki sayap berwarna coklat terang
dengan batas garis hitam dan titik-titik putih. Setiap tahunnya, kupu-kupu ini dapat
bermigrasi dari wilayah Kanada ke Meksiko yang berjarak tempuh 4.500 km dengan
jarak tempuh 80 km per hari. Populasi kupu-kupu ini akan tiba di Meksiko pada awal
November dan tinggal di daerah hutan cemara Michoacan hingga bulan Februari. Kupukupu ini bukanlah termasuk spesies yang dilindungi karena jumlah spesies dan
persebarannya yang masih banyak terdapat di alam.Kupu monarch ini ditemukan pada
vagetasi tumbuhan-tumbuhan perdu dengan perilaku mengepak-ngepakan sayapnya dan
kemudian menempel pada bebatuan.Status konservasi dari kupu-kupu monarch yaitu
belum dievaluasi dan belum ada undang-ungang yang menyatakan perlindungan
terhadap spesies ini.Endemisitas kupu ini bukan spesies asli dari pulau jawa.
7. Nyamuk Malaria
116

Klasifikasi
Gambar 153. Anopheles

Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Diptera
: Culicidae
: Anopheles
: Anopheles aconitu

Anopheles ditemukan pada hampir seluruh dunia, kecuali di Antartika (kutub

selatan). Malaria ditularkan oleh spesies Anopheles yang berbeda, tergantung dari
daerah dan kondisi lingkungan. Morfologi nyamuk anopheles berbeda dari nyamuk
culex.. Di dunia kurang lebih terdapat 460 spesies yang sudah dikenali, 100
diantaranya mepunyai kemampuan menularkan malaria dan 30-40 merupakan host
dari parasite Plasmodium yang merupakan penyebab malaria di daerah endemis
penyakit malaria. Di Indonesia sendiri, terdapat 25 spesies nyamuk Anopheles yang
mampu menularkan penyakit Malaria.
- Anopheles gambiae adalah paling terkenal akibat peranannya sebagai
penyebar parasit malaria dalam kawasan endemik di Afrika, sedangkan Anopheles
sundaicus adalah penyebar malaria di Asia.Ciri-ciri nyamuk anopheles yaitu:
a.
Telur anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air
sehingga seperti membentuk perahu yang bagian bawahnya konveks,
-

bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung pada lateral.


b.
Larva anopheles tampak mengapung sejajar dengan permukaan air,
spirakel pada posterior abdomen, tergel plate pada tengah sebelah dorsal

abdomen dan sepasang bulu palma pada lateral abdomen.


c.
Pupa anopheles mempunyai tabung pernafasan berbentuk seperti
trompet yang lebar dan pendek , digunakan untuk mengambil oksigen dari

udara
d.
Nyamuk dewasa pada jantan memiliki ruas palpus bagian apikal
berbentuk gada (club form) pada betina ruasnya mengecil. Sayap bagian
pinggir (kosta dan vena I ) ditumbuhi sisik-sisik sayap berkelompok
117

membentuk belang hitam putih, ujung sayap membentuk lengkung. Bagian


posterior abdomennya melancip.
- Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, malaria
disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia
dan splenomegali.
- Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah nyamuk Anopheles sering
menghisap darah diluar rumah dan suka menggigit diwaktu senja sampai dini hari
(Eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km.
Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung Gametosit sampai
mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunasekstrinsik.
Sporozoit adalah bentuk infektif. Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada
empat faktor yaitu:
1.
Parasit (agent / penyebab penyakit malaria)
2.
Nyamuk Anopheles (vektor malaria)
3. Manusia (host intermediate)
4.
Lingkungan (environment)
Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat
Nyamuk Anopheles lebih suka hinggap di batang-batang rumput, di alam atau
luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab, terlindung dari sinar matahari,
gelap.
Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place)
Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang airnya
tergenang seperti sawah, irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan
tidak begitu deras airnya.
8. Semut Hitam
Gambar 154. P. clavata

118

Kerajaan

:Animalia

Filum

:Arthropoda

Kelas

:Insecta

Ordo

:Hymenoptera

Famili

:Formicidae

Upafamili

:Paraponerinae

Genus

:Paraponera

Spesies
-

: P. clavata
Semut adalah semua serangga anggota suku Formicidae, bangsa

Hymenoptera. Semut memiliki lebih dari 12.000 jenis (spesies), sebagian besar hidup
di kawasan tropika. Sebagian besar semut dikenal sebagai serangga sosial, dengan
koloni dan sarang-sarangnya yang teratur beranggotakan ribuan semut per koloni.
Anggota koloni terbagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut.
Dimungkinkan pula terdapat kelompok semut penjaga. Satu koloni dapat menguasai
daerah yang luas untuk mendukung kehidupan mereka. Koloni semut kadangkala
disebut "superorganisme" karena koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah
kesatuan. Semut telah menguasai hampir seluruh bagian tanah di Bumi. Hanya di
beberapa tempat seperti di Islandia, Greenland, dan Hawaii, mereka tidak menguasai
daerah tesebut. Di saat jumlah mereka bertambah, mereka dapat membnetuk sekitar
15 - 20% jumlah biomassa hewan-hewan besar. Beberapa jenis semut sangat dikenal
oleh manusia karena hidup bersama-sama dengan manusia, seperti semut hitam,
semut besar, semut merah, semut api, dan semut rangrang.Rayap terkadang disebut
semut putih namun sama sekali berbeda kelompok dari semut walaupun mereka
memiliki struktur sosial yang sama.Spesies ini merupakan spesies yang tidak
dilindungi karena jumlah spesienya masih melimpah di alam.Perilaku semut ini
berjalan terrestrial sehingga mudah untuk diamati tanpa mengunakan alat bantu.
9. Burung Srigunting Keladi
-

Gambar 155. Dicrurus


aeneus

119

Kingdom
:Animalia
Filum
:Chordata
Kelas
:Aves
Ordo
:Passeriformes
Family
:Dicruridae
Genus
:Dicrurus
Spesies
:Dicrurus aeneus
Srigunting keladi (Dicrurus aeneus) adalah burung Indomalayan kecil

yang termasuk pada familia srigunting. Mereka menetap di hutan Subkontinen India
dan Asia Tenggara. Mereka menangkap serangga terbang dibawah naungan hutan
kanopi dengan membuat serangan tiba-tiba dari tenggeran mereka. Mereka sangat
mirip dengan jenis srigunting lainnya di daerah persebarannya tapi lebih kecil dan
pendek dengan perbedaan ekor yang sedikit membentuk garpu dan pola pada kilapan
bulu mereka.Vagetasi di pepohonan yang rindang.Spesies ini merupakan spesies yang
dilindungi oleh undang-undang no 7 tahun 1999,oleh sebab itu tidak boleh
diperdagangkan. Prilaku Sering teramati sedang duduk di tenggeran secara mencolok.
Memburu serangga secara mendadak, melewati tajuk bagian tengah dan atas. Sering
menyerang burung elang dan kangkok dengan berani. Beberapa burung kadang ribut
dan saling mengejar.
10. Kupu-Kupu Belerang
-

Gambar 156. Eurema daira

Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Famili
Ordo
Genus
Spesies

:Animalia
:Artopoda
:Insecta
:Pieridae
:Lepideoptera
:Eurema
:Eurema daira
120

Kupu-kupu belerang atau kupu-kupu kuning adalah sebutan bagi

sekelompok kupu-kupu berukuran kecil dari marga Eurema, anggota suku Pieridae.
Namanya diperoleh karena warnanya yang kuning terang, sedikit banyak menyerupai
warna belerang. Sebutan umumnya dalam bahasa Inggris adalah Grass Yellow.Jenisjenisnya menyebar luas di Asia, Afrika, Australia, dan Oseania, hingga ke wilayah
Dunia Baru. Spesies tipe marga ini adalah Eurema daira.Sejauh ini tercatat lebih dari
70 spesies yang tergabung dalam Eurema; dengan lebih dari 300 nama sinonimnya.
Bahkan, spesies seperti kupu-kupu belerang biasa E. hecabe, memiliki lebih dari 80
nama sinonim. Nama marganya sendiri bersinonim dengan lebih dari 15 nama. Salah
satunya adalah akibat penyebaran geografisnya yang luas.kupu-kupu ini masih
terdapat melimpah di bumi sehingga status perlindungannya termasuk belum
terancam (NT).
-

121

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan dilakukan dengan metode pengumpulan data, yakni dengan cara
observasi, pengamatan,wawancara, dan dokumentasi.
2. LIPI Zoologi merupakan lembaga yang mempelopori penelitian dalam
keilmuan fauna dan menjadi pusat acuan terpercaya bidang pemberdayaan
dan konservasi keanekaragaman fauna Indonesia.Sementara Kebun Raya
Cibodas adalah salah satu dari empat Kebun Raya yang ada di Indonesia
yang dikelola oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang bervisi
untuk menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang
konservasi dan penelitian tumbuhan tropika dataran tinggi basah, pelayanan
pendidikan lingkungan, dan pariwisata.
3. Bedasarkan laboratorium yang diamatai, koleksi yang terdapat di LIPI
Zoologi terdiri dari :
Laboratorium Invertebrata yang terdiri dari kelas Porifera, Choelenterata,
Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda,

Echinodermata dan Pisces (Chondrictyes Dan Ostechtyes) ).


Laboratorium
Entomologi
dengan
koleksi
berbagai

serangga,kupu-kupu, ngengat, semut, dan kumbang.


Laboratorium Ornitologi (Aves) terdiri atas specimen kulit, koleksi basah,

macam

koleksi tulang, sarang dan telur dari berbagai burung di Indonesia maupun

luar negeri.
Laboratorium mamalia dengan berbagai koleksi basah dan kering dari

berbagai spesies yang sudah langka maupun tidak.


4. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, jenis fauna yang terdapat di
Kebun Raya Cibodas adalah berbagai jenis serangga ( lalat buah, kupukupu,nyamuk,

semut, belalang daun, belalang coklat) dan jenis aves

( burung sigunting kelabu)


3.2 Saran
-

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

1. Observer
a. Menyediakan daftar pertanyaan sebelum melakukan obsevasi.
b. Mencari tahu terlebih dahulu informasi tentang tempat observasi.
c. Menyediakan recorder dan handy cam untuk merekam setiap

wawancara

dengan ahli di laboratorium.


d. Setiap mahasiswa adalah observer, jadi harus membawa kamera untuk
mengambil foto-foto spesimen.
122

e. Setiap observer harus sedia buku catatan lapangan dan alat tulis demi kelancaran
observasi dan wawancara.
2. Laboratorium Zoologi, LIPI
a. Setiap laboratorium dibuatkan denah dan daftar spesimen supaya lebih mudah
dalam pencarian spesimen.
b. Di setiap laboratorium perlu didesain lebih menarik lagi supaya observer atau
pengunjung tertarik untuk terus menelusuri laboratorium.
c. Di setiap laboratorium tidak hanya menyediakan spesimen-spesimen saja, tetapi
juga layar tancap / LCD untuk menampilkan video-video menarik tentang
spesies di laboratorium tersebut untuk hiburan.
-

Kebun Raya Cibodas

1. Untuk pengamatan bisa dilakukan tidak hanya satu tempat melainkan di beberapa
tempat dengan kondisi vagetasi yang berbeda-beda,sehingga dapat ditemukan
fauna yang berbeda-beda.
2. Waktu untuk pengamatan mempengaruhi hasil observasi,faktor terlalu singkatnya
kegiatan observasi membuat fauna yang ditemukan pun sedikit karena waktu yang
disediakan hanya 15 menit.
3. Dalam melakukan observasi diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam
mengidentifikasi spesies yang ditemukan.
-

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M., dan Peggie, D. 2006. Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor.
Bogor: Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Ginting, R. 2007.

Keanekaragaman

Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Di Jakarta, Depok, Dan

Bogor Sebagai Bahan Kajian Penyusunan Analisis Risiko Hama. Tesis. Bogor:
-

Institute Pertanian Bogor.


Brotowidjoyo, mukayat Djarubito 1994. Zoologi Dasar. Jakarta Erlangga.
123

Campbell, N. A, J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2.


Jakarta:
-

Erlangga.

Herawati, Hetty; Santoso, Heru; dan Forner, Claudio. 2006. Tropical Forest

and Climate

Change Adaptatuion Meeting Southeast Asia. Center for International

Forestry

Research. Bogor Radiopoetro. 1986. Zoologi. Jakarta : Erlangga.

Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara tahun 1985. Peraturan Pemerintah
Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.

Ramelan, Rahardi. 2008. Teknologi Masyarakat. Bandung : Lubung Agung.


-

McKinnon, J. dan Phillips K. 1997. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan


Kalimantan

(Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam): Burung

Indonesia. Bogor.
-

Rahayu, Tuti. 2004. Sistematika Hewan Invertebrata. Surakarta: UMS Press.

Suputa.2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia.


Yogyakarta: UGM
-

press.

124

- LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Dokumentasi Laboratorium Entomologi

125

126

1.2 Lampiran Dokumentasi Laboratorium Ornitologi (Aves)

127

128

Lampiran 1.3 Dokumentasi Laboratorium Invertebrata

129

130

1.4 Dokumentasi Laboratorium Mamalia

131

132

Lampiran 1.5 Lampiran Dokumentasi Kebun Raya Cibodas

Gambar 1. Kumpulan nyamuk


3.Lebah sedang
di semak-semak
terbang

Gambar 2. Lebah

Gambar

Gambar 4. Lalat buah

Gambar 5. Belalang Coklat

Gambar 6. Belalang daun

Gambar 7.Kupu-kupu monarch

Gambar 8. Semut hitam

gambar 9. Semut hitam 2


di bebatuan

Gambar 10. Kupu belerang

133

Lampiran 1.6 Data Mentah


-

DATA MENTAH
-

Lokasi : 7 meter dari titik pertama

Ordinat :

S : 064424,8

L : 1070025,3

Ketinggian : 1373 dpl

Hari/tanggal : Jumat, 16 Oktober 2015

Kondisi cuaca : Cerah, berawan

Tit
ik

(1
5
me
nit
)

Ke
ter
an
ga
n
Lo
kas
i

Wa
ktu
dit
em
uk
an

Na
ma
jen
is /
dae
rah
fau
na

Ju

Pe
ril
ak
u

V
eg
et
as
i

10.
53
WI
B

Lal
at
bu
ah

Te
rb
an
g
di
se
ke
lil
in
g
be
nd
a
ya
ng
di
an
gg
ap
bu

di
de
ka
t
pe
po
ho
na
n

134

Ke
ter
an
ga
n
La
in

ah
-

Ku
puku
pu
raj
a

Ny
am
uk
ma
lari
a

Se
mu
t
Hit
am

Ba

11.
12
WI
B

Hi
ng
ga
p
di
be
ba
tu
an

Te
rb
an
g
di
se
ki
ta
r
pe
po
ho
na
n
da
n
be
ba
tu
an

M
en
ca
ri
m
ak
an
an
di
be
ba
tu
an
da
n

C
el
ah
be
ba
tu
an
da
n
m
e
m
bu
at
lu

135

ta
na
h

Ku
puku
pu
bel
era
ng

bur
un
g
sig
unt
ing
kel
adi

ba
ng
di
ta
na
h
-

Te
rb
an
g,
hi
ng
ga
p
di
ra
nt
in
g
po
ho
n
sa
tu
ke
m
ud
ia
n
ke
ra
nt
in
g
po
ho

Di
pe
po
ho
na
n
ti
ng
gi

136

n
ya
ng
lai
n,
se
se
ka
li
be
rk
ic
au
-

leb
ah
ma
du

Ku
puku
pu
Ks
atri
a
Ke
lab
u

Bel
ala
ng
da

11.
30
WI
B

Hi
ng
ga
p
di
re
ru
m
pu
ta
n
da
n
se
se
ka
li
te
rb
an
g

Hi
ng
ga
p

Di
ru
m
pu

137

un

10

11.
05
WI
B

Bel
ala
ng
Co
kel
at

di
de
da
un
an
hi
ja
u

Hi
ng
ga
p
di
de
da
un
an
ke
ri
ng

t
at
an
de
da
un
an
be
r
w
ar
na
hi
ja
u
-

Di
ru
m
pu
t
at
au
de
da
un
an
ya
ng
ke
ri
ng
be
r
w
ar
na
co
ke
lat

138

Lampiran 1.7 Curriculum Vitae


-

CURRICULUM VITAE

1. Ketua Kelompok
Nama lengkap : Amalia Zaida
Tempat/tanggal lahir : Jepara, 19 Mei 1996
Alamat asal
: Ds. Troso RT 6 RW 8
Pecangaan Jpr
Alamat di Semarang : Kos Darmada Jl.
Taman Siswa No. 10
Prodi/Rombel
: Pendidikan Biologi Rombel 1
No HP
: 08985079481
Bidang Minat
: Anatomi dan Fisiologi Manusia
2. Anggota Kelompok
-

Nama lengkap : Khanifah


Tempat tanggal lahir : Purbalingga, 25 Januari 1996
Alamat Asal
: Purbalingga
Alamat di Semarang : Gang Rambutan
Prodi/Rombel
: Pendidikan Biologi Rombel 1
No HP
: 085727008867
Bidang Minat
: Taksonomi Hewan

3. Anggota Kelompok
Nama lengkap : Rifki Dwi Anisa
Tempat tanggal lahir : Jepara,
Alamat asal
: Jepara
Alamat di Semarang
: Gang Rambutan
Prodi/Rombel
: Pendidikan Biologi Rombel 1
No HP
: 08996528208
:
Bidang Minat
: Morfologi Tumbuhan
4. Anggota Kelompok
Nama lengkap : Ratih Kurniyanti
Tempat tanggal lahir : Kendal, 21 Agustus 1995
Alamat asal
: Kendal
Alamat di Semarang
: Gang Buntu
Prodi/Rombel
: Pendidikan Biologi Rombel 1
No HP
: 085786101902
Bidang Minat
: Botani
-

139

Anda mungkin juga menyukai