Anda di halaman 1dari 9

PROSES PEMATANGAN SERVIK (CERVICAL RIPENING)

Definisi
Selama kehamilan, servik harus tetap terjaga konsistensinya yang kaku dan tetap tertutup
sehingga hasil konsepsi tidak keluar. Dengan dimulainya onset pematangan servik, maka
servik akan diubah menjadi lebih lunak dan mudah berdilatasi sehingga dengan adanya
kontraksi uterus maka janin dapat dilahirkan. Proses pematangan servik ini merupakan proses
awal dari adanya kontraksi uterus.
Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu proses perubahan
(remodelling) dari servik yang disertai dengan proses pematangan dan dilatasi servik
sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir, melemahnya dan pecahnya selaput ketuban, dan
inisiasi dari kontraksi yang ritmis disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya 27. Proses
perubahan dari servik dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: pelembutan,
pematangan, dilatasi dan pemulihan servik setelah melahirkan.
Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi
servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun
fase pertama adalah fase lambat (slow ripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi
perubahan gradual dari kadar kolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu,
atau paling awal pada usia 16-24 minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening) yang
terjadi sesaat sebelum onset persalinan27. Proses pematangan servik melibatkan perubahan
besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi penurunan jumlah kolagen
sampai 30% dan proteoglikan sampai 50% dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses
akhir dari pematangan servik ini adalah melembutnya dan dilatasi dari servik. Mekanisme
yang terlibat dalam proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui.
Proses perlunakan dari servik merupakan hasil dari peningkatan vaskularitasnya, hipertrofi
stroma, hipertrofi dan hiperplasia glandular, serta perubahan pada matriks ekstraseluler.
Selain itu pula terjadi proses perubahan pada kolagen yaitu perubahan jumlah ikatan silang
kovalen diantara tripel helik kolagen yang secara normal dibutuhkan untuk stabilitas fibril
kolagen.
Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot hanya 6-10%.
Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler, proteoglikan, hyaluronan, dan
glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen dan elastin. Pada servik, kolagen
menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III10.
Ikatan kolagen akan membentuk kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami
perubahan oleh pengaruh enzim kolagenase.

Gambar

Proses
Pembentukan Kolagen

Kolagen merupakan komponen utama dari servik dan bertanggung jawab terhadap struktur
servik. Setiap molekul kolagen mengandung tiga rantai dimana ketiganya berikatan satu
sama lain membentuk prokolagen. Molekul tripel helik kolagen berikatan silang satu sama
lain dengan bantuan aktivitas enzim lisil oksidase yang dapat membentuk fibril yang panjang.
Fibril kolagen berinteraksi dengan proteoglikan ukuran kecil yaitu dekorin dan biglikan serta
protein seluler yaitu tromboposdin-2. Interaksi ini akan mengakibatkan fibril kolagen menjadi
satu kesatuan yang kompak.
Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV. Kolagen tipe I dan
III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan yang tipe IV ditemukan
berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka
serat kolagen, otot polos dan fibroblas tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan atau daya regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat
janin

Gambar Peran Dekorin Dalam Pematangan Serviks


Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan
jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks
ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar
dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen.
Kedua hal inilah yang mengakibatkan proses perlunakan servik.
Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumlah kolagen. Selain itu terjadi
pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama adalah penurunan konsentrasi
dekorin dan peningkatan kadar kondroitin sulfat proteoglikan vercican, sedikit sulfat
proteoglikan biglikan dan sulfat proteoglikan heparan. Versican dapat menarik air dan berikan
dengan hyaluronan serta menghasilkan disintegrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pada
struktur fisiknya sehingga menghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya akan
diikuti dengan proses dilatasi servik.
Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan kolagen dalam servik
serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya pematangan servik maka bagian atas dari
servik yaitu ostium uteri internum bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan
dengan segmen bawah rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan
tempat dimana proses pematangan servik menjadi maksimal

Ostium
Internum

Uteri
Sebagai
Tempat Dimulainya Pematangan Servik

Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan kadar enzim
siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan kadar prostaglandin E2 (PGE2) lokal di
servik. Hal ini akan mengakibatkan:

Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik


Peningkatan degradasi kolagen
Peningkatan asam hyaluronidase
Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen
Peningkatan pelepasan interleukin-8

Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu
interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi pelepasan
kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease desktruktif yang lainnya.
Kecepatan produksi neutrofil sekitar 10 perhari sehingga neutrofil merupakan sumber yang
tak terbatas dari kolagenase. Interleukin-8 dapat bekerja secara sinergis dengan prostaglandin
dalam merangsang proses pematangan servik.
Indikasi
Induksi persalinan harus dipertimbangkan apabila manfaat yang didapat dengan terjadinya
persalinan pervaginam melebihi potensial risiko bagi ibu dan janin akibat induksi persalinan
itu sendiri. Hal ini HARUS didiskusikan dengan wanita hamil tersebut sebelum dilakukan
tindakan induksi persalinan. Indikasi induksi persalinan adalah:
a) Kehamilan postterm.
b) Ketuban pecah dini.

c) Kondisi medis maternal (DM tipe 1, penyakit ginjal, penyakit paru-paru, hipertensi
gestasional, hipertensi kronik).
d) Kehamilan dengan potensi terjadinya gangguan kesejahteraan janin (IUGR, hasil
pemantauan janin yang tidak menguntungkan).
e) Anti phospholipid sindrom (APS).
f) Dicurigai atau terbukti adanya korioamnionitis.
g) Solusio plasentae.
h) Intra Uterine fetal Death.
i) Kadangkala dilakukan atas alasan sosial atau geografik, tanpa alasan medis atau
obstetrik.
Kontraindikasi
1. Yang merupakan kontra indikasi induksi persalinan juga merupakan kontra indikasi
untuk terjadinya persalinan atau persalinan pervaginam.
a) Kontra indikasi MUTLAK:
1) Kontra indikasi maternal: Herpes genitalis aktif, kondisi medis kronis yang serius,
disproporsi sefalopelvik mutlak.
2) Kontra indikasi janin: Malpresentasi janin, Fetal distress.
3) Kontra indikasi uteroplasental: Tali pusat menumbung, Plasenta previa, Vasa previa,
Riwayat histerotomi dengan insisi vertikal/kalsik.
b) Kontra indikasi RELATIVE:
1) Kontra indikasi maternal: Karsinoma serviks, Grandemultipara, Over distensi uterus
(karena hidramnion atau kehamilan kembar).
2) Kontra indikasi janin: Makrosomia janin.
3) Kontra indikasi uteroplasental: Plasenta letak rendah, Perdarahan vaginal dengan
sebab tidak jelas, Presentasi tali pusat/Tali pusat terkemuka, Riwayat miomektomi
yang mencapai cavum uteri.
Syarat
Sebelum melakukan induksi persalinan, hal-hal tersebut berikut harus dievaluasi:
a) Indikasi untuk induksi persalinan / adanya kontra indikasi induksi.
b) Usia kehamilan.
c) Kematangan serviks ( dinilai dengan skore Bishop)
d) Penilaian keadekuatan panggul dan ukuran janin atau presentasi janin.
e) Kondisi kulit ketuban (intak atau telah pecah).
f) Kesejahteraan janin / monitoring DJJ sebelum induksi persalinan.
g) Dokumentasi hasil diskusi dengan penderita tentang indikasi induksi persalinan dan
penjelasan faktor risiko.

METODE INDUKSI
Terdapat dua cara untuk induksi persalinan / pematangan serviks, yaitu: secara mekanis atau
secara farmakologis (dengan obat-obatan).

1) Metode Mekanis: Mekanisme kerja metode mekanis adalah mendilatasi serviks dengan
memberikan tekanan secara mekanis dan meningkatkan produksi prostaglandin.
Keuntungan metode ini adalah: mudah digunakan, reversibel, efek samping tertentu lebih
rendah (misalnya aktivitas uterus yang berlebihan), dan biaya lebih murah. Dapat
mempergunakan dilatator higroskopik (laminaria, lamicel), dengan balon kateter, dengan
balon dan infus salin ekstra amnion (EASI), stripping of the membrane, dan amniotomi.
a) Pemasangan kateter transervikal
b) Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )
c) stripping of the membrane
Pemasangan kateter Foley transervikal

Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi.
Tehnik:

Pasang spekulum pada vagina

Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam


tampon.

Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum

Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air

Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam

Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan


infuse oksitosin.

Dilatator servik higroskopik


Dilakukan dengan batang laminaria. Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum
membuka. Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis. 12 18 jam kemudian kalau perlu
dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.

Gambar
1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis
2. Laminaria mengembang
3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
4. Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
Stripping of the membrane

Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm. Menyebabkan peningkatan
kadar Prostaglandine serum.

2)

Metode Farmakologis: Dapat dipergunakan prostglandins (PGE1, misoprostol; PGE2,


dinoprostone; dan PGF2 alfa), mifepriston, estrogen, relaksin, dan oksitosin.
Penggunaan Misoprostol Untuk Induksi
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 sintetik yang tidak mahal yang dijual dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya tukak lambung atau duodenum akibat pemakaian NSAIDs.
Banyak penelitian mendukung pemakaian misoprostol pervaginam cukup efektif sebagai obat
untuk pematangan serviks dan induksi persalinan.
Misoprostol dapat diberikan secara oral, vaginal, atau sub lingual. Pemberian pervaginal
dengan menempatkan tablet pada forniks posterior vagina. Misoprostol vaginal dengan dosis
lebih dari 25 ug setiap 4 jam lebih efektif, tetapi lebih sering menyebabkan hiperstimulasi
uterus. Oleh karena itu lebih dianjurkan pemberian dengan dosis 25 ug dengan interval
pemberian 4 6 jam.
Pemakaian Oxytocin Untuk Induksi Persalinan
Oksitosin intravena telah lama dipergunakan sebagai obat untuk induksi persalinan, kurang
lebih sejak tahun 1950 an.
1) Oksitosin memiliki waktu paro 5 12 menit, dan tetap mempunyai respon terhadap
uterus dalam 30 menit atau lebih.
2) Dosis ideal oksitosin tidak diketahui. Pada penelitian didapatkan peningkatan dosis tidak
lebih sering dari 30 menit didapatkan: lebih jarang menyebabkan aktivitas uterus yang
berlebihan, lebih besar kemungkinan untuk persalinan pervaginam, lebih jarang
menyebabkan infeksi post partum dan perdarahan post partum, lebih jarang berakhir
dengan bedah sesar.
3) Dosis permulaan adalah 0,5 2,0 mUI/menit, ditingkatkan 1,0 mUI/menit setiap 30 60
menit dengan dosis maksimum 16 40 mUI/menit.

Pengelolaan Pada Kasus Hiperstimulasi


Jika terjadi hiperstimulasi uterus (aktifitas uterus yang berlebihan), yang menyebabkan
gambaran denyut jantung janin yang buruk, segera lakukan tindakan untuk menghentikan
kontraksi uterus yang berlebihan.
1) Jika mempergunakan tablet vaginal, segera ambil sisa obat yang mungkin masih terdapat
dalam vagina. Jika mempergunakan infus oksitosin segera stop tetesan infus.
2) Segera anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri.
3) Segera berikan oksigen dengan masker.
4) Jika tidak ada perbaikan dengan langkah di atas, dapat diberikan tokolitik. Dapat
diberikan terbutalin 250 mcg subkutan atau intravena, atau nitrogliserine 50 200 mcg
secara intravena.

DAFTAR PUSTAKA
1. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar pelayanan medik. Obstetri dan
Ginekologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Postterm
pregnancy. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
3. Denney JM, Sciscione A. Induction of labor. In: Berghella V. Obstetric evidence based
guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
4. Norwitz ER. The management of postterm pregnancy. Departement of obstetrics,
gynecology, dan reproductive science, Yale-New Haven Hospital, New Haven, CT
06520.
5. Crane J. Induction of labour at term. SOGC clinical practice guideline. JOGC, August
2001, No. 107. P.1-9.

Anda mungkin juga menyukai