Anda di halaman 1dari 6

ANALISA KASUS

Extreme Jobs
Engstrom Auto Mirror Plant: Motivating in Good Times and Bad
TUGAS MATA KULIAH : ORGANIZATIONAL BEHAVIOR

Oleh:
Aminah Hafsah Handi
Choirul Reza Deani
Colin Agan Abraham
Fatkhu Rohman
Neppa Nurrohman N
Putu Surya Arysoma

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA & BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

Extreme Jobs
1. Latar Belakang
Terdapat beberapa karyawan yang melakukan pekerjaan ekstrim atau extreme
jobs yaitu lamanya waktu kerja seseorang yang melebihi dari normal, dimana
normalnya seseorang bekerja selama 60 jam per minggu tetapi durasi waktu kerja
yang dilakukan orang-orang tersebut lebih dari 60 jam per minggu. Karakteristik dari
extreme jobs yaitu memiliki tanggung jawab yang besar, bekerja diluar waktu kerja
(lembur), bertanggung jawab akan keuntungan atau kerugian perusahaan, bertanggung
jawab untuk mementor maupun merekrut karyawan, mobilitas tinggi, kehadiran di
tempat kerja selama 10 jam.
Extreme jobs semakin meningkat karena tekanan kompetisi sehingga
seseorang cenderung bekerja lebih keras agar lebih unggul dari pegawai lain pada
contoh kasus ini seperti pada Jonelle Salter dengan mendapatkan jabatan sebagai
Manajer Instalasi lepas pantai disamping dia sebagai manajer perempuan kulit hitam
pertama sehingga dia ingin menunjukkan bahwa dia mampu untuk memimpin pada
bagian itu.
Teknologi komunikasi yang berkembang sehingga seseorang tetap dapat
melakukan pekerjaannya sehingga tanpa sadar ketika memegang sebuah gadget tetap
melakukan pekerjaan. Menurut Arlie Russell Hochchild dalam bukunya berjudul The
Time Bind menjelaskan pasangan yang telah menikah dan keduanya bekerja sehingga
tidak sempat untuk mengurus kegiatan rumah tangga dan menghindari untuk dirumah
karena mereka merasa bahwa rumah menyebabkan stress.
Globalisasi yang membuat orang mudah berpindah dari suatu tempat. Seperti
Gwen sebagai manajer supply chain dengan memiliki tekanan yang besar dalam
pekerjaannya seperti dengan cepat mengambil keputusan pada tingkat inventaris
dengan konsekuensi yang besar.
2. Rumusan Masalah
Adanya extreme jobs memunculkan beberapa permasalahan, antara lain
kurangnya waktu istirahat, rumah tangga yang tidak terurus, kurangnya waktu luang
untuk anak dan keluarga, dan kurangnya waktu bersosialisasi dengan lingkungan
rumah.

3. Landasan Teori
Motivasi terbentuk dari beberapa faktor seperti ilustrasi sebagai berikut:
Personal Factors:
-Personality
-Ability
-Core
selfevaluations
-Emotions
-Attitudes
-Needs

Motivate
positive d negative
Individual
level

Organizatio
nal
citizenship

Motivation
and
employee
engangemen
Contextual Factors:
-Organizational culture
-Cross cultural values
-Job design
-Physical environment
-Reward and
reinforcement
-Group Norms
-Communication
technology
-Leader behaviour

Behaviour and

Counterpro
ductive
behavior Job
satisfaction
Performanc
e

Group
Level

Information
sharing

Information
sharing

Poor
Service

Financial
performance

Poor
Quality

Dari ilustrasi
atas

dapat

diketahui bahwa

motivasi seseorang berawal dari faktor-faktor personal yang ada di dirinya seperti
faktor personalitas, kemampuan, emosi, sikap dan kebutuhannya. Faktor personal
tersebut kemudian juga akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor
konstektual seperti contoh budaya dalam organisasi, desain pekerjaan, cara
pemberian reward, dan juga desain organisasi. Dari kedua faktor tersebut
kemudian membentuk motivasi dalam level individu, kelompok dan organisasi.
Dalam melakukan pekerjaan lebih disebabkan oleh kebutuhan pribadi
seseorang. Beberapa teori terkait teori kebutuhan ini dijelaskan oleh Maslow dan
juga McClelland. Menurut Maslow terdapat 5 dasar kebutuhan manusia yaitu
kebutuhan psikologis, keamanan, cinta, self-esteem, dan aktualisasi diri.
Sedangkan menurut McClelland kebutuhan dibagi menjadi kebutuhan untuk
pencapaian (yaitu kebutuhan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sulit),
kebutuhan untuk berafiliasi (yaitu kebutuhan untuk menghabiskan waktu untuk
berhubungan secara sosial, berkelompok, dan keinginan untuk dicintai), dan juga
kebutuhan untuk memiliki kekuasaan (yaitu kebutuhan untuk mempengaruhi,
memimpin, mengajari dan mendorong orang lain untuk mencapai tujuan).
4. Analisa Masalah

Politi
cs
Social
loafing

Collaboratio
n
Organizationa
l level

di

Turnover

Dari deskripsi tentang kasus ini penyebab naiknya extreme jobs berhubungan
dengan McClellands Need Theory yang terdiri dari kebutuhan untuk pencapaian,
didefinisikan timbul akibat keinginan diri sendiri untuk menyelesaikan sesuatu hal
yang sulit. Pencapaian tersebut memiliki karakteristik seperti bekerja dengan tingkat
yang lebih susah, situasi dengan performa ditunjukkan dari usaha yang dilakukan
bukan dari faktor luar seperti keberuntungan, keinginan untuk timbal balik dari
kesuksesan dan kegagalan dari pada pencapaian yang rendah. Kemudian orang-orang
dengan kebutuhan kerjasama lebih memilih untuk menghasilkan waktu dengan
hubungan sosial, bergabung dalam kelompok dan ingin dicintai. Kebutuhan akan
kekuasaan direfleksikan dengan keinginan individu untuk mempengaruhi, melatih,
mengajar, atau memberanikan orang lain untuk mencapai sesuatu.
Solusi yang dapat kami berikan adalah jangan terlalu banyak menghabiskan
waktu untuk bekerja atau mencoba untuk mengurangi sifat workaholic. Sifat ini dapat
dikurangi apabila dalam organisasi tersebut terdapat pembagian tugas yang jelas
sehingga tugas tidak terfokus pada satu orang yang tentunya akan menghabiskan
waktu kerjanya. Apabila setelah pembagian tugas masih terdapat individu yang
bekerja lebih dari seharusnya maka perusahaan diharapkan melakukan penambahan
karyawan sesuai dengan kebutuhan.
Penyelesaian pekerjaan dengan cara lembur dibenarkan sepanjang sesuai
dengan ketentuan ketenagakerjaan yaitu melihat antara beban pekerjaan dari
perusahaan dan batas-batas kemampuan yang dimiliki oleh sesoorang. Apabila
dipaksakan dengan bekerja yang berlebihan tentunya hasilnya juga akan tidak
maksimal dan menggangu kualitas pekerjaan yang rutin, tetapi kalau diukur sesuai
dengan kemampuan maka hasilnya akan lebih maksimal.
Dalam kehidupan modern sekarang ini seseorang dituntut untuk berlaku
seimbang yaitu berhasil dalam kehidupan rumah tangga dan berhasil dalam berkarir di
kantor. Apabila hanya berkonsentrasi pada karir akan membuat kehidupan rumah
tangganya terganggu dan bahkan hancur karena kurangnya perhatian antara yang satu
dengan yang lainnya (suami, isteri dan anak-anak). Sehingga dibutuhkan komitmen
untuk saling menjaga agar kehidupan tersebut bisa seimbang dengan baik.

Engstrom Auto Mirror Plant: Motivating in Good Times and Bad

1. Latar Belakang
Engstrom Auto Mirror (sejak 1948) adalah perusahaan yang memproduksi
kaca truk dan mobil, memiliki 255 karyawan, yang berlokasi di Richmond, Indiana,
US. Selama 7 tahun perusahaan mampu bangkit dari krisis perusahaan dan
meningkatkan penjualan hingga empat kali lipat, namun pada tahun 2005 terjadi lagi
krisis yang menimpa industri. Tahun 2006 perusahaan terpaksa memberhentikan 46
karyawannya dan sisanya sebanyak 209 orang selama 7 bulan tidak menerima bonus.
Hal ini memicu kemarahan dan kecurigaan karyawan terhadap perusahaan, sehingga
menambah buruk krisis yang terjadi. Pada bulan May 2007 perusahaan mengadakan
meeting untuk membahas hal ini, manager pabrik Ron Bent dan asistennya Joe Haley
tengah berusaha memecahkan masalah ini agar mampu mengejar target produksi
mereka untuk Toyota.
Sebelumnya pada tahun 1998-1999, Scanlon Plan mampu mengatasi krisis
moral yang terjadi dan kembali meningkatkan produktivitas perusahaan. Scanlon Plan
adalah metode pemberian insentif yang mendorong kerjasama tim dan kerjasama
antar tim yang mampu memberikan kontribusi bagi penurunan biaya produksi serta
memotivasi karyawan. Di Engstrom, penerapan Scanlon Plan ditekankan pada
pemberian bonus kepada kinerja karyawan yang dapat memberikan kontribusi pada
produktifitas dan sales perusahaan. Bonus yang didapat dikalkulasikan dari 38% dari
total sales dikurangkan total labor cost (total biaya gaji karyawan). Sisa pengurangan
tersebut dibagikan ke karyawan sebagai bonus, semakin tinggi produktivitas maka
total sales bertambah, sehingga bonus bertambah besar pula, hal ini diharapkan
mampu memberikan motivasi bagi karyawan. Perhitungan bonus untuk masingmasing karyawan adalah sebagai berikut:
Name
Jam Kerja Lembur Gaji/Jam
Gaji
Bonus % Bonus
Total Gaji
Mr.Smith
184
36
$15
$3.570
10.71
$382
$3.952
Namun hal diatas tidak berlaku ketika sales mengalami penurunan drastis
akibat krisis, sehingga bonus yang diberikan dapat mencapai 0%. Seperti yang terjadi
saat ini, hal tersebut menyebabkan kemarahan, kecurigaan terhadap perhitungan
bonus, serta penurunan motivasi karyawan akibat hilangnya bonus yang biasa mereka
peroleh. Masalah tersebut harus segera dipecahkan agar tidak menjadi masalah yang
lebih besar.
2. Rumusan Masalah

Bagaimana perusahaan mampu meningkatkan motivasi karyawan dan


meningkatkan produktivitas perusahaan, serta bagaimana sebaiknya Scanlon Plan
dipakai di dalam mengatasi permasalahan ini, apakah yang perlu diperbaiki. Dapatkan
management mempertahankan perusahaan dan mencari opportunity untuk merubah
budaya perusahaan.
3. Landasan Teori
Idem dengan permasalahan pertama.
4. Analisa Masalah
Scanlon Plan yang dirumuskan di Engstrom hanya menekankan perhitungan
bonus yang diberikan tiap bulannya tergantung pencapaian sales. Sehingga apabila
terjadi penurunan sales atau 38% sales kurang dari actual payroll, maka bonus tidak
dapat diberikan sama sekali kepada karyawan. Hal ini terjadi pada tahun 2007 dimana
terjadi downturn dalam industri yang menyebabkan penurunan sales di perusahaan
Engstrom.
Dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan tidak dapat
menjadi patokan pembagian bonus apabila terjadi penurunan sales secara drastis.
Maka pada saat terjadi penurunan sales otomatis menurunkan motivasi karyawan
karena minimnya reward atas kinerja karyawan tersebut.
Hal ini tidak akan terjadi apabila motivasi karyawan muncul dari diri
karyawan sendiri (individual level motivation), serta apabila masih adanya pengakuan
atau reward terhadap kinerja karyawan walaupun perusahaan tengah mengalami
krisis. Selain itu kurangnya leadership power dalam organisasi juga menurunkan
semangat karyawan pada saat krisis. Apabila leadership dari management telah
mengakar kuat dan menjadi budaya organisasi maka reward dan reinforcement hanya
menjadi pelengkap motivasi dari karyawan.
Apabila perilaku yang penuh motivasi tidak ditanamkan secara tepat, maka
akan menyebabkan turnover karyawan menjadi besar. Karyawan tidak memiliki
kepuasan terhadap pekerjaannya sehingga mudah untuk keluar dari perusahaan hanya
dikarenakan kurangnya reward atau bonus. Bagi perusahaan, kurangnya motivasi
menyebabkan rendahnya kualitas dan produktivitas produk yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai