Foto dari atas mercu suar P. Lengkuas: tampak bongkah2 granit menjajar dalam garis lurus yang
sebenarnya dikontrol oleh retakan pada tubuh batolit (Foto: BB)
memiliki banyak keunikan fenomena geologis, tertinggal jauh dari negeri jiran itu,
dan baru mendapatkan pengakuan GGN pada 2012 melalui Taman Bumi Global
Batur (Batur Global Geopark) di Pulau Bali.
Jika Eropa, diikuti Australia, berpijak pada geologi sebagai basis geowisata,
Amerika Serikat sedikit lain. Asosiasi Industri Wisata dan Perjalanan Amerika
Serikat, TIA (Travel Industry Association of America) mendefinisikan geowisata
sebagai: wisata berlanjut yang mengembangkan karakter geografis suatu
daerah kunjungan, termasuk di dalamnya lingkungan alam, budaya, nilai-nilai
estetika, dan masyarakat setempat.
National Geographic Foundation mendefinisikan geowisata hampir sama dengan
TIA, yaitu pariwisata yang mendukung karakter geografis tempat lingkungannya,
budaya, warisan budaya, estetika, dan kesejahteraan masyarakatnya. National
Geographic Foundation mempertegas bahwa geowisata berprinsip membangun
karakter sense of place secara geografis untuk mengembangkan daya tarik
wisata yang memiliki kekhasan lokal serta memberikan manfaat yang sama
kepada wisatawan dan masyarakat. Indonesia sendiri lebih cenderung mengikuti
versi Eropa dan Australia yang mengaitkan geowisata dengan fenomena dan
karakter geologis suatu tempat.
II. Geologi Pulau Belitong dan Sekitarnya
Kemunculan batu-batu granit di Kepulauan Bangka Belitung dalam bentuk
bongkah-bongkah raksasa menarik perhatian. Secara geologi, batu-batu granit
raksasa tersebut sebenarnya merupakan bagian dari suatu tubuh batuan beku
yang menjadi batuan dasar Indonesia bagian barat yang disebut sebagaibatolit.
Sebaran batu granit ini sebenarnya tidak hanya dijumpai di Bangka Belitung saja,
tetapi juga muncul di Kepulauan Riau hingga Semenanjung Malaysia, serta di
kepulauan Natuna. Selain di tempat-tempat tersebut, batuan dasar yang berada di
bawah Selat Karimata hingga Laut Cina Selatan, termasuk di sebagian Kalimantan
bagian barat, juga tersusun dari batu granit.
Secara geologi, batuan granit ini berumur Trias hingga Kapur, atau terbentuk kirakira antara 200 juta tahun hingga 65 juta tahun yang lalu (Peta Geologi Lembar
Belitung, Baharuddin dan Sidarto, 1995). Batuan ini merupakan hasil pembekuan
magma yang bersifat asam, yaitu dengan kandungan silika yang tinggi lebih dari
65%.
Dari peta geologi terlihat bahwa granit tertua berumur Trias (Triassic) tersebar di
Belitung bagian barat laut, termasuk di Pantai Tanjungtinggi, Pulau Kepayang dan
Pulau Lengkuas. Singkapannya dengan bongkah-bongkah besar berwara abu-abu
terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit
primer. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam
Baharuddin dan Sidarto, 1995) 208 245 juta (Zaman Trias).
Intrusi granit berikutnya berumur Zaman Jura (Jurasic)tersebar terutama di bagian
selatan Belitung, di Pantai Penyabong, termasuk juga Bukit Baginde, dan Pantai
Klumpang. Granit ini pada peta geologi disebut Adamelit Baginda denganwarna
abu-abu hingga kehijauan, berbutir kasar hingga sangat kasar dan banyak
dijumpai xenolit (batuan lain yang masuk ke dalam intrusi) dan tidak mengandung
kasiterit. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam
Baharuddin dan Sidarto, 1995) 106 208 245 juta (Zaman Jura).
Intrusi granit paling muda adalah berumur Kapur (Cretaceous) tersebar di timur
laut Belitung, di Pantai Burungmandi dan Gunung Bolong Tanjung, yang lebih
intermedier dan dikenal sebagai Granodiorit Burungmandi, serta dalam sebaran
terbatas di Gunung Batubesi dan Air Dengong sebagai Diorit Kuarsa Batubesi.
Warnanya umumnya lebih gelap karena lebih banyak kandungan mineral berwarna
gelap felspar. Butirannya sedang, tidak kasar. Umur absolutnya menurut
penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 115 106
juta (Zaman Kapur).
Seluruh intrusi granit, granodiorit dan diorit ini menerobos batuan sedimen yang
terlebih dahulu diendapkan pada Masa Paleozoik (Permo-Karbon), yaitu Formasi
Batolit, batuan beku dalam (intrusi) yang terbentuk luas di kedalaman Bumi sebagai sumber granit di
Bangka Belitong. Lihat B dan D pada gambar (Sumber: www.scoopweb.com)
Selama proses pengangkatan granit dari bawah Bumi, tubuh granit mengalami
deformasi. Tubuhnya retak-retak. Ketika tubuh granit yang retak-retak ini muncul
di permukaan Bumi, proses pelapukan dan erosi atau abrasi mengikisnya melalui
retakan-retakan. Akibat proses ini yang terjadi berulang-ulang selama ratusan
hingga ribuan tahun, batu granit yang muncul di permukaan seolah-olah
merupakan bongkah batuan yang terpisah-pisah. Padahal bongkah batu granit
raksasa ini sebenarnya hanya bagian atas dari tubuh sangat besar batu granit
yang ada di bawah permukaan Bumi.
rendah. Akhirnya lumpur berpasir hasil erosi bukit-bukit granit akan diendapkan
pada lembah-lembah sungai. Pada saat batuan terurai menjadi tanah, dengan
sendirinya mineral kasiterit terlepas, lalu terbawa air, dan diendapkan di dalam
sungai bersama pasir-pasir lainnya yang umumnya berupa pasir kuarsa.
Karena hampir seluruh perbukitan di Kepulauan Bangka Belitung adalah granit,
sungai-sungai yang berhulu dari bukit-bukit granit ini membawa kasiterit dan
terkumpullah endapan kasiterit dalam jumlah yang berlimpah. Dengan begitu,
alam telah memisahkan antara pasir mineral kasiterit dengan pasir batu lainnya,
umumnya pasir kuarsa. Tinggal para penambang sekarang dengan mudah
memisahkan pasir kasiterit yang berberat jenis lebih besar dengan pasir lainnya
yang relatif lebih ringan.
II.3 Zaman Es
Dalam sejarah geologi selama Zaman Es Terakhir Wurm, air laut di Indonesia
diperkirakan telah surut 140 m di bawah muka air laut yang sekarang. Pada saat
air laut surut itulah, Pulau Bangka Belitung menjadi seperti puncak-puncak
gunung yang tinggi, sementara Selat Karimata dan Laut Jawa serta sebagain Laut
Cina Selatan menjadi daratan berupa dataran yang sangat luas. Sungai-sungai
yang mengalir di dataran (yang sekarang berupa dasar laut) jika berhulu dari
Bangka Belitung, tentunya membawa endapan-endapan kasiterit juga, mulai dari
di lereng-lereng bawah, bahkan mungkin hingga jauh ke hilir di sungai-sungai
purba.
Saat Zaman Es berakhir dan air laut secara evolutif naik hingga pada elevasi
permukaan yang sekarang, seluruh dataran dan sungai-sungai purba tersebut
sekarang tenggelam di dasar laut. Itulah mengapa penambangan pasir timah
masih terus merangsek ke arah lepas pantai mengejar jalur-jalur sungai purba
yang telah tenggelam.
II.4 Mineral Tanah Jarang
Mineral tanah jarang atau Rare Earth Minerals (REE) adalah mineral-mineral yang
di alam dijumpai sangat sedikit. Namun sekarang, REE banyak diincar untuk
industri elektronika dan komputer, terutama silikon dan titanium. Dari BangkaBelitung, kedua unsur ini diperkirakan melimpah yang tercampur dengan pasir
kuarsa. Sekarang pasir kuarsa malah dianggap limbah dari penambangan pasir
timah.
Pada kasus pembelian limbah pasir oleh Singapura dari Pulau Singkep, Riau, ada
kecurigaan bahwa Singapura justru mengincar REE-nya dibandingkan pasirnya
yang dilaporkan hanya untuk mereklamasi pantainya. Tentu hal ini perlu diteliti
lebih lanjut, tetapi mulai sekarang kita harus hati-hati jika ada negara lain yang
berminat besar membeli pasir kuarsa dengan harga murah yang kita anggap
sebagai limbah.
II.5. Batu Satam
Batu satam sangat terkenal di Belitong. Tugu di Simpang Lima Kota Tanjungpandan
berikon batu satam raksasa. Batu berwarna hitam legam dengan lubang-lubang
tersebut dijual sangat mahal. Misalnya satu kerikil batu satam seukuran kelereng
ditawarkan seharga Rp 1 atau 2 juta rupiah. Mengapa begitu mahal?
terbentuknya batu satam (tektit) dari ejecta yang dihasilkan akibat hantaman meteorit/asteroid yang
jatuh ke Bumi (Sumber www.tulane.edu)
Memang batu satam sangat sulit ditemukan, baik di Belitong maupun di tempat
lain di Bumi ini. Kejadiannya memang sangat langka karena berhubungan dengan
kejadian jatuhnya meteorit ke Bumi. Namun selama ini masyarakat Belitong selalu
menganggap batu satam sebagai pecahan dari meteorit. Padahal batu satam
sebenarnya adalah pecahan dari permukaan Bumi yang terkena hantaman luar
biasa dahsyat dari meteorit yang jatuh dari luar angkasa. Ketika hantaman itu
memburaikan tanah dan batuan di permukaan Bumi, mereka terlontarkan dan
sempat mengalami pelelehan akibat suhu yang sangat tinggi untuk kemudian
membeku kembali sebagai batu satam, atau dalam geologi istilahnya adalah tektit
(tektite; dari bahasa Yunani yang bermakna meleleh).
Berikut bagaimana terbentuknya tektit (batu satam) yang diterjemahkan bebas
dari wikipedia: tektit terdiri dari puing-puing terestrial (Bumi) yang terbentuk
selama pembentukan kawah akibat hantaman meteorit. Selama kondisi ekstrim
yang diciptakan oleh hantaman yang berasal dari luar angkasa itu,
dampak hypervelocity (kecepatan yang sangat tinggi), tanah, sedimen atau
batuan di permukaan Bumi entah meleleh, menguap, atau kombinasi dari
keduanya, terlontar dari kawah hantaman meteorit. Setelah ejeksi dari kawah,
materi lelehan cair yang terbentuk berukuran milimeter hingga sentimeter itu
ketika kembali memasuki atmosfer, lalu dengan cepat didinginkan untuk
membentuk tektites. Mereka dapat terlontar hingga ratusan atau bahkan ribuan
kilometer jauhnya dari lokasi tumbukan.
Hasil diskusi dengan Marufin Sudibyo di jejaring sosial, ahli astronomi yang
bekerja di Kantor Agama Kebumen, Jawa Tengah, mengatakan bahwa secara
teoritis tiap tumbukan benda langit memang memproduksi tektit. Namun
kenyataannya sangat sedikit tektit yang masih dijumpai di sekitar kawah
tumbukan pada saat ini. Tektit termuda dijumpai di Wabar, Saudi Arabia yang
terbentuk kurang dari 2 abad silam. Jejak kawahnya pun masih ada meskipun
hampir terbenam pasir ar-Rub al-Khali. Dari lebih dari 180 buah struktur produk
tumbukan benda langit yang telah teridentifikasi dan telah valid, tak semuanya
seberuntung Wabar.
Pada saat ini secara umum hanya ada tiga kawah produk tumbukan benda langit
yang masih mengandung tektit di sekelilingnya, yakni Chesapeake Bay (umur +/35 juta tahun, diameter 95 km) di AS, Ries (+/- 14 juta tahun, diameter 24 km) di
Jerman, dan Bosumtwi ( +/- 1 juta tahun, diameter 10 km). Populasi tektit terbesar
ada di Australasia, meliputi hampir seluruh Asia Tenggara, Australia dan sebagian
Samudera Hindia dan terbentuk pada 0,8 juta tahun silam, tetapi di sini belum
ditemukan lokasi kawah tumbukannya.
Batu satam adalah tektit dan secara teknis disebut bilitonit. Ia merupakan bagian
dari tektit Australasia, yang terbentuk +/- 0,8 juta tahun silam. Bilitonit masih
sekeluarga (dan juga seumur) dengan javanit di pulau Jawa (misalnya yang
tersingkap di Sangiran) dan tektit Muong-Nong di Indocina. Tektit Muong-Nong ini
unik, karena jauh lebih berat (hingga 20 kg) dan berlapis-lapis, yang menunjukkan
posisi sumber pembentuknya tak jauh dari lokasi sebaran tektit ini.
III. Daya Tarik Geowisata Potensial di Pulau Belitong dsk
Newsome (2005) menjelaskan bahwa daya tarik geowisata dapat berupa bentuk
geologis suatu tempat maupun proses geologisnya. Lebih jauh lagi, Newsome
menjelaskan bahwa terdapat tiga skala daya tarik geowisata, yaitu skala makro
(misal Grand Canyon, USA), skala meso (Wave Rock, Australia), dan skala mikro
(fossil beds, UK). Secara lebih detil, bentuk-bentuk geologis dan proses geologis
yang dapat menjadi daya tarik wisata dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Mengacu pada definisi-definisi yang telah dikembangkan, geowisata juga
mencakup aspek budaya, lingkungan, dan sosial masyarakatnya. Oleh karena itu,
potensi budaya, lingkungan, dan sosial masyarakat yang terkait dengan bentuk
dan proses geologis suatu tempat dapat menjadi daya tarik geowisata.
Kepulauan Bangka Belitung sejak jaman dahulu sudah sangat dikenal sebagai
penghasil timah terbesar, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Sejarah
dan budaya masyarakat Kepulauan Bangka Belitung juga sangat terkait dengan
potensi sumber daya alamnya sebagai penghasil timah. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas, bongkah-bongkah batu granit raksasa yang sangat menarik
perhatian di Kepulauan Bangka Belitung mengandung mineral bijih timah yang
menjadi kekayaan alam terbesar bagi Kepulauan Bangka Belitung. Potensi sejarah
bentukan alam yang khas dengan batu-batu granit raksasa dan bentukan alamnya
sendiri, sejarah penemuan timah, pengolahan timah, budaya masyarakat timah,
sampai pada bentang alam pasca penambangan timah merupakan daya tarik
wisata yang bernilai jual tinggi di Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Belitong
sebagai satu dari dua pulau besar di Kepulauan Bangka Belitung memiliki bentuk
geologis batu-batuan granit raksasa yang lebih unik dibandingkan pulau-pulau
lainnnya.
Pulau Belitong dan sekitarnya memiliki potensi daya tarik geowisata yang sangat
kaya, yaitu:
Bukit berahu merupakan kawasan resort yang berlokasi di Desa Tanjung Binga yang berjarak
sekitar 18 Km dari Tanjung Pandan. Pantai Bukit Berahu merupakan pantai berpasir putih yang
dihiasi bebatuan granit. Bentuk batu granit dan proses pembentukannya dapat dikembangkan
sebagai daya tarik geowisata.
Pantai Tanjung Kelayang
Pantai Tanjung Kelayang merupakan salah satu daya tarik wisata pantai di Desa Keciput,
Kecamatan Sijuk dan berada 27 km dari Kota Tanjung Pandan. Kawasan Pantai Tanjung
Kelayang ini memiliki hamparan pantai berbentuk teluk.Tepat di seberang pantai ini,
wisatawan dapat melihat langsung di kejauhan Pulau Burung yang merupakan maskot pantai
Tanjung Kelayang yang berupa tumpukan batu granit menyerupai kepala burung. Di pantai ini
setiap tahunnya pada bulan Oktober dijadikan sebagai pusat titik labuh kapal layar bagi yachter
yang tergabung dalam Sail Indonesia.
Pantai Tanjung Tinggi
Pantai Tanjung Tinggi merupakan pantai dengan ikon batu-batuan granit dengan ukuran yang
besar menjulang. Pantai ini terdapat di Desa Tanjung Tinggi dan berjarak 31 km dari Kota
Tanjung Pandan.
Pulau Burung
Pulau Burung merupakan pulau dengan kumpulan batu-batuan unik dan salah satunya
menyerupai kepala burung. Pulau ini berada di Desa Tanjung Binga dan berjarak 2 mil laut dari
Tanjung Pandan.