Anda di halaman 1dari 5

EVALUASI PELATIHAN KIRKPATRICK

Evaluasi Program ditujukan supaya fleksibel dan spesifik untuk kondisi tertentu,
dalam artian untuk menjawab pertanyaan, menguji hipotesis atau menjelaskan
proses program. Evaluasi difokuskan untuk memperoleh informasi yang dapat
menurunkan ketidakpastian mengenai masalah yang dihadapi selama evaluasi.
Evaluasi sebaiknya melibatkan system yang mengumpulkan informasi yang
verifiable pada suatu program dan menunjukkan fakta dari hasil dan efektifitas
biaya. Tujuan adanya untuk menghasilkan data yang kredibel, obyektif dan
berguna secara berkala untuk alokasi sumber daya, perbaikan dan akuntabilitas
program. Salah satu permasalahan ketika kita hendak melakukan evaluasi
adalah pemilihan model yang dianggap paling sesuai terhadap program yang
hendak dievaluasi. Pemilihan model evaluasi ini menjadi penting dikarenakan
setiap program memiliki karakteristik yang berbeda dan setiap model evaluasi
memiliki asumsi, pendekatan, terminologi, dan logika berpikir yang berbeda
pula. Oleh karenanya penggunaan lebih dari satu model dalam suatu evaluasi
sangat tidak disarankan karena justru akan memunculkan kerancuan dan
benturan logika antar model.
Meskipun setiap model evaluasi tetap memiliki keterbatasan, namun pemilihan
model yang tepat akan berimplikasi langsung terhadap kualitas informasi yang
dihasilkan oleh suatu evaluasi. Kualitas informasi dalam suatu evaluasi bisa
menjadi ukuran keberhasilan suatu evaluasi. Sebab tujuan utama evaluasi
adalah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan mengenai suatu
program untuk menentukan apakah suatu program dihentikan, diteruskan
dengan perbaikan, atau diteruskan dengan pengembangan.
Evaluator biasanya tergantung pada manajer program untuk memperoleh
informasi-informasi kunci, dan akses kepada organisasi, sumber data dan sumber
evaluasi lain. Hubungan kerjasama antar evaluator dengan manajer sangat
dipengaruhi oleh tujuan evaluasi, keengganan kerjasama dari manajer dapat
terjadi apabila masa depan program dipertaruhkan. Untuk menentukan jenis
atau model evaluasi yang hendak digunakan, seorang evaluator biasanya
mempertimbangkan dua hal yaitu jenis program yang hendak dievaluasi dan
tujuan atau untuk kepentingan apa suatu evaluasi dilakukan.
Dari sisi tujuan evaluasi, ada evaluasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kesenjangan suatu program, tingkat efektifitas suatu program, ada pula evaluasi
yang bertujuan untuk menemukan hasil suatu program di luar tujuan program
yang direncanakan. Dari sisi program, seandainya kita persempit menjadi
program pendidikan, ada program pendidikan dengan term waktu yang panjang
dengan cakupan bidang garapan program yang luas dan tujuan program yang
komprehensif, seperti penyelenggaraan kegiatan persekolahan formal. Ada pula
program pendidikan dengan term waktu yang singkat dengan bidang garapan
yang lebih spesifik serta memiliki tujuan program yang lebih sempit. Contoh
program ini adalah program diklat, kursus, dan pelatihan. Salah seorang tokoh
yang mencoba memperkenalkan model evaluasi untuk program-program shortterm dengan bidang garapan dan tujuan yang spesifik adalah Kirkpatrick.

Kirkpatrick memperkenalkan model evaluasinya pertama kali pada tahun 1975.


Model ini diakui memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana,
dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian
model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatu program pelatihan.
Dikatakan sederhana karena model ini memiliki alur logika yang sederhana dan
mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit. Sementara
dari sisi penggunaan, model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai
macam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi. Menurut Kirkpatrick,
evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan untuk menentukan tingkat efektifitas
suatu program pelatihan. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui
empat tahap evaluasi atau kategori.
Pelaksanaan suatu
proses pengalihan pengetahuan melalui pelatihan
memerlukan evaluasi untuk menunjukkan apakah tujuan pelatihan telah
tercapai. Evaluasi pelatihan merujuk pada proses pengkonfirmasian bahwa
seseorang telah mencapai kompetensi. Oleh sebab itu evaluasi pelatihan
menurut Kirkpatrick adalah untuk menentukan efektifitas dari suatu program
pelatihan. Bukan hanya melakukan perbandingan kemampuan peserta sebelum
dan sesudah pelatihan (pre dan pos tes).
Menurut evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick, pada evaluasi tahap 1 dan 2 akan
menghasilkan informasi untuk organisasi tentang penyelenggara pelatihan
(formative), sedangkan evaluasi tahap 3 dan 4 menghasilkan informasi yang
berfokus pada dampak pelatihan bagi organisasi (summative) yang merupakan
kondisi pasca pelatihan.

KONSEP DASAR
Model evaluasi yang di kembangkan oleh Kirk Patrick dikenal dengan istilah Kirk
Patrick four levels evaluation model. Evaluasi terhadap efektivitas program
pelatihan training menurut Kirk Patrick mencakup 4 level evaluasi, yaitu: Level
1 : Reaction, Level 2 : Learning, Level 3 : Behaviour, Level 4 : Result. Empat
tahap evaluasi itu yaitu:
a. Reaction (Reaksi)
Evaluasi ini dilakukan saat dan setelah menerima materi pelatihan, yakni
evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan. Artinya
tentang apa yang peserta rasakan yakni kepuasan, kebermanfaatan, dan
motivasi.
Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan
oleh instruktur pelatihan, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan,
sampai menu atau penyajian konsumsi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan
Reaction Sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan elbih efektif.

Contoh instrumen yang biasa digunakan pada level ini misalnya form evaluasi,
bulls eye, smiley face.
b. Learning (Pembelajaran)
Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat
pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi
pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk
mengetahi apakah peserta materi yang diberikan dalam pelatihan meingkat
pada aspek pengetahuannya, perubahan sikapnya, dan peningkatan
keterampilannya.
c. Behaviour (Perilaku)
Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan, Tujuannya untuk melihat bagaimana
perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah-langkah apa yang sudah di
lakukan serta bagaimana sikap stake holder terhadap hasil pelatihan.
d. Result (Hasil)
Merupakan evaluasi jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga
yang terjadi akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan. Evaluasi
ini dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.

PENERAPAN MODEL EVALUASI KIRKPATRICK


Penerapan model evaluasi empat level dari KirkPatrick dalam pelatihan dapat
diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut:
Level 1 : Reaksi
Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan peserta
pelatihan. Komponen-komponen yang termasuk dalam reasi ini yang merupakan
acuan untuk dijadikan ukuran. Komponen tersebut terlihat melalui indikatorindikator berikut:
1. Instruktur/Pelatih, indikator nya adalah kesesuaian keahlian pelatih
dengan bidang materi, kemampuan komunikasi dan keterampilan pelatih
dalam mengikutsertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.
2. Fasilitas Pelatihan, Indikatornya adalah ruang kelas, pengaturan suhu
didalam ruangan, alat dan bahan yang digunakan.
3. Jadwal Pelatihan, indikatornya adalah ketepatan waktu, dan kesesuaian
waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta dan kondisi belajar.
4. Media Pelatihan, indikatornya adalah kesesuaian media dengan bidang
materi yang akan diajarkan yang mampu berkomunikasi dengan peserta
dan menyokong instruktur/pelatihan dalam memberikan materi pelatihan.
5. Materi Pelatihan, Indikatornya adalah kesesuaian materi dengan tujuan
pelatihan, dan kesesuaian materi dnegan topik pelatihan yang
diselenggarakan
6. Konsumsi selama pelatihan berlangsung, indikatornya adalah jumlah dan
kualitas dari makanan yang disajikan selama pelatihan.
7. Pemberian latihan atau tugas, Indikatornya adalah peserta diberikan
soal/tes.
8. Studi Kasus, Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk
dipecahkan.

9. Handouts, dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah


handouts yang diperoleh, apakah membantu atau tidak.
Penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan pada umumnya menyiapkan 2
bentuk evaluasi yaitu evaluasi terhadap pengajar dan evaluasi terhadap
peneyelenggara. Evaluasi terhadap pengajar meliputi penguasaan materi,
sistematikan penyajian, kemampuan menyajikan, penuasaan metode dan
sarana, ketepatan waktu, sikap dan perilaku, cara menjawab pertanyaan,
penguasaan bahasa, pemberian motivasi terhadap peserta. Evaluasi terhadap
penyelenggara meliputi unsur kepersertaan, kepanitiaan, kurikulum, pengadaan
Pelatih, akomodasi, konsumsi, dan sarana pelatihan.
Dengan demikian, dengan kepuasan peserta atau reaksi peserta terhadap
pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan dapat dibaca dari hasil evaluasi
walau masih dirasakan bahwa peserta belum maksimal/objektif untuk
memberikan saran/komentar.
Level 2 : Pembelajaran
Pada levell evaluasi ini untuk mengtahui sejaih mana daya serap peserta
pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan, dan dapat juga
mengetahui dampak dari program pelatihan yang diikuti peerta dalam hal
peningkatan knowledge, skill dan attitude mengenai suatu hal yang dipelajari
dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirk Patrick, bahwa evaluasi
pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperoleh dalam materi pelatihan. Oleh karena itu diperlukan tes
guna mengetahui kesungguhan apakah para peserta mengikuti dan
memperhatikan materi pelatihan yang telah diberikan. Dan biasanya data
evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari penukuran sebelum
pelatihan dan sesudah pelatihan. Pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian
rupa sehingga mencakup semua isi materi dari program pelatihan.
Level 3 : Perilaku
Pada level ini diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah
laku peserta dalam melakukan pekerjaan. Dan juga untuk mengetahui apakah
pengetahuan, keahlian dan sikap yang baru sebagai dampak dari program
pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diterapkan didalam perilaku kerja
sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatap
kinerja/kompetensi di unit kerja masing-masing.
Rencana aksi adalah salah satu bentuk evaluasi pada level ini untuk mengetahui
apa yang akan peserta lakukan setelah mendapatkan materi-materi pelatihan
atau apa yang akan peserta rencanakan di tempat kerja/tugas masing-masing
setelah mengikuti program pelatihan.
Level 4 : Hasil
Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak
pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Sasaran
pelaksanaan program pelatihan adalah hasil yang nyata yang akan di
sumbangkan kepada organisasi sebagai pihak yang berkepentingan. Walaupun
tidak memberikan hasil yang nyata bagi perusahaan dalam jangka waktu yang

singkat, bukan berarti program pelatihan itu tidak berhasil. Ada kemungkinan
berbagai faktor yang mempengaruhi, dan sesungguhnya faktor-faktor itu dapat
dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga dapat sesegera mungkin
diperbaiki.
Evaluasi 4 tahap pelatihan dari KirkPatrick dapat digunakan sebagai instrument
untuk mengukur tujuan yang ingin dicapau baik saat pelatihan maupun pasca
pelatihan. Penilaian bukan hanya sekedar pre dan post tes tetapi suatu
rangkaian penilaian yang komprehensif, yang diikuti secara berkesinambungan
mulai dari level 1 sampai dengan level 4. Hasil evaluasi dari seluruh tahap
merupakan informasi bagi organisasi penyelenggara pelatuhan apakah tujuan
pelatihan sudah tercapai dengan catatan bahwa pelaksanaan evaluasi dilakukan
sistematis, berkesinambungan, dan tidak terputus.

Selain keempat tahap seperti yang telah disebutkan di atas, saat ini telah pula
dikembangkan evaluasi model Kirkpatrick Plus dengan memasukkan satu lagi
tahap evaluasi. Tahap ini dikenal sebagai tahap evaluasi return on investment
(ROI). Tahapan ini biasanya diterapkan pada saat kita melakukan evaluasi
terhadap peserta pelatihan yang berasal dari organisasi profit atau perusahaan.
Logika berpikir yang melatarbelakangi dilakukannya evaluasi ROI ini adalah
asumsi bahwa setiap keping yang ke luar dari kantong perusahaan selalu
dianggap sebagai investasi, yang pada gilirannya harus mendatangkan profit
atau keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu pada
tahapan evaluasi ROI ini seorang evaluator dituntut mampu membuat
perbandingan antara biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengirim
pekerjanya mengikuti suatu pelatihan dengan keuntungan yang akan diperoleh
oleh perusahaan dari keikutsertaan pekerjanya dalam pelatihan tersebut. Dalam
tahapan ini seorang evaluator bisa melakukan dokumentasi terhadap berbagai
catatan yang diperlukan. Catatan tersebut bisa berujud produktifitas atau
keuntungan perusahaan sebelum dan sesudah program pelatihan, serta
besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk suatu program
pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai