Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


TRAUMA MEDULLA SPINALIS

OLEH :
ISSANU YUNAEFI
NIM : 2014610073

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN KELAS B
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan

seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka
dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan lumbalis akibat
dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah
kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara, dengan
perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia
muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan
kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan
luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan
7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang
mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur
banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). Klien yang mengalami
trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam
pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga
beresiko mengalami komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena
profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa
perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma medulla
spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya
dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering
terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma
yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau
merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis / tulang belakang terjadi periode
fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga

bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta
fungsi seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada
pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya
terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi
spina. Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien dilakukan setelah pengkajian lokasi
kejadian dilakukan. Apabila pengkajian awal lokasi kejadian tidak dilakukan maka akan membahayakan jiwa
paramedik dan orang lain di sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam kasus
ini, kematian muncul akibat tiga hal: mati sesaat setelah kejadian, kematian akibat
perdarahan atau kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan kegagalan
fungsi organ-organ vital
Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala
hebat, cedera jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah. Kematian
berikutnya mungkin muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase
ini biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau pneumothorak, robeknya
organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut dapat
dicegah. Periode ini disebut sebagai golden hour dimana tindakan yang segera dan
tepat dapat menyelamatkan nyawa korban.
Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah kejadian dan biasanya diaklibatkan
oleh sepsis atau kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan segera untuk mengatasi syok
dan hipoksemia selama golden hour dapat mengurangi resiko kematian ini.
Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat,
paramedik harus tetap mengutamakan keselamatan dirinya sebagai prioritas utama
sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah lokasi kejadian sudah benar-benar aman untuk
tindakan pertolongan.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang berjudul Trauma medulla pinalis
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan

1.2

Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


1.2.1 Apa Pengertian Trauma Medulla Spinalis ?

1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7

Bagaiama Anataomi Fisisologi Struktur spinal?


Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Trauma Medulla Spinalis ?
Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Trauma Medulla Spinalis ?
Bagaiman mekanisme Trauma Medulla Spinalis ?
Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Trauma Medulla Spinalis?
Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang dapat

1.2.8

dilakukan pada kasus Trauma Medulla Spinalis ?


Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus Trauma Medulla

1.2.9

Spinalis ?
Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus Trauma
Medulla Spinalis ?

1.3

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penuliasan dari makalah ini adalah :


1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada
tubuh manusia yang diakibatkan oleh Trauma Medulla spinal serta
mengetahui bagaiman konsep penyakit atau cedera spinal dan
bagaimana asuhan keperawatnnya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1

Mengetahui pengertian Traum a Medulla Spinal

1.3.2.2

Mengetahui anatomi fisiologi Struktur Medulla spinal

1.3.2.3

Menetahui penyebab atau etiologi adanya Trauma

medulla Spinal
1.3.2.4

Mengetahui Patofisiologi dan manifestasi klinik Trauma

Medulla Spinal
1.3.2.5

Mengetahui komplikasi yang akan terjadi pada Trauma

Medulla Spinal
1.3.2.6

Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat

dilakukan pada kasus Trauma Medulla Spinalis.

1.3.2.7

Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang

dapat dilakukan pada kasus Trauma Medulla Spinalis


1.3.2.8

Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang

dapat dilakukan pada kasus Trauma Medulla Spinalis.


1.3.2.9

Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan

pada kasus Trauma Medulla Spinalis.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang
belakang atau spinal kord (Muttaqin, 2008).

o Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan terputusnya
komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer. Tingkat
kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan komplet atau inkomplet.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan cedera medula spinalis seperti :

Quadriplegia adalah keadaan paralisis atau kelumpuhan pada semua


ekstrimitas dan terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) ke atas.
Kerusakan pada level ini akan merusak fungsi sistem saraf otonom khususnya
saraf simpatis misalnya gangguan pernafasan.

Komplit Quadriplegi adalah gambaran dari hilangnya fungsi medula karena


kerusakan segmen di atas cervical (C6).

Respiratori Quadriplegi adalah kerusakan yang terjadi pada cervikal bagian


atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernafasan.

Paraplegi adalah paralisis ekstrimitas bagian bawah, terjadi akibat kerusakan


pada segmen thorakal 2 (T2) ke bawah.

B. Etiologi
Etiologi cedera spinal adalah:

Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.

Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis,


osteoporosis, tumor.

C. Patofisiologi
Columna vertebralis berfungsi menyokong tulang belakang dan melindungi medula spinalis
dan saraf sarafnya. Cedera medula spinalis dapat terjadi akibat trauma columna vertebra
atau ligamen. Umumnya tempat terjadinya cedera adalah pada segmen C1-2, C4-6 dan T11L2, karena segmen ini paling mobile sehinggga mudah terjadi cedera. Cedera medula spinalis
mengakibatkan perdarahan pada gray matter medula, edema pada jam jam pertama paska
trauma.
Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi, trauma
kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling
umum terjadi pada area cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi
deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan,
kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba tiba.
Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk, hematoma, edema,
regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan akibat trauma
dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen
dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengakibatkan
edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali menjadi
normal kurang lenih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah
meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit
setelah trauma, meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine
disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock) yaitu terjadi jika
kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit rangsangan.
Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen
di bawah garis kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai
beberapa bulan (3 6 minggu).
D. Tanda dan Gejala
1. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan

Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan lokasi
kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter, hilangnya
sensasi nyeri, temperature, tekanan dan proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder
dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.

Batas Cedera

Fungsi yang Hilang

C1 4

Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke


bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya
bowel dan bladder.

C5

Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke


bawah. Hilangnya sensasi di bawah klavikula.
Tidak terkontrolnya bowel dan blader.

C6

Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan


lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan
jempol.

C7

Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,


siku, pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi
lebih

banyak

pada

lengan

dan

tangan

dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami


fungsi yang sama dnegan C5.

C8

Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari


lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di
bawah dada.

T1-T6

Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di


bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot

interkosta

mengalami

kerusakan.

Hilangnya

kontrol bowel dan blader.

T6 T12

Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di


bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna
tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.

L1 L3

Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.


Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah dan
tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.

L4 S1

Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal


paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel
dan blader.

S2 S4

Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.


Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum. Pada
keadaan awal terjadi gangguan bowel dan blader.

2. Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga stimulus
refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
3. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal, dimana pasien trejadi
ketidakmampuan melakukan pergerakan.
4. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan, hilangnya
sensasi, hilangnya refleks refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan

tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
5. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks autonom seperti
terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder.
6. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki laki adanya impotensi, menurunnya sensai dan
kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
E. Komplikasi
1. Neurogenic shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hipotensi
6. Ileus paralitik
7. ISK
8. Batu saluran kemih
9. Kontraktur
10. Dekubitus
11. Inkontinensia blader
12. Konstipasi

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rotgent, adanya fraktur vertebra.
2. CT Scan, adanya edema medula spinalis.
3. MRI, adanya kemungkinan kompresi, edema medula spinalis.
4. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
5. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Pengkajian Keperawatan
1. Sistem pernafasan kapasitas, menggunakan otot otot bantu pernafasan.
Gangguan pernafasan, menurunnya vit
2. Sistem kardiovaskuler
Bradikardia, hipotensi, disritnia, hipotensi ortostatik.
3. Sistem neurologi
Nilai GCS
4. Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik di bawah garis kerusakan, adanya
quadriplegia, paraplegia.
5. Refleks tendon
Adanya shock spinal seperti hilangnya refleks di bawah garis kerusakan.
6. Fungsi sensorik

Hilangnya sebagian atau seluruh sensasi di bagian bawah garis kerusakan.


7. Fungsi otonom
Hilangya tonus vasomotor, kerusakan termoregulator.
8. Autonomik refleksia
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat di
bawah garis kerusakan, cemas, dan gangguan penglihatan.
9. Sitem gastrointestinal.
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stres ulcer, feses
keras atau inkontinensia.
10. Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia urine.
11. Sistem muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya ROM.
12. Kulit
Adanya kemerahan pda daerah yang tertekan.
13. Fungsi seksual
Impotensi, gangguan ejalukasi, gangguan ereksi, menstruasi tidak teratur.
14. Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan masyarakat

Anda mungkin juga menyukai