Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES

MELITUS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit
semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan
diabetes mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing manis (Rahmatsyah
Lubis, 11 Juli 2006). Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara
berkembang karena peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini
banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada
membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001:
580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya
penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di
dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com). Dengan
prevalensi 8,4 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta
pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta
penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat
inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4 % wanita hamil menderita Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id).
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang penyakit diabetes mellitus dan penatalaksanaannya
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
3. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus?
2. Apa saja pengkajian kesehatan pada diabetes melitus?
3. Apa diagnosa NANDA, NOC, NIC terkait dengan diabetes melitus?
1.4. METODE PENULISAN
Makalah ini disusun dengan literasi buku dan internet.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Pada Karya Tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I

: PENDAHULUAN

Terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini membahas tentang beberapa permasalahan yang disampaikan pada Sub-bab
permasalahan.
BAB III

: PENUTUP

Meliputi Kesimpulan dan Saran


Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin
yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang
menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi
endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri
dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih
0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat
dibedakan sebagai :
a.

Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon

b.

Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari
proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam
amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan dengan
rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida penghubung (connecting
peptide)

c.

Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan somatostatin.

d. Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.

Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh konsentrasi gula
darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator automik.
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam
amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7
dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6
dan ke-11 pada rantai A.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel
beta pankreas. Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral. Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan
dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :

Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan

Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif

Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen

Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa


Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses
fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein
intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL), dan
reseptor insulin-like growth factor II (IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya
reseptor-reseptor ini kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke
jaringan yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari
glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second
messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel dengan
jalan mengaktifkan protein kinase.
2.2 PENGERTIAN
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat
kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang
secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu
hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia.
Anderson Price, 1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin
(Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2.3 KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum
usia 30 tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin
atau produksinya sangat sedikit.
b. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja insulin
normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga
glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan
glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,
polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin
lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kirakira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1) Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.

DNA mitokondria

2) Defek genetik kerja insulin


3) Penyakit endokrin pankreas :

pankreatitis

tumor pankreas /pankreatektomi

pankreatopati fibrokalkulus

4) Endokrinopati :

akromegali

sindrom Cushing

feokromositoma

hipertiroidisme

5) Karena obat/zat kimia :

vacor, pentamidin, asam nikotinat

glukokortikoid, hormon tiroid

tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain

6) Infeksi :

Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)

7) Sebab imunologi yang jarang :

antibodi anti insulin

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :

sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.


2.4 ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I.
Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing
(Smeltzer Suzanne C, 2001).
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun,
para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2. Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001).
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika
di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari rasras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang
makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami
obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk.
Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja
insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral
atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c. Kurang Gerak Badan

Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi
energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan
resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya
kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu
antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau
infeksi kulit yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas
40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas,
angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan
yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak
dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40%
diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya
terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal

ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah
dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan
terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi
insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah
yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan,
parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan
sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan
ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II
(NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi
insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)

2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air
yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3.

Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali
merasa lapar yang luar biasa.

4.

Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:

1.

Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes kronik.

2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti
di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4.

Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf
rusak terutama bagian perifer.

5. Kelemahan tubuh
6.

Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.

7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan
energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan.
8.

Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.

9.

Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK

a. Glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :

glukosa darah puasa

glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)

glukosa darah sewaktu


ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan
kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu 200 mg/dl, atau
glukosa darah puasa 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang
digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan
sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma
atau serum.
Bukan DM
Kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena
darah kapiler

< 110
< 90

Kadar glukosa darah puasa


plasma vena
darah kapiler

< 110
< 90

Belum pasti DM
110 199
90 - 199

110 125
90 - 109

DM
200
200

126
110

b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb.
(Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c. Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
d. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
e. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
f. Elektrolit :

Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun

Kalium : Normal

Fosfor : Lebih sering menurun


g. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 4 kali dari normal yang mencerminkan
kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.

h. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis


Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
j. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai
tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
m. Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi
(autoantibodi).
n. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.
2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan


2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I

: 1100 kalori

2) Diit DM II : 1300 kalori


3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII

: 2300 kalori

8) Diit DM VIII: 2500 kalori


Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

JI

: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

J II

: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

J III : jenis makanan yang manis harus dihindari


Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
berat badan normal) dengan rumus:
BBR = < BB (Kg) / TB (cm) 100 > X 100 %
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal)

: BBR 90 110 %

Gemuk (overweight) : BBR > 110 %


Obesitas, apabila

: BBR > 120 %

Obesitas ringan

: BBR 120 130 %

Obesitas sedang

: BBR 130 140 %

Obesitas berat

: BBR 140 200 %

Morbid

: BBR > 200 %


Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang

bekerja biasa adalah:


Kurus

: BB X 40 60 kalori sehari

Normal

: BB X 30 kalori sehari

Gemuk
Obesitas

: BB X 20 kalori sehari
: BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a.

Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore


c.

Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein


e.

Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru

f.

Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

kerja OAD tingkat reseptor


2). Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin


(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin

1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

Pengaruh latihan pada absorpsi insulin


Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.

2). Pemijatan (Masage)


Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan
untuk terapi koma diabetik.
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri
besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada
penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid.
Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi
yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar
membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia
jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner,
stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi
pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.

d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula
spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah
dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar
terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta
gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan
penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang
terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati
beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
b. Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan
hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa.
c. Nefropati diabetik
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan
adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

Grade 0

: Tidak ada luka

Grade I

: Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

Grade II

: Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

Grade III

: Terjadi abses

Grade IV

: Gangren pada kaki bagian distal

Grade V

: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.10 PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang
meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di
atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan
atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata
kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan
untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu
200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang
abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)

(tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

puasa semalam, selama 10-12 jam

kadar glukosa darah puasa diperiksa

diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
selama/dalam waktu 5 menit

diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan
subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl , atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau

3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau
berat badan yang menurun cepat.

BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Tn.R dengan Diabetes Melitus di ruang
rawat Interne Pria Tanggal 12 Januari 2013
KASUS :
Tn. R berusia 60 tahun dirawat di IRNA Penyakit Dalam Pria RSUP M. Djamil Padang
dengan keluhan masuk badan terasa lemah, penurunan berat badan 8 Kg dalam 1 bulan
terakhir. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin. Penuturan keluarga
akhir-akhir ini klien sering BAK, bila malam hingga 10 kali, sering lapar dan haus namun
badan klien semakin kurus bukan semakin gemuk. Sebelumnya klien sempat tidak sadarkan
diri dan dibawa kerumah sakit. Pada pemeriksaan didapatkan TD=170/100 mmhg,
Nadi=80x/menit, RR=20x/menit, T=37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 425 mg/dl.
3.1. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 12 Januari 2013
Waktu : 10.00 WIB
Ruang : IP (Interne Pria) RSUP M.Djamil Padang

a. Identitas
Nama : Tn. R
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pasar Baru
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Januari 2013
No. RM : 00639342
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus (DM) Tipe II
Identitas Penanggung jawab:
Nama : Nn. Y
Umur : 54 tahun
Alamat : Pasar Baru
Pekerjan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
b. Keluhan Utama
Klien merasa badannya lemah, dan mengalami penurunan berat badan 8 kg dalam 1
bulan terakhir.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUP M. Djamil Padang tanggal 10 Januari 2013 melalui IGD
dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan
disertai dengan sering BAK terutama pada malam hari, sering lapar dan haus, namun badan
klien semakin kurus bukan semakin gemuk. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien,
yang ternyata didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien
dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Interne Pria. Pada saat
dilakukan pengkajian tanggal 12 Januari 2013, klien masih terlihat lemah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.

f. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : CMC
2) TTV
TD : 170/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
S : 37,20 C
3) TB : 164 Cm
BB : 68 Kg
4) Kepala : Normoshepal
5) Rambut : Beruban, tidak mudak dicabut
6) Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
7) Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada fraktur
8) Mulut : Bibir sedikit kering
9) Gigi : Caries (+)
10) Leher : JVP 5-2 CmH2O
11) Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus tidak teraba
Perkusi : Batas atas

: sela iga II linea parasternal kiri

Batas kanan : sela iga V linea parasternal kanan


Batas kiri : sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
12) Dada - Paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-)
13) Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N

14) Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-)
Nyeri ketok (-)
15) Alat Kelamin : Normal
16) Anus : Normal
17) Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema
g. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai Normal
Hb : 12,5 gr/dl

Hb: L(13-16) P(12-15) gr/dl

Hematokrit : 31,8 %

Hematokrit: L(40-54) P(37-47) %

Leukosit : 5.100 sel/mm3

Leukosit: 5.000-10.000 sel/mm3

Trombosit : 137.000/ mm3

Trombosit:150.000-450.000/mm3

MCV : 83 fL

MCV : 81 99 fL

MCH : 26,8 pg

MCH : 27,0 31,0 pg

MPV : 7,4 fL

MPV : 7,4 10,4 fL

MCHC : 32,3 g/dl

MCHC : 32 - 36 g/dl

Ureum : 50 mg/dl

Ureum : (18 55) mg/dl

Creatinin : 1,1 mg/dl

Creatinin : (0,9 1,30)

GDS : 425 mg/ dl

GDS : 60 - 100 mg/dl

h. Terapi yang diperoleh

Infus RL 20 tts/mnt

Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/iv

Glibenklamid 2xI

Neurosanbe 1 amp/hari

Antasid syrup 3xC I


i. Pengkajian 11 Fungsional Gordon

1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Januari 2013 pada pukul 10.00, klien
mengatakan bahwa 1 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit
hipertensi dan diperbolehkan pulang karena sudah mengalami perbaikan dalam kesehatan

selama perawatan, namun klien tidak pernah kontrol rutin sesuai dengan anjuran dokter . Saat
ini, klien mendapatkan terapi infus RL 20 tts/mnt.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Klien makan 3 x/hari, porsi makan cukup, nasi, lauk dan sayur.
Selama sakit : Klien makan diit berupa makanan lunak 3 x/hari yang diberikan RS, pasien
makan hanya habis 3/4 porsi yang diberikan RS. Tetapi klien tetap mengkonsumsi buahbuahan seperti pepaya dan apel. Klien minum sekitar 2500 cc sehari.
3) Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, konsistensi padat, BAK 6-7 x/hari.
Selama sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, BAK sering, bila malam hingga 10 kali,
warna kuning agak keruh, bau khas.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas mandiri tanpa bantuan orang lain, dan klien mengaku
jarang berolahraga
Selama sakit : Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga.
5) Pola Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasanya tidur 6-7 jam /hari. Pasien jarang tidur siang.
Selama sakit : Klien mengatakan tidur 5-6 jam pada malam hari. Pasien hanya dapat sebentarbentar tidur siang. Klien mengalami gangguan dalam pola istirahat dan tidur karena sering
BAK, terutama pada malam hari.
6) Pola kognitif perseptual
Klien mengungkapkan bahwa beliau juga sedikit bermasalah dengan penglihatannya yang
akhir-akhir ini tiba-tiba sering kabur. Pendengaran klien normal (Tanpa alat bantu).
Komunikasi klien kurang lancar karena masih lemah. Pengecapan dan pembau klien normal.
7) Pola Persepsi dan Konsep diri
Klien merasa cemas karena penyakit yang dideritanya, dengan penurunan berat badan yang
cepat dalam 1 bulan terakhir. Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan
keluarga.
8) Pola peran dan hubungan
Klien adalah seorang kepala keluarga dari 3 orang anak dan 1 istri, klien bekerja sebagai
petani dan istri klien sebagai ibu rumah tangga, dan 3 orang anak klien sudah beranjak
dewasa. Sebelum sakit klien menjadi tulang punggung keluarga namun sejak 1 bulan terakhir
karena klien selalu merasa lelah, anak klien yang pertama yang menggantikan posisi sang

ayah yang bekerja sebagai seorang petani. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik hal
ini terlihat dengan keluarga yang selalu menemani klien di rumah sakit.
9) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami gangguan dalam hal memenuhi kebutuhan seksualitasnya karena penyakit
yang di deritanya menyebabkan klien sering merasa lemas.

10) Pola Mekanisme koping dan stress


Klien mengatakan setiap ada masalah dibicarakan dengan keluarga. Klien terlihat cemas
karena biaya pengobatan yang harus ditanggung oleh anak-anaknya. Klien berharap bisa
cepat sembuh, sehingga dapat meringankan beban anak-anaknya.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien adalah seorang muslim, meskipun dalam keadaan sakit klien masih tetap menjalankan
kewajibannya untuk beribadah dan berdoa untuk kesembuhannya.

N
O
1

Aplikasi NANDA, NOC DAN NIC


DIAGNOSA
Perubahan Nutrisi Kurang

NOC

Status Gizi : Asupan Makanan

dari Kebutuhan Tubuh b.d Dan Cairan


Penurunan Insulin

NIC
Monitor gizi

Aktivitas yang dilakukan :

Klien diharapkan mampu untuk :

Amati

kecenderungan

Mempertahankan berat badan


pengurangandan dan penambahan
Mempertahankan
masa
tubuh
Data Subjektif :
BB
a) klien sering merasa lapar dan berat badan dalam batas
Monitor jenis dan jumlah latihan
dan haus
normal
b)
klien mengatakan berat
Memiliki nilai laboratorium yang dilaksanakan
Monitor respon emosional klien
badannya menurun selama 1 dalam batas normal
Melaporkan tingkat energi ketika ditempatka pada suatu
bulan terakhir
yang adekuat
a)

Data Objektif :
Berat badan klien sebelum
sakit 76 kg setelah sakit 68

kg
b) Mukosa bibir kering
c)
Klien makan 3x/hari,

keadaan yang ada makanan


Monitor

lingkungan

tempat

makanan
Monitor mual dan muntah
Monitor tingkat energi, rasa tidak
enak

badan,kelatihan

dan

menghabiskan

/4

porsi

kelemahan

makanan dan mengkonsumsi

Monitor masukan kalori dari

buah-buahan

bahan makanan

Manajemen Nutrisi
Aktivitas yang dilakukan :
Kaji apa klien ada alergi makanan
Kerja sama dengan ahli gizi
dalam menentukan jumlah kalori,
protein dan lemak secara tepat
sesuai dengan kebutuhan klien.
Ajari klien tentang diet yang
bener sesuai kebutuhan tubuh
Monitor catatan makanan yang
masuk atas kandungan gizi dan
jumlah kalori
Timbang BB secara teratur
Pasyikan bahwa diet mengandung
makanan yang berserat tinggi untuk
mencegah sembelit
Pastikan kemampuan klien untuk
memenuhi kebutuhan

Manajemen Hiperglikemi
Aktivitas yang dilakukan :
Monitor guladarah sesuaiindikasi
Monitor tanda dan gejala poliuri,
polidipsi,

polifagia.

Keletihan,

pandangankabur atausakit kepala


Monitor TTV sesuai indikasi
Batasi latihan ketika gula darah
besar dari 250mg/dl khusus nya

adanya keton dalam urin


Monitor status cairan intake
output sesuai kebutuhan
2

Kekurangan

Volume

Cairan

Diuresis asam-Basa

b.d

Osmotik

Keseimbangan Elektrolit dan

Manajemen Asam-Basa
Aktivitas yang dilakukan :

Klien diharapkan mampu untuk

Data Subjektif :
menormalkan :
a) Klien mengatakan sering
Albumin serum
merasa haus
pH serum
b) Klien mengaku sering BAK,
Kreatinin serum
Bikarbonat serum
bila malam hari hingga 10
pH Urine
kali
c)
Klien mengatakan berat
Keseimbangan Cairan
badannya menurun selama 1 Klien diharapkan mampu untuk
bulan terakhir
menormalkan :

Monitor status hemodinamik


termasuk CVP (tekanan vena
sentral), MAP (tekanan arteri ratarata), PAP (tekanan arteri paru)
Dapatkan hasil labor untuk
menganalisa keseimbangna asam
basa seperti ABG, urin dan level
serum
Pantau

Tanda-tanda dehidrasi tidak elektrolit


a)

Data Objektif :
Klien minum sekitar 2500

cc sehari
b) Klien terlihat kurang tidur,
karena sering BAK, terutama

c)

d)
e)
f)
g)
h)

ketidakseimbangan

yang

semakin

dengan

ada
Mukosa

mulut

dan

mengoreksi

bibir ketidakseimbangan asam basa

lembab
Balan cairan seimbang

Dorong pasien dan keluarga


untuk

Hidrasi

pada malam hari


Klien
diharapkan
Berat badan klien sebelum
menormalkan :
sakit 76 kg setelah sakit 68
Hidrasi kulit
kg
Kelembaban
Mukosa bibir kering
mukosa\
TD : 170/100 mmHg
Haus yang abormal
N : 80x/menit
Pengeluaran urin
RR : 20x/menit
Tekanan darah
S : 37,2o C

buruk

aktif

dalam

pengobatan

ketidakseimbangan asam basa


mampu

membran

Manajemen Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
Timbang BB tiap hari
Pertahankan intake yang akurat
Monitor status hidrasi (seperti
:kelembapan mukosa membrane,
nadi)
Monitor status hemodinamik
termasuk CVP,MAP, PAP
Monitor hasil lab. terkait retensi
cairan (peningkatan BUN, Ht )
Monitor TTV

Monitor

adanya

retensi/overload

indikasi

cairan

(seperti

:edem, asites, distensi vena leher)


Monitor perubahan BB klien
sebelum dan sesudah dialisa
Monitor status nutrisi
Monitor respon pasien untuk
meresepkan terapi elektrolit

Pemantauan Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
Kaji tentang riwayat jumlah dan
tipe

intake

cairan

dan

pola

eliminasi
Kaji kemungkinan factor resiko
terjadinya imbalan cairan (seperti :
hipertermia,

gagal

jantung,

diaforesis, diare, muntah, infeksi,


disfungsi hati)
Monitor BB, intake dan output
Monitor nilai elektrolit urin dan
serum
Monitor osmolalitas urin dan
serum
Monitor

membrane

mukosa,

turgor dan rasa haus


Monitor warna dan kuantitas urin
3

Intoleransi Aktivitas

b.d

Kelemahan

Toleransi Aktivitas

Klien diharapkan mampu untuk


menyeimbangkan :

Data Subjektif :
Klien mengaku

Terapi Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan :
Monitor program aktivitas klien.
Bantu klien untuk melalukan

Denyut nadi saat beraktivitas.


Jumlah pernafasan saat aktivitas yang biasanya ia lakukan.
Jadwalkan klien untuk latihanberolahraga
saat
waktu beraktivitas.
Tekanan darah sistolik saat latihan fisik secara rutin.
luang.
Bantu klien dengan aktivitasb) Klien mengatakan lemas
beraktivitas.
Tekanan darah diastolic saat aktivitas fisik.
Data Obejektif :
Monitor respon fisik, sosial, dan
a)
Aktivitas klien dibantu beraktivitas.
a)

jarang

b)
c)
d)
e)

perawat dan keluarga


Klien terlihat lemah
TB/BB : 164cm/68kg
BMI : 25, 28 (overweight)
Level Aktifitas : Level 3
(membutuhkan
orang lain).

Warna kulit.
Kekuatan tubuh bagian atas.
Kekuatan tubuh bagian bawah.

bantuan Klien diharapkan mampu untuk

menyeimbangkan :

dari

klien

terhadap

aktivitasnya.
Bantu klien untuk memonitor
kemajuan dari pencapaian tujuan.

Daya Tahan Tubuh

Aktivitas
Daya tahan otot
Hemoglobin
Hematocrit
Glukosa darah
Serum elektrolit
Rasa lelah

spiritual

Pengajaran

Penentuan

Aktivitas dan Latihan


Aktivitas yang dilakukan :

a.

Ajarkan klien tentang :


Tujuan dan kegunaan aktivitas dan

b.

latihan.
Bagaimana cara melakukan suatu

c.

aktivitas.
Bagaimana

cara

memonitor

toleransi aktivitas.
d. Bagaimana menjaga latihan.
Berikan informasi kepada klien
Perawatan Diri : Aktivitasbagaiamana teknik-teknik untuk
aktivitas sehari-hari
menyimpan energi.
Klien diharapkan mampu untuk
Berikan informasi-informasi
menyeimbangkan :
Pola makan.
Berjalan.
Aktivitas

seputar kesehatan fisik klien.

Mengontrol berat badan


Aktivitas yang dilakukan :
Diskusikan

dengan

klien

hubungan antara intake maknan,


latihan, peningkatan berat badan
dan kehilangan berat badan
Diskusikan dengan klien kondisi
pengobatan yang mempengaruhi
berat badan
Diskusikan hubungan resiko berat
badan normal dan tidak normal
Beri informasi kepada klien
tentang berat badan yang ideal
Diskusikan bersama klien metode
tentang intake makanan sehari-hari

Minta informasi dari klien,


apakah ada dukungan luar yang
mempengaruhi berat badannya
Kaji peningkatan keseimbangan
makanan

BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
DM yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin
(hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum
adalah terjadinya hiperglikemia.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari

120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun
karbohidrat lainnya.
4.2 SARAN
Bagi penderita diabetes mellitus diharapkan selalu menjaga gaya hidup karena ini
sangat berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit itu sendiri maka dari itu penderita
penyakit diabetes mellitus haus selalu menjaga kandungan gula dalam darah dengan tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi. Untuk dari itu
penderita bisa menggantinya dengan gula jagung. Pederita juga harus harus rajin dalam
olahraga karena itu sangat penting bagi kesehatan anda.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to
the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing
Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai