Referat Gangguan Psikosomatik Rsko
Referat Gangguan Psikosomatik Rsko
I.
PENDAHULUAN
Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi perhatian
para ahli dan para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan soma) saling terkait
secara erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek
saling mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu
kedokteran psikosomatik. 1
Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja yang
menjadi titik perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan lingkungan
merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai keadaan kesehatan
yang optimal. Hal ini sesuai dengan definisi WHO tentang pengertian sehat yang
meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual. Jadi mempunyai 4
dimensi yaitu bio-psiko-sosio-spiritual.1,2
Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek bio-psikososio-spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan pendekatan dan
pengobatan terhadap pasien secara holistic (menyeluruh) dan rinci yaitu
pendekatan psikosomatik.1,2
II.
DEFINISI
Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-
gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat
antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala
tersebut. Ada juga yang memberikan batasan bahwa gangguan psikosomatik
merupakan suatu kelainan fungsional suatu alat atau sistem organ yang dapat
dinyatakan secara obyektif, misalnya adanya spasme, hipo atau hipersekresi,
perubahan konduksi saraf dan lain-lain. Keadaan ini dapat disertai adanya
organik/struktural sebagai akibat gangguan fungsional yang sudah berlangsung
lama.1
Menurut JC. Heinroth yang dimaksud dengan gangguan psikosomatik
ialah adanya gangguan psikis dan somatik yang menonjol dan tumpang tindih.
Berdasarkan pengertian dan kenyataan diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit yang
ditandai oleh keluhan-keluhan psikis dan somatik yang dapat merupakan kelainan
fungsional suatu organ dengan ataupun tanpa gejala objektif dan dapat pula
bersamaan dengan kelainan organik/ struktural yang berkaitan dengan stressor
atau peristiwa psikososial tertentu.2
Gangguan fungsional yang ditemukan bersamaan dengan gangguan
struktural organis dapat berhubungan sebagai berikut:
Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau
mempengaruhi timbulnya gangguan struktural seperti asma
bronchial,
hipertensi,
penyakit
jantung
koroner,
arthritis
lain-lain.
gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh
sebab yang berbeda.1
PATOMEKANISME
Patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan
Perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf
autonom vegetatif, sistem endokrin dan sistem imun.1
Patofisiologi gangguan psikosomatik dapat diterangkan melalui beberapa
teori sebagai berikut:
a. Gangguan Keseimbangan Saraf Autonom Vegetatif
Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks
serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf
autonom vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni parasimpatik,
ataksi vegetatif yaitu bila koordinasi antara simpatik dan parasimpatik sudah tidak
ada lagi dan amfotoni bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih
berganti.1
b. Gangguan Konduksi Impuls Melalui Neurotransmitter
Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan
neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptorreseptor postsinaps. Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui berupa amin
biogenik antara lain noradrenalin, dopamine, dan serotonin.1
c. Hiperalgesia Alat Viseral
Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep dasar terjadinya
gangguan fungsional pada organ visceral yaitu adanya visceral hyperalgesia.
Keadaan ini mengakibatkan respon reflex yang berlebihan pada beberapa bagian
alat visceral tadi. Konsep ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest
pain, non-ulcer dyspepsia dan irritable bowel syndrome.1
d. Gangguan Sistem Endokrin/Hormonal
Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang disebabkan adanya stress dapat
terjadi akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan tersebut terjadi melalui
hypothalamic-pitutary-adrenal
axis
(jalur
hipotalamus-pituitari-adrenal).
Hormone yang berperan pada jalur ini antara lain: hormon pertumbuhan (growth
hormone), prolactin, ACTH, katekolamin.1
e. Perubahan dalam Sistem Imun
Perubahan tingkah laku dan stress selain dapat mengaktifkan sistem
endokrin melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi
imunitas seseorang sehingga mempermudah timbulnya infeksi dan penyakit
neoplastik. Fungsi imun menjadi terganggu karena sel-sel imunitas merupakan
immunotransmitter mengalami berbagai perubahan. 1
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai berikut:
Kualitas dan kuantitas stress yang timbul
IV.
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis pasien dengan gangguan psikosomatik tidak
berbeda dengan menegakkan diagnosis penyakit lain pada umumnya yaitu dengan
cara anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
laboratorium
atau
dan lain-lain
Faktor psikologik: stress psikologik; keadaan jiwa waktu operasi;
status dalam keluarga.2
psikomatik:
1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi
dan jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan
psikosomatik
2. Dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium tidak didapati penyakit
organik yang dapat menyebabkan gejala-gejala (atau sebagian gejalagejala)
3. Adanya suatu stress atau konflik yang menyukarkan penderita
4. Reaksi penderita terhadap stress ini banyak hubungannya dengan
gejala-gejala yang dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara
psikosomatik merupakan manifestasi badaniah dari konflik atau
penyelesaian masalah yang tidak memuaskan
5. Terjadinya stress itu harus mempunyai korelasi antara waktu dan
timbulnya keluhan, dan bertambah beratnya penyakit yang ada.2
Tidak semua kriteria harus ada, tetapi apabila terdapat beberapa
kriteria yang sesuai sudah merupakan indikasi kearah gangguan
psikosomatik.1
V.
dibagi menurut organ yang paling sering terkena, yaitu gangguan gastrointestinal,
gangguan kardiovaskular, gangguan pernapasan, gangguan endokrin, gangguan
kulit, gangguan muskuloskeletal, psiko-onkologi.
a. Gangguan Gastrointestinal
1. Dispepsia Fungsional
Sindroma dispepsia merupakan keluhan yang sering didapatkan pada
populasi umum. Merupakan perasaan tidak enak dan sakit pada daerah
epigastrium, sering disebabkan karena kelainan fungsi lambung: sekresi asam
lambung yang berlebihan, motilitas dan tonus yang meninggi pada otot-otot
dinding lambung.2 Legarde dan Spiro (1984) mengatakan bahwa keluhan tidak
enak pada perut bagian atas yang bersifat intermitten sedangkan pada pemeriksaan
terjadi pada seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, dan gangguan
jiwa lain. Pasien sering mempunyai keluhan tidak dapat atau mengalami kesulitan
buang air besar. Akibat kelainan tersebut, rangsangan di hipotalamus ikut
menurun sampai tidak ada, sehingga rangsangan di usus besar pun sangat
berkurang. Bila berlangsung terus-menerus akan terjadi atoni kolon dan konstipasi
kronik yang selanjutnya disebut konstipasi psikogenik. 1
Pengelolaan pasien konstipasi psikogenik lebih menitikberatkan pada
psikoterapi. Perlu pendekatan psikomatik dengan memperdulikan faktor-faktor
psikis sebagai penyebabnya. 1
3. Diare Psikogenik
Seseorang yang sedang mengalami ketegangan jiwa, sedang emosi, atau
sedang dalam keadaan stress , hidupnya tidak teratur. Keadaan demikian akan
menyebabkan terangsangnya hipotalamus terus-menerus secara tidak teratur.
Rangsangan di hipotalamus ini akan diteruskan ke susunan saraf autonom.
Susunan saraf yang berulang kali terangsang ini akan menyebabkan timbulnya
hiperperistaltik kolon, sehingga bolus makanan terlalu cepat dikeluarkan karena
hiperperistaltik tersebut, reabsorpsi air di kolon terganggu, dan timbullah diare.
Bila terjadi berulang kali, timbul diare kronik. Keadaan demikian disebut diare
psikogenik kronik. 1
Sifat diare psikogenik pada umumnya memperlihatkan sering buang air
besar yang bersifat lembek, hampir tidak pernah bersifat cair, jarang disertai
lender dan darah, dan tidak pernah disertai demam. Diare yang timbul biasanya
berlangsung beberapa hari, selama masih ada gangguan psikis. 1
4. Obesitas
Pada obesitas yang hebat sering didapati faktor psikologik. Tidak dapat
diterangkan secara memuaskan dengan teori: efisiensi otot-otot yang tinggi,
respiratory quotient yang rendah, specific dynamic action dari makanan atau
penyimpanan yang abnormal oleh orang gemuk itu. 2
Faktor psikologik, mulai dari ketegangan yang ringan sampai dengan suatu
nerosa yang hebat dapat menyebabkan makan berlebihan. Kadang-kadang orang
yang merasa tidak bahagia mencari kesenangan dalam makanan. Mungkin bila ia
mengalami banyak kekecewaan dalam pekerjaan atau kehidupan seksual,
makanan bukan saja dapat merupakan pembelaan atau hiburan, tetapi juga dapat
merupakan substitusi. 2
Pengobatan ialah meyakinkan penderita bahwa berat badan itu perlu
diturunkan, mengatur tabiat makanan, diet yang pantas, dan psikoterapi bila
terdapat konflik; dapat juga diberikan obat-obat untuk menekan nafsu makan
beserta vitamin supaya tidak kekurangan bila makan berkurang. 2
b. Gangguan Kardiovaskular
1. Hipertensi
Hipertensi oleh banyak peneliti dianggap sebagai suatu penyakit yang
multifaktorial. Selain faktor psikis yang menstimulasi efek simpatikotonik,
pengaruh lingkungan sekitar dan sosio-kultural juga ikut berperan. Faktor-faktor
psikis situasional yang menyebabkan kenaikan tekanan darah, merupakan model
outlet yang aman sebagai reaksi normal fisiologis. 4
Menurut Groen, mekanisme utama perkembanghan menjadi hipertensi
yaitu perubahan suatu reaksi fisiologis yang dihubungkan dengan behavior
readiness, oleh suatu reaksi neuroviseral; sebagai ganti aktivitas neuromuscular
yang kuat dan volume semenit jantung yang meningkat, serta resistensi pembuluh
darah yang meningkat pula.4
Karena sifat etiologi
yang
multifaktorial,
kebanyakan
pasien
memperlambatnya.
Bila dalam keadaan normal, jantung berdenyut teratur, maka
persepsi gangguan irama dapat menimbulkan kecemasan atau
ketidakseimbangan vegetatif.4
Faktor-faktor psikis berpengaruh pada timbulnya gangguan frekuensi
denyut dan disaritmia jantung. Pada gangguan frekuensi jantung, pengaruh fisis,
toksik, infeksi dan degenerasi, juga faktor piskis.4
Aritmia psikogenik tanpa adanya gangguan struktural pada umumnya
tidak akan menyebabkan kematian, namun dapat memberikan impilkasi yang
buruk terhadap kondisi ppsikis pasien. Maka psikoterapi suportif dan pemberian
ansiolitik dapat mencegah perburukan kondisi psikis dan menghilangkan ritma.4
c. Gangguan Pernapasan
1. Sindrom Hiperventilasi
Sindrom hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi
berlebihan yang menyebabkan perubahan hemodinamik dan kimia sehingga
menimbulkan berbagai gejala. Mekanisme yang mendasari hingga terjadi sindrom
hiperventilasi belim jelas diketahui.5
Menurut Arautigam (1973) secara psikologis penyebab yang mencetuskan
penyakit ini ialah perubahan pernapasan, yang ia namakan sindrom pernapasan
nervous yang biasanya disebabkan oleh faktor emosional/stress psikis. Terapat 2
jenis pernapasan yang dapat ditemukan, yaitu: 5
a. Pernapasan yang tidak teratur yang dianggap sebagai
pengutaraan rasa takut yang khas.
b. Pernapasan yang dangkal yang diselingi dengan penarikan
napas dalam sebagai pengutaraan situasi pribadi yang bersifat
keletihan dan pasrah, yaitu pertanda tujuan tidak dapat dicapai
kendati sudah diusahakan.
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah napas sesak, napas
pendek, dada tertekan, nyeri pada epigastrium, pusing, sakit kepala,mulut dan
tenggorokan kering, disfagi, dan rasa penuh pada lambung.penyebab paling sering
untuk hiperventilasi ialah emosi rasa takut dan kegelisahan. 5
Terapi untuk pasien dengan sindrom hiperventilasi:
a. Pasien disuruh bernapas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam
sungkup kantong plastic bila didapatkan tanda alkalosis agar
PCO2 dalam darah naik.
9
membantu
menyelesaikan
problem-problem
benzodizepin
atau
golongan
SSRI
(Selective
10
bronkospasme.
Cara sugestif yaitu mengalihkan atau mencurahkan perhatian
d. Gangguan Endokrin
1. Kelainan Tiroid
Pasien tirotoksikosis umumnya datang dengan keluhan yang dianggap
bersifat psiksi belaka. Misalnya rasa cemas, mudah marah, paranoid, rasa seperti
leher tercekik atau terikat, rasa takut tanpa sebab yang jelas, insomnia dengan
mimpi buruk, dan gugup. Keluhan ini sering diikuti dengan hiperaktivitas saraf
otonom seperti keringat banyak, mulut kering, pupil lebar, kulit pucat, nadi cepat,
dan sebagainya.1
Pengobatan ialah usaha untuk mengendalikan metabolism dengan obatobat dan bila perlu dioperasi. Transquilaizer dapat sangat membantu. Psikoterapi
perlu, terutama pada penderita dengan konflik yang mendalam dan yang tidak
dapat menyesuaikan diri.2
2. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit meabolik yang ditandai
dengan adanya defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Hipetglikemia kronik pada pasien diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
11
panjang, disfungsi atau kegagalan berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah serta mempengaruhi kondisi psikis. Gangguan psikis
yang biasa terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah depresi. 8
Depresi terjadi akibat faktor psikologis dan psikososial yang berhubungan
dengan penyakit atau terapinya. Depresi pada diabetes terjadi akibat
meningkatnya tekanan pasien yang dialami dari penyakitnya yang kronik.
Hubungan ketidakmampuan adaptasi dengan gejala depresi ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu:8
a. Pandangan terhadap penyakit yang diderita.
b. Dukungan sosial yang kurang baik
c. Coping strategy, mencegah pikiran untuk lari dari kenyataan
dan
adaptasi
psikologis
menjadi
lebih
baik
sehingga
inflamasi
kronik
dengan
12
depresif.
Kebutuhan aktivitas badaniah seperti olahraga, kerja di rumah dan
berkebun sebagai penyaluran agresi.1,2
PENATALAKSANAAN
13
Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum
tidak mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik
tetapi keluhannya berlebihan.2
Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan
psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak
dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi
dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk menerangkan
bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh sehari-hari
seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi
bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan
pengetahuan penderita.2
Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi
yaitu: 2
Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter
bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan
membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada
penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.1,3,13
Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk
memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien,
dapat dikatakan antara lain :
Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu,
tetapi akan hilang atau
14
Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh
sehingga timbul gejala
Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.
Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang
lebih banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini
harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana
penuh kepercayaaan dan pengertian. Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan
berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan. Terdapat
3 golongan senyawa psikofarmaka.2
1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang
dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti
nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia dengan
kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin,
prometazin.2,9
2. Obat penenang minor dan mayor
15
VII.
fluoksetin, fluvoksamin
SSRE (Selective Serotonin Reuptake Enhancer): Tianeptin
SNRI (Serotonin Nor Epinephrin Reuptake Inhibitor): Venlafaksin
RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxidose type A):
Moklobemid
NaSSA (Nor-adrenalin ang Serotonin Anti Depressant): Mitrazapin
Atipik: Trazodon, Nefazodon
KESIMPULAN
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mudjaddid, E. Shatri, Hamzah. Gangguan Psikosomatik. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.
p896-8
2. S.Tyrer. Psychosomatic pain. British Journal Of Psychiatry (2006),188,91-93.
Edited by Sidney Crown, Femi oyebode and Rosalind Ramsay. Diunduh dari
www. bjp.rcpsych.org 09 Februari 2016.
3. Maramis, W.F. Gangguan Psikosomatik. Dalam Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. p339-72
4. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Faktor Psikologik Yang
Mempengaruhi Kondisi Medis (d/h Gangguan Psikosomatik). Dalam Buku
Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2010.p287-93
5. Andri. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. J Indon
Med Assoc, Volume : 61, Nomor : 9, September 2011. Konsep Biopsikososial
pada Keluhan Psikosomatik. Diunduhdari : www.indonesia.digitaljournals.org
09 Februari 2016.
6. Hadi, Sujeno. Psikosomatik Pada Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.
2006. p907-9
7. Halim, S. Budi, dkk. Aspek Psikosomatik Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p913-4
8. Putranto, Rudi. Mudjaddid, E. shatri, Hamzah. Sindrom Hiperventilasi. Dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan
FKUI. 2006. p920-1
9. Djokomoeljanto, R. Psikosomatik Pada Kelainan Tirod. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.
p937-8
10. Sukatman, D. Budihalim, S. Putranto, Rudi. Gangguan Psikosomatik Pada
Penyakit Reumatik dan Sistem Muskuloskeletal. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p924-5
18
19