Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

EFUSI PLEURA

Pembimbing :
dr. Nur Indah, Sp.P
Disusun oleh :
Aprilia Cristy P.W
2016.04.0.2.0019

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2016

I.

Definisi

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.


Hal

ini

dapat

disebabkan

oleh

peningkatan

produksi

cairan

ataupun

berkurangnya absorbsi.
II.

Epidemiologi
Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita.
Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Namun demikian, efusi
pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak-anak dengan penyebab
tersering adalah pneumonia.

III.

Etiologi
Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.

IV.

Klasifikasi
Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat,
bergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut.
Gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut :

Jernih

pH 7,60-7,64

Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)

Kadungan sel darah putih < 1000 /m3

Kadar glukosa serupa dengan plasma

Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.

Cairan

transudat

dihasilkan

dari

ketidakseimbangan

antara

tekanan

hidrostatik dan onkotik pada membrane pleura, dengan kadar protein <3g/dl,
berat jenis <1,106, LDH (Lactic Dehydrogenase) <200 IU. Pada keadaan ini,
endotel pembuluh darah paru dalam kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi

masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan protein pada cairan efusi
transudat lebih rendah. Penyebab :

Gagal jantung kongestif

Sirosis (hepatik hidrotoraks)

Atelektasis yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli paru

Hipoalbuminemia

Sindroma nefrotik

Sementara eksudat dihasilkan oleh proses inflamasi paru ataupun pleura,


gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat dari
rongga peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran pleura,
serta peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh darah.
Cairan eksudat memiliki kadar protein >3g/dl, berat jenis >1,106, LDH (Lactic
Dehydrogenase) >200 IU, dapat berwarna kuning, purulent atau kemerahan,
dengan tau tanpa sel atau bakteri. Penyebab :

Parapneumonia

Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma,


leukemia)

Emboli paru

Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis reumatoid,


sistemic lupus erythematosus)

Tuberkulosis

Trauma

Pleuritis

Infeksi jamur

Abses intraabdominal

Sindrom Meig (neoplasma jinak pelvis disertai asites dan efusi pleura)

Sindrom yellow nail (kuku kuning, limfedema, efusi pleura)

Chylothorax (suatu kondisi akut dengan peningkatan kadar trigilerida pada


cairan pleura)

Pseudochylotoraks (suatu kondisi kronis dengan peningkatan kadar


kolesterol cairan pleura)

V.

Patofisiologi
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni
0,1 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. Fungsinya adalah untuk memfasilitasi
pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan. Cairan pleura
diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura
yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi
maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini
memiliki konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan
perifer.
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainase limfatik. Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan
keseimbangan faktor-faktor tersebut.

Gambar 1. Skema proses sirkulasi normal cairan pleura. Dikutip dari: Broaddus
VC. 2009. Mechanisms of pleural liquid accumulation in disease. Uptodate.

Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal cairan pleura. Terlihat


bahwa cairan pleura berasal dari pembuluh darah sistemik pada membran pleura
parietal dan viseral (ditunjukkan pada panah yang terputus-putus). Pembuluh
darah pleura parietal (mikrovaskular interkostal) merupakan terpenting pada
sistem ini sebab pembuluh darah ini paling dekat dengan rongga pleura dan
memiliki tekanan filtrasi yang lebih tinggi daripada mikrovaskuler bronkial pada
pleura viseral. Cairan pleura awalnya akan absorbsi kembali oleh mikrovaskuler,
sisanya akan dikeluarkan dari rongga pleura melalui saluran limfatik pada pleura
parietal (panah utuh).
Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu
pulmoner maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura
tersering adalah gagal jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura
dan merupakan penyebab efusi pleura tersering), pneumonia, keganasan serta
emboli paru. Berikut ini merupakan mekanisme-mekanisme terjadinya efusi
pleura :
1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi,
keganasan, emboli paru)
2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia,
sirosis)
3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh
darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner,
hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)
4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik
dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif, sindrom
vena kava superior)
5. Berkurangnya

tekanan

pada

rongga

pleura

sehingga

menyebabkan

terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif, mesotelioma)


6. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan dapat
terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi ataupun ruptur
duktus torasikus (misalnya : keganasan, trauma)

7. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang


diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek struktural. (misalnya : sirosis,
dialisa peritoneal)
8. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral
9. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten dari
efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan akumulasi
cairan lebih banyak lagi.
VI.

Gejala klinis
Efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di rongga pleura bergantung
pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah yang kecil sering tidak
bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar namun proses akumulasinya
berlangsung

perlahan

hanya

menimbulkan

sedikit

atau

bahkan

tidak

menimbulkan gangguan sama sekali. Jika efusi terjadi sebagai akibat penyakit
inflamasi, maka gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal
proses dan gejala dapat menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala
yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni :
nafas terasa pendek hingga sesak nafas yang nyata dan progresif, kemudian
dapat timbul nyeri khas pleuritik pada area yang terlibat, khususnya jika
penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan kemungkinan suatu
efusi eksudat misalnya infeksi, mesotelioma atau infark pulmoner. Batuk kering
berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan terakumulasi dalam jumlah
yang banyak secara tiba-tiba. Batuk yang lebih berat dan atau disertai sputum
atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit dasarnya seperti pneumonia
atau lesi endobronkial.
VII.

Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi.
Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300
mL. Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi
toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya
dapat ditemukan. Friction rub pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi yang

masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral. Efusi
yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan pneumonia
lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien dalam
pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi dapat
bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik yang
sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,
distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat
muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin
menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau
massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.
VIII.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini
masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya efusi pleura
pada awal diagnosa. Pada posisi tegak, akan terlihat akumulasi cairan yang
menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi, kubah diafragma tampak lebih ke
lateral, serta sudut kostofrenikus yang menjadi tumpul. Untuk foto toraks PA
setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang terkumpul sebelumnya agar dapat
terlihat di foto toraks PA. Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat
mendeteksi efusi pleura dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 mL. jika pada foto
lateral dekubitus ditemukan ketebalan efusi 1 cm maka jumlah cairan telah
melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan
torakosentesis. Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak
dijumpai. Pada posisi supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat
memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang homogen yang menyebar
pada bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma,
disposisi kubah diafragma pada daerah lateral.

Gambar 2. Foto thorax pada efusi pleura


IX.

Analisa cairan pleura


1. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xanthoctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,
keganasan. Dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat, ini
menunjukkan adanya abses karena amuba.
2. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
3. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut,
sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau
limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada
mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel
L.E pada lupus eritematosus sistemik

X.

Penatalaksanaan
Efusi transudatif

biasanya

ditangani

dengan

mengobati

penyakit

dasarnya. Namun demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat maupun
eksudat dapat menyebabkan gejala respiratori berat. Dalam keadaan ini,
meskipun etiologi dan penanganan penyakit dasarnya telah dipastikan, drainase
efusi perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Penanganan
efusi eksudatif bergantung pada etiologi yang mendasarinya. tiga etiologi utama
yang paling sering dijumpai pada efusi eksudatif adalah pneumonia, keganasan
dan tuberkulosis.
Torasentesis teraputik betujuan untuk mengeluarkan cairan dalam jumlah
yang banyak pada efusi pleura untuk mengurangi sesak dan menghambat
proses inflamasi yang sedang berlangsung dan juga fibrosis pada efusi
parapneumonia. Tiga hal berikut penting untuk diperhatikan dalam prosedur
torasentesis yakni :
1. Gunakan kateter berukuran kecil atau kateter yang didesain khusus untuk
drainase

cairan

dan

upayakan

jangan

menggunakan

jarum

untuk

menghindari pneumotoraks.
2. Monitoring oksigenasi ketat selama dan setelah tindakan perlu dilakukan
untuk memantau oksigenasi arterial yang dapat saja memburuk akibat
perubahan perfusi dan ventilasi selama proses re-ekspansi paru.
3. Usahakan cairan yang diambil tidak terlalu banyak aqgar tidak terjadi edema
paru dan pneumotoraks. Biasanya 400-500 cc cairan yang dikeluarkan telah
memberikan dampakk berupa berkurangnya sesak nafas. Sedangkan
batasan yang direkomendasikan dalam sekali prosedur torakosentesis adalah
1-1,5 L. Batuk sering terjadi pada proses torasentesis. Hal ini sering terjadi
dan tidak merupakan indikasi untuk menghentikan prosedur kecuali pasien
merasa sangat tidak nyaman.

Gambar 3. Algoritma evaluasi pasien dengan efusi pleura. Dikutip dari: Light RW. 2002.
Pleural effusion. New england journal medicine, vol 346, no 25.

Daftar Pustaka
American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J Respir
Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.
Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal.
1056-60.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru. Edisi III. RSU Dokter
Soetomo Surabaya. 2005.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru. Pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.; 2003.

Rubins

J.

2012.

Pleural

effusion.

Medscape

http://emedicine.medscape.com/article/299959.

reference.

Tersedia

pada

Anda mungkin juga menyukai