Anda di halaman 1dari 17

Refrat

NYERI

Pembimbing
Dr.louis Sp.An

Disusun oleh :
Hilda melisa lumban batu 11 2015 016

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JIWA


RUMAH SAKIT UMUM KOJA
PERIODE 11 JANUARI-30 JANUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA
2015

BAB I
1

PENDAHULUAN
Nyeri digambarkan sebagai pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan
yang sudah atau berpotensi terjadi (International Association for the Study of Pain (IASP,
1994). Definis ini juga menekan bahwa nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi
sekaligus emosi. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri, hanya
mengandalakan penjelasan pasien dan keparahanya. Nyeri merupakan alasan tersering yang
diberikan pasien apabila mereka ditanyakan kenapa berobat sehingga banyak institut
menyebutkan nyeri sebagai tanda vital kelima dan mengelompokannya bersama tandatanda klasik suhu, nadi, pernafasan dan tekana darah.1,2
Pada kasus cedera atau berpotensi mencederai, nyeri memiliki fungsi protektif,
memicu respon terhadap stres berupa penarikan, melarikan diri, atau imobilisasi bagian
tubuh. Namun apabila fungsi protetif ini sudah selesai, nyeri yang berlanjut dapat
memperlemah pasien, karena sering disertai stres berupa meningkatnya rasa cemas, denyut
jantung, tekanan darah, dan kecepatan pernafasan.1,2
Menurut IASP (2001), tidak ada cara yang digunakan untuk membedakan pengalaman
subjektif dari yang disebabkan kerusakan jaringan, sehingga hal tersebut harus diterima
sebagai nyeri. Walaupu merupakan pengalaman subjektif dengan komponen sensorik dan
emosional yang tidka menyenagnkan, nyeri memperlihatkan beberapa objektif. Mengamati
ekspresi wajah pasien, mendengar suara tangisan atau erangan, dan mengamati tanda-tanda
vital ( misalnya tekanan darah dan denyut jantung) dapat memberikan petunjuk mengenai
derajat nyeri yang dialami pasien. 1,2
BAB II
Fisiologis nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai
oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla
spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan,
maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang
membantu perbaikan jaringan yang rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk
2

untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga


stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan
respon inflamasi.1
Reseptor nyeri dan stimulasinya (NOSISEPTOR)
Kapasitas jaringan untuk menimbulkan nyeri apabila jaringan tersebut mendapatkan
rangsangan yang menganggu bergantung pada keberadaan nosiseptor.1
Nosiseptro adalah saraf aferan primer untuk menerima dan menyalurkan nyeri. Ujung-ujung
saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan kimiawis
mekanis, suhu, atau listrik yang dapat menimbulkan nyeri. Distribusi bervariasi diseluruh
tubuh dengan jumlah terbesar dikulit. Nosiseptor teletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan
sendi. Reseptor nyeri viseral tidak terdapat diparengkim organ internal itu sendiri tetapi
terdapat di permukaan peritonuim, membran oleura, dura mater dan dinding pembuluh darah.
Serat sara aferan primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi dan
kecepatan hantaran tertinggi. Serat-serart ini berepon terhadap sentuhan, tekanan, dan sensasi
kinestatik. Serat aferan Alfa-delta dab serat aferan primer C berespon secara maksimal hanya
apabila lapangan reseptif mereka mendapat rangsangan nyeri yang menganggu.1
Sinyal nyeri cepat disalurkan kemedula spinalis oleh serat alfa delta dan dirasakan
dalam waktu 0,1 detik, nyeri cepat biasanya memiliki lokasi yang jelas dengan kualitas
menusuk, tajam atau elektris yang timbul terhadap rangsangan mekanis (misalnya sayatan,
tusukan ) atau suhu dipermukaan kulit tetapi tidak dirasakan ditubuh sebelah dalam. 1
Nyeri lamban dirasakan oleh serat saraf C dan dirasakan 1 detik setelah serangan menganggu.
Nyeri lambat memiliki lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, pegal
dan berdenyut yang dapat di picu oleh ragsangan mekanis, suhu atau kimiawi dikulit atau
sebaguan besara jarngan atau organ dalam dan biasnaya dusertai kerusakan jaringan. Karena
persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri
yang tersendiri : nyeri tajam yang lebuh awal diikuti oleh nyeri tumpul seperti terbakar yang
sedikit banyak berkepanjangan. 1
NOCICEPTIVE PATHWAY
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses
tersendiri : trasduksi, trasnmis, modulasi dan persepsi dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri) : 1
3

1. Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu
stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena
trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor
nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.
2. Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui
serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut
mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan
sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan
dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih
difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls
disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi
nyeri.
3. Proses Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan
otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh
kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses
ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,
noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana
kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri
untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif
pada setiap orang.
4. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan
modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi
dari sensorik.

Jalur nyeri di sistem saraf pusat


1. Jalur Asenden (transduksi dan transmisi)
Serat saraf C dan A- aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke dalam
medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan
kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis. Daerah ini
menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik. Kornu dorsalis medula
spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini
(lapisan 2 dan 3), yang disebut substansia gelatinosa, yang sangat penting dalam
transmisi dan modulasi nyeri. 2,3
Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuro-neuron yang menyalurkan
informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian
menyatu di traktus spinothalamikus antero-lateralis, yang naik ke thalamus dan struktur
otak lainnya. Dengan demikian, transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontra
lateral terhadap sisi tubuh tempat impuls itu berasal. 2,3

Gambar 1: Jalur Ascendens Impuls Nyeri


2. Jalur Desenden (modulasi dan persepsi)
Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau mempengaruhi persepsi
nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri,
dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri.
Namun, terdapat variasi yang luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu
penyebab variasi ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam
mekanisme untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif.2,3
Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke bawah ke medula
spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu
mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu
5

dorsalis. Salah jalur desenden yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem
modulasi-nyeri atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen berikut :
1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus
Sylvius.
2. Neuron-neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rafe magnus
(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian atas dan nukleus
retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula spinalis ke
suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.
Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin mempengaruhi masukan
sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini dikenal sebagai neurotransmiter atau
neuromodulator. Neurotransmiter adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang
aktifitas di membran pascasinaps. Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter spesifiknyeri yang terdapat di kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP lain yang terlibat
dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin.2,3
Teori Nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan (Tamsuri, 2007).1
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori
ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls
dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan
dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal,
yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini
mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien
6

dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf
desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri
alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorphin. 1
Klasifikasi nyeri
Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera
fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan
kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat
sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti mekanisme nyeri itu sendiri.1
Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini
terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area
yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk
segera menghilangkan nyeri. Misalnya nyeri pasca bedah.1,4
Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari
enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan
kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai
kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang
mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau
keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan
penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat
diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis.
Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak

pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya nyeri post-herpetic, nyeri
phantom atau nyeri karena kanker. 1,4
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut
- Lamanya dalam hitungan menit

Nyeri kronik
- Lamannya

sampai

hitungan

Sensasi tajam menusuk

Dibawa oleh serat A-delta

Sensasi terbakar, tumpul, pegal

Ditandai peningkatan BP, nadi,

Dibawa oleh serat C

dan respirasi

Fungsi fisiologi bersifat normal

Kausanya

Kausanya

spesifik,

bulan

dapat

diidentifikasi secara biologis


-

Respon pasien : Fokus pada


nyeri,

menangis

dan

Tingkah

laku

Tidak ada keluhan nyeri, depresi


dan kelelahan

menggosok

bagian yang nyeri


-

jelas

mungkin tidak

mengerang, cemas
-

mungkin

Respon terhadap analgesik


meredakan nyeri secara efektif

Tidak ada aktifitas fisik sebagai


respon terhadap nyeri

Respon terhadap analgesik :


sering kurang meredakan nyeri

Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari
tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri
viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering
bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,
dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan. 1,4
Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otototot
lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada
peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak dan keras sering
digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri
tajam bila organ padat terkena. Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan
8

ligamen, spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu,
atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin
iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari
jaringan. 1,4
Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar
melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang
dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari
struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls
nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical,
ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem
simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab
impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim
otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat
sensitif pada nyeri. 1,4
Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi
dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot
skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau
iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang
menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding
parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi
pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri
sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada
daerah yang rusak. 1,4
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari
viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri
berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke
rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus
dan nyeri menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri
berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen,
rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri
9

menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan
bawah. 1,4
Nyeri Neuropati
Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah penyakit pada saraf perifer. Saraf
tersebut adalah semua saraf selain yang ada di otak dan urat saraf tulang belakang (perifer
berarti jauh dari pusat). Nyeri neuropatik merupakan keadaan kompleks nyeri kronis yang
biasanya disertai dengan cedera jaringan. Dengan nyeri neuropatik, serat-serat saraf sendiri
mungkin rusak, disfungsional, atau cedera. Serat saraf yang rusak ini mengirim sinyal yang
salah ke pusat-pusat rasa sakit lain. Dampak dari cedera serabut saraf meliputi perubahan
dalam fungsi syaraf baik, di tempat cedera dan daerah sekitar cedera. 1,4
Akibatnya, orang merasa tidak nyaman dengan gejala yang digambarkan sebagai
kesemutan atau seperti ditusuk paku dan jarum atau gejala nyeri lebih seperti membakar.
Nyeri saraf dapat dikaitkan dengan sejumlah kondisi medis seperti diabetes, herpes zoster,
kanker dan perawatan nya, sindrom carpal tunnel, atau cedera tulang belakang. 1,4
Rasa geli dan sensasi terbakar nyeri saraf sangat berbeda dari rasa sakit dan nyeri yang
dirasakan dari nyeri otot. Nyeri otot disebabkan oleh cedera fisik, seperti terjatuh, akan
menghilang setelah cedera telah sembuh. Di sisi lain, nyeri saraf yang mungkin tidak
disebabkan oleh trauma, sering menghasilkan rasa sakit terus-menerus atau rutin. Over-thecounter-pain seringkali tidak cukup kuat untuk membuat nyeri saraf pergi. Sejalan dengan
waktu, nyeri saraf dapat menyebar dari kaki bawah ke atas atau naik ke lengan dari tangan. 1,4
Tidak ada obat untuk saraf rusak yang menyebabkan rasa sakit saraf. Tetapi dengan program
manajemen nyeri yang efektif yang mungkin mencakup latihan, manajemen stres, dan obatobatan, rasa sakit dapat dikurangi. Dengan selalu aktif, sesorang bisa mengurangi rasa
penderitaan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Sumber nyeri kronik tidak sederhana. Ada
masalah psikologis yang disebabkan oleh masalah fisik. Ini adalah alasan mengapa memilih
salah satu perawatan ini tidak dianjurkan. Perlu dicoba banyak metode. 1,4
Nyeri Alih
Didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu organ tubuh namun dirasakan
terletak didaerah lainnya. Nyeri visera; serin dialihkan kedermatom (daerah kulit) yang
dipersarafi oleg segmen medula spinalis yang sama dengan viskus yang nyeri tersebut. 1
Teori konvergensi-proyeksi (fiedls martin 20110. Menurut teori ini, dua tipe aferen

10

yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari struktur otot dalam atau viseral)
berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama. Karena tidak memiliki cara utnutk
mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksi sensasinyeri ke
daerah somatik (dermatom) sebagai contoh iskemik miokardium menyebabkan pasien merasa
nyeri hebat dibagian tengah sternumyang menyebar ke siis bagian medial lengan kiri, pangkal
leher dan rahang. Nyeri diperkirakan disebbkan oleh penimbunan metabolit dan defisiensi
oksigen yang merangsang ujung-ujung saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang
kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medula spinalis melalui akar dorsal luma saraf
torakalis atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tetapi dirasakan dikulit. 1

Gambar 2: tempat-tempat nyeri alih umum yangberasal dari organ viseral


RESPON TERHADAP NYERI
Respons tubuh terhadap trauma atau nyeri adalah terjadinya reaksi endokrin berupa
mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum
disebut sebagai respons stres. Respons stres ini sangat merugikan pasien, karena selain akan
menurunkan cadangan dan daya tahan tubuh, juga meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,
mengganggu fungsi respirasi dengan segala konsekuensinya, serta akan mengundang resiko
terjadinya tromboemboli, yang pada gilirannya meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1,5
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri: 1,5
a. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
11

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini
sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
b. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri
juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,
sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri
dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu
menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang. 1
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap
individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. 1
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi
wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya,
karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.
Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif. 1
c. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan
klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.

12

Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan nyeri berulang. 1,5
Respon Nyeri
Respon endokrin
Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya terjadi pelepasan
hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II, ADH, ACTH, GH dan
glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormon anabolik seperti insulin. Hormon
katabolik akan menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin
dan proses glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian
ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan
terjadinya retensi Na dan air. Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas
nyeri bertambah. Dengan demikian terjadilah siklus vitriosus. 1,5
Efek Nyeri Terhadap Kardiovaskular dan Respirasi
Pelepasan Katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi Angiotensin II akan
menimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-hormon ini mempunyai efek langsung pada
miokardium atau pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan air. Angiotensin II
menimbulkan

vasokonstriksi.

Katekolamin

menimbulkan

takikardia,

meningkatkan

kontraktilitas otot jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi.
Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Ditambah dengan retensi Na
dan air, maka timbullah resiko gagal jantung kongesti. 1,5
Bertambahnya cairan ekstraselluler di paru-paru akan menimbulkan kelainan ventilasi
perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan tonus otot di
daerah tersebut sehingga dapat muncul resiko hipoventilasi, kesulitan bernafas dalam dan
mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah mengalami penyulit atelektasis dan
hipoksemia. Nafas cepat dan irregular, Nausea dan vomitus, Kelelahan dan keletihan. 1,5
Efek Nyeri Terhadap sistem Organ Yang Lain
Peningkatan aktivitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi saluran
cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap fungsi
immunlogik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, leukositosis, dan depresi RES. Akibatnya
13

resistensi terhadap kuman patogen menurun, Kemudian, terhadap fungsi koagulasi, nyeri
akan menimbulkan perubahan viskositas darah, fungsi platelet. Terjadi peningkatan adesivitas
trombosit. Ditambah dengan efek katekolamin yang menimbulkan vasokonstriksi dan
immobilisasi akibat nyeri, maka akan mudah terjadi komplikasi trombosis. 1,5
Efek Nyeri Terhadap Mutu Kehidupan
Nyeri, menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu
bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan/dan minum, cemas, gelisah,
perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan seperti ini sangat mengganggu
kehidupan normal penderita sehari-hari. Mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai
tidak mampu untuk hidup mandiri layaknya orang sehat. Oleh karena itu penatalaksanaan
nyeri pada hakikatnya tidak saja tertuju kepada mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu,
melainkan bermaksud menjangkau peningkatan mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat
kembali menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun lingkungannya. 1,5
Penilaian nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska
pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk
menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat
berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini : 1
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 3 : Wong-Baker Faces Pain Rating Scale


2. Verbal Rating Scale (VRS)
14

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima
poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 4 : Verbal Rating Scale (VRS)


3. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 5
atau 0 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10
menunjukkan nyeri yang hebat.
4. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
penderita

dibandingkan

dengan

skala

lainnya.

Penggunaan

VAS

telah

direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak
menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga
skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 4
cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target
untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat
sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic
penyelamat (rescue analgetic). 1

15

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan
saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan. 1
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri merupakan suatu respon biologis yang menggambarkan suatu kerusakan atau
gangguan organ tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Manajemen
nyeri pascaoperasi haruslah dapat dicapai dengan baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen
nyeri yang baik tidak hanya berpengaruh terhadap penyembuhan yang lebih baik tetapi juga
pemulangan pasien dari perawatan yang lebih cepat.
Daftar pustaka
16

1. Sherwood L. Human Physiology: The Peripheral Nervous System. 7th ed. Canada:
Brooks/Cole;2010. p. 191-2.
2. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi konsep linis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Vol 2. Jakarta: EGC; 2006.
3. Tamsuri, A. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC;2007. Hlm 1-63
4. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The American
Journal of Managed Care. Januari 2015. p256-61

5. Sherwood L. Human Physiology: The Peripheral Nervous System. 7th ed. Canada:
Brooks/Cole;2010. p. 191-2.

17

Anda mungkin juga menyukai