Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik
bangsa, berdasarkan peraturan berlaku Pemerintah harus menyadari hak-hak dan
kewajiban yang dimilikinya untuk mampu mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang berlaku dalam sistem
pemerintahan dibawah pemerintahan daerah, dan pemberian kewenangan pada
pemerintah desa secara umum ditunjukkan dalam rangka mengembalikan hakhak aslinya melalui pengakuan atas keragaman yang selama ini dipersatukan
dengan situasi dan kondisi desa dengan tujuan untuk lebih meningkatkan
kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, dan peran serta masyarakat.
Menurut Syaukani dkk (2007;232) dalam bukunnya bahwa Pemerintahan
merupakan suatu lembaga yang didalamnya terdapat suatu pemerintah yang
berhadapan dengan setiap masalah peristiwa ataupun kejadian yang berhubungan
dengan kerakyatan. Pemerintahan juga adalah kegiatan penyelenggaraan guna
memberikan pelayanan dan perlindungan bagi segenap warga masyarakat,
melakukan pengaturan, mobilisasi semua sumber daya yang dilakukan, serta

membina hubungan dengan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah


yang lainnya.1
Berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP N0.43 Tahun
2014 Tentang Peraturan pelaksana UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa,
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Desa merupakan pemerintahan yang terkecil di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP N0.43 Tahun
2014 Tentang Peraturan pelaksana UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.2
Konsekuensi implementasi otonomi desa, salah satu perubahan yang
fundamental karena terjadinya pergeseran struktur politik pemerintahan desa
yang jauh berbeda dibanding sebelumnya, yang mana adanya arus reformasi
dengan lahirnya lembaga politik ditingkat desa yang diharapkan memberikan
1

syaukani dan afan gafar dan ryaas rayid, otonomi daerah dalam negara kesatuan,
pustaka pelajar, yogyakarta, 2007, hal.232.

lihat Pasal 1 ayat (1) UU no. 6 tahun 2014 tentang desa dan PP No.43 Tahun 2014
tentang peraturan pelaksana UU no. 6 tahun 2014 tentang desa.

dinamika dan suasana politik yang lebih demokratis, otonom, independent dan
sekaligus prospektif dalam pembangunan masyarakat desa.
Lembaga politik di tingkat desa yang dimaksudkan adalah dengan
dibentuk Badan Permusyawaratan (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan
budaya yang berkembang di desa bersangkutan.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis, UU No.6 Tahun 2014 (Pasal 1 ayat (4)).3
Sebagai perwujudan demokrasi, di desa dibentuk Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang
bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga yang menjalankan fungsi
legislasi. Menurut UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 55 Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai berikut:
1. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa,
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan
3. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa
Secara yuridis, Badan Permusyawaratan Desa dalam UU No.6 Tahun 2014
Tentang Desa yang termuat dalam beberapa pasal yaitu Pasal 55 sampai Pasal

Ibid,

65,4 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 72 sampai
Pasal 79.5
Badan Permusyaratan Desa (BPD) diharapkan menjadi wadah politik baru
bagi warga desa dan membangun tradisi demokrasi, sekaligus tempat pembuatan
kebijakan publik desa serta menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa. Hal ini bisa terealisasi dan
terlaksana apabila Badan Permusyaratan Desa (BPD) sebagai lembaga
permusyawaratan / perwakilan yang memiliki kedudukan sama dengan kepala
desa, hendaknya sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat
terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan
terkecil yaitu desa serta berperan aktif dalam membangun desa bersama kepala
desa dan masyarakat. Sebagai aktualisasi gagasan demokrasi, BPD diidealkan
untuk memposisikan dirinya sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat
dengan kepentingan pemerintah desa.
Hadirnya BPD di Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo Kabupaten
Parigi Moutong, merupakan konsekuensi dari implementasi otonomi
daerah/desa. Lembaga yang masih muda ini adalah lembaga legislatif desa yang
baru dalam kehidupan demokrasi di tingkat desa, seharusnya memiliki tanggung
jawab penuh untuk menjalankan peranan atau fungsinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Namun dalam kenyataannya, Implementasi fungsi BDP Di
4

Ibid,

Lihat PP No. 43 Thn. 2014 Tentang Desa

Desa Sidole Timur menunjukkan bahwa kinerja BPD secara keseluruhan dalam
pelaksanaan fungsinya belum terpenuhi dengan maksimal, hal ini di karenakan
dalam merancang dan menetapkan peraturan desa oleh BPD bersama kepala
desa, secara keseluruhan dalam penerapan dan pelaksanaannya belum sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dalam hal ini menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat serta pengawasan terhadap kinerja kepala desa
belum terimplementasi secara efektif.
Belum efektifnya pelaksanaan fungsi dari BPD, tentu tidak dapat
dilepaskan dari peran setiap individu pengurus BPD yang berupa tingkat
pendidikan, kemampuan, pengalaman dan moral yang baik, serta adanya sarana
dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD.
Pelaksanaan fungsi BPD yang efektif kiranya dapat dilakukan dengan ada
keinginan untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat serta adanya peran dari BPD dan juga
kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai sosial yang harus tetap
dijaga dan dipatuhi seperti mengedepankan nilai sosial musyawarah dan
mufakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul Analisis Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Di Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi
Moutong

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
yaitu Bagaimana Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di
Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong?
1.3 Tujuan dan kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Di Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo Kabupaten
Parigi Moutong.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
a.

Segi akademik, dengan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai


bahan referensi, sumbangsi pemikiran bagi pihak pemerintah

b.

setempat khususnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD).


Segi Praktis, Bagi Pemerintah Desa khususnya di Desa Sidole Timur
dalam rangka meningkatkan Implementasi Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa demi kemajuan Sistem Pemerintahan Desa.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN ALUR PIKIR
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengkaji tentang Implementasi Fungsi Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) Di Desa Sidole Timur Kecamatan
Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong.
Berdasarkan penelitian tersebut, berikut akan diuraikan persamaan
dan perbedaan antara peneitian ini dan penelitian terdahulu yang mengkaji
hal yang sama yaitu dalam penelitian ini terkait tentang pelaksanaan fungsi
BPD yang sudah ada sebelumnya diantaranya yakni :
a. Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pemilihan Kepala Desa
Lemban Tongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, Oleh Herson Pada
Tahun 2011, dan :
b. Analisis pelaksanaan fungsi BPD Dalam Menampung Dan
Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Di Desa Soni Kecamatan Dampal
Selatan Kabupaten Toli-Toli, Oleh Hamdana Pada Tahun 2013
Kedua judul di atas merupakan contoh penelitian terdahulu terkait
pelaksana fungsi BPD. Kedua penelitian di atas juga menggunakan metode
penelitian kualitatif, hanya saja yang membedakan dari kedua penelitian
tersebut adalah pokok permasalahan yang akan peneliti lakukan yakni
terkait tentang objek penelitian yang akan diteliti, dimana penelitian yang
akan dilakukan terkait tentang Analisis Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) di Desa Sidole Timur.
Dari penelitian terdahulu terdapat perbedaan dan persamaan, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 01 Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu


No
1.

Nama

Judul

Teori yang

Metode Penelitian

Lokasi

Herson

Penelitian
Peran BPD Dalam

digunakan
Teori dari

Menggunakan Tipe

Penelitian
Desa Lemba

B 401 07

Pemilihan Kepala

Siagian dalam

Penelitian

Tongoa

059 pada

Desa Di Desa

konteks

deskriptif dan

Kecamatan

tahun 2010

Lemba Tongoa

Kemampuan

dasar penelitian

Palolo Kabupaten

Kecamatan Palolo

BPD

kualitatif,

Sigi

Kabupaten Sigi

mengunaka teknik
pengumpulan data
dengan cara studi
pustaka dan studi
lapangan,
pemilihan
informannya
menggunakan
metode purposive

2.

Hamdana

Analisis

Teori dari

sampling
Menggunakan Tipe

Desa Soni

B 401 08

pelaksanaan fungsi

Siagian dalam

Penelitian

Kecamatan

133 pada

BPD Dalam

konteks

deskriptif dan

Dampal Selatan

tahun 2013

Menampung Dan

Kemampuan

dasar penelitian

Kabupaten Toil-

Menyalurkan

kualitatif, serta

Toli

Aspirasi

teknik

Masyarakat Di

pengumpulan data

Desa Soni

dilakukan dengan

Kecamatan

dua cara yaitu studi

Dampal Selatan

pustaka dan studi

Kabupaten Toil-

lapangan

Anisa Desi

Toli
Analisis Fungsi

Teori dari

Menggunakan Tipe

Sidole Timur

B 401 12

BPD di Desa

Siagian dalam

Penelitian

Kecamatan

032

Sidole Timur

konteks

deskriptif dan

Ampibabo

Kecamatan

kemampuan

dasar penelitian

Kabupaten Parigi

Ampibabo

kualitatif,

Moutong

Kabupaten Parigi

mengunaka teknik

Moutong

pengumpulan data
dengan cara studi
pustaka dan studi
lapangan,
pemilihan
informannya
menggunakan
metode purposive
sampling

2.1.2 Landasan Teoritis dan Kepustakaan Yang Relevan


2.1.2.1 Konsep Implementasi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan
implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Oleh karena itu
implementasi tidak sekedar aktivitas saja namun merupakan suatu
kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan dan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Untuk mencapai suatu tujuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di butuhkan suatu implementasi kebijakan
dalam setiap pengambilan keputusan.
Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasa dalam bentuk
undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

10

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.


Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrukturkan / mengatur proses implementasinya.6
Menurut Guntur Setiawan (2004:39), Implementasi atau
pelaksanaan adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan proses
interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan
jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Pengertian implementasi yang
dikemukakan tersebut dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan
proses untuk melaksanakan ide, seperangkat aktifitas baru dengan harapan
orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh
birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan
pelaksana yang bisa dipercaya.7
Sedangkan menurut Presman dan Wildavsky dalam Tangkilisan
(2003:17), implementasi diartikan sabagai interaksi antara penyusunan
tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut
atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kuasa antara
yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.8 Tahapan implementasi
merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah
6

Wahad Solichin Abdul, Analisi Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan


Negara, Bumi Aksara, Bandung, 2002, Hal.28

Setiawan Guntur, implementasi dalam birokrasi pembangunan, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, 2004. Hal.23

11

suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada


suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.
Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu
penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil
melalui aktifitas atau kegiatan dalam program pemerintah.
(Tangkilisan,2003:9)9
Menurut Parson (2011:472), dijelaskan bahwa organisasi yang
menganggap kebijakan sebagai sesuatu yang dibuat dan di
implementasikan dalam situasi interaksi manusia, bukan sebagai mesin
atau sistem, lebih menitikberatkan pada sifat interaksi tersebut.
Implementasi yang efektif adalah sebuah kondisi yang dapat dibangun
dari pengetahuan dan pengalaman dari orang-orang yang ada digaris
depan pemberi layanan. Fokus utama dari studi implementasi adalah
persoalan tentang bagaimana organisasi berperilaku atau bagaimana orang
berperilaku dalam organisasi.10
2.1.2.2

Konsep Perwakilan

Miriam budiardjo (1978:175), perwakilan (representation) adalah


konsep bahwa seorang atau satu kelompok mempunyai kemampuan atau
8

Tangkilisan, Hessel Nogi, study implementasi kebijakan publik, Lukman Offset, Jakarta,
2003. Hal.17

Ibid, Hal. 9

10 Parsons, Wayne, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Kencana, Jakarta, 2011. Hal.
472

12

kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang
lebih besar.11
Sementara Riswandha imawan (2001) ; perwakilan adalah konsep
yang menunjukkan hubungan antara orang-orang, yakni fihak yang
mewakili dan diwakili, dimana orang yang mewakili memiliki sederet
kewenangan sesuai dengan kesepakatan antara keduanya.
Eddy Purnama (2008:41) Pada dasarnya, teori perwakilan amat
erat hubungannya dengan prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi. Dalam
zaman modern kekuasaan rakyat tidak lagi dilaksanakan secara langsung,
tetapi disalurkan melalui lembaga perwakilan sebagai realisasi sistem
demokrasi tidak langsung. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketika
pengkajian difokuskan pada masalah perwakilan ini, pertama menyangkut
pengertian pihak yang diwakili, kedua berkenaan dengan pihak yang
mewakili, dan ketiga berkaitan dengan bagaimana hubungan serta
kedudukannya.12
Belifante dalam Eddy Purnama (2008:84-85) berpendapat bahwa
perwakilan itu sebagai suatu kompromi antara prinsip demokrasi yang
menuntut persamaan hak bagi setiap warga Negara dan prinsip kegunaan
yang praktis untuk menyelenggarakan persamaan yang dimaksud. Dalam
11 http://2frameit.blogspot.co.id/2011/10/kerangka-teori-perwakilan-politik.html,Palu 28 12 2015.
Pukul 12-00

12

Eddy Purnama, Lembaga Perwakilan Rakyat, Syiah Kuala University Press, Banda
Aceh, 2008, Hal.41

13

hal ini, rakyat sama-sama diposisikan sebagai pihak yang tidak mampu
melakukan sendiri tugasnya untuk mengambil suatu keputusan, karena itu
perlu dibentuk suatu institusi yang dapat mewakili mereka untuk bertindak
dalam rangka keperluan tersebut13
Berdasarkan pemahaman perwakilan di atas, maka perwakilan
politik dapat dipahami melalui rangkaian indikator berikut ( pitkin:1957
dalam riswandha ; 2001)14
a. Tindakan wakil merupakan reaksi atas kepentingan pihak yang
diwakili
b. Wakil harus memiliki kebebasan bertindak, jadi tidak sekedar
melayani, tanpa melupakan pertimbangan kebijaksanaan terbaik bagi
kepentingan umum.
c. Wakil harus mampu meredam konflik yang mungkin muncul antara
dari dan rakyat yang diwakilinya.
2.1.2.3
Sumber Daya Manusia
Semua organisasi atau lembaga membutuhkan sumber daya
manusia, oleh karena itu sumber daya manusia perlu dipemberdayakan
dengan baik, terutama pada peningkatan kemampuan (ability) melalui
kerja sama orang-orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati
bersama dengan sistematis, efisien dan efektif.

13

Ibid, Hal.84-85

14

www.kerangkateoriperwakilan.co.id, http://2frameit.blogspot.co.id/2011/10/kerangkateori-perwakilan-politik.html, Ibid.

14

Menurut Walkis (1997:52) mengemukakan bahwa sumber daya


manusia adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan atau kemampuan
memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan tertentu atau
meloloskan diri dari kesukaran.
Pendapat lain menurut Hendry Simamora (1997:3) berpendapat
sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian, balas jasa, dan pengelolaan terhadap individu
anggota organisasi atau lembaga.
Berhubungan dengan pemberdayaan manusia diperlukan
manajemen sumber daya manusia. Menurut Marwansyah (2010:3)
manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan
sumber daya manusia di dalam organisasi,yang dilakukan melalui fungsifungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi,
pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan
karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan
kesehatan kerja dalam suatu hubungan organisasi.15
Pendapat lain dikemukakan oleh Sastrohadiwiryo (2002:24)
menyatakan pengertian manajemen sumber daya manusia dapat di
istilahkan sebagai manajemen tenaga kerja, menurutnya manajemen
tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan, pengaturan,
15

Marwansyah, manajemen sumber daya manusia edisi kedua, Alfabeta, Bandung, 2010,
Hal.3

15

pengurusan dalam mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesarbesarnya, sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha,
perusahaan, lembaga, maupun instansi.16
Dari beberapa pendapat di atas, di simpulkan bahwa manajemen
sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam
lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pada pemahaman di atas dalam menyelenggarakan
dan melaksanakan tugas dan fungsi secara baik, diperlukan manajemen
sumber daya manusia yang berkualitas, dalam hal ini memiliki
kemampuan (ability). Kemampuan seseorang merupakan persyaratan
utama dalam menyelenggarakan dan melaksanakan tugas dan fungsi,
kemampuan di sini adalah kemampuan anggota BPD dalam menjalankan
fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat
mengaspirasikan pendapat masyarakat.
Menurut Siagian (2004:134) mengatakan kemampuan dapat
digolongkan menjadi dua jenis yaitu:17

16

Sastrohadiwiryo, manajemen tenaga kerja Indonesia (pendekatan administrative dan


operasional), Bumi Aksara, Jakarta, 2002, Hal.24

17 Siagian, manajemen sumber daya manusia, bumi aksara, Jakarta, 2004, Hal. 134

16

a.

Kemampuan fisik, kemampuan fisik disini adalah pengalaman yang


merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan seharihari dan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia.
Kemampuan intelektual, yang dimaksud adalah tingkat pendidikan dan

b.

pemahaman setiap orang mempunyai tingkat kemampuan tertentu


yang sangat mungkin berbeda dengan orang lain.
Implikasi dalam kehidupan berlembaga atau berorganisasi antara
lain bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu
dibanding dengan orang lain disekitarnya. Kelebihan setiap orang sangat
penting karena dengan pengetahuan tersebut berbagai tindakan dapat
diambil oleh seorang manajer dengan tepat. Apabila dikaitkan dengan
BPD dapat dikatakan sebagai lembaga pemerintahan ditingkat pemerintah
desa yang mempunyai peranan sangat penting, oleh karena itu diperlukan
suatu kemampuan intelektual yang tinggi bukan kemampuan fisik.
2.1.2.4

Otonomi Desa

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014


tentang peraturan pelaksana UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dalam
menyelenggarakan hak asal usul dan adat istiadat, fungsi dan kewenangan
pemerintahan desa, desa adat membentuk kelembagaan yang mewadahi
kedua fungsi tersebut.18 Oleh karena itu Pemerintahan Desa merupakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan
18

Lihat Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014

17

Permusyawaratan Desa (PBD) dalam mengatur dan mengurus


kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Amin Suprihatini, 2007;19).19
Menurut Suparman (1991:2) Desa adalah suatu kesatuan hukum
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahannya sendiri sebagai kesatuan hukum demi kepentingan
bersama dari penduduknya menurut hukum dan adat lingkungannya.20
Pendapat lain, menurut Widjaja (2000:65) bahwa Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada
di daerah kabupaten.21
Hal yang sama dikemukakan oleh Widjaja tentang desa tetapi
dalam buku yang berbeda, menurut Widjaja (2005:3) mengemukakan
mengenai pengertian dari desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat
istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa
19 Amin Suprihatini, Pemerintah Desa dan Kelurahan, Cempaka Putih, Klaten, 2007.
Hal.19
20

Suparman,Pemerintah Desa, Bumi Aksara, Jakarta, 1991. Hal.2

21

HAW Widjaja, pemerintah desa / marga (suatu telaah administrasi negara), PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta,2000.hal.65

18

adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan


pemberdayaan masyarakat.22
Dari beberapa pengertian di atas tentang desa, dapat disimpulkan
bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berada didaerah
kabupaten/kota, memiliki batas-batas wilayah, memiliki wewenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat dan diakui dalam sitem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan dalam penyelengaraan
pemerintahan desa, pemerintahan desa merupakan penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (PBD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa yang berbunyi : 23
Pasal 1 ayat (2) :
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Ayat ( 6):
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
22 Widjaja,Otonomi Desa, raja grafindo persada, Jakarta, 2005. Hal. 3
23

Lihat UU no.23 Thn.2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 ayat (2,6,7).

19

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan


Republik Indonesia.
Ayat (7):
asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
berdasarkan Otonomi Daerah
Berdasarkan pengertian Otonomi Daerah dalam UU No.23 Tahun
2014 dan sejalan dengan pengertian Desa dalam UU No.6 Tahun 2014
Tentang Desa, yang berbunyi bahwa:
Pasal 1 ayat (1):
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.24
Dengan demikian, desa dipahami sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah, hak dan kekuasaan atau wewenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat demi mencapai
kesejahteraan. Hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
inilah yang disebut Otonomi Desa.
Menurut widjaja (2003:165), Otonomi Desa merupakan otonomi
yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari
pemerintah, sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi
asli yang dimiliki oleh desa tersebut.25
24

Lihat UU No. 6 Thn.2014 Tentang Desa, Pasal 1 Ayat (1).

25 Widjaja, Otonomi Desa, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Hal.165

20

2.1.2.5

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Di era otonomi saat ini, pemerintah daerah diberi keleluasaan


untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan prinsip demokrasi.
Dalam mewujudkan prinsip demokrasi tersebut maka didalam
pemerintahan desa dibentuklah suatu badan yang dapat mewujudkan
aspirasi dari masyarakat desa. Badan tersebut dinamakan Badan
Permusyawaratan Desa atau sering kita sebut dengan BPD.
Menurut Sumartono (2000:57) dalam bukunya Badan
Permusyawaratan Desa merupakan perubahan nama dari Badan
Permusyawaratan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan
pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada
filosofi musyawarah untuk mufakat. Musyawarah berbicara tentang
proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan
diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat,
berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara
arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang
merugikan masyarakat luas.26
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan suatu hal yang
baru dalam sistem pemerintahan desa sekarang ini dalam penyelenggaraan
26 Sumartono, Kemitraan Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Pustaka Utama,
Jakarta, 2000. Hal.57

21

pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai lembaga


legislatif yang sengaja dibentuk di desa dan lembaga yang paling dekat
dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya
BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik
dimulai dari sistem pemerintahan terkecil yaitu desa.
Pengertian Badan Permusyawaratan Desa, menurut UU No. 6
Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1 ayat (4) menyata secara komprehensif
tentang pengertian BPD , yang berbunyi:
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
Sedangkan menurut PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Pasal 1
ayat (8) bahwa:
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
Oleh karena itu, dari penjelasan beberapa pengertian BPD dalam
peraturan ini maka Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga
perwujudan

demokrasi

berdasarkan keterwakilan

dalam

penyelengaraan

pemerintahan

desa

dari penduduk desa dengan melaksanakan

fungsi pemerintahan desa yang sebagai wadah masyarakat untuk turut

22

berpartisipasi dalam proses pembangunan desa dan memiliki fungsi dan


peran yang penting dalam tatanan penyelengaraan pemerintahan desa.
2.1.2.6

Kedudukan

dan

Kewenangan

Badan

Permusyawaratan Desa (BPD)


Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa, dalam penjelasan umum poin ke 6 bahwa Badan
Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat
Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja
kelembagaan

di

tingkat

Desa,

memperkuat

kebersamaan,

serta

meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa


dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal
yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil
Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam
keputusan

hasil

musyawarah

dijadikan

dasar

oleh

Badan

Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan


kebijakan Pemerintahan Desa.

23

Dilihat dari kedudukan dan kewenangan Badan Permusyawaratan


Desa, bahwa kedudukan BPD dalam tataran pemerintah desa di jelaskan
dalam UU desa yang termuat dalam penjelasan umum poin 5 UU desa
tentang kelembagaan desa dikatakan bahwa kelembagaan desa/desa adat
yaitu lembaga pemerintahan desa/desa adat yang terdiri atas pemerintah
desa/desa adat dan BPD/desa adat, lembaga kemasyarakatan desa, dan
lembaga adat. Oleh karena itu, BPD memiliki kedudukan yang sama
dengan kepala desa karena sama-sama merupakan kelembagaan desa yang
sejajar dengan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat dan dalam
UU ini tidak membagi atau memisahkan kedudukan antara kepala desa
dan BPD pada suatu hirarki, yang artinya keduanya memiliki kedudukan
yang sama namun dengan fungsi yang berbeda yakni BPD mempunyai
fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintah desa bersama
kepala desa.
Kewenangan BPD dalam UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa dan
dalam PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana UU No.6
Tahun 2014 Tentang Desa, kewenangan BPD dapat dipahami dari segi
fungsi PBD, hak, kedudukan serta hubungan BPD dan Kepala desa dalam
penyelengaraan pemerintahan desa, sebagai berikut:
a. Mempertahankan dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik
Indonesia berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945

24

b. Turut melestarikan dan mengembangkan adat istiadat desa


c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa serta menggalih
sumber potensi desa bersama kepala desa dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa
d. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah desa
terhadap rencana perjanjian antar desa dan pihak ketiga dan
pembentuk badan usaha milik desa
e. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa, anggaran
pendapatan dan belanja desa dan memusyawarakannya bersama
kepala desa.
f. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
g. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan
kinerja kepala desa.
h. Mengawasi

dan

meminta

keterangan

tentang

penyelengaraan

pemerintahan desa kepada pemerintah desa.


i. Membahas dan mengelolah kekayaan milik desa bersama kepala desa.
j. Menyatakan pendapat atas penyelengaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembanguan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
k. Membentuk panitia pemilihan kepala desa.
l. Menyusun tata tertib BPD.

25

2.1.2.7

Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Menurut Suhartono (2000:199) bahwa gagasan pembentukan BPD


yang berkedudukan sebagai parlemen desa menjadi sangat penting
yakni :27
1.

Dengan hadirnya BPD berarti diakuinya pemisahan eksekutif


dan legislatif di tingkat desa, dalam hal ini pada masa orde baru kedua
fungsi tersebut disatukan.

2.

Dengan adanya parlemen desa berarti tersedianya saluran bagi


rakyat mengaktualisasikan pikiran, aspirasi dan kepentingannya untuk
dapat di perjuangkan oleh wakil mereka yang ada di BPD.
Menurut Mutmainah Korona (2005;52) mengatakan bahwa fungsi

BPD

adalah

sebagai

media

untuk

merumuskan,

merencanakan,

melaksanakan, dan memonitoring sebagai bentuk pembangunan dari


penanganan persoalan-persoalan yang ada di desa yang masih belum
memadai.28 Penjelasan ini sejalan dengan pendapat Haw Widjaja, beliau
memaparkan fungsi BPD sebagai berikut:29

27

Suhartono, Parlemen Desa dinamika DPR kelurahan dan DPRK gotong Royong,
Pustaka Utama, Jakarta, 2000. Hal. 199

28

Mutmainah Korona, Membangkitkan Kedaulatan Dalam Peraturan Desa, Care


Internasional Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 52.

29

HAW Widjaja, Loc Cit.

26

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan


berkembang di desa yang bersangkutan sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan.
b.

Legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan peraturan desa


bersama-sama pemerintah desa.

c.Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan


peraturan desa, anggaran pendapatan belanja desa serta keputusan
kepala desa.
d.

Menampung aspirasi masyarakat, yaitu menangani dan


menyakurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat
atau instansi yang berwenang. (HAW Widjaja, 2000:69).
Dalam pelaksanaan fungsi ini, pada dasarnya adalah bagaimana

mengelolah input (aspirasi masyarakat atau kebutuhan publik desa) secara


terstruktur, sistematis dan terintegrasinya berbagai kepentingan sampai
dengan menghasilkan suatu kesepakatan bersama dan memiliki kekuatan
mengikat.
Untuk itu tentunya pelaksanaan fungsi ini menuntut komitmen,
inisiatif

dan

kemampuan

BPD

baik

secara

individual

maupun

kolektif/kelembagaan. Komitmen akan mengarah pada disiplin dan


tanggung jawab, inisiatif akan mengarah pada inovasi dan kreativitas serta

27

kemampuan akan mengarah pada mekanisme yang terstruktur dan


sistematis.
Berdasarkan Pasal 55 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi sebagai berikut:30
a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Dengan berlandaskan pada fungsi dan tugas BPD yang diemban
sebagai salah satu lembaga dalam sistem pemerintahan desa, menunjukan
adanya ide legislasi dan permusyawaratan politik serta pengawasan dalam
upaya penyelengaraan pemerintah desa dengan memperhatikan prinsipprinsip demokrasi. BPD di bentuk sebagai perwujudan demokratisasi di
tingkat

desa

dan

BPD

berfungsi

sebagai

lembaga

legislatif

(permusyawaratan) rakyat dalam sistem pemerintah desa dan berdasarkan


keterwakilan dari wakil penduduk desa. Maka ada hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk dapat mewujutkan efektiv atau tidaknya kinerja BPD
dalam pelaksanaan fungsi, yaitu :
a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa.

30

UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa

28

Fungsi BPD dalam Membahas dan menyepakati Rancangan


Peraturan Desa sama halnya dengan fungsi utama lembaga legislatif
yang merupakan lembaga yang menentukan kebijakan (Policy) dan
membuat undang-undang, untuk itu kepada mereka diberikan hak
inisiatif dan hak untuk mengamandemen rancangan undang-undang
oleh pemerintah. Demikian pula dengan BPD dalam Membahas dan
menyepakati Rancangan Peraturan Desa yang merupakan fungsi
legislasi karena dilihat dari kewenangannnya dalam merumuskan dan
menetapkan peraturan desa.
Proses pembuatan peraturan desa oleh BPD dapat dilakukan
melalui proses penyerapan aspirasi dari warga. Proses tersebut akan
dilakukan jika berkaitan dengan masyarakat atau yang akan
melibatkan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, pembuatan peraturan
desa usul dan inisiatif dapat muncul dan berganti antara pemerintah
desa dan BPD. Dalam membuat kebijakan desa, bargaining position
actor yang berperan penting didalamnya agar dapat menentukan hasil
kebijakan yang dikeluarkan sehingga dapat menciptakan peraturan
yang mampu mewakili aspirasi masyarakat (Pramudya, 2013).31
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa

31 www.penyelengaraanpemerintahandesa.com,https://pramudyarum.wordpress.com/2013/
02/09/penyelengaraan-pemerintahan desa/, palu, rabu 02/12/2015.

29

Dengan BPD berfungsi Menampung dan menyalurkan aspirasi


masyarakat Desa, maka BPD sebagai wadah dan saluran partisipasi
masyarakat untuk menunjukan bahwa posisi dan fungsi BPD
memungkinkan keterlibatan rakyat/masyarakat untuk ambil bagian
dalam proses pengambilan kebijakan desa.
Terselenggaranya aspirasi masyarakat ini dipengaruhi oleh
kemampuan dan kualitas anggota BDP karena anggota BPD berasal
dari keterwakilan penduduk desa, berdasarkan keterwakilan ini tentu
halnya tidak terlepas dari kemandirian sumber daya manusia dalam
meningkatkan

pengetahuan,

sikap,

keterampilan,

perilaku,

kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya dalam


mengedepankan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Hal ini selaras
dengan pemberdayaan masyarakat desa, dalam UU No.6 Tahun 2014
Tentang Desa, Pasal 1 ayat 12 berbunyi:32
Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Melakukan pengawasan kinerja kepala desa, dengan maksud
kinerja kepala desa diantaranya dari pengawasan dana desa yang
32

Lihat Pasal 1 ayat (12) UU No.6 Tahun 2014 Tentang desa

30

dilakukan oleh masyarakat melalui BPD dan pemerintah diatasnya.


BPD berfungsi untuk melaksanakan amanat masyarakat desa yang
mengedepankan pengunaan dana yang transparan dan akuntabel,
sehingga terjadi fungsi kontrol keuangan atau anggaran desa. Oleh
karena itu, ketentuan pasal 55 huruf c bahwa BPD mempunyai fungsi
melakukan pengawasan kinerja kepala desa, dalam hal ini pengawasan
dana desa. Berdasarkan ketentuan PP No.43 Tahun 2014 Tentang Desa
dapat dijelaskan bahwa:
Pasal 48 :
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan
kewajibannya, kepala Desa wajib:
a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;
b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;
c. Menyampaikan
laporan
keterangan
penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan
Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 51 :
1. Kepala
Desa
menyampaikan
laporan
keterangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada
Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
2. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
pelaksanaan peraturan Desa.
3. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan

31

Permusyawaratan Desa dalam


pengawasan kinerja kepala Desa.

melaksanakan

fungsi

Dari urainya diatas Pasal 48 dan Pasal 51, sudah jelas bahwa BPD
mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal pengunaan dana
desa agar tidak diselewengkan. Pengawasan dana desa inilah yang
menjadi bagian dari pelaksanaan fungsi BPD karena berkaitan dengan
kinerja kepala desa.
2.2 Alur Pikir
Berdasarkan peraturan yang mengatur tentang BPD baik peraturan
perundang-undangan dan peraturan pelaksana yang direlevansikan dengan
landasan teori yang telah dijelaskan di atas tentang Analisis Fungsi Badan
Permuasyawaratan Desa (BPD), bahwa untuk menganalisis fungsi BPD tidak
terlepas dari implementasi kebijakan. Mengenai Implementasi Fungsi Badan
Permuasyawaratan Desa (BPD), bahwa Implementasi BPD dalam pemerintahan
desa tentunya tidak terlepas dari keberadaan dan pelaksanaan fungsi yang
diemban oleh BPD sebagai lembaga perwujudan demokrasi yang terbentuk dari
oleh dan untuk masyarakat serta yang berdasarkan atas keterwakilan dari wakil
penduduk desa. Keberadaan BPD akan diterima di tengah-tengah masyarakat
dalam melaksanakan serta mewujudkan kinerjanya jika dalam melaksanakan
fungsinya berhasil, dapat dilihat dari beberapa indikator yang menjadi wewenang
BPD dan fungsi BPD sebagai perwakilan politik, agar tercapai suatu tujuan dari
fungsi BPD itu sendiri, yakni menetapkan peraturan desa, siap menampung dan

32

menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa, dan mampu


mengawasi pelaksanaan kinerja kepala desa.
Hal tersebut tidak akan terlaksana dengan efektif dan efisien apabila
dalam mengimplementasikan fungsi BPD tidak didukung oleh dengan sumber
daya manusia yang memiliki tingkat kualitas kemampuan, pendidikan,
pemahaman, pengalaman serta moral dan budaya yang tinggi dalam
merencanakan, menyusun, dan melaksanakan program kerja.

Gambar 1. Kerangka Pikir


Analisis Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)

Sumber daya manusia:


Kemampuan
Pendidikan
Pemahaman
Pengalaman
Siagian (2004)

Program kerja BPD berjalan


dengan efektif

33

BAB III
METODE PENELITIAAN
3.1.

Tipe Dan Dasar Penelitian


3.1.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dilakukan peneliti adalah tipe penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai
kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat dan
menjadi objek penelitian itu dan penelitian deskriptif dapat dilakukan pada
penelitian studi kasus dan survey (Burhan Bungin, 2013:48).33
Menurut Nazir (2005:24), berpendapat metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran ataupun suatu kilas peristiwa pada masa sekarang dan
kerja penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran terhadap fenomenafenomena tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat
prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin
dipecahkan.34
3.1.2 Dasar Penelitian

33

Burhan Bungin, metodologi penelitian sosial dan ekonomi format-format kuantitatif


dan kualitatif untuk studi sosiologi, kebijakan publik, komunikasi, manajemen, dan
pemasaran, kencana prenada media grup, jakarta, 2013, hal.48

34

Nazir Moh., Metodologi Penelitian,Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal.24.

34

Dasar penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan


Tylor dalam Moleong 1990 yang dikutip oleh Nurul zuriah (2006 : 92) penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.35
Penelitian ini dilakukan dengan cara analisis hasil penelitian, yang menghasilkan
data deskriptif analitis, deskriptif analitis yaitu data yang dinyatakan oleh
responden baik secara tertulis maupun lisan serta juga tingkah laku nyata yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Sehingga secara faktual
memberi penjelasan terhadap Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) di Desa Sidole Timur.
3.2. Definisi Konsep
Berdasarkan peraturan yang mengatur tentang BPD baik peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksana dan dengan berdasarkan konsep-konsep landasan
teori yang telah dijelaskan di atas tentang Analisis Fungsi Badan Permuasyawaratan
Desa (BPD), bahwa untuk menganalisis fungsi BPD tidak terlepas dari implementasi
kebijakan. Mengenai Implementasi Fungsi Badan Permuasyawaratan Desa (BPD),
bahwa Implementasi BPD dalam pemerintahan desa tentunya tidak terlepas dari
keberadaan dan pelaksanaan fungsi yang diemban oleh BPD sebagai lembaga
perwujudan demokrasi yang terbentuk dari oleh dan untuk masyarakat serta yang
berdasarkan atas keterwakilan dari wakil penduduk desa. Keberadaan BPD akan
35

Nurul Zuriah, metodologi penelitian sosial dan pendidikan, PT.Bumi Aksara, Jakarta,
2006, hal.92

35

diterima di tengah-tengah masyarakat dalam melaksanakan serta mewujudkan


kinerjanya jika dalam melaksanakan fungsinya berhasil, dapat dilihat dari beberapa
indikator yang menjadi wewenang BPD dan fungsi BPD sebagai perwakilan politik,
agar tercapai suatu tujuan dari fungsi BPD itu sendiri, yakni menetapkan peraturan
desa, siap menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah
desa, dan mampu mengawasi pelaksanaan kinerja kepala desa.
Dalam menjalankan fungsi Badan Permusyawaratan Desa diperlukan adanya
sumber daya manusi, dalam hal ini melakukan pemberdayaan masyarakat desa yang
efisien, yang di dukung oleh empat indikator yaitu :
1. Kemampuan (ability) seseorang merupakan persyaratan utama dalam
menyelenggarakan atau melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik, sehingga
mampu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
2. Pendidikan merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang
anggota BPD untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam hasil guna dan
daya guna dari lembaga BPD itu sendiri
3. Pemahaman merupakan aspirasi, ingatan, keindahan, kesadaran, pengetahuan,
wawasan, dan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menganalisis
informasi yang diterima dari masyarakat.
4. Pengalaman adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, dan
pengalaman juga dapat diberikan kepada siapapun yang dapat digunakan dan
dijadikan pedoman serta sebagai pembelajaran manusia.

36

3.3 Jenis Data


Jenis data yang terdapat dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu :
1

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, referensireferensi, penulusuran pustaka dan keterangan lainnya yang ada kaitannya

dengan obyek penelitian yang penulis lakukan.


Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dilokasi penelitian
melalui informasi di lapangan

3.4 Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data


3.4.1

Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua sumber yaitu :

Sumber data sekunder adalah arsip yang diperoleh melalui penelusuran


keperpustakaan yang ada serta dokumen dari berbagai sumber resmi
antara lain surat keputusan, peraturan perundang-undangan dan data dari
dokumen beberapa foto-foto serta naskah-naskah (arsip) yang ada di
kantor Dinas Desa Sidole Timur.

Sumber data primer adalah informan. Menurut Sugiono (2008 : 218)


untuk memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah
penelitian yang sedang dibahas, maka ada yang harus jadi informan.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Kepala Desa

37

2
3
4

Aparat Desa
BPD
Tokoh Masyarakat.
Adapun penentuan informan dalam penelitian ini yang dipilih
untuk mendapatkan informasi yang jelas digunakan dengan cara
purposive, yaitu peneliti secara sengaja akan memilih orang-orang yang
dipandang memahami masalah tentang penelian yang akan dilakukan.
Untuk memilih informan dari pihak aparat penulis menggunakan teknik
purposive dan memilih informan dari aparat 3 orang, dan untuk
menentukan informan dari pihak masyarakat menggunakan teknik
accidental informan tidak bisa ditentukan sampai menemukan jawaban
dari permasalahan penelitian.

3.4.2

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1 Penelitian Kepustakaan (Library Research), penelitian kepustakaan
adalah suatu cara penelitian dengan menggunakan sumber kepustakaan
seperti pengkajian bukubuku, referensi, peraturan perundang
undangan, tulisan ilmiah serta proses proses yang berkaitan dengan
2

masalah penelitian.
Penelitian Lapangan (Field Research), penelitian lapangan adalah suatu
penelitian dengan mengumpulkan data secara langsung pada objek
penelitian di lokasi penelitian, untuk memperoleh data dilapangan
digunakan teknik-teknik sebagai berikut:

38

Pengamatan (Observasi), yaitu mengamati serta melakukan


pendekatan secara langsung di lapangan untuk mendapatkan

gambaran tentang kondisi objek penelitian yang akan di teliti.


Wawancara, yaitu tehnik pengumpulan data melalui Tanya jawab
secara terstruktur kepada responden maupun informan terpilih.
Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk menggali informasi dan
menjalin hubungan dialogis dengan masyarakat. Kegiatan ini
dilakukan diskusi-diskusi baik individu maupun kelompok. Adapun
frekuensi wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan

perkembangan di lapangan.
Dokumentasi, yaitu dengan cara mengadakan pengumpulan data
melalui dekumendokumen penting, pengambilan gambar dan
rekaman, sesuai dengan masalah yang sedang di teliti selama

melakukan proses penelitian.


3.5 Instrumen Penelitian
Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah manusia sangat berperan
dalam keseluruhan proses penelitian, termasuk dalam pengumpulan data, bahkan
peneliti itu sendirilah instrumennya (Moleong 2006 : 241).36 Menurut Moleong ciriciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsive, dapat
menyesuaikan diri, menekan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan,
memperoses dan memamfaatkan kesempatan mencari respons yang tidak lazim.

36

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT.Asdimahasatya, Malang, 2006, hal.241

39

Adapun alat bantu dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian
yaitu daftar wawancara, buku catatan, alat pemotret, dan alat recorder untuk merekam
berbagai data informasi dalam melakukan wawancara.
3.6 Analisis Data
Menurut Masri Singarimbun dan sofyan Efendi (2006:263) menyatakan
analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan di interpretasikan.37 Data lapangan yang telah dikumpulkan, kemudian
diolah dan dianalisis, Miles dan Huberman (2007:16-20) Penerjemah: Rohidi),
mengemukakan bahwa analisis terdiri dari beberapa alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu :38
1. Pengumpulan Data, yaitu pengumpulan data pertama atau data mentah yang
dikumpulkan dalam suatu penelitian.
2. Reduksi Data atau penyederhanaan data adalah proses memilih, memfokuskan,
menyederhanakan, dengan membuat abstraksi, mengubah data mentah menjadi
yang dikumpulkan dari penelitian kedalam catatan yang telah diperiksa. Tahap ini
merupakan Tahap analisis data yang mempertajam atau memusatkan, membuat
sekaligus dapat dibuktikan.
3. Penyajian Data adalah menyusun informasi dengan cara tertentu sehingga
diperlukan penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Pengambilan data

37

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta,
2006, hal.263

38

Miles dan Huberman. Analisis Data Kualitatif. UI Press, Jakarta, 2007, hal. 16-20

40

ini membantu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan mengarah pada analisa
atau tindakan lebih lanjut berdasarkan pemahaman.
4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi, penarikan kesimpulan merupakan langkah
ketiga meliputi makna yang telah disederhanakan, disajikan dalam pengujian data
dengan cara mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan secara logis dan
metodologis, konfigurasi yang memungkinkan diprediksi hubungan sebab akibat
melalui hukum-hukum empiris.
3.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Sidole Timur Kecamatan Ampibabo
Kabupaten Parigi Moutong. Adapun yang mendasari pengambilan lokasi penelitian
tersebut adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD belum efektif
menjalankan fungsi dan tugas pokoknya, karena dalam merancang dan menetapkan
peraturan desa oleh BPD bersama kepala desa, secara keseluruhan dalam penerapan
dan pelaksanaannya belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat
dalam hal ini menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta pengawasan
terhadap kinerja kepala desa belum terimplementasi secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai