Anda di halaman 1dari 531

PEMBAHASAN TO 2 OPTIMAPREP

BATCH I UKMPPD 2016


PART II NO. 100 - 200
dr. Widya, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza, dr. Resthie
dr. Cemara, dr. Zanetha

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
phone number : 021 8317064
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694

Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
Www.Optimaprep.Com

ILMU KULIT DAN KELAMIN ,


MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI

Tinea kapitis: grey patch, kerrion,


black dot ringworm

100. Tinea
Tinea unguium: subungual
distalis, leukonikia trikofita,
subngual proksimal

Tinea korporis: polimorfis,


polisiklik, central healing

Tinea kruris: tepi aktif, polisiklis,


skuama, vesikel

Tinea pedis: intertriginosa,


vesiculer akut, moccasin foot

Tinea: Pemeriksaan KOH


KOH stain

Gambaran Tinea

Adanya spora dan hifa bercabang

gambaran hifa sebagai dua


garis sejajar terbagi oleh
sekat dan bercabang
maupun spora berderet
(artrospora) pada Tinea
(Dermatofitosis)
Terapi

Tinea: Tatalaksana
Pengobatan topikal
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam
bentuk salep ( Salep Whitfield).
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll.
Pengobatan sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 1025 mg/kgBB sehari.
Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal
tidak ada perbaikan.
Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi
hari setelah makan

101. Erupsi Kulit Akibat Obat

Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption


Merupakan reaksi alergi tipe 2 (sitotoksik)
Tanda patognomonis
Lesi khas:

Vesikel, bercak
Eritema
Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
Kadang-kadang disertai erosi
Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang

Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah


penis atau vulva

TEN: Diagnosis Banding


Pemfigoid bulosa
Selulitis
Herpes simpleks
Komplikasi : Infeksi
sekunder

TEN: Terapi
Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/
hari
Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal: hidroksisin tab
10 mg/hari, 2x/hari selama 7 hari atau loratadin tab 1x10 mg/hari
selama 7 hari
Pengobatan topikal
Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau
Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa
selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi
kering.
Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid
potensi ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau
mometason furoat krim 0.1%

102. Keganasan Pada Kulit


Karsinoma Sel Basal

Karsinoma Sel Skuamosa

Berasal dari sel epidermal


pluripoten. Faktor predisposisi:
lingkungan (radiasi, arsen, paparan
sinar matahari, trauma, ulkus
sikatriks), genetik
Usia di atas 40 tahun
Biasanya di daerah berambut,
invasif, jarang metastasis
Bentuk paling sering adalah
nodulus: menyerupai kutil, tidak
berambut, berwarna coklat/hitam,
berkilat (pearly), bila melebar
pinggirannya meninggi di tengah
menjadi ulkus (ulcus rodent)
kadang disertai talangiektasis,
teraba keras

Berasal dari sel epidermis.


Etiologi: sinar matahari, genetik,
herediter, arsen, radiasi,
hidrokarbon, ulkus sikatrik
Usia tersering 40-50 tahun
Dapat bentuk intraepidermal
Dapat bentuk invasif: mula-mula
berbentuk nodus keras, licin,
kemudian berkembang menjadi
verukosa/papiloma. Fase lanjut
tumor menjadi keras, bertambah
besar, invasif, dapat terjadi
ulserasi. Metastasis biasanya
melalui KGB.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Melanoma Maligna

SCC

Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat

Usia 30-60 tahun


Bentuk:
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka

Prognosis buruk

BCC

MM

103.

Uretritis Non GO
Etiologi:
Chlamydia trachomatis dan beberapa jenis bakteri lainnya
termasuk ureaplasma urealyticum, mycoplasma, dan
trichomonas
gejala seperti pada GNO. GNO disebarkan secara seksual
terutama kontak seksual tanpa perlindungan, seksual per
oral, atau pun seksual per anal

Gejala: menyerupai uretritis GO


Pewarnaan Gram:
Tidak dijumpai diplokokus

Uretritis Non GO: Terapi

Terapi:
Azitromisin 1 g PO
Doxisiklin
Dosis : Awal : 200 mg/hari terbagi 2 kali sehari PO/IV atau
IV diberikan 1x/hari
Lanjut : dosis rumatan : 100 200 mg/ hari terbagi tiap 12
jam PO/IV

104. Helicobacter Pylori


Bakteri batang gram negatif, berbentuk spiral, memiliki
flagela jamak pada salah satu kutub, motil
Media perkembangbiakan: media Skirrow, media coklat

Tumbuh pada suhu 37 C di lingkungan mikroaerob dalam


3-6 hari
Oksidase (+), katalase (+),
menghasilkan urease
Etiologi dari gastritis dan
ulkus lambung/duodenum

Helicobacter Pylori: Gejala dan Tanda


Patofisiologi
H. pylori masuk ke tubuh menyerang lapisan
lambung kerusakan lapisan lambung terkena
asam lambung ulkus
Gejala dan Tanda
Ulkus rasa nyeri dan terbakar pada ulu hati
terutama saat perut kosong terasa membaik setelah
makan/minum susu atau minum antasida
Kembung, begah, mual, muntah, penurunan BB
BAB berdarah/gelap/hitam (melena), sulit bernapas,
pusing/ pingsan, kulit pucat, muntah berwarna
hitam/kopi, nyeri tajam pada ulu hati

Helicobacter Pylori: Pemeriksaan


Pemeriksaan urin dan feses
Urea Breath Test: menelan cairan yang
mengandung urea bernapas ke kantong kirim
ke lab bila terdapat H. pylori mengubah urea
menjadi CO2 kadar CO2 >>>
Endoskopi Saluran cerna atas
Upper GI test: menelan kontras (barium meal)

CT scan
http://www.webmd.com/digestive-disorders/h-pylori-helicobacter-pylori?page=2

Helicobacter Pylori: Tatalaksana


1-2 minggu pengobatan
Antibiotik (setidaknya 2 jenis): amoxicillin,
clarithromycin, metronidazole, tetracyclin,
tinidazol
Bismuth subsalicylate
PPI: omeprazol, lansoprazol, rabeprazol
Anti histamin: cimetidine, ranitidine
Setelah pengobatan: cek urea breath test atau
tinja kembali
http://www.webmd.com/digestive-disorders/h-pylori-helicobacter-pylori?page=3

105. Pedikulosis
Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus
3 macam infeksi pada manusia
Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Pedikulosis kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala
Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
Gejala
Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi
erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder

Diagnosis
Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat

Pengobatan
Malathion 1%, gameksan 1%,benzil benzoat 25%
Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line treatment for
pediculosis, except in places with known permethrin resistance.
Topical therapies should be used twice, at day 0 and again at day 7
to 10, to fully eradicate lice.

Permethrin 1% lotion (Nix)

Malathion 0.5% lotion


(Ovide)

Apply to damp hair and


leave on for 10 minutes,
then rinse; repeat in seven
days (per package insert

First-choice treatment per


guidelines

Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair


sufficiently wet the hair
dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry
flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present

http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html

Pedikulosis korporis
Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
Gejala
Hanya bekas garukan di badan

Diagnosis
Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian

Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika

Pedikulosis pubis
Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu
mata dan pada tepi batas rambut kepala
Gejala
Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam

Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%

106. Pemeriksaan Alergi Kulit


Tes Diagnostik

Metode

Patch Test

Tujuan: Membedakan DKI vs DKA


Metode: menempelkan bahan iritan/alergen
ke kulit

Prick Test

Tujuan: mengetahui alergen pencetus


Metode: Meneteskan alergen cukit kulit
dengan jarum

Scratch Test

Tujuan: mengetahui alergen


Metode: Menggores dengan lancet tumpul

Gambaran

Dermatitis
Kumpulan gejala inflamasi pada kulit seperti
gatal, eritema, vesikel, mengelupas, dan plak
krusta
Penyebab
Disfungsi antara sistem imun dan kulit

Terapi
Pelembab, krim steroid, krim dengan inhibitor
calcineurin

Dermatitis: Klasifikasi
Berdasarkan Penyebab
Dermatitis atopi, DKI, DKA, dermatitis statis,
dermatitis seboroik, neurodermatitis

Berdasarkan Lokasi
Dermatitis tangan, kaki dll

Berdasarkan Bentuk
Dermatitis numularis, Liken Simpleks Kronis

Dermatitis: Bentuk
Disorder

Location

Lesion

Neurodermatitis

Scalp, Extensor forearms and


elbows, Vulva and scrotum, Upper
medial thighs, knees, lower legs,
and ankles

Intermittent pruritus, hyperpigmentation,


erythematous, scaly, well-demarcated,
lichenified plaques with exaggerated skin lines

Dermatitis
seborrheic

scalp, face, and trunk

A papulosquamous disorder patterned on the


sebum-rich, branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and adult
(sebacea gland activity)

Contact allergic

Hypersensitivity

History of contact with the substances


which can cause the lesion

Dermatitis atopic

Flexural creases, particularly


the antecubital and popliteal
fossae, and buttock-thigh

xerosis, lichenification, and eczematous


lesions

Numularis

Unknown

Coin lesion, erythematous

Dermatitis: Efloresensi
Dermatitis Atopi

Dermatitis Numularis

Dermatitis Seboroik

Neurodermatitis

Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis: DKI vs DKA

Pemeriksaan Penunjang: Patch


Test
Terapi:
Topikal:
Akut & eksudatif: kompres NaCl 0.9%
Kronik & kering: krim hidrokortison
1%

Sistemik: Kortikosteroid
Prednison 5-10 mg/ dosis, 2-3x/hari
Deksametason 0.5-1 mg, 2-3x/hari

Dermatitis Statis
Salah satu jenis dermatitis sirkultorius
Paling sering: dermatitis varikosum ec insufisiensi vena
Gejala:
Pruritus, edema pada kaki hemosiderin keluar dari pemb.
Darah bercak hiperpigmentasi dermatitis
Bila infeksi sekunder indurasi subkutan
Dapat timbul ulkus

Terapi

Utk gangguan sirkulasi: elevasi tugkai dan


pembalut elastis
Lesi eksudatif: kompres PK 1/10.000
Lesi kering: kortikosteroid topikal
Infeksi sekunder: antibiotik sistemik

107. Psoriasis vulgaris

108. Ulkus Pada IMS


Ulkus Durum
Treponema pallidum (spiral)
Dasar bersih
Tidak nyeri (indolen)
Sekitar ulkus keras (indurasi)
Soliter

Ulkus Mole (Chancroid)


Haemophilus ducreyi
(kokobasil, gram negatif)
Dasar kotor, mudah berdarah
Nyeri tekan
Lunak
Multipel
Tepi ulkus menggaung

Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum


Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral
Gejala Klinis
Stadium I: Ulkus durum
Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona
veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika
Stadium III: Gumma

Laboratorium
Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA

Terapi
Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu

Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole


Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang
akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi.
Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor
(tertutup jaringan nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
Masa inkubasi : 1-3 hari

Port dentre merah papul pustula pecah ulkus


Ulkus :

Multiple
Tidak teratur
Dinding bergaung
Indurasi +
Nyeri (dolen)
Kotor

Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole

Ulkus Mole: Tatalaksana


Obat sistemik

Azitromycin 1 gr, oral, single dose.


Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari.
Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.

Topikal: Kompres dengan larutan normal salin (NaCl


0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.

109. Pemfigus vulgaris

Pemfigus vulgaris vs Pemfigus Bulosa


Kelainan

Penjelasan

Pemfigus vulgaris

Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan


membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula
intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara
imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen
desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat
maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)

Pemfigoid bulosa

Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik,


dinding bula tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear

Pemfigus

Pemphigus Vulgaris

Paraneoplastic Pemphigus e.c


Castleman tumor
Cleared when the tumor removed

Pemphigus Vulgaris

Bullous Pemphigoid

Pemphigus Foliceus

Cicatricial Pemphigoid

Pemfigus vulgaris: Terapi


Target seperti penyakit autoimun bulosa lain:
untuk menurunkan pembentukan bula dan
erosi, mempercepat penyembuhan,
meminimalisir obat-obatan
Agen yang dapat dipakai: Kortikosteroid, agen
imunosupresif, rituximab, sulfasalazine,
pentoxifylline, Dapson, IVIG, Infliximab
http://emedicine.medscape.com/article/1064187-treatment

110. Infeksi Virus Genital

111
.

112. Filariasis
Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

Fase gejala filariasis limfatik:


Mikrofilaremia asimtomatik
Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde,
demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
Limfedema ireversibel kronik

Grading limfedema (WHO, 1992):


Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.

Panjang: lebar kepala sama


Wuchereria bancroftii Inti teratur
Tidak terdapat inti di ekor

Brugia malayi

Brugia timori

Perbandingan panjang:lebar
kepala 2:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan panjang:lebar
kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah

Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi


Pemeriksaan penunjang:

Deteksi mikrofilaria di darah


Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
Antibodi filaria, eosinofilia
Biopsi KGB

Pengobatan:

Tirah baring, elevasi tungkai, kompres


Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
Suportif
Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
Diet rendah lemak dalam kasus kiluria

113. Fascioliasis
Fascioliasis pada manusia biasanya menginfeksi hati dan
saluran empedu, namun dapat mengenai bagian lain tubuh
Pada fase akut, gejala dapat timbul akibat migrasi parasit
dari usus halus menuju dan melewati hati
Gejala
Berupa gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, dan nyeri
perut. Demam, ruam, dan kesulitan bernapas dapat terjadi

Fasciola Hepatica: Siklus Hidup

Fasciola Hepatica: Diagnosis


Diagnosis pasti: menemukan parasit/telur
Pemeriksaan mikroskopik tinja atau cairan duodenum/empedu
Telur ada dalam tinja bila pasien sudah terinfeksi selama
beberapa bulan (fase kronik)
Tes darah: bila telur tidak ditemukan
Tes darah rutin (eosinofilia > 500-1000/mcL) dan
tes antibodi terhadap parasit

A
http://www.cdc.gov/parasites/fasciola/dia
gnosis.html

A, B, C: Telur Fasciola hepatica.


Pengecatan: iodine.
A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum
pada terminal

Fasciola Hepatica: Tatalaksana


DOC: Triclabendazole
Pencegahan dan pengobatan: 10 mg/kgBB, SD
Bila gagal: 20 mg/kgBB dalam dosis terbagi 2x
dalam 12-24 jam

http://www.who.int/foodborne_trematode_infections/fascioliasis/fascioliasis_diagnosis/en/

Nama cacing

Gejala Klinis

Morfologi

Fasciola
hepatika

Gangguan GIT
mual, muntah, nyeri
abdomen, demam
Peradangan,
penebalan,sumbatan
sal.empedusiroris
periporta

Cacing pipih spt daun


Cacing dewasa memiliki
batil isap kepala dan
perut
Telursulit dibedakan
dengan F.buski, sdkt
melebar pada
abopercular
Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium

Fasciolopsis
buski

Sebagian besar
asimptomatik.
Nyeri perut
(epigastrium),diare kronik
diselingi konstipasi,tinja
berisi makanan yang tidak
tercerna,anemia akibat
perdarahan
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus

Cacing dewasa memiliki


batil isap kepala dan
perut
Telurelips,dinding
transparan,operkulum
kecil nyaris tidak
terlihat,imatur(tidak
ada embrio)

Bentuk

114. Tuberkulosis Kutis

Tuberkulosis Kutis

Tuberkulosis Kutis: Patogenesis

Tuberculous Chancre
Afek primer : papul,
pustule, ulkus indolen,
menggaung,
disekitarnya livide
Masa tunas: 2-3 minggu
Limfangitis, limfadenitis
setelah afek primer
(tuberculin positif)
Semua di atas: komplek
primer
Ulkus dengan indurasi

TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA


Berbeda dgn skrofuloderma, penjalaran tipe verukosa
terjadi secara eksogen
Kuman masuk melalui kulit pada orang yang sudah
terinfeksi TB (primer)
Predileksi : punggung tangan, tungkai bawah, kaki
(tempat yang lebih sering terkena trauma)
Gambaran klinisnya khas sekali: Bentuk bulan sabit
akibat penjalaran serpiginosa
Papul lentikuler diatas kulit yang eritematosa
Dapat pula menjalar ke perifer sehingga terbentuk
sikatriks di tengah

TB Kutis
Verukosa

TB Kutis Gumosa
Secara hematogen
(dari paru) infiltrate
subkutan, batas tegas,
menahun melunak,
destruktif
DD: guma sifilis,
frambusia, mikosis
profunda

TB Kutis Orifisialis/ ulserosa


Di sekitar orifisium:
TB paru ulkus di mulut, bibir
TB saluran cerna ulkus di sekitar anus
TB saluran kemih ulkus pada genital

Disebabkan karena kekebalan sangat


kurang
Didapatkan ulkus menggaung, dinding
livide

Skrofuloderma

Skrofuloderma: Histopatologi

Cuboid cell
lining

115. Sunburn
Etiologi: sinar UV B
Gejala dan tanda:
Kulit merah, hangat, nyeri, dan gatal,
berlangsung selama +1 minggu dapat
disertai dengan gejala demam, mual,
nyeri kepala, dan rasa lemah

Pencegahan: menggunakan sunblock


dan berteduh
Terapi: kompres dingin, cream
penyejuk, analgetik, hidrasi, hindari
paparan sinar matahari
Komplikasi: penuaan dini, kerutan, lesi
pigmentasi, keganasan kulit
http://www.emedicinehealth.com/sunburn/page12_em.htm

ILMU KESEHATAN ANAK

116. Terminologi Diare


Diare akut: berlangsung < 1
minggu, umumnya karena infeksi
Diare akut cair
Diare akut berdarah

Diare berlanjut: diare infeksi yang


berlanjut > 1 minggu
Diare Persisten: Bila diare
melanjut tidak sembuh dan
melewati 14 hari atau lebih
Diare kronik: diare karena sebab
apapun yang berlangsung 14 hari
atau lebih

Disentri: diare mengandung


lendir dan darah
Diare primer: infeksi memang
terjadi pada saluran cerna
(misal: infeksi Salmonella)
Diare sekunder: diare sebagai
gejala ikutan dari berbagai
penyakit sistemik seperti pada
bronkopnemonia, ensefalitis
dan lain-lain
Diare Berdasarkan
Patofisiologi
Osmotic diarrhea
Secretoric diarrhea
Inflammatoy/ exudative
diarrhea
Altered motility diarrhea

JENIS DIARE AKUT


Diare Osmotik:
Bila di lumen usus ada bahan yang secara osmotik
aktif & sulit diserap diare.
Penyebab: larutan isotonik, air atau bahan yang
larut melewati mukosa usus halus tanpa
diabsorbsi diare

Osmotic Diarrhea
IN THE SMALL INTESTINE
Ingestion of non-absorbable solutes
Fluid entry into the small bowel
Intraluminal solutions become iso-osmotic with the plasma
Intraluminal Na+ concentration drop below 80 ml osmol

Steep lumen to plasma gradient

Osmotic Diarrhea
IN THE COLON
Carbohydrate

Non metabolizable substrates

Metabolized by Bacteria
Na+ and H2O
Short Chain fatty acids

may be absorbed by colon

(Organic anions)

Quadrupling the Osmolality

A linear relation between


ingested osmotic load &
stool water output

Osmotic Diarrhea
Short-Chain Fatty Acids
(Organic Anions)
Promote more fluid in the colon
Obligate retention of inorganic cations
Further increasing the osmotic load

More fluid in the colon

Some Causes of Osmotic Diarrhea


Exogenous
Osmotic Laxatives
Antacids containing MgO or
Mg(OH)2
Dietetic foods, candies and
elixirs
Drugs e.g.:
Colchicine
Cholestyramine

Endogenous
Congenital

Specific Malabsorptive
Disorders e.g Disaccharidase
deficiencies
Generalized Malabsorptive
Diseases e.g
Abetalipoproteinemia
Pancreatic insufficiency e.g
cystic fibrosis

Acquired

Specific Malabsorptive
Diseases
Generalized Malabsorptive
Diseases
Pancreatic insufficiency
Celiac disease
Infections

Diare Sekretorik
Sekresi air & elektrolit ke usus halus akibat
gangguan absorpsi Na+ oleh vilus saluran
cerna, sedangkan sekresi Cl- tetap
berlangsung/ meningkat air & elektrolit
keluar dari tubuh sebagai tinja cair
Penyebab: toksin E.coli atau V.cholera

Secretory Diarrhea
Electrolyte transport diarrhea
The intestine is able to
Secret
Fluids & electrolytes
Absorb

Secretion originates in the crypts

Absorption is mainly a villous function

Intracellular cyclic-AMP & -GMP


are a corner stone in initiating Intestinal secretion

Mechanism of Secretory Diarrhea


Neurotransmitters
Hormones
Bacterial Enterotoxins
Cathartics

Stimulate receptors on the enterochromaffin cells


stimulate
Cyclic AMP Cyclic GMP
Ca ions
stimulate
Cl-, H2O and CHO3
Secretion by the enterocytes

Some causes of Secretory Diarrhea


Exogenous
Stimulant Laxatives e.g. Anthraquinones, senna
Medications
Diuretics
Asthma medication
Eye drops
Bladder stimulants
Cardiac drug
Prostaglandins
Toxins
Metals
Organophosphorous
Seafood toxins
Bacterial toxins

Inflammatory/Exudative Diarrhea
Diseases associated with large quantities of inflammatory
exudate blood, pus, and proteinaceous material, can
produce diarrhea.
These inflammatory products in themselves cause
increased stool volume and frequency, but altered
absorption of fluid and electrolytes also plays an important
role.
Mucosal inflammation can occur with diverticulitis,
inflammatory bowel disease, or invasive enteric infections
such as shigella, salmonella, or campylobacter.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/

Inflammatory/exudative
Diarrhea
Luminal or invading
Viruses
Bacteria
Protozoa
Helminths

Immunological mechanisms
Complement
T-lymphocytes
Proteases
Oxidants

Minimal or severe inflammation


Enterocyte damage or death
Malabsorption and secretion

Inflammatory Diarrhea
Of Any Mechanism
Damage to absorbing epithelium
Repopulation of damaged absorptive surface:
By immature cells with poor absorptive capacity
Malabsorption of ions and nutrients
Release of inflammatory mediators from cells in the
lamina propria
Stimulate secretion from the
Remaining crypts
Immature villous surface cells

Diarrhea Associated with


Deranged Mobility
Adequate absorption requires
Adequate and long enough exposure to intestinal
epithelium

Accelerated Transit time


Decreased absorption
Large fluid load to the colon
Colonic irritability
Diarrhea

Diminished peristalsis
Bacterial overgrowth
Secretory diarrhea

Disordered motility is
The cause of diarrhea
OR
An effect of diarrhea

Some Causes of Diarrhea Associated with


Deranged Mobility

IBS-D
Functional Diarrhea
Diabetic neuropathy
Scleroderma
Thyrotoxicosis

116. Intoleransi Laktosa


Laktosa diproduksi oleh kelenjar payudara dengan kadar
yang bervariasi diantara mamalia.
Susu sapi mengandung 4% laktosa, sedangkan ASI
mengandung 7% laktosa.
Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari komponen
glukosa dan galaktosa.
Manusia normal tidak dapat menyerap laktosa, oleh karena
itu laktosa harus dipecah dulu menjadi komponenkomponennya.
Hidrolisis laktosa memerlukan enzim laktase yang terdapat
di brush border sel epitel usus halus.
Tidak terdapatnya atau berkurangnya aktivitas laktase akan
menyebabkan terjadinya malabsorpsi laktosa.

Defisiensi Laktase
Defisiensi laktase dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu defisiensi
laktase primer dan defisiensi laktase sekunder
Terdapat 3 bentuk defisiensi laktase primer, yaitu
Developmental lactase deficiency
Terdapat pada bayi prematur dengan usia kehamilan 26-32 minggu. Kelainan
ini terjadi karena aktivitas laktase belum optimal.
Congenital lactase deficiency
Kelainan dasarnya adalah tidak terdapatnya enzim laktase pada brush border
epitel usus halus. Kelainan ini jarang ditemukan dan menetap seumur hidup
Genetical lactase deficiency
Kelainan ini timbul secara perlahan-lahan sejak anak berusia 2-5 tahun hingga
dewasa. Kelainan ini umumnya terjadi pada ras yang tidak mengkonsumsi susu
secara rutin dan diturunkan secara autosomal resesif

Defisiensi laktase sekunder


Akibat penyakit gastrointestinal yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
halus, seperti infeksi saluran cerna.
umumnya bersifat sementara dan aktivitas laktase akan normal kembali
setelah penyakit dasarnya disembuhkan.

Patogenesis
Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida,
tetapi harus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa
dengan bantuan enzim laktase di usus halus.
Bila aktivitas laktase turun atau tidak ada laktosa
tidak diabsorpsi dan mencapai usus bagian distal atau
kolon tekanan osmotik meningkat menarik air
dan elektrolit sehingga akan memperbesar volume di
dalam lumen usus diare osmotik
Keadaan ini akan merangsang peristaltik usus halus
sehingga waktu singgah dipercepat dan mengganggu
penyerapan.

Patogenesis
Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon
menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya
seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat
Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan
kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon menghasilkan beberapa
gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida distensi
abdomen, nyeri perut, dan flatus.
Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum
dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan
melalui sistem pernapasan.
Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga
berbau busuk.

Gejala Klinis
Intoleransi laktosa dapat bersifat
asimtomatis atau
memperlihatkan berbagai gejala
klinis
Berat atau ringan gejala klinis
yang diperlihatkan tergantung
dari aktivitas laktase di dalam
usus halus, jumlah laktosa, cara
mengkonsumsi laktosa, waktu
pengosongan lambung, waktu
singgah usus, flora kolon, dan
sensitifitas kolon terhadap
asidifikasi.

Gejala klinis yang diperlihatkan


dapat berupa rasa mual, muntah,
sakit perut, kembung dan sering
flatus.
Rasa mual dan muntah
merupakan gejala yang paling
sering ditemukan
Pada uji toleransi laktosa rasa
penuh di perut dan mual timbul
dalam waktu 30 menit,
sedangkan nyeri perut, flatus dan
diare timbul dalam waktu 1-2 jam
setelah mengkonsumsi larutan
laktosa

Pemeriksaan Penunjang
Analisis tinja
Metode klini test
Kromatografi tinja
pH tinja tinja bersifat asam

Uji toleransi laktosa


Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal
Ekskresi galaktos pada urin
Uji hidrogen napas metode pilihan pada intoleransi
laktosa karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas
dan efektivitas yang tinggi
Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase

117. PANCYTOPENIA
Simultaneous presence of anaemia,
leukopenia, thrombocytopenia

APLASTIC ANEMIA:
Failure of two or more cell lines
Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia
(pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow
Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic
tissue inability to produce mature cells for
discharge into the bloodstream
no hepatomegaly; no splenomegaly; no
lymphadenopathy;
Hallmark: peripheral pancytopenia with
hypoplastic/ aplastic bone marrow

CLASSIFICATION:
Idiopathic
Secondary:

idiosyncratic drug reaction


chemical exposure
infectious hepatitis
paroxysmal nocturnal haemoglobinuria

Constitutional (inherited/congenital)

Diamond-Blackfan syndrome
Shwachmann-Diamond syndrome
Fanconi anemia
Dyskeratosis Congenita
TAR (thrombocytopenia with absent radii)
Amegakaryocytic thrombocytopenia

ACQUIRED APLASTIC ANEMIA CAUSES


Radiation
Drugs and chemicals

chemotherapy
Benzene
Chloramphenicol:
idiosyncratic; sudden
onset after several
months; 1 of every
20,000, irreversible
organophosphate

Viruses:

CMV
EBV
Hep B, C,D
HIV

Immune diseases:

eosinophilic fascitis
thymoma

Pregnancy
PNH
Marrow replacement:
leukemia
Myelofibrosis
myelodysplasia

PATHOPHYSIOLOGY
Direct destruction of haemopoietic
progenitors
Disruption of marrow micro-environment
Immune mediated suppression of marrow
elements
Cytotoxic T cells in blood and marrow
release gamma IFN and TNF inhibit early
and late progenitor cells

CLINICAL FEATURES
RBC (anemia)
Progressive and persistent pallor
Anemia related symptoms
WBC (Leucopenia/neutropenia)
Prone to infections - Pyodermas, OM,
pneumonia, UTI, GI infections, sepsis
Platelets (Thrombocytopenia)
Petechiae, purpura, ecchymoses
Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed
Intracranial bleed-headache, irritability,
drowsiness, coma

Blood picture:

Anemia-normocytic, normochromic
Leukopenia (neutropenia)
Relative lymphocytosis
Thrombocytopenia
Absolute reticulocyte count low
Mild to moderate anisopoikilocytosis

Gold standard
Bone Marrow Puncture : dry aspirate,
hypocellular with fat (>70% yellow marrow)

Management:
Identification and
elimination of
underlying cause
Supportive therapy:
Red cell transfusion for
anemia
Prevention and
treatment of
haemorrhage
Prevention and
treatment of infection

Definitive therapy
Bone marrow transplantation
Treatment of choice
HLA matched donor. Usually
siblings
Long term survival rates: 60-70%

Immunosuppression

Antithymocyte globulin (ATG)


Antilymphocyte glubulin (ALG)
Cyclosporin
Intensive immunosupression :
cyclophosphamide
Corticosteroids

118. Hiperkalemia
Kadar kalium darah melebihi batas normal
The range in children & infants is age-dependent, whereas the range
for adults is approximately 3.5-5.5 mEq/L
The upper limit may be considerably high in young or premature
infants, as high as 6.5 mEq/L.
Potassium is the primary intracellular cation; more than 95-98% of the
total body potassium is found in the intracellular space, primarily in
muscle.
Patofisiologi:
Keluarnya K+ dari intrasel ekstrasel
Berkurangnya ekskresi K+ melalui ginjal
Meningkatnya intake K + ke dalam tubuh via oral/intravena

Gejala terutama timbul bila kadar K+ >7 mEq/L atau peningkatan


terjadi dalam waktu yang cepat.
Gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot , paralisis sehingga
pasien merasa sesak nafas.

EKG pada hiperkalemia


Gelombang T
yang tinggi,
pemanjangan
inetrval PR,
Pelebaran QRS
kompleks yang
dapat mengarah
ke VF dan
asistol.

Tatalaksana
Batasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel
Calcium gluconate 1 g = 90 mg (4.5 mEq) of elemental calcium.
Calcium chloride 1 g = 270 mg (13.5 mEq) of elemental calcium.

Tingkatkan ambilan K+ ke dalam sel


Insulin dlm glukosa 40% bolus i.v Although effect is almost immediate,
it is temporary, and, therefore, should be followed by therapy that actually
enhances potassium clearance
Natrium bikarbonat IV IV infusion helps shift K+ into cells, further
lowering serum K+ levels. Can be considered in treatment of hyperkalemia
even in absence of metabolic acidosis (but less effective). Also increases
sodium delivery to the kidney
2 agonis, nebulisasi maupun intravena Albuterol and other betaadrenergic agents induce the intracellular movement of potassium via the
stimulation of the sodium/potassiumadenosine triphosphate (Na+/K+ ATP) pump.

Keluarkan kelebihan K+
Diuretik kuat seperti furosemide disertai NaCl.
Resin penukar ion dapat diberikan oral maupun per rektal (Sodium
polystyrene sulfonate (Kayexalate))
Dialisis

119. Newborn Baby


USIA GESTASI
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) :
Usia gestasi < 37 minggu
Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) :
Usia gestasi > 42 minggu
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia
gestasi 37 s/d 42
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI
Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa
Kehamilan) : Berat lahir dibawah 2SD /
persentil 10th dari populasi usia gestasi
yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa
Kehamilan) : Berat lahir diatas persentil 90
untuk populasi usia gestasi yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya

BERAT BADAN
BBL rendah: berat
badan < 2500
BBL sangat rendah :
berat badan bayi baru
lahir kurang dari 1500
gram.
BBL sangat-sangat
rendah : berat badan
bayi baru lahir kurang dari
1000 gram.
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th ed

Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O.
Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:7938007:403

120. EKSANTEMA AKUT

Morbili/Rubeola/Campak

Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musin: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Morbili
KOMPLIKASI

Otitis Media (1 dari 10 penderita


campak pada anak)
Diare (1 dari 10 penderita campak)
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita
campak)
Encephalitis (komplikasi berat; 1
dari 1000 anak penderita campak)
Pericarditis
Subacute sclerosing
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI


Diagnosis:
manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
isolasi virus dari darah, urin,
atau sekret nasofaring
pemeriksaan serologis: titer
antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit

Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

Rubella
Togavirus
Yg rentan: orang dewasa
yang belum divaksinasi
Musim: akhir musim
dingin/ awal musim semi.
Inkubasi 14-21 hari
Masa infeksius: 5-7 hari
sblm ruam s.d. 3-5 hari
setelah ruam muncul

Asymptomatik hingga
50%
Prodromal
Anak-anak: tidak bergejala
s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
nyeri tenggorokan, mual,
anoreksia, limfadenitis
oksipital yg nyeri.

Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate

Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.

Roseola Infantum Exanthem Subitum


Human Herpes Virus 6
(and 7)
Yg rentan: 6-36 bulan
(puncak 6-7 bulan)
Musim: sporadik
Inkubasi: 9 hari
Masa infeksius: berada
dalam saliva secara
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.

Demam tinggi 3-4 hari


Demam turun mendadak
dan mulai timbul ruam
kulit.
Kejang yang mungkin
timbul berkaitan dengan
infeksi pada meningens
oleh virus.

Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki
karakteristik: faringitis
eksudatif, demam, dan rash.
Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci
(GABHS)
Masa inkubasi 1-4 hari.
Manifestasi pada kulit diawali
oleh infeksi streptokokus
(umumnya pada
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.

Rash : Timbul 12-48 jam


setelah onset demam. Dimulai
dari leher kemudian menyebar
ke badan dan ekstremitas.
Pemeriksaan : Throat culture
positive for group A strep
Tatalaksana : Antibiotik
antistreptokokal minimal 10
hari (Eritromisin atau Penicillin
G)

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview

121. Hemofilia
Hemophilia is the most common inherited
bleeding disorder.
There are:
Hemophilia A : deficiency of factor VIII
Hemophilia B : deficiency of factor IX (christmas
disease)

Both hemophilia A and B are inherited as Xlinked recessive disorders


Symptoms could occur since the patient begin to
crawl

Epidemiology
Incidence:
hemophilia A ( 85%) 1 : 5,000 10,000 males
(or 1 : 10,000 of male life birth)
hemophilia B ( 15%) 1 : 23,000 30,000 males
(or 1 : 50,000 of male life birth)
Approximately 70% had family history of bleeding
problems
Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Genetic
Inherited as sex (X)-linked recessive
Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
Female (women) are carriers

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html

Clinical manifestation

Bleeding:
usually deep (hematoma, hemarthrosis)
spontaneous or following mild trauma
Type:
hemarthrosis
hematoma
intracranial hemorrhage
hematuria
epistaxis
bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Diagnosis
history of abnormal bleeding in a boy
n normal platelet count
n bleeding time usually normal
n clotting time: prolonged
n prothrombin time usually normal
n partial thromboplastin time prolonged
n decreased antihemophilic factor
n

Antenatal diagnosis

antihemophilic factor level


F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Classification of Hemophilia A & B


The classification of the severity of hemophilia has been based on
either clinical bleeding symptoms or on plasma procoagulant levels;
the latter are the most widely used criteria.
Classification according to plasma procoagulant levels is as follows:
Severe hemophilia FVIII/FIX level less than 1% of normal (< 0.01
IU/mL)
Moderate hemophilia FVIII/FIX level 1-5% of normal (0.01-0.05
IU/mL)
Mild hemophilia FVIII/FIX level more than 5% but less than 40% of
normal (>0.05 to < 0.40 IU/mL)

Severe disease presents in children younger than 1 year


Moderate disease presents in children aged 1-2 years
Mild disease presents in children older than 2 years

Classification of Hemophilia A & B

5-40% (emedicine)

For treatment of acute bleeds, target levels by


hemorrhage severity are as follows:
Mild hemorrhages (eg, early hemarthrosis, epistaxis,
gingival bleeding): Maintain an FVIII level of 30%
Major hemorrhages (eg, hemarthrosis or muscle
bleeds with pain and swelling, prophylaxis after head
trauma with negative findings on examination):
Maintain an FVIII level of at least 50%
Life-threatening bleeding episodes (ie, major trauma
or surgery, advanced or recurrent hemarthrosis):
Maintain an FVIII level of 80-100%

Blood component replacement therapy


factor-VIII
fresh-frozen plasma
cryoprecipitate
factor-VIII concentrate
factor-IX concentrate

factor-IX

(unit/ml)
~ 0,5
~ 0,6
~ 4,0
25 - 100
25 - 35

source of F-VIII: - monoclonal antibody purified;


- intermediate- and high-purity;
- recombinant

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

(ml)
200
20
10
20

122. Sepsis Neonatorum


Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi yang
terjadi pada satu bulan pertama kehidupan. Mortalitas
mencapai 13-25%
Jenis :
Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik (Group B
Streptococcus (GBS))
Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1 minggu,
ada fokus infeksi, sering disertai meningitis (Coagulasenegative Staphylococcus)

Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik


diperlukan skrining dan pengelolaan faktor risiko
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview

SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan
pengobatan optimal

Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis


Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat, atau ketuban
pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong dalam kategori A, atau tiga atau lebih
gejala pada kategori B
Bayi usia lebih dari 3 hari
Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan Kategori B
Kategori A

Kategori B

Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi dinding


dada, grunting, sianosis sentral, apnea)

Tremor

Kejang

Letargi atau lunglai, malas minum padahal


sebelumnya minum dengan baik

Tidak sadar

Mengantuk atau aktivitas berkurang

Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan tidak


memberi respons terhadap terapi) atau suhu tidak
stabil sesudah pengukuran suhu selama tiga kali
atau lebih

Iritabel, muntah, perut kembung

Persalinan di lingkungan yang kurang higienis

Tanda-tanda mulai muncul setelah hari ke-empat

Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis

Air ketuban bercampur mekonium

123. Asma
Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,
nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing

Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.

PATHOGENESIS OF
ASTHMA
Definition
o Chronic inflammatory
condition of the
airwayshyperreactivity
o Episodic airflow
obstruction

Main processes
o Inflammatory reaction
o Remodeling
http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics

The Inflammatory Reaction


Involved:
Dendritic cells and macrophages
present antigens to T-helper cells induce the switching of B
lymphocytes to produce IgE

T-helper lymphocytes
Mast cells
Eosinophils

Leads to

episodes of wheezing
Coughing
tightness in the chest
Breathlessness
shortage of breath specially at night and in the morning

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics

Inflammation causes obstruction of airways


by:
Acute bronchoconstriction
Swelling of bronchial wall
Chronic production of mucous
Remodeling of airways walls

Remodelling Proscess
The inflammatory reaction goes on for a long period
Changes
Epithelial cells
damaged and the cilia are lostsusceptible for infection
goblet cells increasedincrease in the secretions
function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate
in the lungs

The basement membrane


Smooth muscle cells
Hyperplasiaability to secrete
contractility increased airway hyper-responsiveness.

The neurons
developed local reflexes
Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.
Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics

The cardinal
features
airway hyperresponsiveness
excessive airway
mucus
production
airway
inflammation
elevated serum
immunoglobulin
E (IgE) levels
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg

Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma

Mechanism Of Corticosteroid in
Asthma
Inflammation in asthma is characterized by the
increased expression of multiple inflammatory
genes, including those encoding for cytokines,
chemokines, adhesion molecules, and
inflammatory enzymes and receptors.
CS have a broad spectrum of anti-inflammatory
effects in asthma, with inhibition of multiple
inflammatory mediators and inflammatory and
structural cells.

Mechanism Of Corticosteroid in
Asthma
At a cellular level, CS
suppress the multiple
inflammatory genes that
are activated in
asthmatic airways by
reversing histone
acetylation of the
activated inflammatory
genes

suppress the production


of chemotactic
mediators and adhesion
molecules

Epithelial cells may also be a


major cellular target for
inhaled corticosteroids

inhibits the recruitment


of inflammatory cells
into the airway

reduce the number of


inflammatory cells in the
airways, including
eosinophils, T
lymphocytes, mast cells,
and dendritic cells.

CS also inhibits the survival


in the airways of
inflammatory cells, such as
eosinophils, T lymphocytes,
and mast cells.

Cellular effect of corticosteroids.

Corticosteroid regulation in gene


Expression

Effect of
Corticosteroids
on Gene
Transcription
(note that many of
inflammatory mediators
are inhibited as showed
beside)

124. STRIDOR
Harsh, high-pitched, musical sound produced by
turbulent airflow through a partially obstructed airway
May be inspiratory, expiratory, or biphasic depending on
its timing in the respiratory cycle
Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the
glottis (extrathoracic lesion (eg, laryngeal))
Laryngeal lesions often result in voice changes.

Expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower


trachea. (intrathoracic lesion (eg, tracheal, bronchial))
A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.

Emedicine

http://medschool.lsuhsc.edu

Causes of Stridor
neonate
Laryngomalacia
Vocal cord dysfunction
Congenital tumours
Choanal atresia
Laryngeal webs

1st
2nd

Chronic
Chronic
Chronic
Chronic
Chronic

Chilld
Infection -epiglottitis -Laryngitis
Croup : 1-2 days duration less severe
FB
Laryngeal dyskinesia

acute
Acute
Acute
chronic

adult
Infection -epiglottitis -Laryngitis
Trauma acquired stenosis
CA Larynx or Trachea or main bronchus
http://medschool.lsuhsc.edu

Acute
Acute
chronic

http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645

Croup
Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam

Steeple sign

Pemeriksaan
Croup is primarily a clinical diagnosis
Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign),
which signifies subglottic narrowing
Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration

Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the


course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)

Klasifikasi dan Penatalaksanaan


Ringan
Gejala:

Demam
Suara serak
Batuk menggonggong
Stridor bila anak gelisah

Terapi:
Rawat jalan
Pemberian cairan oral,
ASI/makanan yang sesuai
Simtomatik

Berat
Gejala:
Stridor saat istirahat
Takipnea
Retraksi dinding dada bagian
bawah

Terapi:
Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
dapat diulang dalam 6-24 jam
Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 23 mL NS, nebulisasi selama 20
menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.

125. PNEUMONIA
Inflammation of the parenchyma of the lungs

http://emedicine.medscape.com/article/967822

Patologi Pneumonia
Basil yang masuk bersama sekret
bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang
edema seluruh alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit terjadi
permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi.
Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain
melalui psedopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan.

Akan tampak 4 zona pada


daerah parasitik terset yaitu
:

Pneumonia. PDPI

Zona luar : alveoli yang tersisi


dengan bakteri dan cairan
edema.
Zona permulaan konsolidasi :
terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
Zona konsolidasi yang luas :
daerah tempat terjadi fagositosis
yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
Zona resolusi : daerah tempat
terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit
danalveolar makrofag.

Klasifikasi berdasarkan predileksi


Pneumonia lobaris
pada satu lobus atau segmen

Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.

Pneumonia interstisial

Item

Lobar pneumonia

Bronchopneumonia

Age

Lobar pneumonia Occurs in


otherwise
healthy individuals between 30 - 50
years of age (Young and adults)

Extremes of ages
infants, olds and those
suffering
from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.

Organism

Mostly pneumococci (strep.


Pneumonia)

Mixed organisms: viral,


Staphylococci, Streptococci,
H. influenzae, Proteus and
Pseudomonas

Grossly

Lobar or segmental consolidation

Patchy, bilateral of both


lungs

Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age
Breaths/minute
< 2 months
60
2 - 12 months
50
1 - 5 years
40

Batuk dan/atau dyspnea


ditambah min salah satu:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping
hidung
Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan
infiltrat luas, konsolidasi
Selain itu bisa didapatkan
pula tanda berikut ini:
takipnea
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
Pada auskultasi
terdengar: crackles
(ronkii), Suara
pernapasan menurun,
suara napas bronkial

VERY SEVERE PNEUMONIA

Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.

SEVERE PNEUMONIA

No
tachypnea,
no chest
indrawing

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

Diagnosis Pneumonia (WHO)


Dalam keadaan
yang sangat berat
dapat dijumpai:
Tidak dapat
menyusu atau
minum/makan,
atau
memuntahkan
semuanya
Kejang, letargis
atau tidak
sadar
Sianosis
Distres
pernapasan
berat

rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA

Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c

PNEUMONIA

NO PNEUMONIA

Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.

125. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma

Bronkhiolitis

Bronchiolitis

Bronchiolitis:
Management
Mild disease
Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
Life Support Treatment : O2,
IVFD
Etiological Treatment
Anti viral therapy (rare)
Antibiotic (if etiology
bacteria)
Symptomatic Therapy
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial
(not effective)

Tatalaksana Bronkiolitis
Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan serangan
pertama asma
Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.
Sari Pediatri

Gambaran Radiologis
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern.
The opacification can be sharply defined at the fissures, although more
commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus
within a consolidated lobe will result in the appearance of air
bronchograms.
Pneumonia
associated with suppurative peribronchiolar inflammation and
lobularis/
subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a
bronkopneumonia lung in response to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small
nodular or reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or
confluent.
Asthma

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic) Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis

bronkiolitis

Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,


Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia

126. Difteri
Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif
Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade

Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok
Bull-neck (bengkak pada leher)
Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html
Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview

http://4.bp.blogspot.com/

Difteri
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tuahitam.
Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung
Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html
Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview

Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur;


sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
Obat:
Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per
hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi
3 dosis selama 14 hari
Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi)
oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan
tindakan trakeostomi.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

Difteri
Obat (cont)
Jika anak demam ( 39o C) beri parasetamol.
Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat
tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak
bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada
kasus berat selama 14 hari.

Tindakan Kesehatan Masayarakat


Rawat anak di ruangan isolasi
Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

127. Demam rematik


Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
Usia rerata penderita: 10 tahun
Komplikasi: penyakit jantung reumatik
Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
Pengobatan:
Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
Dalam kasus demam rematik:
Antibiotik: penisilin/eritromisin
Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.

Ket: ASO=ASTO

Physical Findings
Migratory Polyarthritis
is the most common symptom
(polyarticular, fleeting, and
involves the large joints)
frequently the earliest
manifestation of acute
rheumatic fever (70-75%).

Carditis:
(40% of patients)
and may include cardiomegaly,
new murmur, congestive heart
failure, and pericarditis, with or
without a rub and valvular
disease.

Characteristic murmurs of
acute carditis include
the high-pitched, blowing,
holosystolic, apical murmur of
mitral regurgitation;
the low-pitched, apical, middiastolic, flow murmur (CareyCoombs murmur);
and a high-pitched,
decrescendo, diastolic murmur
of aortic regurgitation heard at
the aortic area.
Murmurs of mitral and aortic
stenosis are observed in
chronic valvular heart disease.

Physical Findings
Subcutaneous nodules (ie, Aschoff bodies):
10% of patients and are edematous, fragmented collagen fibers.
They are firm, painless nodules on the extensor surfaces of the wrists,
elbows, and knees.

Erythema marginatum:
5% of patients.
The rash is serpiginous and long lasting.

Chorea (also known as Sydenham chorea and "St Vitus dance"):


occurs in 5-10% of cases
consists of rapid, purposeless movements of the face and upper
extremities.
Onset may be delayed for several months and may cease when the
patient is asleep.

Rheumatic fever-treatment
Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
Supportive therapy - treatment of heart failure
Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting)
1.2 million units once(IM injection) or oral penicillin V 10 days, if
allergic to penicillin erythromycin 10 days (antibiotic is given
even if throat culture is negative)
Anti-inflammatory agents
Aspirin in anti-inflammatory doses effectively reduces all
manifestations of the disease except chorea, and the response
typically is dramatic.
Aspirin 100 mg/kg per day for arthritis and in the absence of carditis- for 4-6
weeks to be tapered off
Corticosteroids If moderate to severe carditis is present as indicated by
cardiomegaly, third-degree heart block, or CHF, add PO prednisone to salicylate
therapy -2 mg/kg per day for 2-6 weeks to be tapered off

Rheumatic fever- prevention


Secondary prevention prevention of recurrent
attacks
Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD
Penicillin V 250 mg twice daily orally
Or If allergic Erythromycin 250 mg twice
daily orally

Rheumatic fever- prevention


Duration of secondary rheumatic fever prophylaxis
Rheumatic fever + carditis + persistent valve
disease - 10 years since last episode or until 40
years of age, sometimes life long
Rheumatic fever + carditis + no valvar disease
10 years or well into adulthood whichever is
longer
Rheumatic fever without carditis - 5 years or until
21 years whichever is longer
(Continous prophylaxis is important since patient may have
asymptomatic GAS infection)

Tekanan di dalam Jantung

128. Congenital Heart


Disease
Congenital HD

Acyanotic

With volume
load:
- ASD
- VSD
- PDA
- Valve
regurgitation

Cyanotic

With pressure
load:

With
pulmonary blood
flow:

With
pulmonary blood
flow:

- Valve stenosis

- ToF

- Coarctation of
aorta

- Atresia
pulmonal

- Transposition of
the great vessels

- Atresia tricuspid

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.

- Truncus
arteriosus

Penyakit jantung kongenital


Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur

Sianotik: R-L shunt


TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
TGA
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/

Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.

Acyanotic Congenital HD:


General Pathophysiology

With volume load

Clinical Findings

The most common: left to right


shunting

e.g. ASD, VSD, PDA

Blood back into the lungs

compliance & work of breathing

Fluid leaks into the interstitial space &


alveoly

Pulmonary edema, tachypnea, chest


retraction, wheezing
Heart rate & stroke volume

High level of ventricular output ->


sympathetic nervous system

Oxygen consumption -> sweating,


irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, volume load will


increase pulmonary vascular resistance

Eventually leads to Eisenmenger


Syndrome

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Acyanotic Congenital HD:


General Pathophysiology
With pressure load

Clinical Findings

Obstruction to normal blood


flow: pulmonic stenosis, aortic

Murmur PS & PS: systolic


murmur;

stenosis, coarctation of aorta.

Hypertrophy & dilatation of


ventricular wall

Defect location determine


the symptoms

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Dilatation happened in the later


stage
Severe pulmonic stenosis in
newborn right-sided HF
(hepatomegaly, peripheral
edema)
Severe aortic stenosis leftsided (pumonary edema, poor
perfusion) & right-sided HF

Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
The degree of cyanosis depends on:
the degree of obstruction to pulmonary blood flow
If the obstruction is mild:
Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress
If the obstruction is severe:
Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes hypoxemia & shock

Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Abnormal ventricular-arterial
connections:

- TGA

Total mixing of systemic venous &


pulmonary venous within the heart:
- Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
return
- Truncus arteriosus

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Ventricular Septal Defect

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Flow across VSD

Pansystolic murmur & thrill


over left lower sternum.

Over flow across mitral valve

If defect is large 3rd heart sound


& mid diastolic rumble at the apex.

LA, LV, RV volume overload

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

High systolic pressure & high


flow to the lungs
pulmonary hypertension

Dyspnea, feeding difficulties, poor


growth, profuse perspiration,
pneumonia, heart failure.
Duskiness during crying or infection
Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
cardiomegaly with
prominence of
both ventricles,
the left atrium, &
the pulmonary artery.

pulmonary vascular
marking

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Atrial Septal Defect

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &

- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations

Infant has thick & less compliant RV minimal symptoms


As children grow older: subtle failure to thrive, fatigue, dyspneu on effort,
recurrent respiratory tract infection

Overflow in the right side of


heart

Enlargement of the RA & RV


Dilatation of the pulmonary artery
The LA may be enlarged

Pulmonary vascular resistance may begin to increase in adulthood


reversal of the shunt & cyanosis
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:

Increased flow into right side of


the heart & lungs

- enlargement of RV, RA, &


pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of
ventricular diastolic volume

Wide, fixed 2nd heart sound


splitting

Increased flow across tricuspid


valve

Mid-diastolic murmur at the lower


left sternal border

Increased flow across


pulmonary valve

Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
border

Flow across the septal defect doesnt produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings

size of the main


pulmonary artery
size of the right atrium
size of the right ventricle
(seen best on the lateral
view as soft tissue filling in
the lower & middle
retrosternal space).
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
2. Essentials of Radiology. 2nd ed.

Patent Ductus Arteriosus

Coarctasio of Aorta

Tetralogi Fallot

129. Limfadenitis
Merupakan peradangan pada
satu atau beberapa kelenjar
getah bening.
Bisa disebabkan oleh infeksi dari
berbagai organisme, yaitu
bakteri, virus, protozoa, riketsia
atau jamur.
Bakteri Streptokokus,
staphilokokus, dan Tuberkulosis
adalah penyebab paling umum
dari limfadenitis, meskipun virus,
protozoa, rickettsiae, jamur juga
dapat menginfeksi kelenjar getah
bening.

Anamnesis
Pembengkakan kelenjar getah
bening
Demam
Kehilangan nafsu makan
Keringat berlebihan,
Nadi cepat
fatigue
Nyeri tenggorok dan batuk bila
disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas.
Nyeri sendi bila disebabkan oleh
penyakit kolagen atau penyakit
serum (serum sickness)

http://www.aafp.org/afp/2014/0301/p353.html

Faktor Risiko:
Riwayat penyakit seperti tonsilitis yang disebabkan oleh
bakteri streptokokus, infeksi gigi dan gusi yang disebabkan
oleh bakteri anaerob.
Riwayat perjalanan dan pekerjaan ke daerah endemis
penyakit tertentu, misalnya perjalanan ke daerah-daerah
Afrika dapat menunjukkan penyebab limfadenitis adalah
penyakit Tripanosomiasis. Sedangkan pada orang yang
bekerja di hutan Limfadenitis dapat terkena Tularemia.
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada
orang dengan infeksi saluran nafas atas, faringitis oleh
Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati.

Pedoman Praktis Klinis IDI

Pemeriksaan Fisik

Pembesaran kelenjar getah bening


(KGB) leher bagian posterior
(belakang) terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, umumnya bilateral (dua sisikiri/kiri dan kanan) dengan ukuran
normal bila diameter 0,5cm, dan lipat
paha bila diameternya >1,5 cm
dikatakan abnormal).
Nyeri tekan bila disebabkan oleh
infeksi bakteri
Kemerahan dan hangat pada
perabaan mengarah kepada infeksi
bakteri sebagai penyebabnya

Fluktuasi menandakan terjadinya


abses
Pada keganasan tidak ditemukan
tanda-tanda peradangan tetapi
teraba keras dan tidak dapat
digerakkan dari jaringan sekitarnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium
pembesaran kelenjar berjalan
mingguan-bulanan, walaupun dapat
mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan
dapat pecah.

Pedoman Praktis Klinis IDI

Pemeriksaan Fisik
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintik-bintik merah pada langit-langit infeksi streptokokus.
Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang
sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada
jaringan lunak leher (bull neck) infeksi oleh bakteri Difteri.
Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa infeksi Epstein Barr
Virus.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik Campak.
Adanya bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), pucat, memar yang tidak jelas penyebabnya,
disertai pembesaran hati dan limpa leukemia.

Pedoman Praktis Klinis IDI

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan skrining TB: BTA sputum, LED,
mantoux test.
Laboratorium: Darah perifer lengkap

Pedoman Praktis Klinis IDI

Penatalaksanaan
Pencegahan dengan menjaga kesehatan dan kebersihan badan bisa
membantu mencegah terjadinya berbagai infeksi.
Untuk membantu mengurangi rasa sakit, KGByang terkena bisa
dikompres hangat.
Tata laksana pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Penyebab oleh virus sel limiting
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic
oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25
mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic
golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan
500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga
kali sehari.
Bila penyebabnya TB maka diberikan OAT

Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara


perlahan dan rasa sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang
membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak pada perabaan.

Pedoman Praktis Klinis IDI

Kriteria rujukan
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu
dirujuk untuk mencari penyebabnya (indikasi
untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah
bening).
Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan, KGB
yang menetap atau bertambah besar dengan
pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum
dapat ditegakkan.
Pedoman Praktis Klinis IDI

130. Infeksi Saluran Kemih


UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).

ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI

Risk Factor

In girls, UTIs often occur at the onset


of toilet training. The child is trying
to retain urine to stay dry, yet the
bladder may have uninhibited
contractions forcing urine out. The
result may be high-pressure,
turbulent urine flow or incomplete
bladder emptying, both of which
increase the likelihood of bacteriuria.
Constipation can increase the risk of
UTI because it may cause voiding
dysfunction
Babies who soil to diaper can also
sometimes get small particles
of stool into their urethra

Tatalaksana

Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis

Interpretasi Hasil Biakan Urin

Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK

Dosis Obat Pada UTI Anak

131. Leukemia

Leukemia
Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun

Clinical Manifestation
More common in AML
Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,
hypoxia
DIC (promyelocitic subtype)
Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.

More common in ALL


Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in
monocytic AML)
CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,
headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
Tumor lysis syndrome

Leukemia Limfoblastik Akut


Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
Manifestasi klinis
Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum

Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi


sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif

FAB (French-American-British) classification of


acute lymphoblastic leukemia
ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular
nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to
moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin,
an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of
cytoplasm, and variable basophilia
ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin;
regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic
cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent
cytoplasmic vacuolation

ALL

AML

epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling


sering ditemui pada anak-anak (1/4
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun

15% dari leukemia pada pediatri, juga


ditemukan pada dewasa

etiologi

Penyebab tidak diketahui

Cause unknown. Risk factors: benzene


exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents

Gejala dan
tanda

Gejala dan tanda sesuai dengan


infiltrasi sumsum tulang dan/atau
gejala ekstrameduler: konjungtiva
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.

Pucat, mudah lelah, memar, peteki,


epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
chloroma, hepatosplenomegali

Lab

Anemia, Trombositopenia,
Leukopeni/Hiperleukositosis/normal,
Dominasi Limfosit, Sel Blas (+)

Trombositopenia,
leukopenia/leukositosis, primitif
granulocyte/monocyte, auer rods (hin,
needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic
inclusions)

Terapi

kemoterapi

kemoterapi

132. Tuberkulosis pada anak

Time after
primary infection
2 3 months

Clinical Manifestation
Fever of Onset

6 24 months

Osteo-articular TB

> 5 years

Phlyctenular conjunctivitis

3 12 months

Primary pulmonary TB
TB Meningitis
Miliary TB
TB Pleural effusion

Erythema nodosum

Tuberculin Test Positive

Renal TB

Figure 5. The Timetable of Tuberculosis


1/1/2016

Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64


231

Complications of focus
1. Effusion
2. Cavitation
3. Coin shadow

Complications of nodes
1. Extension to bronchus
2. Consolidation
3. Hyperinflation
MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most after 5 years

Most children
become tuberculin
sensitive

BRONCHIAL EROSION

3-9 months

A minority of children
experience :
1. Febrile illness
2. Erythema Nodosum
3. Phlyctenular Conjunctivitis

PRIMARY COMPLEX
Progressive Healing
Most cases

Uncommon under 5 years of age


25% of cases within 3 months
75% of cases within 6 months

infection

4-8 weeks

3-4 weeks fever of onset

12 months

Development
Of Complex

1/1/2016

Incidence decreases
As age increased

GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS

Resistance reduced :
1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough
streptococcal infections
4. Steroid therapy

BONE LESION
Most within
3 years

24 months

DIMINISHING RISK
But still possible
90% in first 2 years

232

Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982

Tuberkulosis pada anak


Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
Batuk kronik 3 minggu
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa

Sistem Skoring
Diagnosis oleh dokter
Perhitungan BB saat
pemeriksaan
Demam dan batuk yang tidak
respons terhadap terapi baku
Cut-of f point: 6
Adanya skrofuloderma
langsung didiagnosis TB
Rontgen bukan alat diagnosis
utama
Reaksi cepat BCG harus
dilakukan skoring
Reaksi cepat BCG harus
dievaluasi dengan sistem
skoring
Total nilai 4 pada anak balita
atau dengan kecurigaan
besar dirujuk ke rumah sakit
Profilaksis INH diberikan pada
anak dengan kontak BTA (+)
dan total nilai <5

Terapi
Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB
dapat diberikan regimen 2RHZ/4RH
Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi atau resistensi isoniazid
yang tinggi, atau anak dengan TB paru yang
ekstensif diberikan 2RHZE/4RH

WHO. Rapid advice treatment of tuberculosis in children.


http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241500449_eng.pdf

Prinsip Pengobatan TB Anak

Uji Tuberkulin
Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB.
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi)
Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23
2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma
Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
Pengukuran (pembacaan hasil)
Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter
transversal.
Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm

Hasil:
Positif jika indurasi >= 10mm
Ragu-ragu jika 5-9 mm
Negatif < 5 mm

Profilaksis TB pada anak

Primary Prophylaxis to prevent TB infection in TB Class 1 person; in other words:


exposure (+), infection (-) tuberculin negative
Secondary prophylaxis to prevent TB disease in TB Class 2 person; in other words:
(exposure (+), infection (+), disease (-); and person with tuberculin conversion

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2013. Depkes.

133. Trauma Lahir Ekstrakranial


Kaput Suksedaneum
Paling sering ditemui
Tekanan serviks pada kulit
kepala
Akumulasi darah/serum
subkutan, ekstraperiosteal
TIDAK diperlukan terapi,
menghilang dalam
beberapa hari.

Perdarahan Subgaleal
Darah di bawah galea
aponeurosis
Pembengkakan kulit kepala,
ekimoses
Mungkin meluas ke daerah
periorbital dan leher
Seringkali berkaitan dengan
trauma kepala (40%).

Trauma Lahir Ekstrakranial:


Sefalhematoma
Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh
darah antara tengkorak dan periosteum
Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis
Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang
terjadi pada tulang oksipital
Tanda dan gejala:
massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi;
pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal
didalam tulang di bawah massa;
pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang
terlibat

Trauma Lahir Ekstrakranial:


Sefalhematoma
Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya
waktu
5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak
Umumnya menghilang dalam waktu 2 8 minggu
Komplikasi: ikterus, anemia
Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun
teraba berfluktuasi
Tatalaksana:
Observasi pada kasus tanpa komplikasi
Transfusi jika ada indikasi
Fototerapi (tergantung dari kadar bilirubin total)

134. Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.

Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik

Tatalaksana Medikamentosa GGA


Terapi sesuai penyakit primer
Bila terdapat infeksi, dosis
antibiotik disesuaikan dengan
beratnya penurunan fungsi
ginjal
Pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan hidrasi
Koreksi gangguan
ketidakseimbangan cairan
elektrolit
Natrium bikarbonat untuk
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis

Pemberian diuretik pada GGA


renal dengan furosemid 1-2
mg/kgBB dua kali sehari dan
dapat dinaikkan secara
bertahap sampai maksimum
10 mg/kgBB/kali. (pastikan
kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Bila gagal dengan
medikamentosa, maka
dilakukan dialisis peritoneal
atau hemodialisis.

135. KONTRAINDIKASI IMUNISASI


Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra

BUKAN Indikasi Kontra

Reaksi anafilaksis terhadap


vaksin (indikasi kontra
pemberian vaksin tersebut
berikutnya)
Reaksi anafilaksis terhadap
konstituen vaksin
Sakit sedang atau berat, dengan
atau tanpa demam

Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,


kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
vaksin
Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
sebelumnya
Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
ringan
Sedang mendapat terapi antibiotik
Masa konvalesen suatu penyakit
Prematuritas
Terpajan terhadap suatu penyakit menular
Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
Kehamilan Ibu
Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi IDAI. 2008

Kontraindikasi Imunisasi Spesifik


Imunisasi

Indikasi Kontra

DTP

Ensefalopati dalam 7 hari pasca DTP sebelumnya


Perhatian khusus :
Demam >40.5:C dan episode hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam pasca
DTP sebelumnya
Kejang dalam 3 hari pasca DTP sebelumnya
Sindrom Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi

Polio Oral

Infeksi HIV atau kontak HIV serumah


Imunodefisiensi pada pasen atau pada penghuni serumah

Polio Inactivated

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin, streptomisin, atau polimiksin-B

MMR

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin


Kehamilan
Imunodefisiensi dengan imunosupresi berat

Hepatitis B

Reaksi anafilaksis terhadap ragi

Varisela

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin dan gelatin


Kehamilan
Infeksi HIV
Imunodefisiensi

Pertimbangan Tambahan
Anak dengan batuk-pilek ringan dengan atau
tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila
bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1-2
minggu
Tidak dibenarkan memberikan imunisasi
dengan pengurangan dosis atau dengan dosis
terbagi
Anak yang sedang minum antibiotik tetap
diperbolehkan imunisasi

Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun

135.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014


Umur pemberian vaksin

Jenis vaksin
Hepatit
i s B
Polio
BCG
DTP
Hib
PCV
Rotavirus
e
Influ nza
Campak
MMR
Tifoid
Hepatit
i s A
Varisela
HPV

Lahir

Bulan
5
6

12

15

18

24

Tahun
7
8

10

12

18

3
1

1 kali
6 (Td)

7(Td)

4
4
Ulangan 1 kaliptia tpahun
1

Keterangan
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i)
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http
: //
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html)
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel
1. Vaksin hepatit
i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit
i s B
dan imunoglobulin hepatit
i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit
i s B
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit
Bs mon o valen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
a optiml umur 2 bulan. Apabila
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun
diberikan vaksin Td, dibooster setia
p 10 t ahun.
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR
sudah diberikan pada 15 bulan.

2
1

3
2
Ulangan tia 3 t ahun
2 kali, interval 6-12 bulan
1 kali
3 kali

6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n
) pada anak umur kurang dari 9 tahun
diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
interval 0,2,6 bulan.

136. Etiologi Diare pada Anak


Viruses (75-90% of cases)
Rotavirus
Penyebab tersering gastroenteritis virus pada
anak
Outbreak pada musim gugur-dingin
Puncak insidens: usia 6-24 bulan
Durasi 5-7 hari

Norovirus (Norwalk Virus)

Most common cause of Gastroenteritis in adults


Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 2-5 days
Common outbreaks via Foodborne Illness in
Nursing Home, dormitories, cruise ships

Astrovirus
Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 3 days

Adenovirus
Summer outbreaks
Typicall affects children
Typical duration 6-9 days

Bacteria (10-20% of cases, especially


inflammatory Diarrhea)
Escherichia coli
Accounts for 10% of Bacterial
diarrhea
Fever in 20% of cases
Bloody EIEC, EHEC, EAEC
Nonbloody ETEC, EPEC

Campylobacter jejuni
Fever in 80% of cases
Bloody Diarrhea with Fecal
Leukocytes

Salmonella
Bloody Diarrhea

Shigella
High fever (and Febrile Seizures)
Bloody Diarrhea

Yersinia enterocolitica
Clostridium difficile

Diarrheagenic Escherichia coli


E. coli species are members of the Enterobacteriaceae family.
Characteristic: oxidase-positive, facultatively anaerobic, gram-negative
bacilli. Fermentation of lactose(+).
Five groups of diarrheagenic E. coli
(1) enterotoxigenic E. coli (ETEC) produce secretory enterotoxins;
(2) enteroinvasive E. coli (EIEC) are capable of invading intestinal epithelial
cells and causing a dysenteric illness;
(3) enteropathogenic E. coli (EPEC) are defined by their pattern of adherence
to tissue culture cells and their ability to produce a characteristic alteration in
the microvillus membrane, the attaching and effacing lesion;
(4) shigatoxin-producing E. coli (STEC), also known as enterohemorrhagic E.
coli (EHEC), Shiga-like toxin-producing E. coli (SLT-EC) and verotoxin-producing
E. coli (VTEC) produce Shiga toxins (Stx) and cause diarrhea, hemorrhagic
colitis, and hemolytic-uremic syndrome (HUS);
(5) enteroaggregative E. coli (EAggEC) adhere in vitro to HEp-2 cells in a
characteristic aggregative manner and are associated with persistent diarrhea
in children
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed

Diarrheagenic Escherichia coli


Noninflammatory Diarrheas
Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

Rapid onset of watery, nonbloody diarrhea of considerable


volume, accompanied by little or no fever. Diarrhea and
other symptoms cease spontaneously after 24 to 72 hours

Inflammatory Diarrheas
Enteroinvasive E. coli (EIEC)

Present most commonly as watery diarrhea. Minority of


patients experience a dysentery syndrome, with fever,
systemic toxicity, crampy abdominal pain, tenesmus, and
urgency

Enteropathogenic E. coli (EPEC)

Profuse watery, nonbloody diarrhea with mucus, vomiting


and low-grade fever. Chronic diarrhea and malnutrition can
occur. Usually at < 2 y.o, esp <6 mo (at weaning period)

Shigatoxin-producing E. coli
(STEC)/EHEC

Symptoms ranging from mild diarrhea to severe


hemorrhagic colitis and hemolytic-uremic syndrome in all
ages

Enteroaggregative E. coli (EAggEC)

Watery, mucoid, secretory diarrhea with low-grade fever


and little or no vomiting. One third of patients have grossly
bloody stools. The watery diarrhea usually persist 14 days

Diarrheagenic Escherichia coli

137. Pola defekasi pada bayi baru lahir


Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas laktase
belum optimal sehingga kemampuan menghidrolisis laktosa
yang terkandung di dalam ASI maupun susu formula juga
terbatas.
Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
osmolaritas di dalam lumen usus halus yang mengakibatkan
peningkatan frekuensi defekasi.
Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi,
minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011)
Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 112 kali per
hari
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi
paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang
merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama
setelah bayi lahir.

Pola defekasi bulan pertama


ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak
dapat dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume,
osmolaritas dan akhirnya dapat meningkatkan
frekuensi defekasi.
Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan
stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi
yang lebih sering
Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki
peran terhadap motilitas gastrointestinal yang
membantu terjadinya peristaltik.
Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak
memenuhi kriteria diare, karena bayi tidak mengalami
kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran
cerna.

Tanda-tanda bahwa bayi mendapat


cukup ASI

Bayi menyusu 8 12 kali sehari,


menghisap secara teratur
selama minimal 10 menit pada setiap
payudara.
Bayi akan tampak puas setelah
menyusu dan seringkali tertidur pada
saat menyusu, terutama pada
payudara yang kedua
Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi >
6 kali sehari.
Urin berwarna jernih, tidak
kekuningan.

Frekuensi buang air besar (BAB) > 4


kali sehari dengan volume paling
tidak 1 sendok makan, pada bayi usia
4 hari sampai 4 minggu.
Sering ditemukan bayi yang BAB
setiap kali menyusu, dan hal ini
merupakan hal yang normal
Apabila setelah bayi berumur 5 hari,
fesesnya masih berupa mekoneum,
atau transisi antara hijau kecoklatan,
merupakan salah satu tanda bayi
kurang mendapat ASI.
Berat badan bayi tidak turun lebih
dari 10% dibanding berat lahir
Berat badan bayi kembali seperti
berat lahir pada usia 10 sampai 14
hari setelah lahir.

Dehidrasi pada anak

138. Diare
Diare akut: berlangsung < 1
minggu, umumnya karena infeksi
Diare akut cair
Diare akut berdarah

Diare berlanjut: diare infeksi yang


berlanjut > 1 minggu
Diare Persisten: Bila diare
melanjut tidak sembuh dan
melewati 14 hari atau lebih
Diare kronik: diare karena sebab
apapun yang berlangsung 14 hari
atau lebih

Disentri: diare
mengandung lendir dan
darah
Diare primer: infeksi
memang terjadi pada
saluran cerna (misal:
infeksi Salmonella)
Diare sekunder: diare
sebagai gejala ikutan dari
berbagai penyakit
sistemik seperti pada
bronkopnemonia,
ensefalitis dan lain-lain

Diare dan Dehidrasi


Evaluasi Diare dan Dehidrasi
Anamnesis
Frekuensi BAB
Lamanya diare
Adanya darah dalam tinja
Muntah
Pengobatan yang baru diminum (antibiotik dan obat lainnya)
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tanda dehidrasi (rewel/gelisah, kesadaran, mata cekung,
turgor kulit, kehausan/malas minum)
Darah dalam tinja
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung
Tanda invaginasi (massa intraabdomen, tinja lendir dan darah)

Klasifikasi Diare

Tatalaksana cairan pada diare akut

PPM IDAI

139. Resusitasi Neonatus

Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 S919

Rekomendasi utama untuk resusitasi


neonatus:
Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.

Pemberian Oksigen
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi
dimulai dengan udara kamar.
Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.

Teknik Ventilasi dan Kompresi


Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.

Teknik Ventilasi dan Kompresi


Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60
per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.
Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masingmasing).
Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara
periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3
dari diameter antero-posterior dada.
Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi
dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung
Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi
berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh
meninggalkan posisi di dada.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.

Indicator of Successful Resuscitation


A prompt increase in heart rate remains the most sensitive
indicator of resuscitation efficacy (LOE 55).
Of the clinical assessments, auscultation of the heart is the most
accurate, with palpation of the umbilical cord less so.
There is clear evidence that an increase in oxygenation and
improvement in color may take many minutes to achieve, even in
uncompromised babies.
Furthermore, there is increasing evidence that exposure of the
newly born to hyperoxia is detrimental to many organs at a cellular
and functional level.
For this reason color has been removed as an indicator of
oxygenation or resuscitation efficacy.
Respirations, heart rate, and oxygenation should be reassessed
periodically, and coordinated chest compressions and ventilations
should continue until the spontaneous heart rate is 60 per
minute
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.

Kapan menghentikan resusitasi?


Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut
jantung, dianggap layak untuk menghentikan
resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi
setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
Keputusan untuk tetap meneruskan usaha
resusitasi bisa dipertimbangkan setelah
memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi
dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua
mengenai risiko morbiditas.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.

140. Ikterus Neonatorum


Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD

Ikterus yang berkembang cepat setelah usia


48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.

Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis pada


neonatus
Penyakit

Keterangan

Inkompatibilitas ABO

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak


terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama

Inkompatibilitas Rh

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh berarti


tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis

Inkompatibilitas Rhesus
Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)

Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan

Inkompatibilitas Rhesus
Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua
menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero
Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
Volume perdarahan transplansental
Tingkat respons imun maternal
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO
menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan
sempat terjadi
Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan
sekuele yang parah
http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tes Laboratorium
Prenatal emergency care
Tipe Rh ibu
the Rosette screening test
atau the Kleihauer-Betke
acid elution test bisa
mendeteksi
alloimmunization yg
disebabkan oleh fetal
hemorrhage
Amniosentesis/cordosente
sis

Postnatal emergency care


Cek tipe ABO dan Rh,
hematokrit, Hb, serum
bilirubin, apusan darah,
dan direct Coombs test.
direct Coombs test yang
positif menegakkan
diagnosis antibody-induced
hemolytic anemia yang
menandakan adanya
inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tatalaksana
Jika sang ibu hamil Rh dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150

Inkompatibilitas ABO
Terjadi pada ibu dengan
golongan darah O terhadap
janin dengan golongan
darah A, B, atau AB
Tidak terjadi pada ibu gol A
dan B karena antibodi yg
terbentuk adalah IgM yg tdk
melewati plasenta,
sedangkan 1% ibu gol darah
O yang memiliki titer
antibody IgG terhadap
antigen A dan B, bisa
melewati plasenta

Gejala yang timbul adalah


ikterik, anemia ringan, dan
peningkatan bilirubin
serum.
Lebih sering terjadi pada
bayi dengan gol darah A
dibanding B, tetapi
hemolisis pada gol darah
tipe B biasanya lebih parah.
Inkompatibilitas ABO jarang
sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh

Kenapa tidak separah Inkompatibilitas


Rh?
Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.

Inkompatibilitas ABO
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar

Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas ABO jarang
sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak
selanjutnya

Inkompatibilitas Rh
Gejala biasanya lebih parah jika
dibandingkan dengan
inkompatibilotas ABO, bahkan
hingga hidrops fetalis

Risiko dan derajat keparahan


meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts
spherocyte

141. Congenital Hypothyroidism


Etiology

Thyroid Function:
normal brain growth and myelination
and for normal neuronal
connections.
The most critical period fis the first
few months of life.

The thyroid arises from the fourth


branchial pouches.
The thyroid gland develops between
4 and 10 weeks' gestation.
By 10-11 weeks' gestation, the fetal
thyroid is capable of producing
thyroid hormone.
By 18-20 weeks' gestation, blood
levels of T4 have reached term levels.
T

http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa

The fetal pituitary-thyroid axis is


believed to function independently
of the maternal pituitary-thyroid
axis.
The contributions of maternal
thyroid hormone levels to the fetus
are thought to be minimal, but
maternal thyroid disease can have
a substantial influence on fetal and
neonatal thyroid function.
Immunoglobulin G (IgG)
autoantibodies, as in autoimmune
thyroiditis, can cross the placenta
and inhibit thyroid function
(transient)
Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
(transient)
Radioactive iodine administered to
a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.

http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif

Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg

Causes:
Deficient production of thyroid
hormone
Disgenesis congenital
Hypothyroidism
Iodine deficiencyendemic goiter

Defect in thyroid hormonal


receptor activity

Hipotiroid kongenital pada Anak


Hipotiroid kongenital ditandai produksi hormon tiroid yang
inadekuat pada neonatus
Penyebab:
Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
Inborn error of metabolism

Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang


dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview

Most affected infants have few or no symptoms,


because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
Dull look
Puffy face
Thick tongue that sticks out
This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
Choking episodes
Constipation
Dry, brittle hair
Jaundice
Lack of muscle tone (floppy infant)
Low hairline
Poor feeding
Short height (failure to thrive)
Sleepiness
Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/

Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160

http://findmeacure.com/2008/04/13/growth-disorders/

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

142. TORCH
Infeksi TORCH
T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus
(CMV)
H=herpes simplex
(HSV)

Bayi yang dicurigai


terinfeksi TORCH
Bayi dengan IUGR
Trombositopenia
Ruam abnormal
Riwayat ibu sakit saat
hamil
Adanya gejala klasik
infeksi

TORCH: Toksoplasma

Etiologi: Toxoplasma gondi

Gejala dan Tanda


Tanpa gejala spesifik hanya 10-20% kasus yang bergejala ringan, mirip flu
Wanita hamil terinfeksi Toxoplasma abortus spontan/ keguguran (4%), lahir mati
(3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitis.

Diagnosis
Gejala: tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas AntiToxoplasma IgG.
Pemeriksaan perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi, ibu-ibu sebelum
atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimester), serta bayi baru lahir dari ibu
yang terinfeksi Toxoplasma

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

TORCH: Terapi Toksoplasma


Untuk wanita hamil (CDC):
DOC: Spiramisin (trimester I dan II)
Dosis: 100 mg/kgBB/hari selama 30-45 hari

Pirimetamin/sulfadiazin & leucovorin (Trimester II


akhir & III) dan bila terdapat kemungkinan janin
terinfeksi (pemeriksaan cairan amnion pada minggu
18)
Dosis Pirimetamin: 100 mg di hari 1 lanjut 25-50 mg/hari
Dosis Sulfadiazin: 4 x 1 gram/hari
Dosis Leucovorin (asam folat): 7.5 mg/hari selama 4-6
minggu
http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/

TORCH: Rubella
Karakteristik

Single-stranded RNA virus


Dapat dicegah oleh vaksin
Ringan, self-limiting
Infeksi pada trimester pertama
memiliki kemungkinan mengenai
janin yang tinggi

Diagnosis
IgG maternal bisa akibat
imunisasi atau infeksi lampau
tidak dapat dipegang
Virus dapat diisolasi dari sekret nasal

Terapi
-

Pencegahan: Imunisasi
Perawatan: suportif dengan
mengedukasi orangtua

Tes Serologik Rubella


Kongenital
Bayi
IgM = Infeksi baru atau
kongenital
Peningkatan titer IgG
bulanan mengarah pada
kongenital
Diagnosis setelah anak berusia
1 tahun sulit

Rubella Kongenital: Manifestasi Klinis

Tuli sensorineural (50-75%)


Katarak dan glaukoma (20-50%)
Kelainan jantung (20-50%)
Neurologis (10-20%)
Lainnya termasuk pertumbuhan terhambat,
gangguan tulang, trombositopenia, lesi
blueberry muffin

TORCH: Cytomegalovirus (CMV)


Etiologi
Virus Cytomegalo (keluarga Herpes dapat tinggal secara laten
dalam tubuh)

Ibu hamil terinfeksi janin yang dikandung mempunyai


risiko tertular mengalami gangguan: pembesaran hati,
kuning, pengkapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain

Pemeriksaan laboratorium
Mengetahui infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi
akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM,
serta Aviditas Anti-CMV IgG.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

TORCH: Herpes Simpleks Tipe II


Etiologi
Infeksi herpes pada alat genital disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf
otonom
Gejala dan Tanda
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul
sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir
dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus)
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi
oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi
pada saat kehamilan
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

143. Suplementasi dan Nutrisi Kehamilan


Suplementasi dan Medikamentosa
Asam Folat
Zat Besi
Kalsium
Aspirin
Tetanus Toxoid

Nutrisi
Penambahan kalori 300 Kal/Hari dan air 400 ml/hari
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Suplementasi Kehamilan: Asam Folat


Kebutuhan Asam Folat
50-100 g/hari pada wanita normal
300-400 g/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih
besar lagi

Dosis
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek
tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan
pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan
setelah konsepsi

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Suplementasi Kehamilan: Zat Besi


Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus
Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat

Pemakaian dan Efek Samping


Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh
Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak
berbahaya
Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD
menjelang tidur malam
Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Suplementasi Kehamilan: Kalsium


Sasaran
Area dengan asupan kalsium rendah

Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)

Dosis
1,5-2 g/ hari

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Medikamentosa Kehamilan: Aspirin


Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan
untuk pencegahan preeklampsia bagi ibu
dengan risiko tinggi, dimulai dari usia
kehamilan 20 minggu

Aspirin juga digunakan pada ibu dengan hasil


pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya pengentalan darah selama kehamilan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Medikamentosa Kehamilan: TT
Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status) imunisasi TT
yang telah diperoleh selama hidupnya
Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT
Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Medikamentosa Kehamilan: TT
Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah
pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM
disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah
diterima sebelumnya seperti pada tabel berikut:

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

144. Antiskabies
Drugs

Possible adverse Effect

Efektif

Benzyl benzoat 25%

Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular


irritation, rash, pregnancy category B

All stadium

Permethrine 5%

Mild &transient burning & stinging, pruritus,


pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months

All stadium

Gameksan 1%

Toksis to SSP for pregnancy and children


under 6 years old

All stadium

Krotamiton 10%

Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium


pregnancy category C

Sulfur precipitate
6%

Erythema, desquamation, irritation,


pregnancy category C

Not efective for


egg state

145. Bishop Score


http://perinatology.com/calculators/Bishop%20Score%20Calculator.htm

Menilai kematangan serviks, keberhasilan induksi, kemungkinan persalinan


pervaginam, dan memperkirakan kapan terjadi persalinan (normal)

Dilatasi/Pembukaan seviks
Skor 0 (0 cm) 3 (> 6 cm)

Penipisan serviks
Skor 0(0%) 3 (80-100% setipis kertas)

Station/Penurunan Kepala (Hodge)


Skor 0 (-3) 3 (+1 atau +2)

Konsistensi serviks
Keras sedang - lunak

Posisi Serviks
Kebelakang Searah sumbu jalan lahir kedepan

Bishop Score
Suatu standarisasi objektif dalam memilih pasien yang lebih
cocok untuk dilakukan induksi persalinan letak verteks.

146. Kehamilan Ektopik Terganggu


Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri
Gejala/Tanda:
Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
Akut abdomen
Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
Kadang disertai febris

KET: Patofisiologi Nyeri


KET

KET

Mendesak struktur
sekitar

Darah mengiritasi
peritoneum

Saraf simpatis bekerja

Nyeri

Nyeri

KET: Kuldosentesis
Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum
Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan
tenakulum jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac
Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau
cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik

KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)

Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan


kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama
6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

147. Mioma Uteri

Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma


Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

4 Tipe Mioma Uteri


Subserosa
Tumbuh dilapisan luar uterus dan
kearah luar
Intramural
Tumbuh didalam dinding uterus
Submukosa
Dibawah lapisan kavum uteri
polimenorrhea, infertilitas,
keguguran
Pedunculated
Memiliki tangkai

http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html

Mioma Uteri
Gejala dan Tanda:
Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid
Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi rahim
Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ
panggul lain gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul,
gangguan ginjal
Infertilitas karena terjadi penekanan pada saluran indung telur
Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.
Pada kehamilan
Membesar pada trimester pertama karena pengaruh estrogen
Degenerasi merah pada masa hamil atau nifas
Torsio dengan tanda akut abdomen
Faktor Predisposisi
Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga
Diagnosis
Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
USG abdominal/ transvaginal
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Mioma Uteri: Tatalaksana


Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah bila stabil observasi setiap
3-4 bulan

Terapi Hormonal
Preparat progestin atau GnH efek hipoestrogen

Terapi Operasi
Miomektomi
Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak

Histerektomi
Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi

Miolisis
Koagulasi laparoskopik dengan neodymium

Embolisasi arteri uteri

Mioma Geburt
Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai

Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina


melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan

148. Kanker Serviks


Displasia Serviks
Perubahan abnormal pada sel di permukaan
serviks, dapat terlihat dari pengamatan
mikroskopik

Histologi
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I
(mild) a benign viral infection
CIN II (moderate)
CIN III (severe)

Sitologi
low-grade SIL (squamous intraepithelial
lesion)low-grade lesions
high-grade SIL (HSIL) high-grade
dysplasia

. KANKER SERVIKS
Keganasan pada serviks
Perubahan sel dari normal
pre kanker (displasia) kanker
Insidens : usia 40-60 tahun

Faktor Risiko :
HPV (faktor utama) 50% oleh
HPV 16 & 18
Multipartner
Merokok
Riwayat penyakit menular
seksual
Berhubungan seks pertama
pada usia muda
Kontrasepsi oral
Multiparitas
Status ekonomi sosial rendah
Riwayat Keluarga

Kanker Serviks
Tanda dan Gejala

Diagnosis

Perdarahan pervaginam
Perdarahan menstruasi
lebih lama dan lebih
banyak dari biasanya
Perdarahan post
menopause atau
keputihan >>
Perdarahan post koitus
Nyeri saat berhubungan
Keputihan (terutama
berbau busuk + darah)
Massa pada serviks,
mudah berdarah

Gynecology Illustrated.; http://www.aafp.org

IVA
Sitologi servikal (Pap Test)
Kolposkopi
Biopsi serviks

Staging Kanker Serviks (IIIA)

Kanker Serviks: Patogenesis

The
oncogenic
proteins

http://media.jaapa.com/Images/2009/

Kanker Serviks: Faktor Risiko


Aktivitas Seksual
Jumlah partner seksual
Partner seksual tidak
disirkumsisi
Aktivitas seksual usia dini
(< 16 tahun)
Penyakit Menular Seksual
Human papillomavirus
Herpes simplex virus
Chlamydia trachomatis
HIV

Faktor Lain
Kehamilan usia dini
Multiparitas
Sosial ekonomi rendah
Merokok
Imunosupresi
Defisiensi nutrisi &
vitamin
Kontrasepsi oral > 5
tahun
Riwayat lesi intraepitelial
skuamosa

Kanker Serviks: Pembagian

ASC-H: atypical squamous cells cannot exclude high grade


ASC-US: atypical squamous cells of undetermined significance

Accuracy of the Papanicolaou Test in Screening for and Follow-up of Cervical Cytologic Abnormalities: A
Systematic Review
Kavita Nanda, MD, MHS; Douglas C. McCrory, MD, MHSc; Evan R. Myers, MD, MPH; Lori A. Bastian, MD, MPH; Vic
Hasselblad, PhD; Jason D. Hickey; and David B. Matchar, MD

http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/Images/PAP-fig1.jpg

Kanker Serviks: Stadium

http://www.stevenchan.us/sites/default/files/goody/cervical-dysplasia-handout-without-notes.png

149. Penyakit Trofoblastik Gestasional


WHO Classification

Malignant neoplasms
of various types of
trophoblats

Choriocarcinoma
Placental site
trophoblastic tumor
Epithilioid trophoblastic
tumors

Malformations of the
chorionic villi that are
predisposed to
develop trophoblastic
malignacies
Hydatidiform moles

Complete

Partial

Invasive

Benign entities that


can be confused with
with these other
lesions
Exaggerated placental site

Placental site nodule

Mola Hidatidosa
Definisi
Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik
Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan
pertumbuhan abnormal dari vili korionik
(membesar, edem, dan vili vesikular dengan
banyak trofoblas proliferatif)

Mola Hidatidosa: Faktor Risiko


Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa

Mola Hidatidosa: Faktor Risiko


Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa

Mola Hidatidosa: Patogenesis & Sitogenesis


Complete
Diploid
96%
Fertilization
of an empty
ovum by one
sperms that
undergoes
duplication
Diandric
diploidy

46XX

4%
Fertilization
of an empty
ovum by two
sperms
Diandric
dispermy

46XX
46XY

Partial
Genetic
Constitution

Patho-genesis

Karyotype

Triploid/ tetraploid
90%
Triploid
fertilization of
a normal
ovum by two
sperms
Dispermic
triploidy

69XXX
69YXX
69YYX

10%
Tetraploid
fertilization of
a normal
ovum by
three sperms

Trispermic
triploidy

Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis


Tipe Komplit
Perdarahan pervaginam
setelah amenorea
Uterus membesar secara
abnormal dan menjadi lunak
Hipertiroidism
Kista ovarium lutein
Hiperemesis dan pregnancy
induced hypertension

Peningkatan hCG 100,000


mIU/mL

Tipe Parsial
Seperti tipe komplit hanya
lebih ringan
Biasanya didiagnosis
sebagai aborsi inkomplit/
missed abortion
Uterus kecil atau sesuai usia
kehamilan
Tanpa kista lutein

Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole

Extremely high hCG level mimic TSH

Hyperthyroidism

Mola Hidatidosa: Diagnosis


Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan
Pemeriksaan USG ditemukan
adanya gambaran vesikuler atau
badai salju
Komplit: badai salju
Partial: terdapat bakal janin dan
plasenta

Pemeriksaan Doppler tidak


ditemukan adanya denyut
jantung janin

Mola Hidatidosa:
Tatalaksana

150. Drug of Choice pada Kehamilan


Diagnosis

Terapi Pilihan

Pielonefritis

Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreon
am

Kejang, eklampsia

Magnesium Sulfat

Skabies

Krim permetrin 5%

Sifilis

Benzatin Penisilin

Trikomoniasis

Metronidazol

Ulkus Gaster

Sukralfat, Ranitidine

Infeksi Saluran
Kemih

Amoksisilin, cefiksim

Tromboemboli
Vena

Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU


Dalteparin ATAU Tinzaparin

Kandidosis
Vulvovagina

Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol


cream)

151. Intra Uterine Fetal Death


Definisi
Kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim
ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan
< 20 minggu: abortus
> 20 minggu: IUFD atau stillbirth

Etiologi

perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta


pre eklamsi dan eklamsi
penyakit kelainan darah
penyakit infeksi menular
penyakit saluran kencing
penyakit endokrin seperti DM dan hipertiroid
Malnutrisi

Missed abortion
Janin tetap berada didalam rahim meskipun telah mati
Plasenta tetap memproduksi progestogen meskipun kadar estrogen turun,
sehingga mengurangi kontraksi uterus

IUFD
Tanda dan Gejala

Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU


Terhentinya pergerakan janin
Terhentinya denyut jantung janin
Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
Terhentinya perubahan payudara

Tatalaksana
Terminasi Kehamilan
Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan
Persiapan:
Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen,
waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.

Tindakan:
Kuretasi vakum
Kuretase tajam
Dilatasi dan kuretasi tajam

Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.

IUFD: Komplikasi (DIC)


Paparan terhadap jaringan
prokoagulan ke darah ibu
adalah faktor utama yang
berhubungan dengan
solutio plasenta dan IUFD
Komponen aktif yaitu
faktor jaringan
(tromboplastin)
berinteraksi dengan faktor
VIIa mengaktivasi jalur
ekstrinsik koagulasi
Wintrobe Hematology. 12th ed.

IUFD: Patofisiologi DIC

Wintrobe Hematology. 12th ed.

152. Kehamilan Gemelli


Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
Faktor yang
mempengaruhi:
Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.

Kehamilan Gemelli: Diagnosis


Anamnesis
Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
Uterus terasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi
Kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa
Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
Banyak bagian-bagian kecil teraba
Teraba 3 bagian besar janin
Teraba 2 balotemen

Kehamilan Gemelli: Diagnosis


Pemeriksaan Auskultasi
Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan
kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit
Ultrasonografi
Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I

Kehamilan Gemelli: Komplikasi


Maternal

Fetal

Anemia
Hydramnion
Preeklampsia
Kelahiran prematur
Perdarahan postpartum
SC

Malpresensi
Plasenta previa
Solusio Plasenta
KPD
Prematuritas
Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital

153. Persalinan dengan Alat Bantu


Indikasi
Ibu: kelelahan, sudah mengedan > 20 menit
Bayi: Bayi kekurangan oksigen

Syarat
Kepala janin sudah mencapai pintu bawah panggul
Pembukaan rahim sudah lengkap
Selaput ketuban sudah pecah/ dipecahkan

Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum


Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

Ibu

Ibu

Kelelahan ibu masih kooperatif


dan dapat mengejan
Partus tak maju
Toksemia gravidarum
Ruptur uteri iminens
Memperpendek persalinan kala II,
penyakit jantung kompensasi,
penyakit fibrotik

Janin
Adanya gawat janin (ringan)

Waktu
Kala persalinan lama

Ibu dengan resiko tinggi ruptur


uteri
Kondisi ibu tidak boleh
mengejan
Panggul sempit (CPD)

Janin
Bayi prematur (belum memiliki
moulage yang baik kompresi
forceps perdarahan
periventrikular)
Letak lintang, presentasi muka,
presentasi bokong, kepala janin
menyusul

Persalinan dengan Vakum


Syarat
Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
Presentasi kepala
Cukup bulan (tidak premature)
Tidak ada kesempitan panggul
Anak hidup dan tidak gawat janin
Penurunan hodge II/III
Kontraksi baik/ terdapat his
Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan
Komplikasi
perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu

Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps


Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

Ibu

Ibu

Sama dengan ekstraksi vakum,


hanya ibu sudah tidak mampu
mengejan/ his tidak adekuat

Janin
Adanya gawat janin

Waktu
Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal

Sama seperti pada ekstraksi


vakum

Janin
Sama seperti pada ekstraksi
vakum

154. Kriteria Diagnosis untuk


Gangguan proses Persalinan

155. Distosia Kelainan Tenaga

His Normal

Inersia Uteri: Tatalaksana


1.

Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian


terbawah janin dan keadaan janin

2.

Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3.

Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan


dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a.
b.

a.
b.

Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm,
dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat
membuka.
Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips
tidak berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

156-157. Adenoma Hipofisis Fungsional


52% merupakan tumor yang mengekskresikan prolaktin
Lainnya: mensekresi kortikotropin (Cushing disease), growth
hormone (akromegali), gonadotropin, TSH (hipertiroidisme)
Berdasarkan ukuran:
Mikroadenoma: ukuran < 1 cm, lokasi masih dalam sella turcica
(belum menginvasi struktur lain)
Makroadenoma: ukuran > 1 cm, sudah meluas dari sella turcica
(menginvasi struktur berdekatan)

Gejala dan Tanda (Prolaktinoma):


Dapat menimbulkan efek kompresi pada optic chiasm
Amenorea, galaktorea, infertilitas, penurunan libido, osteoporosis

Adenoma Hipofisis Fungsional: Prolaktinoma


Terapi
Obat-obatan dopaminergik: bromokriptin atau
cabergoline
Follow Up
Scan MRI 12 bulan setelah pengobatan pada
tumor fungsional

http://emedicine.medscape.com/article/126702-followup

158-159. DM pada Kehamilan


Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I: Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang
timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan
Klas II: Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai
sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil
Klas III: Pregestasional diabetes yang disertai dengan
komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah
panggul dan pembuluh darah perifer

DM pada Kehamilan: Diagnosis


American Diabetes Associations: Standards of Medical
Care in Diabetes2010

HbA1c = 6.5 %
Fasting blood glucose >126mg/dL
Random blood glucose >200mg/dL with classic symptoms
A 75 gr, 2-hour plasma glucose level = 200 mg/dL OGTT

DM pada Kehamilan: Tes Post Diagnosis


Bila diagnosis GDM sudah tegak, maka
pemeriksaan selanjutnya berdasarkan
trimester:
Trimester I: HbA1c, BUN, kreatinin serum, TSH,
kadar tiroksin bebas, rasio protein-kreatinin urin,
GDS kapiler
Trimester II: Rasio protein-kreatinin urin (bila
abnormal di trimester I), HbA1c, GDS kapiler
Trimester III: USG ukuran janin
http://emedicine.medscape.com/article/127547-overview

DM pada Kehamilan: Terapi


Insulin adalah pilihan hipoglikemik selama
kehamilan karena mempunyai catatan keamanan
yang tidak dapat dipungkiri lagi baik bagi ibu
maupun janinnya
Obat hipoglikemik oral tidak dianjurkan karena
gagal mengontrol hiperglikemia dan potensial
menyebabkan hipoglikemik pada empat minggu
pertama kelahiran.

160. Kenaikan BB pada Ibu Hamil


Institute of Medicine Washington DC 1990,
merekomendasikan kenaikan BB selama kehamilan
berdasar BB sebelum hamil sebagai berikut:

Kenaikan
BB
pada
Ibu
Hamil
Pada Pasien Ini
IMT= 67/(1.79*1.79)
= 21.53 (normal)

Kenaikan sejak hamil 3 bulan = 0.4 kg/minggu


Kenaikan pada minggu 20
= 3.2 kg
Kenaikan pasien hanya 2.5 kg kurang
konsul gizi

161. Perdarahan Post Partum: Definisi


Definisi Lama
Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan
pervaginam
Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar

(SC)

Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial
untuk menyebabkan gangguan hemodinamik

Insidens
5% dari semua persalinan

Perdarahan Post Partum: Etiologi


Etiologi (4T dan I)

Tone (tonus) atonia


uteri

Trauma trauma
traktus genital

Tissue (jaringan)retensi plasenta

Thrombin
koagulopati

Inversio Uteri

Palpasi uterus
Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.

Memeriksa plasenta dan ketuban:


lengkap atau tidak.

Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk


mencari :
Sisa plasenta dan ketuban.
Robekan rahim.
Plasenta suksenturiata.

Inspekulo :
untuk melihat robekan pada serviks, vagina
dan varises yang pecah.

Pemeriksaan laboratorium :
periksa darah, hemoglobin, clot
observation test (COT), dan lain-lain.

HPP: Retensio Plasenta


Plasenta atau bagianbagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)

Retensio Plasenta: Tatalaksana


Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.
Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.

Retensio Plasenta: Komplikasi

Inversio Uteri
Syok hipovolemik
Perdarahan post partum
Sepsis purpura
Subinvolusi uteri

http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf

162. Sindrom Sheehan


Hipopituarisme disebabkan oleh nekrosis akibat
kehilangan banyak darah, terutama akibat syok
hipovolemik selama dan setelah melahirkan
Gejala awal: agalaktorea dan/atau kesulitan menyusui,
amenorea atau oligomenorea setelah partus

Pituitari anterior disuplai oleh sistem vena portal


bertekanan rendah
Bila terdapat perdarahan hipotensi iskemia
nekrosis pituitari
Pituitari posterior biasanya tidak terkena dampak
hipotensi karena memiliki suplai arteri sendiri

163. Diagnosis Kehamilan


Presumptive
sign

Probable
sign

Positive
Diagnostic
test

Amenorrhea
Breast fullness, nause & vomiting

Uterine enlargement
Hegar sign: softening of uterine isthmus, occurs by 6-8 weeks.
Chadwick sign: vaginal & servical cyanosis
Beta HCG: 1 week after embryio implantation or within days of
the 1st missed menstrual period

Fetal heart tones: can be detected 9-10 weeks by Doppler


Fetal movement are first felt at 16-18 weeks
USG: gestational sac at 5-6 weeks

Evans AT, Le Hew HW. Prenatal care. Manual of obstetrics. 7th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2007.
Further reading: DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecology. McGraw-Hill; 2007.

Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG


hCG produced by
syncytiotrophoblast
Binds to LH/CG receptors
in corpus luteum
Stimulate progesteron &
estradiol synthesis

Prevent endometrial
shedding

Detectable in serum within 24 hours after


implantation.

Peak level at 1012 weeks of gestation

Nonpregnant value: <5 mIU/mL


Above 25 mIU/mL is considered positive

1. http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=310
2. DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecology. McGraw-Hill; 2007.

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG

Test sensitivity for hCG ranging from 25-100


mIU/mL.

hCG values are extremely variable at 4-5 weeks &


have a percentage of urine hCG values that is
below the sensitivities of detection for common
home pregnancy tests

Reasons for a (-) test result:


hCG concentration below the sensitivity threshold
a miscalculation in the onset of the missed
menses, or
delayed ovulation or delayed implantation.

-HCG in early pregnancy

1. http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview#aw2aab6b4
2. http://www.americanpregnancy.org/duringpregnancy/hcglevels.html

3 weeks LMP: 5 - 50 mIU/ml


4 weeks LMP: 5 - 426 mIU/ml
5 weeks LMP: 18 - 7,340 mIU/ml
6 weeks LMP: 1,080 - 56,500 mIU/ml

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG


Human chorionic gonadotropin (hCG): diproduksi oleh
plasenta selama masa kehamilan
Konsentrasi yang terdeteksi pada uji Test Pack berkisar antara
10 -25 mIU/ml, muncul paling cepat 7-10 hari setelah
konsepsi
Konsentrasi meningkat cepat, menjadi 2x lipat setiap 3 hari
dan mencapai kadar maksimal pada minggu ke 8-11
kehamilan
Urin pagi hari biasanya mengandung kadar hCG paling tinggi
namun urin sewaktu juga dapat digunakan

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG


Testpack
Di rumah
Bentuk: Strip & compact
Sampel: Urin
Metode: antibodi HCG akan
berubah warna bila terkena HCG
(min. kadar 10-25 IU/ml)
menjadi 2 strip
Apabila masih negatif dan belum
haid diulang 1 minggu lagi

Plano Test
Di laboratorium
Bentuk: Kit neo planotest
duoclon
Sampel: urin
Metode: melihat adanya
aglutinasi saat
pencampuran (positif)

Deteksi -hCG: Cara Kerja Testpack

Deteksi -hCG: Interpretasi


2 garis warna muncul: positif hamil
Hanya garis kontrol yang muncul: hasil tes
negatif
Tidak ada garis yang muncul/hanya muncul
pada area tes: tes tidak valid

Testpack: Keterbatasan
Peningkatan kadar hCG dapat muncul selain pada kehamilan (mis.
Penyakit trofoblastik)
Insidensi hasil palsu dapat muncul, terutama bila tidak mengikuti petunjuk
penggunaan
Tidak bisa membedakan kehamilan biasa dnegan kehamilan ektopik
Abortud dpontan dapat menunjukkan hasil yang tidak pasti pada testpack
Diagnosis pasti tidak boleh ditegakkan hanya dari satu kali tes, namun
harus ditegakkan oleh dokter setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang menyeluruh
Hasil negatif dari sampel wanita diawal masa kehamilan dapat terjadi
akibat konsentrasi hCG yag masih rendah. Pada kasus ini, tes harus
diulang dengan sampel urin segar sekitar min. 2 hari setelah tes
pertama.
Sampel urin mungkin terlalu encer sehingga mengurangi konsentrasi hCG.
Apabila tes urin negatif dan kehamilan masih dipikirkan lakukan tes urin
pada pagi hari

Fungsi Hormon selama Kehamilan


Hormon
Estrogen

Fungsi Hormon
Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita

Progresteron

Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu


estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi

Prolaktin

Pembesaran alveoli dalm kehamilan, Mempengaruhi inisiasi


kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI

LH

Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi


estrogen dan progresteron

HCG

Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas


insulin danmenurunkan penggunaan glukosa pada ibu.
Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan
morning sickness

164. Prolaps Uteri


Definisi
Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya
Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia
Gejala dan Tanda
Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari
vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis
Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel
(konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka
gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul),
servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan
Komplikasi
Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus

Prolaps Uteri: Klasifikasi

Prolaps Uteri: Tatalaksana


Pengobatan Tanpa Operasi
Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri
ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan
umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi
Caranya : Latihan otot dasar panggul (Kegel), Stimulasi otot dasar
panggul dengan alat listrik, Pemasangan pesarium (cincin plastik)
Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina
sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah
Biasanya dipakai pada keadaan: Prolapsus uteri dengan kehamilan,
Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus uteri dengan
dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi:
keadaan umum yang jelek

Prolaps Uteri: Tatalaksana


Pengobatan dengan Operasi

Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
Histeraktomi vaginal
Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort)
Operasi-operasi lainnya :Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi

Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah
dengan :
Pemasangan pesarium
Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)

165. Rumus Naegele

Rumus Naegele dan Parikh


Rumus Naegele (Berlaku untuk siklus menstruasi 28
hari)
Hari Perkiraan Lahir = Tanggal hari pertama haid terakhir + 7,
bulan 3, tahun + 1.
Jika bulan tidak bisa dikurangi 3 maka bulan ditambah 9 dan
tidak ada penambahan tahun.

Rumus Parikh (2007)


HPL = HPHT + 9bulan 7hari + (lama siklus haid 14hari) , dan
disederhanakan menjadi :
HPL = HPHT + 9bulan + (lama siklus haid 21 hari)

IKM & Forensik

166. Kegiatan Puskesmas


Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang jika ditinjau dari
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
Upaya tersebut terbagi menjadi dua yaitu Upaya
Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan
Pengembangan.

Program Pokok Puskesmas

Promosi kesehatan
Kesehatan lingkungan
Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular
Kesehatan Keluarga dan Reproduksi
Perbaikan Gizi masyarakat
Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan
Kesehatan

Upaya Kesehatan Pengembangan


Merupakan upaya yang dilaksanakan berdasarkan
masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat, antara
lain :

Upaya Kesehatan Sekolah


Upaya Kesehatan Olahraga
Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Kerja
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Mata
Upaya Kesehatan Usia Lanjut
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional


Tujuan: Pelayanan pengobatan tradisional
yang aman dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pokok kegiatan:
Revitalisasi dan pembinaan Pengobatan
Tradisional
Pembinaan TOGA
Pelayanan Pengobatan Tradisional

Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional


Kegiatan yang dilakukan, antara lain:
Pendataan jenis pengobatan tradisional yang ada di
wilayah Puskesmas
Pembinaan jenis pengobatan tradisional yang ada di
wilayah Puskesmas
Penanaman Toga ditiap-tiap kampung, dan disarana
kesehatan (Puskesmas, Pustu, poskesdes dll) sebagai
percontohan
Membuat dan menyediakan Ramuan tradisional
ilmiah di Puskesmas
Melakukan Pengobatan Tradisional di Puskesmas
menggunaan ramuan tradisional

167. Manajemen Konflik


Gottman dan Korkoff menyebutkan bahwa
secara garis besar ada dua manajemen konflik,
yaitu :
Manajemen konflik destruktif
Manajemen konflik konstruktif

Manajemen Konflik Destruktif


Manajemen konflik destruktif yang meliputi
conflict engagement (menyerang dan lepas control),
withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang
kadangkadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri
ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan
mekanisme pertahan diri,
compliance (menyerah dan tidak membela diri)

Manajemen Konflik Konstruktif


Merupakan positive problem solving yang terdiri dari
kompromi dan negosiasi.
Kompromi
suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada.
Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah
satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan
pihak lainnya

Negosiasi
suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan
bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.

168. Analisis Statistik Multivariat


Analisis multivariat
analisis statistik untuk mengetahui variabel
independen/ variabel paparan yang paling berperan
dalam menyebabkan terjadinya outcome.

Misalnya, penelitian ingin mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan BBLR


Diteliti beberapa variabel yang diduga berhubungan
dengan BBLR, antara lain usia ibu, paritas, anemia ibu
hamil, dan tingkat pendidikan ibu.
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui di
antara variabel-variabel di atas, sebenarnya variabel
apa yang paling berhubungan dengan BBLR.

Macam-macam Analisis Multivariat


Analisis multivariat ada banyak macam,
namun secara umum yang banyak digunakan
dalam penelitian kedokteran ada 3 macam
yaitu:
Regresi Logistik
Regresi Linier
Regresi Cox

Regresi Logistik
Umumnya digunakan pada penelitian cross
sectional dan case control.
Variabel outcomenya harus bersifat kategorik
dan dikotom/ hanya terdiri dari 2 kategori,
contohnya hipertensi-tidak hipertensi, DMtidak DM.
Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam odds ratio (OR).

Regresi Linier
Dapat digunakan untuk penelitian cross
sectional, case control, atau kohort.
Variabel outcomenya harus variabel numerik.
Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam odds ratio (OR).

Regresi Cox
Hanya dapat digunakan pada penelitian
kohort dan RCT.
Variabel outcomenya dapat bersifat kategorik
dan variabel time-to-event untuk survival
analysis (misalnya 5-year survival rate pasien
leukemia).
Hubungan asosiasi pada analisis ini dinyatakan
dalam hazard ratio (HR).

169. Jenis-jenis Komunikasi


Komunikasi interpersonal
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal atau nonverbal.
Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi
yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua
sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan
sebagainya

Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal
keterlibatan internal secara aktif dari individu
dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan.

Seorang individu menjadi pengirim sekaligus


penerima pesan, memberikan umpan balik
bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang
berkelanjutan.
Bertujuan untuk mengetahui mengenai dirinya
pribadi melalui proses-proses psikologis.

Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok
komunikasi yang dilakukan sekelompok kecil orang
(small-group communication).

Kelompok sendiri merupakan sekumpulan orang


yang mempunyai tujuan bersama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, saling mengenal satu sama lain,
dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut. Komunikasi antarpribadi
berlaku dalam komunikasi kelompok.

Komunikasi Publik
Merupakan komunikasi antara seorang pembicara
dengan sejumlah orang (khalayak), yang tidak bisa
dikenali satu persatu.
Komunikasi publik meliputi ceramah, pidato, kuliah,
tabligh akbar, dan lain-lain.
Ciri-ciri komunikasi publik adalah:
berlangsung lebih formal; menuntut persiapan pesan yang
cermat, menuntut kemampuan menghadapi sejumlah
besar orang; komunikasi cenderung pasif; terjadi di tempat
umum yang dihadiri sejumlah orang; merupakan peristiwa
yang direncanakan; dan ada orang-orang yang ditunjuk
secara khusus melakukan fungsi-fungsi tertentu.

Komunikasi Massa
Komunikasi yang menggunakan media massa
cetak maupun elektronik yang dikelola sebuah
lembaga atau orang yang dilembagakan yang
ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar, anonim, dan heterogen. Pesanpesannya bersifat umum, disampaikan secara
serentak, cepat dan selintas.

Komunikasi Refleksi
Atau disebut sebagai komunikasi terapeutik.
Biasanya dilakukan oleh perawat kepada
pasien.
Komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orangorang yang profesional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan
dan emosi.

170. Indikasi Kegiatan Imunisasi Tambahan


(PMK No. 42 Tahun 2013)
Backlog fighting: Merupakan upaya aktif untuk
melengkapi imunisasi dasar pada anak yang
berumur di bawah 3 (tiga) tahun.
Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa
yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak
mencapai UCI (universal coverage immunization).
Yang disebut desa UCI adalah suatu desa di mana
80% bayinya (0-11 bulan) yang ada di desa tersebut
sudah menerima imunisasi lengkap.
Untuk imunisasi campak, target cakupan imunisasi
campak pada tahun 2014 sebesar 90%.

Crash program: Kegiatan ini ditujukan untuk


wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat
untuk mencegah terjadinya KLB.
Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash
program adalah: 1) Angka kematian bayi akibat PD3I
(penyakit dapat dicegah dengan imunisasi tinggi). 2)
Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang. 3) Desa
yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai
UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih
jenis imunisasi, misalnya campak, atau campak
terpadu dengan polio.

PIN (Pekan Imunisasi Nasional)


kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
serentak di suatu negara dalam waktu yang
singkat.
PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai
penyebaran suatu penyakit (misalnya polio).
Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya.

Sub PIN:
kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan
pada wilayah wilayah terbatas (beberapa provinsi
atau kabupaten/kota).

Catch up Campaign campak


upaya untuk memutuskan transmisi penularan
virus campak pada anak usia sekolah dasar.
Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian
imunisasi campak secara serentak pada anak
sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam
SD atau yang sederajat, serta anak usia 6 - 12
tahun yang tidak sekolah, tanpa
mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak


Response Immunization/ORI)

171. Komponen Komunikasi


Terdapat komponen pokok komunikasi yaitu:
Komunikator
Komunikan
Pesan Media

Komponen lain dalam komunikasi adalah


encoding, decoding, umpan balik/ feedback &
action, efek.

Komponen Komunikasi
Komunikator adalah orang yang menyampaikan
gagasan, pesan kepada orang lain.
Komunikan adalah penerima pesan dari
komunikator.
Encoding adalah kegiatan menterjemahkan suatu
ide yang disusun dalam suatu pesan yang tepat
untuk dikirimkan kepada penerima/komunikan.
Decoding adalah kegiatan menterjemahkan suatu
pesan atau stimulus yang diterima.
Umpan balik/ feedback merupakan jawaban
komunikan atas pesan yang disampaikan.

172. Teknik Sampling

Probability Sampling Techique lebih baik


dibanding non-probability
Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.
Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat
berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.

Probability Sampling Techique lebih


baik dibanding non-probability
Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.
Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2
teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).
Systematical Sampling: anggota sampel dipilh berdasarkan urutan
tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.

Non-probability Sampling
Purposive Sampling: sampel yang dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya.
Snowball Sampling: Dari sampel yang sedikit tersebut
peneliti mencari informasi sampel lain dari yang
dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama
jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)

173. Barrier dalam Komunikasi


I.
II.
III.
IV.
V.

Physical barriers
Cross-cultural barriers.
Semantic barriers (words/language)
Psychological barriers
Organizational barriers

Physical barriers
Noise
i.
ii.
iii.
iv.

Physical noise (outside disturbance)


Psychological noise (inattentiveness)
Written noise (bad handwriting/typing)
Visual noise (late arrival of employees)

Distance
Improper time
Inadequate/overload of information

Cross Cultural Barriers


Why communicate with cross culture?
1. Globalisation
2. Ability to work more harmoniously
3. Get good people despite their differences
Example of cross cultural barriers: Eye contactto
elders in Indonesia is disrespect.

Semantic barriers
Different languages
Different context for words and symbols
Poor vocabulary

Psychological barriers

Status
Attitude
Perceptions
Poor listening
Egotism
Emotions (excited, nervous, confused,)
Resistance to change

Organizational barriers
Rules and regulations (rigid/flexible)
Hierarchial relationship
Wrong choice of channel

174. Ukuran-ukuran frekuensi penyakit yang


sering digunakan
Insidens: merefleksikan jumlah kasus baru (insiden)
yang berkembang dalam suatu periode waktu di
antara populasi yang berisiko.
Prevalens: merefleksikan jumlah seluruh kasus
(kasus lama+kasus baru) dalam suatu periode
waktu di antara populasi yang berisiko.
Attack rate: sama dengan insidens, namun istilah
ini digunakan dalam kondisi epidemi atau KLB.
1/1/2016

Ukuran-ukuran frekuensi yang digunakan


dalam epidemiologi

433

Rumus
Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100%
Prevalens= jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100%
Attack rate= jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko
x100%
Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah
seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah
500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak.
Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang
menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.

175. Prinsip Pelayanan Kedokteran


Keluarga

Holistik
Komprehensif
Terpadu
Berkesinambungan

Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta

Pelayanan Kedokteran Keluarga


HOLISTIK
Mencakup seluruh tubuh jasmani dan rohani
pasien (whole body system), nutrisi
Tidak hanya organ oriented
Patient and Family oriented
Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.

Pelayanan Kedokteran Keluarga


KOMPREHENSIF (Menyeluruh)
Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan dan
pemulihan
Health promotion
Spesific protection
Early diagnosis and Prompt treatment
Disability limitation
Rehabilitation
Penatalaksanaan tidak hanya patient oriented,
tapi juga family oriented dan community oriented

Pelayanan Kedokteran Keluarga


BERKESINAMBUNGAN
Tidak sesaat, ada follow upnya dan
perencanaan manajemen pasien
TERPADU / TERINTEGRASI
Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah
di dapat bekerja sama dengan pasien,
keluarga, dokter spesialis atau tenaga
kesehatan lain

176. Jenis Rujukan


Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.

177. Dokter Sebagai Manajer


Fungsi dokter sebagai koordinator/ manager terdiri
dari:
Planning
Budgeting
Organizing
Staffing/ assembling resources
Directing & coordinating
Controlling
Reporting

Planning: menentukan serangkaian tindakan


untuk mencapai suatu hasil sesuai target.
Budgeting: menetapkan ikhtisar biaya yang
diperlukan dan pemasukan uang yang diharapkan
akan diperoleh dari rangkaian tindakan yang akan
dilakukan.
Organizing: mengelompokkan orang-orang serta
penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta
tanggung jawab masing-masing supaya aktivitas
berdaya guna dan berhasil guna.
Staffing: menunjuk orang-orang yang akan
memangku masing-masing tugas yang telah
ditentukan.

Directing & coordinating: memberi bimbingan, saran,


perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan
dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas
dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar
tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
Controlling: mengadakan penilaian, bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan
bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan
maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan semula.
Reporting: penyampaian perkembangan atau hasil
kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala
hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi
kepada pejabat yang lebih tinggi,

178. Istilah dalam Patient Safety


Kecelakaan medis: kecelakaan murni tanpa
ditemukan adanya unsur kelalaian pada
dokter, dokter tidak bisa dipersalahkan bila
terjadi akibat yang tidak dikehendaki pasien
yang akibat tersebut disebabkan oleh
kecelakaan medis yang tidak dapat diduga
sebelumnya.
A general term referring to an adverse event
(includes serious error) resulting in human injury
caused by medical management.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse Event :


adalah kejadian karena kesalahan medis ataupun non
medis yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) ataupun
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(ommission)
KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable adverse
event) : salah satu jenis KTD akibat komplikasi yang
tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang
muktahir.
Tipe A: Komplikasi sering terjadi tetapi pasien
menyetujuinya untuk kepentingan kesehatannya. Contoh:
efek samping obat kemoterapi.
Type B: Komplikasi yang jarang, pasien mungkin tidak
diinformasikan mengenai hal tersebut karena jarang
terjadi. Contoh: efek samping obat yang jarang.

KTD yang dapat dicegah (preventable adverse event):


KTD akibat kesalahan individu atau sistem.
Tipe 1: Kesalahan oleh dokter. Contoh: kesalahan dalam
prosedur operasi oleh operator.
Tipe 2: Kesalahan oleh individu lain dalam sistem
kesehatan.
Tipe 3: Kesalahan sistem, bukan individual. Contoh: infuse
pump rusak yang mengakibatkan pasien overdosis obat.

Kejadian sentinel / Sentinel Event : adalah salah satu


KTD yang mengakibatkan suatu kematian atau cidera
yang serius. Contoh : salah mengoperasi bagian tubuh
pasien yang tidak seharusnya dipoerasi.

Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/nearmiss : sama


seperti Adverse Event namun cedera tersebut tidak
terlalu serius karena adanya faktor keberuntungan
maupun pencegahan.
Keberuntungan, contoh : kesalahan pemberian makanan
diit DM kepada pasien DM yang mengakibatkan
peningkatan Gula Darah Sewaktu namun tidak
berpengaruh secara langsung pada kondisi fisik pasien
Pencegahan, contoh : salah pemberian obat pada pasien
lain, dideteksi secara dini serta dipantau
perkembangannya sehingga tidak menimbulkan reaksi
yang tidak diinginkan.
Peringanan. contoh : suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, tetapi diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya.

KTC (Kejadian Tidak Cedera): insiden yang


sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. Contoh: Pasien tidak hipertensi tetapi
diberi obat antihipertensi, namun setelah
meminum obat tersebut pasien tidak ada
keluhan apapun.
KPC (Kejadian Potensi Cedera): kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden. Contoh:
defibrillator di IGD rusak, namun belum ada
pasien yang harus didefibrilasi.

PREVENTABLE
ADVERSE EVENTS

ERRORS
VIOLATION

NEAR MISS
Adalah tindakan yg dapat mencederai pasien,
tetapi tidak mengakibatkan cedera karena
faktor kebetulan, pencegahan atau mitigasi
Setiap cedera yang lebih disebabkan oleh
manajemen medis drpd akibat penyakitnya

ADVERSE
EVENTS
UNPREVENTABLE

ACCEPTABLE
RISKS

UNFORESEEABLE
RISKS

DISEASE /
COMPLICATION

179. Penyebab-Mekanisme-Cara
Kematian
Penyebab kematian
adanya perlukaan atau penyakit yang
menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang
menghasilkan kematian pada seseorang.

Contoh:
luka tembak pada kepala
luka tusuk pada dada
adenokarsinoma pada paru-paru
aterosklerosis koronaria.

Penyebab-Mekanisme-Cara Kematian
Mekanisme kematian
kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang
menghasilkan kematian
Contoh: perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung.

Suatu keterangan tentang mekanime kematian dapat


diperoleh dari beberapa penyebab kematian dan sebaliknya
Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu
dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas dari
paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya.
Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai
contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan
banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi,
contohnya perdarahan atau peritonitis.

Penyebab-Mekanisme-Cara Kematian
Cara kematian
menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan

Wajar
Pembunuhan
bunuh diri
Kecelakaan
tidak dapat dijelaskan

Pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan


penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat
memiliki banyak cara
Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian)
dikarenakan luka tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara
kematian secara pembunuhan (seseorang menembaknya), bunuh diri
(menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat
dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi).

Penggantungan (Hanging)
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan
seluruh atau sebagian.
Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat
badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher. Umumnya penggantungan melibatkan
tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan
yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak
terdapat tali.

Penyebab Kematian pada Kasus Hanging

Asfiksia
Iskemi otak
Refleks vagus
Kerusakan medulla oblongata

Penggantungan Antemortem vs
Postmortem
No
1

Penggantungan antemortem
Tanda-tanda penggantungan ante-mortem
bervariasi. Tergantung dari cara kematian
korban
Tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous) dan
letaknya pada leher bagian atas

Penggantungan postmortem
Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran
utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada
bagian leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan
dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan
pada sisi leher
leher
Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak
dari jejas penjeratan. Lebam mayat ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
tampak di atas jejas jerat dan pada tungkai bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan
posisi mayat setelah meninggal
bawah

Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu
teraba seperti perabaan kertas perkamen, jelas
yaitu tanda parchmentisasi

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain- Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lainlain sangat jelas terlihat terutama jika lain tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
dengan gambaran pembuluh dara vena (strangulasi) atau sufokasi
yang jelas pada bagian kening dan dahi

Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali

Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
keluarnya cairan sperma sering terjadi pada ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
korban pria. Demikian juga sering
ditemukan keluarnya feses

10

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
mulut, dengan arah yang vertikal menuju selain kasus penggantungan.
dada. Hal ini merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


akibat pencekikan

Gantung Diri vs Pembunuhan


No

Penggantungan pada bunuh diri

Penggantungan pada pembunuhan

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan
bawah usia 10 tahun atau orang dewasa di dari korban dan tidak bergantung pada usia
atas usia 50 tahun jarang melakukan gantung
diri

Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak
berupa lingkaran terputus (non-continuous) terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan
dan terletak pada bagian atas leher
untuk membuat simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
letaknya pada bagian samping leher
depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat
korban.
Biasanya
korban Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat
mempunyai riwayat untuk mencoba bunuh untuk bunuh diri
diri dengan cara lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
bisa menyebabkan kematian mendadak biasanya mengarah kepada pembunuhan
tidak ditemukan pada kasus bunuh diri

Gantung Diri vs Pembunuhan


6

Racun. Ditemukannya racun dalam


lambung korban, misalnya arsen,
sublimat korosif dan lain-lain tidak
bertentangan dengan kasus gantung
diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun
tersebut mungkin mendorong korban
untuk melakukan gantung diri

Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida


tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu
dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus
penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus
karena sulit untuk gantung diri dalam pembunuhan
keadaan tangan terikat

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat
mayat biasanya ditemukan tergantung yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai
pada tempat yang mudah dicapai oleh tempat tersebut tidak ditemukan
korban atau di sekitarnya ditemukan
alat yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut

Tempat
kejadian.
Jika
kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari
berlangsung di dalam kamar, dimana luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
pintu, jendela ditemukan dalam
keadaan tertutup dan terkunci dari
dalam, maka kasusnya pasti merupakan
bunuh diri

10

Tanda-tanda
perlawanan,
tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang
ditemukan pada kasus gantung diri
tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.

180. Tenggelam/ Drowning


Tenggelam merupakan akibat dari terbenamnya
seluruh atau sebagian tubuh ke dalam air, kemudian air
terhisap masuk ke saluran pernafasan sampai alveoli
paru.
Tenggelam merupakan salah satu dari bentuk kematian
akibat anoksia dan masuknya cairan ke dalam saluran
pernafasan yang dapat menyebabkan refleks vagal dan
spasme laring.
Dapat terjadi karena kecelakaan, pembunuhan atau
bunuh diri.

Tipe Tenggelam
Tipe Kering (Dry drowning):
akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tibatiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

Tipe Basah (Wet drowning)


terjadi aspirasi cairan
Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.

Berdasarkan Lokasi Tenggelam


AIR TAWAR (IIA)
Air dengan cepat diserap
dalam jumlah besar
hemodilusi
hipervolemia dan
hemolisis massif dari selsel darah merah
kalium intrasel akan
dilepas hiperkalemia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.

AIR LAUT(IIB)
Pertukaran elektrolit dari
air asin ke darah
natrium plasma
meningkat air akan
ditarik dari sirkulasi
hipovolemia dan
hemokonsentrasi
hipoksia dan anoksia

Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam


Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan
benda-benda asing lainnya yang terdapat di dalam air
laut dan kadang-kadang bercampur Lumpur.
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush roomlike mass).
Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang
terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan
air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena
adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas
sampai trakea, bronkus utama dan alveoli.

Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot


erector pilli yang dapat terjadi karena rangsangan
dinginnya air.

Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam


Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki
berwarna keputihan dan berkeriput yang
disebabkan karena inhibisi cairan ke dalam cutis
dan biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang
terjadi pada waktu korban berusaha
menyelamatkan diri., dengan cara memegang apa
saja yang terdapat dalam air.
Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
Penurunan suhu mayat
Lebam mayat terutama pada kepala dan leher

Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam


Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa
halus putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga
dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing
yang ikut terinhalasi bersama benda air.
Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis
misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain
sebagainya; sedangkan yang tampak secara mikroskopis diantaranya
telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik
perdarahan. Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi
terhadap septum interalveoli, atau oleh karena terjadinya fase
konvulsi akibat kekurangan oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena
robeknya partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura;
bercak ini disebut sebagai bercak Paltauf.
Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian
bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan
antar bagian paru-paru.

Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam


Kongesti pada laring
Emphysema aquosum atau emphysema
hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat
dengan diselingi bercak-bercak merah di antara
daerah yang berwarna kelabu;
Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan
menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi
darah yang merah gelap dan cair, tidak ada
bekuan.

Pemeriksaan Konfirmasi Kasus Tenggelam


Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).

Tes getah paru (lonset proef)


Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.

Tes Diatom
TES DIATOM
Diatom adalah alga atau ganggang
bersel satu dengan dinding terdiri
dari silikat (SiO2) yang tahan panas
dan asam kuat.
Bila seseorang mati karena
tenggelam maka cairan bersama
diatome akan masuk ke dalam
saluran pernafasan atau pencernaan
kemudian diatome akan masuk
kedalam aliran darah melalui
kerusakan dinding kapiler pada
waktu korban masih hidup dan
tersebar keseluruh jaringan.

4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:


Pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan permukaan paru disiram
dengan air bersih iris bagian perifer ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan
perifer paru, taruh pada gelas objek
tutup dengan kaca penutup. Lihat
dengan mikroskop.
Pemeriksaan mikroskopik jaringan
dengan metode Weinig dan Pfanz.
Chemical digestion. Jaringan dihancurkan
dengan menggunakan asam kuat
sehingga diharapkan diatom dapat
terpisah dari jaringan tersebut.
Inseneration. Bahan organik dihancurkan
dengan pemanasan dalam oven.

Tes Kimia Darah


TEST KIMIA DARAH
Mengetahui ada tidaknya
hemodilusi atau
hemokonsentrasi pada
masing-masing sisi dari
jantung, dengan cara
memeriksa gaya berat spesifik
dari kadar elektrolit antara lain
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi.
Dianggap reliable jika
dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah kematian

Test Gettler: Menunjukan


adanya perbedaan kadar
klorida dari darah yang
diambil dari jantung kanan dan
jantung kiri. Pada korban
tenggelam di air laut kadar
klorida darah pada jantung kiri
lebih tinggi dari jantung kanan.
Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
jantung kanan dan kiri. Pada
semua kasus tenggelam berat
jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .

181. Luka Tembak


Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam
visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan
istilah pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver
berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan
memutar jika tembakan dilepaskan.
Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa
penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 engan alur ke kiri dan
sebagainya.

Luka Tembak Menempel Erat


Luka simetris di tiap sisi
Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka
Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tattoo

Kelim pada Luka Tembak


Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-bintik
hitam bercampur perdarahan, tidak dapat dihapus
dengan kain.
Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik hitam
yang dapat dihapus dengan kain.
Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka bakar
terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka yang
terbakar.
Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka lecet
atau luka terbuka yang dangkal
Kelim Kesat: Zat pada anak peluru (minyak pelumas,
jelaga, mesiu) yang terusap pada tepi lubang

Luka Tembak Masuk vs Keluar


Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.
Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelimkelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.

182. Visum et Repertum


Visum et repertum adalah laporan tertulis
untuk kepentingan peradilan (pro yustisia)
atas permintaan yang berwenang, yang dibuat
oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang
dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan
barang bukti, berdasarkan sumpah pada
waktu menerima jabatan, serta berdasarkan
pengetahuannya yang sebaik-baiknya..

VeR untuk Korban Hidup


Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini
diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk
korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
Visum et repertum sementara. Visum et
repertum sementara diberikan apabila korban
memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum
dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila
sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan.
Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah
sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal
dunia.

Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)

Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam


hal korban mati maka penyidik mengajukan
permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran
Forensik untuk dilakukan bedah mayat
(outopsi).

Jenis VeR lainnya


Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum
ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan
pemeriksaan di TKP.
Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang
pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan
gejala-gejala penyakit jiwa.
Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap
barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya
dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani,
selongsong peluru, pisau.

183. Infantisida
Infanticide atau pembunuhan anak adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.

Pemeriksaan dalam kasus Infantisida


Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
Apakah bayi sudah pernah dirawat.
Apakah penyebab kematian bayi.

Penentuan Usia Janin


Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah 20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 22 minggu
kehamilan.
Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.

Penentuan Usia Janin


Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut
masih sedikit.
Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya
testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan
labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.

Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati


Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam
keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:

Adanya udara di dalam paru-paru.


Adanya udara di dalam lambung dan usus,
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
Adanya makanan di dalam lambung.

Penentuan pasti dengan tes apung paru.

Tes Apung Paru


Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea
sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam
baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara
pernafasan.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan
timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung,
potong masing-masing paru-paru menjadi 12 20 potonganpotongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru
ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas,
gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung,
bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak
dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi
telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan
penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.

Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born


Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan
sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang
lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit
leher bayi waktu dilahirkan.
Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:

Bau mayat seperti susu asam.


Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.

Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan


Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
Tubuh masih berlumuran darah,
Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.

184. Pemeriksaan Konfirmasi Kasus Tenggelam

Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati


tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).

Tes getah paru (lonset proef)


Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.

Tes Diatom
TES DIATOM
Diatom adalah alga atau
ganggang bersel satu dengan
dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat.
Bila seseorang mati karena
tenggelam maka cairan bersama
diatome akan masuk ke dalam
saluran pernafasan atau
pencernaan kemudian diatome
akan masuk kedalam aliran darah
melalui kerusakan dinding kapiler
pada waktu korban masih hidup
dan tersebar keseluruh jaringan.

4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:


Pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan permukaan paru disiram
dengan air bersih iris bagian perifer
ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada
gelas objek tutup dengan kaca
penutup. Lihat dengan mikroskop.
Pemeriksaan mikroskopik jaringan
dengan metode Weinig dan Pfanz.
Chemical digestion. Jaringan
dihancurkan dengan menggunakan
asam kuat sehingga diharapkan
diatom dapat terpisah dari jaringan
tersebut.
Inseneration. Bahan organik
dihancurkan dengan pemanasan
dalam oven.

Tes Kimia Darah


TEST KIMIA DARAH
Mengetahui ada tidaknya
hemodilusi atau
hemokonsentrasi pada
masing-masing sisi dari
jantung, dengan cara
memeriksa gaya berat spesifik
dari kadar elektrolit antara lain
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi.
Dianggap reliable jika
dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah kematian

Test Gettler: Menunjukan


adanya perbedaan kadar
klorida dari darah yang diambil
dari jantung kanan dan
jantung kiri. Pada korban
tenggelam di air laut kadar
klorida darah pada jantung kiri
lebih tinggi dari jantung kanan.
Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
jantung kanan dan kiri. Pada
semua kasus tenggelam berat
jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .

185. Abortus
Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
Abortus spontan
Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.

Abortus Provocatus Medisinalis


Merupakan abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik.
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi.
Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis
lain, agama, hukum, psikologi).
Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau
keluarga terdekat.
Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
Prosedur tidak dirahasiakan.
Dokumen medik harus lengkap.

Indikasi Medis Abortus Provocatus

Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang


terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
Mola Hidatidosa
Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru
aktif, toksemia gravidarum yang berat.
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
Epilepsi yang luas dan berat.
Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum.
Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan
dengan psikiater.

186. SAKSI Vs SAKSI AHLI


SAKSI

SAKSI AHLI

TIDAK HARUS MEMILIKI KEAHLIAN


TERTENTU

HARUS MEMILIKI KEAHLIAN TERTENTU

HARUS MENGALAMI (INDERAWI)

TIDAK HARUS, DAPAT MEMPELAJARI


BUKTI-BUKTI DAN MEMBERIKAN
KETERANGAN SESUAI KEAHLIANNYA

SATU SAKSI BUKAN SAKSI

SATU SAKSI PRODUSEN ALAT BUKTI SAH

TAK ADA PEER GROUP

ADA, BAHKAN LINTAS DISIPLIN

Peran Dokter dalam VeR & sebagai


Saksi Ahli
Visum et Repertum: Laporan (jawaban) tertulis
dokter yang berdasarkan sumpah jabatan dan
keilmuannya, tentang obyek medik-forensik yang
dilihat dan diperiksa atas permintaan tertulis
penyidik berwenang, untuk kepentingan peradilan.
Obyek medik-forensik ini adalah manusia (hidup
ataupun mati), bahagian tubuh manusia maupun
sesuatu yang diduga bahagian tubuh manusia.

Alur Dokter Membuat VeR


Ada SPV tertulis penyidik berwenang = syarat formal
utama
Bukan perintah lisan
Obyek : manusia dan atau bahan tubuhnya
Pada korban hidup (perlukaan) , korban wajib
ditemani/diantar oleh polisi yang berwenang (pasal
130 KUHAP)

Kapan VeR tidak cukup dan


dibutuhkan saksi ahli?
Bila tak ditemukan unsur pidana pada mati wajar atau
tak ditemukan lagi tanda perlukaan, dapat menyebabkan
penyidik menutup kasusnya (SP3).
Bila diduga unsur pidana, pemanggilan dokter
pembuatnya selaku saksi ahli untuk dibuatkan BAP (pasal
216 KUHP)
Bila ada penuntutan, dokter dipanggil menjadi saksi ahli.
VeR tidak meyakinkan hakim sehingga tidak
dipergunakan sebagai alat bukti sebagaimana KUHAP ps.
184.
Alat bukti yang sah adalah : keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Kapan VeR tidak cukup dan


dibutuhkan saksi ahli?
Atau bila belum jelas atau ada kualifikasi alat bukti
lain yang diperlukan, dokter pembuatnya dapat
dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan
oleh hakim sebagaimana KUHAP ps. 179 ayat 1 :
.yang diminta pendapatnya sebagai ahli, wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Tujuan utama terciptanya keadilan

187-189. Kaidah Dasar Moral

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.

Berbuat baik (beneficence)


Tidak berbuat yang merugikan
Selain menghormati martabat manusia,
(nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare).
paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan bersikap
first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar
diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect
ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
for person) / Autonomy
kewarganegaraan, status perkawinan,
Setiap individu (pasien) harus diperlakukan
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi
tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri),
terhadap pasiennya.
Setiap manusia yang otonominya berkurang Tidak ada pertimbangan lain selain
kesehatan pasien yang menjadi perhatian
atau hilang perlu mendapatkan
utama dokter.
perlindungan.
Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan

Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)

8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien


9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle

Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien

2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)


3. Berterus terang
4. Menghargai privasi

5. Menjaga rahasia pasien


6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent

8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri


9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi

12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien


13. Menjaga hubungan (kontrak)

Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

190. Luka Berat (Pasal 90 KUHP)


Luka berat berarti:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan
tugas jabatan atau pekerjaan pencarian
Kehilangan salah satu pancaindera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 351 KUHP


Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.

Pasal 352 KUHP


Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan,
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang
yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.

THT-KL

191. Serumen Prop

Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

192. Serumen Plug


Metode ekstraksi serumen disesuaikan
dengan konsistensinya:
Lembek: dengan lilitan kapas
Keras: dengan pengait atau kuret. Bila tidak
berhasil, dilunakkan dulu dengan tetes
karbogliserin 10% selama 3 hari.

193. Rhinosinusitis
Diagnosis

Karakteristik

Rinitis alergi

Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer,


hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau
livid, dengan sekret encer.

Rinitis akut

Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung


tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior:
mukosa merah & bengkak.

Rinosinusitis

Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus.


Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis.
Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level,
perselubungan, mukosa menebal.

Polip

white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus


medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge,
hyposmia, sneezing, pain, frontalache.

Deviasi septum

Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata.


Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina,
sinekia.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

193. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

193. Rhinosinusitis
Foto

Deskripsi

Waters

Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA &
lateral

PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller

Lateral mastoid

Towne

Posterior wall of maxillary sinus

Caldwell

Frontal sinus

Rhese/oblique

Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, &


floor of orbit.

193. Rhinosinusitis

194. Epistaksis
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
Nadi, napas, tekanan darah

Hentikan perdarahan
Bersihkan hidung dari darah & bekuan
Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital

194. Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

195. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

196. Benda Asing


Lokasi

Gejala & Tanda

Hidung

Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.


Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.

Laryng

Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden


death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.

Trachea

Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid


wheeze. Removal: bronchoscopy

Bronchus

Pulmonum phase: prolong expiration + wheezing.


May cause emphysema, atelectasis, drowned lung, lung
abscess. Removal: bronchoscopy or cervicotomy or
thoracotomy.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

196. Benda Asing


Diagnosis

Karakteristik

Rinitis alergi

Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer,


hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau
livid, dengan sekret encer.

Rinitis akut

Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung


tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior:
mukosa merah & bengkak.

Rinosinusitis

Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus.


Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis.
Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level,
perselubungan, mukosa menebal.

Polip

white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus


medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge,
hyposmia, sneezing, pain, frontalache.

Deviasi septum

Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata.


Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina,
sinekia.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

197. Abses Leher Dalam


Diagnosis

Clinical Features

Abses peritonsil

Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot


potato voice, & sometimes trismus.

Abses parafaring

1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of


lateral pharyngeal wall.

Abses Retrofaring

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry,


airway compromise
In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness,
dysnea

Submandibular
abscess

Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus


often found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig
angina

Ludwig/ludovici
angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by


retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time
to develop)

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

197. Abses Leher Dalam


Peritonsillar abscess

Inadequately treated tonsillitis spread of infection pus formation between the


tonsil bed & tonsillar capsule

Symptoms & Signs


Quite severe pain with referred otalgia
Odynophagia & dysphagia drooling
Irritation of pterygoid musculature by pus & inflammation trismus
unilateral swelling of the palate & anterior pillar displace the tonsil downward & medially
uvula toward the opposite side

Therapy
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.

197. Abses Leher Dalam


Peritonsillar abscess

Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Otitis Media


Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut:


1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Otitis Media


Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl)
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.

Hyperaemic stage

Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Otitis Media


Miringotomi:
Tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret
dari telinga tengah ke telinga luar.

Miringoplasti:
Timpanoplasti tipe 1 (paling ringan), hanya merekonstruksi membran timpani.
Tujuan: mencegah berulangnya infeksi pada OMSK tipe aman dengan perforasi
menetap.

Timpanoplasti:
Rekonstruksi membran timpani sering disertai dengan rekonstruksi tulang
pendengaran.
Tujuan: menyembuhkan penyakit & memperbaiki pendengaran.

Timpanosentesis:
Pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan
mikrobiologik.

Kuldosentesis
Aspirasi cairan intraperitoneal atau darah melalui tusukan dari
formiks vagina posterior ke dalam cul de sac.

Buku ajar THT-KL. 6th ed. FKUI.

199. Rinitis Alergi

Allergic rhinitis management pocket reference 2008

199. Rinitis Alergi

199. Rinitis Alergi

200. Kelainan Telinga Luar


Pseudokista
Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.
Biasanya pasien datang karena
benjolan di daun telinga yang tidak
nyeri & tidak diketahui
penyebabnya.
Terapi: cairan dikeluarkan secara
steril, lalu dibalut tekan sengan
semen gips selama 1 minggu supaya
perikondrium melekat pada tulang
rawan kembali.

200. Kelainan Telinga Luar


Hematoma of the auricle

Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.


Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
If left untreated may cause infection perichondritis.
Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage

Perichondritis of the Auricle


Most often as a result of trauma, with penetration of the skin &
a contaminated wound.
The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
infection under the perichondrium necrosis of the cartilage
fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear)
Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.

Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.

Anda mungkin juga menyukai