Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang
hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada
pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian
distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada
tepi lateral perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial terdapat
mateulus medialis.
Tulang tibia merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul.
Tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi lutut)
pada ujung distalnya terdapat mateulus lateraris.
Pada daerah betis terdapat otot-otot seperti otot gastronemlus pada sisi
belakang, otot soleus pada sisi, otot long dan short peroneal, otot tibia
anterior, tendo achiles, dan lain-lain. Tulang tibia bersama-sama dengan otototot yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke
atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
berdiri dan beraktivitas lain. Disamping itu tulang tibia juga merupakan
tempat deposit mineral (kalsium, fosfor) dan hematopoiesis.
B. Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal
bagian tertentu
Persiapan alat:
Meteran
Prosedur pelaksanaan :
A. Otot
1. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi
2. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran
3. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh
4. Lakukan palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif
dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas)
5. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
6. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara
resisten
B. Tulang
1. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas
2. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
C. Persendian
1. nspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
2. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak,
nodul, dan
lain-lain
3. kaji tentang gerak persendian
4. Catat hasil pemeriksaan
PENGKAJIAN FISIK
1. Mengkaji Skelet Tubuh
Skelet tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran. Pemendekan
ekstreminitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi. Biasanya menunjukkan adanya patah tulang. Bisa teraba
krepitus (suara berderik) pada titik gerakan abnormal.
2. Mengkaji Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian dada, dan
konkaf sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering
terjadi yang perlu diperhatikan meliputi :
a. Skoliosis (deviasi kulvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kulvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kulvatura tulang belakang bagian pinggang yang
berlebihan.
Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan
seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksa memeriksa kulvatura tulang
belakang dan simetri batang tubuh dari pandangan anterior posterior dan lateral.
Berdiri dibelakang pasien, pemeriksa dapat memperhatikan setiap perbedaan
tinggi bahu dan krista iliaka
Lipatan bokong normalnya simetris, simetris bahu dan pinggul, begitu pula
kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.
Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan. Selain itu, lansia
akan mengalami kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang
belakang.
3. Mengkaji Sistem Persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan. Luas gerakan yang terbatas bias disebabkan
karena deformiatas skeletal, patologis sendi, atau kontraktur otot dan tendon
disekitarnya. Pada lansia, keterbatasan gerakan yang berhubungan denga
patologi sendi degenerative dapat menurunkan kemampuan meraka melakukan
aktivitas hidup sehari hari. Jika gerkan sendi mengalami gangguan atau sendi
terasa nyeri, maka harus diperiksa adanya kelabihan cairan dalam kapsulnya
(efusi), pembengkakan, dan peningkatan suhu yang mencerminkan adanya
inflamsi aktif
Deformitas sendi bisa disebabkan kontraktur (pemendekan struktur sekitar
sendi) dislokasi (lepasnya permukaan sendi), subluksasi (lepasnya sebagian
permukaan sendi), atau disrupsi struktur sekitar sendi.
Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberiikan
informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara
tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis,
mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang
saling bergeseran satu sama lain.
Jaringan sekitar sendi diperiksa adanya benjolan. Rheumatoid arthritis, gout,
dan osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada
rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya
pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri. Kadang mengalami rupture, mengeluarkan
Kristal asam urat putih kepermukaan kulit.
Benjolan osteoatritis keras dab
tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan
kartilago dan tulang di dalam kapsul sendi (biasanya ditemukan pada lansia).
4. Mengkaji Sistem Otot
Sistem otot dikaji dnegan memperhatikan kemampuan mengubah posisi,
kekuatan oto dan koordinasi, dan ukuran masing masing otot. Kelemahan otot
sekelompok otot menunjukkan berbagai macam kondisi seperti polyneuropati,
gangguan elektrolit (khususnya kalsium & kalium), miastenia grafis, polio mielitis
dandistrupsi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstrimitas rileks
digerakkan secara pasif, perawat dapat merasakan tonus otot. Kekeuatan dapat
diperkirakan dengan menyuruh pasien menggerakkan beberapa tugas dengan
atau tanpa tahanan.
Lingkar ekstreminitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot; juga dapat dipegunakan untuk
mendeteksi pengurangan ukuran akibat atrofi.
5. Pengkaji Cara Berjalan
Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa
sampai bebrapa jauh. Pemeriksa memerhatikan cara berjalan mengenai
kehalusan dan irama. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler
dianggap tak normal.
6. Mengkaji Kulit Dan Sirkulasi Perifer
Sebagai tambahan pengkajian sistem moskuloskeletal, perawat harus
melaksanakan inspeksi kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi
kulit dapat menunjukkan adanya perbedaan suhu dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu, dan waktu
pengisian kapiler. Adanya luka, memar perubahan warna kulit dan tanda
penurunan sirkulasi perifer atau infeksi dapat mempen garuhi penatalaksanaan
keperawatan.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2357).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Sylvia A., Patofisiologi, 1995).
Macam-macam fraktur:
1. Fraktur komplit yaitu garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Fraktur incomplete yaitu fraktur yang melibatkan bagian potongan menyilang
tulang. Salah satu sis patah, yang lain, biasanya bengkak (Green stick).
3. Fraktur tertutup yaitu fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Fraktur terbuka (compound) yaitu fragm en tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang.
- Fraktur oblik (miring) yaitu fraktur yang arahnya membentuk sudut melintasi
tulang yang bersangkutan biasanya tidak stabil dan sulit diatasi.
- Fraktur spiral diakibatkan terpilihnya ekstremitas fraktur.
- Fraktur comminuted fracture yaitu tulang terpisah menjadi bagian-bagian
kecil.
6.
Fraktur patalogic yaitu fraktur terjadi karena adanya penyakit tulang (seperti
kanker, osteoporosis) dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
1.
2.
3.
4.
5.
B. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
a. Pukulan/benturan langsung.
b. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
c. Gerakan memutar mendadak.
d. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer
seperti osteoporosis.
C. Patofisiologi
- Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang terjadi
akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakan
memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam kaitan satu
sama lain. Pasien datang dengan nyeri deformitas, hematoma yang jelas,
dan edema berat. Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak
berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
- Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi
saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu
jari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua.
Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respons pengisian kapiler.
Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah bila
1.
2.
3.
4.
melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista
tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi
berupa hemartrosis dan keruskaan ligamen.
Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan
imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus relatif akurat
dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saat dimana sangat sulit
mempertahankan reduksi, sehingga perlu dan dipertahankan dalam
posisinya dengan gips. Aktivitas akan mengurangi edema dan meningkatkan
peredaran darah. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10
minggu.
Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi
interna dengan batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan
lutut harus didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan
dimulai sesuai resep, biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu.
Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan untuk
mengontrol edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan.
D.Tanda dan Gejala
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasikan.
Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/ posisi
berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2.
Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb.
Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal terhadap respon stress
setelah trauma.
3.
Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
4.
Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
5.
EKG mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai persiapan
operasi.
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan atau non farmakologi
1.
Gips untuk memberi immobilisasi, menyokong dan melindungi tulang selama
proses penyembuhan, mencegah/memperbaiki deformitas.
2.
Traksi untuk mencapai aligment dengan memberi beban seminimal mungkin
pada daerah distal.
3.
Prosedur operasi dengan oper reduction and internal fixation (ORIF).
Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi tulang (misalnya: skrup, plat, pin, kawat, paku). Alat ini bila dipasang di
sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama antra plate dan
sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia.
4.
Debridement dilakukan jika keadaan luka parah dan tidak beraturan untuk
memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
b. Penatalaksanaan medis atau farmakologi
Penatalaksnn medis pada fraktur meliputi :
a. Rekognisi
Mampu mengenal fraktur ( jenis, lokasi, akibat ) untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Reduksi
Tindakan dengan membuat posisi tulang mendekati keadaan normal, dikenal
dengan 2 jenis reduksi, yaitu :
1. Reduksi tertutup
Mengembalikan pergerakan dengan cara manual ( tertutup ) dengan tarikan
untuk menggerakkan ujung fragmen tulang.
2. Reduksi terbuka
Pembedahan dengan tujuan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan
dengan plate, screw, pin, wire, nail.
c. Retensi
Melakukan imobilisasi, dengan pemasangan gips, imobilisasi external yang
dikenal dengan Fixation External Djoko Sharov ( FEDS ), dan imobilisasi internal
( ORIF )
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi ke semula termasuk fungsi tulang, otot dan jaringan
sekitarnya. Bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Jenis-jenis Traksi:
Skeletal traction
Merupakan tindakan operatif dengan memasang wire (Kirschner wire) atau pin
(Steimenn pin) di bagian distal tulang yang fraktur.
Misalnya: Bucks atau Russels Traction
Skin traction
Digunakan sebagai traksi pada tulang dan jaringan sekitarnya, seperti otot. Cara
pemasangannya dengan memberikan beban yangberlawanan dari badan klien
c.
Pemasangan Gips
Merupakan tindakan memasang plaster atau fiberglass pada area fraktur.
Tujuan:
Imobilisasi
Mencegah dan mengoreksi deformitas
Mempertahankan alignment
Mempercepat penyembuhan
d.
Reduksi Internal
Salah satunya adalah tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah
Tujuan:
Imobilisasi sampai tahap remodeling
Melihat secara langsung area fraktur
e.
f.
Pembedahan
Arthroplasty: Memperbaiki sendi melalui arthroscope (alat pembedahan
tanpa insisi luas) atau pembedahan persendian terbuka.
Menisectomy: Eksisi persendian fibrokartilago yang rusak
Vacsiotomy: Insisi otot vacsia, menyembuhkan konstriksi otot, cegah kontraktur
Bone graft: Penempatan jaringan tulang untuk mempercepat penyembuhan,
stabilisasi dan mengganti tulang yang terkena penyakit.
Amputasi : pemotongan bagian tubuh.
Joint Replacement: Substitusi persendian dengan material logam / sintetik
Total Joint Replacement: mengganti kedua artikular sendi dg logam/sintetik
Transfer tendon: Insersi tendon untuk memperbaiki fungsi
b. Penanganan Farmakologi
Golongan Antibiotik
Obat obat antibiotik diberikan untuk mengurngi infeksi, khususnya pada
fraktur terbuka
Analgesik dan Anti Inflamasi
Diberikan untuk menguranginyeri danmencegah terjadinya proses inflamasi
G. Komplikasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1.Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan yang memadai.
Adanya kegiatan yang berisiko cedera.
Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
2.Pola nutrisi
Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
3.Pola eliminasi
- Obstipasi karena imobilitas.
4.Pola aktivitas dan latihan
Ada riwayat jatuh/terbentuk ketika sedang beraktivitas atau kecelakaan lain.
Tidak kuat berdiri/menahan beban.
Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian betis/tungkai bawah.
5.Pola tidur istirahat
Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada daerah cedera.
6.Pola persepsi kognitif
Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena.
Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena.
Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
7.Pola konsep diri dan persepsi diri
Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cedera.
Rasa kuatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.Rencana Tindakan
Pre Operasi
1. Nyeri b.d patah tulang/spasme otot, edema, dan/atau kerusakan jaringan
lunak.
NOC:
Nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
TTV dalam kertas normal : S = 36< 37c 3,P = 20x / menit, N=80 x/menit, TD =120 / 80
dokter
untuk
pemberian
analgetik
dan
Support
tindakan
c.
Tinggikan anggota bdan yang terkena 20 deraat atau lebih tinggi dari jantung
Anjurkan ROM selam tirah baring jika diperlukan
Teaching
Ajarkan pasien untuk ROM aktif
Ajarkan pasien untuk melaporkan gejala yang mungkin perlu penangan medis
d. Perbaikan lingkungan
Pertahankan posisi yang nyaman menurut klien
Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan
e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena
Kolaborasi dengan petugas lab dalam pemeriksaan darah
3. Resiko infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak
NOC :
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
TTV dalam batas normal, S:36-37C
N=80x/mnt , P=18x/menit TD=120/80 mmHg
Tidak ada tanda tanda infeksi
a. Guidence
Kaji kulit dari adanya iritasi
Kaji TTV tiap 3-4 jam
b.
c.
Support
Pertahankan teknik antiseptik dalam setiap tindakan
Teaching
Ajarkan klien cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Berikan penjelasan dari tanda tanda infeksi
d. Perbaikan Lingkkungan
Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan
Batasi pengunjung
e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
4. Kecemasan b.d. nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas
NIC :
Cemas tidak terjadi dengan kriteria hasil
a.
b.
Guidence
Kaji tingkat pengetahuan pasien
Support
Diskusikaan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya
c.
d.
Teaching
Berikan kesempatan untuk mengekspresika perasaannya
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Perbaikan lingkungan
Ciptakan suasana yang tenang dan nyaman
Berikan terapi musik
Libatkan keluarga dalam perawatan
e.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan psikiatri apabila diperlukan
2.
Post Operasi
Guidance
Obsevasi TTV tiap 4 jam
c.
d.
Teaching
Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Perbaikan Lingkungan
Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
e.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
dokter
untuk
pemberian
analgetik
dan tindakan
selanjutnya
2.
NOC :
Meningkatkan/mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang paling tinggi
dengan kriteria hasil :
Pasien mampu untuk berjalan dari satu tempat ke tempat lain
Pasien mampu melakukan ADL
Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan
C:
a.
Guidence
Support
Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti selip yang mendukung untuk
berjalan
c.
Teaching
Ajarkan pasien untuk bergerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
d.
Perbaikan Lingkungan
Kolaborasi
Kolaborasi denga ahli terapi fisik/ okupasi untuk program dan latihan
3.
Support
Bantu makan sesuai kebutuhan
Anjurkan pasien untuk makan porsi kecil tapi sering
Minimalkan faktor yang menimbulkan mual dan muntah
c.
Teaching
Berikan penjelasan tentang pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan
Berikan makan porsi sedikit tetapi sering
Intruksikan pasien untuk menarik nafas dalam, perlahan, danmenelan secara
sadar untuk mengurangi mual dan muntah.
d. Perbaikan Lingkungan
Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan
Dukung keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
selama diperbolehkan
e.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti emetik
Kolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur dapat terjadi pada siapa saja, anak-anak, orang dewasa, dan
orang tua. Fraktur dapat disebabkan karena adanya trauma, gerakan
memutar mendadak, kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan
atau penyakit seperti osteoporosis.
Peran perawat profesional sangat dibutuhkan dalam menangani fraktur
dalam memberikan support/motivasi kepada pasien dan memberikan
penyuluhan serta pengetahuan terhadap klien dan keluarganya.
B. Saran
Penulis mengharapkan pembuatan makalah ini bisa menjadi dasar
konsep pembelajaran khususnya materi KMB dan bisa dikembangkan lagi
untuk penyempurnaan penguasaan materi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.