BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
RSU. Pirngadi Medan
Tonsilitis Kronis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang
dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang
membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari jaringan limfoid dari dasar lidah
(tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding
posterior. Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi ia
dapat menjadi tempat infeksi akut atau kronis.1,4
Tonsilitis Kronis
1. Tonsil Faringealis (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk
dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah
yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid
tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring.
Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.
Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi.
2. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:
a. Lateral muskulus konstriktor faring superior
b. Anterior muskulus palatoglosus
c. Posterior muskulus palatofaringeus
d. Palatum Mole
e. Inferior Tonsil Lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi oleh epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak dibawah
jaringan ikat dan tesebar sepanjang kriptus. Limfanoduli terbenam didalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar
diseluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling
menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Tonsilitis Kronis
3. Tonsil lingual
Tonsil lingual terletak dibelakang lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.1,4
Fisiologi Tonsil
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh
dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Peradangan pada tonsil disebut tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu
gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT). Sistem imunitas ada dua
macam yaitu imunitas seluler dan humoral. imunitas seluler bekerja dengan
membuat sel
Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden ; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabang nya arteri
lingualis dorsalis; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina
RSU. Pirngadi Medan
Tonsilitis Kronis
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal.4
Inervasi
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut nervus ke V (nervus
Trigeminus) melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari nervus
glosofaringeus ( nervus IX).4
Tonsilitis Kronis
akan
menimbulkan
reaksi
radang
berupa
keluarnya
leukosit
Tonsilitis Kronis
detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur
makna terjadi tonsilitis lakunaris.1,5
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan dengan frekuensi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis Septik
Tonsilitis yang disebabkan karena streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulsero membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin c.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukimia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul difaring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan
dibawah kulit sehingga kulit tammpak bercak kebiruan.
e. Tonsilitis jamur
Tonsitilis yang disebabkan oleh Candida albicans. Kasus ini sering
dijumapai apada anak-anak. Penderita dapat tanpa gejala atau hanya sedikit
rasa tidak enak atau nyeri di tenggorok. Gambaran lokal berupa membrane tipis
yang multipel di atas mukosa faring, palatum, lidah dan mulut. Membran ini
dpat dengan mudah diangat tanpa terjadi perdarahan.1,6
3. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, berpengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.1,5
2.3.
Tonsilitis kronis
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang melebihi tiga bulan. faktor
penyebab berupa peradangan lambat setelah tonsilitis akut dan peradangan
detritus yang terkontaminasi mikroorganisme.2
2.3.2. Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococus -hemolitikus,
Streptococus viridian, dan Streptococus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
inveksi virus. 1,5
2.3.3. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel
berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme
berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada
amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap
infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dan virus inilah yang
menyebabkan tonsilitis. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila lapisan
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang 6 berisi bercak kuning yang
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsilitis
folikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis
lakunaris.
Tonsilits dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi
parah. Pasien hanya mengeluh sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan
berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didaerah sub mandibuler,
sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan
biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh
sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak
melebar,
lebih
besar
lagi
sehingga
terbentuk
membran
semu
Tonsilitis Kronis
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan
ini akan mengkerut sehingga ruangan antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibularis.1,5
2.3.4. Gejala Klinis
1. Perasaan mengganjal ditenggorokan
2. Gangguan Menelan
3. Mulut berbau busuk (foeter ex ore)
4. Demam subfebris
5. Badan Lesu
6. Nafsu makan berkurang.
Proses penyakit sangat bervariasi dari tonsilitis akut dengan gejala yang
kambuh dengan gejala klinis yang sepenuhnya tidak jelas. Detritus yang
menumpuk tidak jarang di sertai foeter ex ore dan gangguan pengecapaan
dimulut, dan pada sebagian kasus terdapat gangguan menelan. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus
melear dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Bila tonsila palatina ditekan,
detritus atau nanah akan menyembul keluar. Kelenjar limfe mandibularis
biasanya membengkak. 1,2,5
Tonsilitis Kronis
Penderita disuruh bernafas, tidak boleh menahan nafas, tidak boleh nafas
keras-keras, tidak boleh ekspirasi atau mengucap ch, kemudian lidah
ditekan keanterior tonsil, hingga kelihatan pole bawah tonsil.
10
Tonsilitis Kronis
oedem
Difteri : 1) pseudomembran warna kotor; 2) bila diangkat mudah berdarah,
bull neck
Tumor : 1) Tonsil keras; 2) terfiksasi
Korpus Alienum : 1) duri; 2) tulang7
organisme
pathogen
disebabkan
ketidaksesuaian
ditemukan yaitu
Streptokokus
-hemolitikus
diikuti
Stapilococus aureus.8
2. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan tahun 2008 di turkey terhadap 480 spesimen
tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa tonsilitis kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi
RSU. Pirngadi Medan
11
Tonsilitis Kronis
yaitu ditemukan ringan sedang infiltrat limfosit, adanya ugras abses dan
infiltrasi limfosit yaitu difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan
histopatologi lainnya data dengan jelas menegakkan diagnosa tonsilitis
kronis.8
2.3.7. Penatalaksanaan
1. Terapi lokal untuk hygene mulut dengan obat kumur/hisap.
2. Terapi sistemik dengan pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian
antibiotika yang bermanfaat pada tonsilitis kronis cephaleksin ditambah
metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau
abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan
mononukleosis)
3. Terapi radikal dengan Tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhhasil.1,2,5,9
Tonsilektomi adalah operasi pengambilan tonsil. Tonsilektomi merupakan
satu dari prosedur pembedahan tertua yang masih dilakukan sampai sekarang.
Pada tahun 1867, wise menyatakan bahwa orang indian asiatik trampil dalam
tonsilektomi sejak tahun 1000 SM. Namun, frekuensi prosedur pembedahan
menurun secara drastis sejak munculnya antibiotik. Selain itu, pengertian yang
lebih baik dari indikasi-indikasi untuk prosedur pembedahan ini telah menurunkan
frekuensinya.3
Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
(AAO-HNS, 1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti
berikut:
Indikasi absolut
a. Pembekakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
Indikasi relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik
adekuat
RSU. Pirngadi Medan
12
Tonsilitis Kronis
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak mebaik
dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
d. Hipertrofi tonsil unilateralyang dicurigai merupakan suatu keganasan.1,3,5
Non indikasi dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah di bawah ini :
1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang
2. Infeksi sistemik atau kronis
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi
5. Rhinitis alergika
6. Asma
7. Diskrasia darah
8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh
9. Tonus otot yang lemah
10. Sinusitis3
13
Tonsilitis Kronis
dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan
peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.
Di indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah
teknik guillotine dan diseksi.
a. Guillotine
Tonsiletomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak abad ke 19, dan
dikenal sebagai teknik yang ceoat dan praktis untuk mengangkat tonsil.
Tonsilektomi modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan
pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome
merupakan merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang
edematosa atau elongasi. Negara-negara maju sudah jarang melakukan cara
ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakaan. Di indonesia,
terutama didaerah masih lazim dilakukan cara ini dibandingkan cara diseksi.
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat,
komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.
b. Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Di
negara-negara barat terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi
umum dengan endotrakeal padaa posisi rose yang mempergunakan alat
pembuka mulut Davis, mereka lebih banyaak mengerjakan tonsilektomi
dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak. Pasien
menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi
meliputi: memegang tonsil, membawanya kegaris tengah, insisi membran
mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya
dari fosa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan
elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut
dengan salin.
Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan
disamping teknik diseksi standar.
c. Electrosurgery (Bedah Listrik)
Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi
radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang
digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 MHz.
RSU. Pirngadi Medan
14
Tonsilitis Kronis
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan
konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas,
panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang terbuat dari
teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk
dalam jalur listrik ( electrical pathway). Tenaga listrik dipasang pada kisaran
10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah
listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan
memotong dan hemostase dalam satu prosedur.
4. Radiofrekuensi
Pada teknik radiofrekuensi elektroda disisspkan langsung kejaringan.
Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat
kerusakan bagian ajringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6
minggu, jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.
Pengurangan jaringan juga dapat terjadi jika energi radiofrekuensi diberikan
pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi padaa
daerah ini dapat menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia
dijaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (40 0c- 70 0c) Mungkin
lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat
dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan
teknik radiofrekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi.
5. Skalpel Harmonik
Ini menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong
dan
15
Tonsilitis Kronis
Teknik ini menggunakan bipolar elctrical probe untuk menghasilkan listrik
radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan natrium
clorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat
merusak jaringan sekitar. Efikasi teknik coblation sama dengan teknik
tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi
komplikasi utama adalah perdarahan.
7. Intracapsular Partial Tonsillectomy
Ini merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan
mikrodebrider endoskopi. padaa tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil
disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan
operasi dan memberikan lapisan pelindung biologis bagi otot dari sekret.
Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah
terjadinya peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi
nyeri pasca operaasi dan mempercepat waktu pemulihan. Tonsilitis kronis
dikontraindikasikan untuk teknik ini. keuntungan teknik ini angka kejadian
nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi
standar.10
2.3.8. Komplikasi
1. Abses peritonsil : terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi berapa hari setelah infeksi akut dan
biasanya disebabkan oleh streptococus grup A.
2. Otitis Media Akut : infeksi dapat menyebar ketelinga tengah melalui tuba
auditorius (eustachius) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada rupture spontan gendang telinga.
3. Matoiditis akut : Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan
infeksi kedalam sel mastoid.
4. Laringitis: merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx, pertadangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan biasa karena virus, bakteri, lingkungan maupun karena alergi.
5. Sinusitis : merupakan suatu penyakit atau peradangan pada satu atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi
udara dari dinding yang terdiri dari membrane mukosa.
6. Rhinitis : merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum
nasal dan nasopharinx.9,10
RSU. Pirngadi Medan
16
Tonsilitis Kronis
2.3.9. Prognosa
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan istirahat dan
pengobnatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi
antibiotik
tersebut
harus
dikonsumsi
sesuai
arahan
demi
17
Tonsilitis Kronis
Faktor penyebab dapat berupa peradangan lambat setelah tonsilitis akut dan
peradangan detritus yang terkontaminasi mikroorganisme. Penyebab tonsilitis
adalah infeksi kuman Streptococus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi
virus.
Proses penyakit sangat bervariasi dari tonsilitis akut dengan gejala yang
kambuh hingga gambaran klinis yang sepenuhnya tidak jelas. Detritus yang
menumpuk tidak jarang disertai dengan foetor ex ore dan gangguan pengecapan
dimulut. dan pada sebagian kasus terdapat gangguan menelan. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti diisi oleh detritus. Bila tonsila palatina ditekan detritus atau nanah
akan menyembur keluar. Kelenjar linfe angulus mandibularis biasanya
membengkak. pada pemeriksaan penunjang dapat kita lakukan tindakan
mikrobiologi dan histopatologi.
Penatalaksanaan pada tonsilitis kronis dilakukan dengan terapi lokal untuk
hygene mulut dengan obat kumur/hisap. Terapi sistemik dengan pemberian
antobiotika kultur. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa
atau terapi konservatif tidak berhasil.
BAB IV
DAFTAR RUJUKAN
1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi VI.
FKUI. Jakarta.2007.
2. Nagel Patrick, Gurkov Robert. Dasar Dasar Ilmu THT. Edisi II. EGC.
Jakarta. 2012.
3. Adam, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC. Jakarta
2015.
4. Snell Richard S. Anatomi Klinik. Edisi VI. EGC. Jakarta. 2006.
5. Junadi, Purnawan, dkk . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Media
Aeculapius FK UI. 2014.
6. Soepardi Efiaty, Hadjat Fachri, Iskandar Nurbaiti. Penatalaksanaan
Penyakit Dan Kelainanan Telinga-Hidung-Tenggorok. FKUI. Jakarta .2007.
7. Irwan Alba Ghani, Sugianto. Atlas Berwarna Teknik Pemeriksaan Kelainan
Telinga Hidung Tenggorokan. EGC : Jakarta. 2008.
RSU. Pirngadi Medan
18
Tonsilitis Kronis
8. Jacob Ballenger, Jhon. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher.Edisi 13. EGC : Jakarta. 2001.
9. Broek, Debryne, Dkk. Buku Saku Ilmu Kesehatan THT. EGC. Jakarta. 2009
10. Tonsilitis Kronis. Universitas Sumatra Utara. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/23175/3/Chapter%20II.pdf
11. Artikel Ilmiah. Karakteristik Penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan
Tonsilektomi
di
RSUD
Raden
Mtaher
Jambi.
Available
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=95557&val=884
19
at: