Anda di halaman 1dari 4

PROFIL PERUSAHAAN

PT. DIRGANTARA INDONESIA (Persero)

PT. DIRGANTARA INDONESIA (Persero)


Jl. Pajajaran no. 154 Bandung 40174, Indonesia
Phone : +62.22.6054167 Fax : +62.22.6054185
E-mail : pub-rel@indonesian-aerospace.com

A. DASAR PENDIRIAN
Aktivitas kedirgantaraan di Indonesia dimulai tahun 1946 dengan dibentuknya Biro
Rencana dan Konstruksi Pesawat di lingkungan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara
di Madiun, yang kemudian dipusatkan di Andir, Bandung. Tahun 1953, kegiatan tersebut
mendapat wadah baru dengan nama Seksi Percobaan yang pada tahun 1957 berubah menjadi
Sub Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan Pesawat Terbang. Tahun 1960, Sub
Depot ini ditingkatkan menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) yang
kemudian berubah menjadi Komando Pelaksanaan Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP)
yang pada tahun 1966 digabung dengan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari menjadi
Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR).
Pada tahun 1975, PT Pertamina membentuk Divisi Advanced Technology dan
Teknologi Penerbangan (ATTP) yang bertujuan menyiapkan infrastruktur bagi industri
kedirgantaraan di Indonesia. Berdasarkan Akta Notaris No. 15, tanggal 24 April 1976,
didirikan PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, dipimpin oleh Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie.
Perusahaan ini merupakan penggabungan antara LIPNUR dan ATTP. Kemudian pada bulan
April 1986, melalui Keputusan Presiden (KEPRES) N0. 15/1986 dan Rapat Umum
Pemegang Saham Perusahaan, nama perusahaan diganti menjadi PT Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN) dan tanggal 24 Agustus 2000, nama perusahaan secara resmi
diubah oleh Presiden Republik Indonesia saat itu menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Pada tahun 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1998 tentang
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan
(Persero) Di Bidang Industri, saham negara pada PT IPTN (Persero) dialihkan menjadi
penyertaan pada PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero) (PT BPIS), dengan demikian
status PT IPTN berubah menjadi anak perusahaan PT BPIS.
Kemudian pada tahun 2002, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2002
tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham PT
Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, PT Pindad, PT Dahana, PT Krakatau Steel, PT
Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT In dustri Kereta Api, PT Industri
Telekomunikasi Indonesia Dan PT LEN Industri Dan Pembubaran Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Bahana Pakarya Industri Strategis, PT DI berubah menjadi badan hukum
persero.
B. VISI, MISI, DAN TUJUAN
Visi PT DI adalah menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri berbasis pada penguasaan
teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global dengan mengandalkan keunggulan
biaya.
Misi PT DI adalah sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara terutama dalam
rekayasa, rancang bangun, manufaktur, produksi dan pemeliharaan untuk kepentingan
komersial dan militer dan juga aplikasi di luar industri dirgantara. Menjalankan usaha dengan
selalu berorientasi pada aspek bisnis dan komersial dan dapat menghasilkan produk jasa yang
memiliki keunggulan biaya.

PT DI didirikan dengan tujuan untuk melakukan usaha di bidang perhubungan,


komunikasi, pertahanan dan keamanan dalam bentuk industri dan perdagangan produk dan
jasa serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.
Kegiatan usaha utama adalah memproduksi, memasarkan, menjual dan
mendistribusikan hasil produksi industri kedirgantaraan dan pertahanan & keamanan berupa
pesawat terbang dan helikopter, komponen pesawat terbang, pemeliharaan dan modifikasi
pesawat terbang, sistem persenjataan dan jasa teknologi.
C. KINERJA PERUSAHAAN
1. ASPEK OPERASIONAL
Portofolio produk PT DI terbatas pada 2 platform pesawat (angkut ringan dan menengah)
serta 2 model helikopter menengah dan juga belum ada pengembangan produk baru maupun
peningkatan produk sejak tahun 1999.
Tidak memiliki Green Flyable Aircraft sehingga akan sulit memenuhi permintaan pasar untuk
penyerahan pesawat dalam waktu singkat. Dalam proses pembuatan pesawat, selalu ada
proses re-design atas permintaan customer sehingga durasi penyelesaian pesawat menjadi
lama (24-30 bulan).
Kapasitas fasilitas produksi yang terbatas bahkan berkurang 60% akibat rusaknya hangar
pasca kecelakaan pesawat, membatasi ACS untuk meningkatkan penjualan. Dengan
terbatasnya sertifikasi (non produk PT DI) yang terbatas dan kesulitan pendanaan untuk
investasi, customer based ACS menjadi sedikit.
Kelompok Mesin
Machining

JumlahKapasitas
(Jam)
137
296.498

Metal Forming

30

167.851

Sub Assy & Welding 13

27.975

Bonding Composite 19

49.368

Surface Treatment

28

59.242

Pre Cutting

12

19.747

TOTAL

239

620.682

Mayoritas fasilitas produksi PT DI, terutama permesinan, rata-rata telah berumur > 20
tahun sehingga produktifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan teknologi terkini.
Efisiensi permesinan tercatat di kisaran 50%-80%. Fasilitas mesin yang sudah tua
menyebabkan produktivitas lebih rendah karena terdapat kapasitas produksi yang hilang
akibat unplanned downtime.
Utilisasi mesin untuk mengerjakan kontrak yang ada saat ini (backlog contract),
termasuk eksternal dan internal, sudah mencapai lebih dari 100% dengan menggunakan
sistem kerja 2 shift. Kapasitas fasilitas produksi terbatas, terutama AE dan AS, dimana hampir
seluruhnya telah dialokasikan untuk mengerjakan backlog kontrak. Pemanfaatan sumberdaya
yang belum optimal, terutama AI dan DT, dimana terdapat kelebihan kapasitas yang belum
dimanfaatkan secara optimal.
1. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
Komposisi Pegawai
18-2526-3031-3536-4041-4546-49>50
AE 523 157 40

41

140 335 493

AI

85

29

27

105 197 381

AS

17

19

14

79

89

152

KA 19

12

16

15

46

94

172

DTP 23

16

14

73

276 250 238

DU 7

14

Total674 238 89

27

73

173 660 992 1509

Jumlah SDM cukup besar dengan komposisi yang tidak berimbang dimana 35%
dengan usia > 50 tahun. Dalam 5 tahun mendatang karyawan dengan golongan usia > 50
tahun (1509 orang) akan pensiun yang sebagian besar merupakan key personel yang memiliki
pengalaman pengembangan dan pembuatan pesawat secara utuh. Untuk Divisi Teknologi dan
Pengembangan, 27% karyawan tetap akan memasuki masa pensiun, dimana 2/3 adalah
dengan kompetensi engineering. Juga tidak adanya program pengembangan produk baru
sejak 1999 mengakibatkan utilisasi SDM rendah. Generation gap karena proses regenerasi
yang belum optimal. Usaha-usaha rekruitmen untuk menjaring tenaga-tenaga muda yang
potensial sudah dicoba dilakukan, tetapi para karyawan tersebut umumnya tidak bertahan
lama.

Anda mungkin juga menyukai