SPESIALISASI PAJAK
HANDAYANTO TP
|Page
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan bahan ajar Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagai salah satu materi yang akan diajarkan kepada mahasiswa STAN.
Materi ini sengaja disusun secara sederhana berdasarkan silabus yang telah
ada, dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan kebutuhan mendasar yang
diperlukan oleh mahasiswa Diploma I STAN agar memperoleh pemahaman yang baik
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Penyusunan dilakukan dengan
mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan. Hal ini mengingat bahwa Peraturan Pemerintah tersebut merupakan
komplemen yang tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang KUP.
Bersama ini pula kami menyampaikan rasa terima kasih yang setinggitingginya
kepada Direktur STAN yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyusun materi ini, demikian pula kepada rekan-rekan sekretariat STAN yang telah
membantu kami untuk menyempurnakannya.
Besar harapan kami bahwa buku ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa STAN, para pengajar maupun mereka yang ingin mengetahui lebih baik
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Dengan menyadari segala keterbatasan dan jauh dari kesempurnaan, kami
menghargai setiap saran dan kritik yang disampaikan demi penyempurnaan di masa
yang akan datang. Semoga bahan ajar ini bermanfaat bagi kita semua, amin.
Jakarta,
Agustus 2011
(Handayanto TP)
i
i|Page
DAFTAR ISI
1
1
2
2
3
4
4
4
9
11
13
13
13
14
15
16
B.
C.
D.
E.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
i
ii | P a g ei
E.
F.
36
39
41
43
43
44
45
45
46
46
47
47
47
49
50
51
C.
i
iii | P a g ei
C.
D.
73
74
76
77
78
79
80
Pajak
Yang
84
85
86
86
87
89
90
91
93
E.
Umum ............................................................................................
103
Imbalan Bunga Akibat Keterlambatan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak ........................................................................
104
Imbalan Bunga Akibat Keterlambatan penerbitan Surat
Ketetapan
Pajak Lebih Bayar ........................................................ 105
Imbalan Bunga Akibat Kelebihan Pembayaran Pajak Karena
Pengajuan Keberatan, Permohonan Banding, atau Permohonan
Peninjauan Kembali Dikabulkan Sebagian atau Seluruh
Permohonan Wajib Pajak .............................................................
107
Imbalan Bunga Akibat Kelebihan Pembayaran Pajak Karena
Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan
Pajak Mengabulkan Sebagian atau Seluruh Permohonan
i
iv | P a g ev
A. Umum .............................................................................................
B. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan .............................................
1. Ketentuan Pidana Bagi Setiap Orang Selaku Wajib Pajak ......
2. Ketentuan Pidana Bagi Pejabat ...............................................
3. Ketentuan Pidana Bagi Pihak Ketiga ....................................... 4.
Ketentuan Pidana Bagi Setiap Orang yang Menghalangi
Penyidikan ................................................................................
C. Ketentuan Mengenai Penyidikan ...................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
114
115
115
118
119
125
120
120
124
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Sistematika Undang-Undang KUP ............................................. 12
Tabel 5.1 Rincian Jatuh Tempo Pembayaran Masa ................................... 55
v
v|Page
PENDAHULUAN
Pajak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP)
didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengertian di atas, pajak memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. pungutan secara paksa oleh Negara;
b. yang bersangkutan tidak mendapatkan prestasi langsung; dan
c. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi
mengatur (reguleren). Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di
sektor publik, dan pajak-pajak di sini merupakan suatu alat (atau suatu sumber) untuk
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan apabila setelah itu masih ada sisa
(yang lazim disebut surplus) maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai
investasi pemerintah.
Dengan fungsi mengaturnya (reguleren) pajak digunakan sebagai suatu alat
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan
fungsi mengatur ini banyak ditujukan terhadap sektor swasta. Esensi fungsi tambahan
dari pajak yaitu fungsinya untuk turut mengatur (reguleren) serta menciptakan iklim
yang sehat bagi perkembangan dunia usaha adalah demi terciptanya kesejahteraan
bangsa dan negara, serta tercapainya keseimbangan perekonomian dan politik.
Masyarakat yang mempunyai kekuatan membayar pajak yang semakin besar berarti
semakin besar pula perannya terhadap pembiayaan pembangunan. Selain itu,
masyarakat juga memiliki hak kontrol terhadap segala kebijakan pemerintah dalam
rangka menyejahterakan rakyatnya, apabila segala pengeluaran pembangunan negara
ini sebagian besar dibiayai dari penerimaan pajak.
v
vi | P a g ei
Hukum pajak terbagi menjadi 2 (dua) yaitu hukum pajak formal dan hukum
pajak material. Hukum pajak formal mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang
mendukung ketentuan hukum pajak material agar ketentuan hukum material dapat
dilaksanakan. Hukum pajak material ini mengatur mengenai subjek, objek, tarif, serta
apa yang dikecualikan dari pengenaan pajak.
Reformasi di bidang perpajakan yang dimulai tahun 1983 mengubah sistem
perpajakan di Indonesia, semula menganut sistem pemungutan official assessment
menjadi sistem self assessment. Direktorat Jenderal Pajak adalah lembaga yang
ditunjuk oleh undang-undang untuk melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan dan
penegakan hukum terhadap masyarakat Wajib Pajak. Pembahasan dalam bahan ajar
ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap hukum pajak formal yang
diatur dalam Undang-Undang KUP. Metode pembahasan tidak dilakukan sesuai
dengan urutan pasal dalam Undang-Undang KUP melainkan dilakukan sesuai dengan
urutan langkah yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan self
assessment. Hal ini dimaksudkan sekaligus agar mempermudah pemahaman
mengenai self assessment.
Sistematika penulisan bahan ajar ini meliputi uraian sebagai berikut:
Pendahuluan
Bab 1 Sistematika Undang-Undang KUP.
Bab 2 Kewajiban Mendaftarkan Diri Dan Melaporkan Usaha
Bab 3 Pembukuan dan Pencatatan
Bab 4 Surat Pemberitahuan
Bab 5 Pembayaran Pajak Dengan Surat Setoran Pajak
Bab 6 Pemeriksaan Pajak
Bab 7 Penetapan dan Ketetapan
Bab 8 Penagihan Pajak
Bab 9 Sengketa Pajak
Bab 10 Imbalan Bunga
Bab 11 Penyidikan Dan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
v
vii | P a g ei
BAB
SISTEMATIKA UNDANG-UNDANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UndangUndang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Berdasarkan
amanat pasal tersebut maka diterbitkan berbagai undang-undang berkaitan dengan
pajak, antara lain Undang-Undang KUP, Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Undang-undang pajak tersebut dibagi
menjadi hukum pajak material dan hukum pajak formal.
pajak
material
memuat
norma-norma
yang
menerangkan
1
1|Page
misalnya Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai.
2. Hukum pajak formal.
Hukum pajak formal memuat tata cara pengimplementasian hukum pajak
material. Pelaksanaan hukum pajak formal membuat pajak terutang dalam hukum
material dapat direalisasikan menjadi penerimaan negara. Ketiadaan hukum pajak
formal menyebabkan hukum pajak material tidak dapat dilaksanakan oleh Wajib Pajak
atau Fiskus tidak dapat melakukan pengawasan atau law enforcement.
Hukum pajak formal berfungsi untuk melindungi Wajib Pajak dan Fiskus
sehingga terdapat jaminan bahwa hukum pajak material dapat dilaksanakan dengan
tepat. Hukum pajak formal mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban
perpajakan serta sanksi bagi yang melanggar kewajiban perpajakan. Ketentuan dalam
hukum pajak formal mencantumkan juga hak-hak Wajib Pajak yang dimaksudkan
untuk melindungi Wajib Pajak terhadap tindakan sewenang-wenang dari Fiskus.
Selain mengatur Wajib Pajak dan Fiskus, hukum pajak formal juga mengatur hal-hal
yang berkenaan dengan kewajiban pihak ketiga. Contoh hukum pajak formal adalah
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Hal-hal yang
diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
antara lain:
a. Tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
b. Tata cara pengukuhan dan pencabutan Pengusaha Kena Pajak.
c. Kewajiban melaksanakan pembukuan.
d. Tata cara penyetoran dan pelaporan pajak.
e. Penetapan pajak dan upaya keberatan.
f.
Sanksi serta hak dan kewajiban Wajib Pajak, Fiskus, dan pihak ketiga, berupa
sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
2
2|Page
3
3|Page
dalam
membiayai pembangunan
nasional dengan
jalan
lebih
mengerahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri terutama dengan
cara meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dan mengurangi
ketergantungan dari minyak bumi dan gas alam.
1. Sistem official assessment.
Dalam sistem ini yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan pajak
terutang adalah Fiskus. Wajib Pajak hanya berkewajiban membayar pajak terutang
sesuai dengan perhitungan atau penetapan yang dibuat oleh Fiskus sehingga Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan bersifat pasif.
Peraturan
perundang-undangan
perpajakan
yang
merupakan
landasan
pemungutan pajak yang berlaku selama ini, sebagian besar merupakan warisan
kolonial, yang pada saat itu dibuat semata-mata hanya untuk menghimpun dana
bagi Pemerintah penjajahan dalam rangka mempertahankan dan memperbesar
kekuasaannya di tanah air kita.
4
4|Page
Oleh karenanya pemungutan pajak saat itu dirasakan oleh rakyat sebagai beban
yang berat, sebab baik penetapan jumlah pajak, jenis pajak maupun tata cara
pemungutannya dilaksanakan di luar rasa keadilan tanpa menghiraukan
kemampuan serta menambah beban penderitaan dan jauh dari pertimbangan dan
penghargaan kepada hak asasi rakyat.
Pajak hanyalah merupakan kewajiban semata-mata yang harus dilaksanakan
rakyat secara patuh.
Peraturan
perundang-undangan
perpajakan
yang
dibuat
pada
zaman
pemerintahan penjajahan Belanda adalah antara lain: Aturan Bea Meterai Tahun
1921, Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan tahun
1932, Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944.
sisa-
sisa kolonial tersebut telah beberapa kali dilakukan upaya perubahan dan
penyesuaian, namun karena berbeda falsafah yang melatar belakanginya, serta
sistem yang melekat kepada undang-undang tersebut, maka sepanjang
perpajakan
dilandasi
ketentuan-ketentuan
perundang-undangan
tersebut,
cita-
cita Bangsa dan Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini.
2) Memasuki alam kemerdekaan, sejak proklamasi 17 Agustus 1945, terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan telah dilakukan
perubahan, tambahan dan penyesuaian sebagai upaya untuk menyesuaikan
terhadap keadaan dan tuntutan rakyat dari suatu negara yang telah memperoleh
kemerdekaannya. Namun perubahan-perubahan tersebut di masa lalu lebih
bersifat parsial, sedangkan perubahan yang agak mendasar baru dilakukan
melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan
Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan dan Pajak Perseroan, yang kemudian
pelaksanaan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 yang
selanjutnya terkenal dengan "sistem MPS dan MPO". Sistem tersebut merupakan
penyempurnaan sistem pajak sesuai dengan tingkat perkembangan sosial
ekonomi Indonesia.
5
5|Page
Negara
yang
antara
lain
berbunyi
"Sistem
perpajakan
terus
6
6|Page
Sistem dan mekanisme tersebut pada gilirannya akan menjadi ciri dan corak
tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia, karena kedudukan
undang-
undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum" bagi peraturan perundangundangan perpajakan yang lain.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
a) bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional;
b) tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak
sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
c) anggota
masyarakat
Wajib
Pajak
diberi
kepercayaan
untuk
dapat
7
7|Page
Ciri dan corak sistem pemungutan pajak tersebut sangat berbeda dengan sistem
lama warisan zaman kolonial/ yang antara lain :
a) tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasa
pemerintahan seperti yang tercermin dalam sistem penetapan pajak yang
keseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan;
b) pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantung dari
pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan,
hal mana mengakibatkan anggota masyarakat Wajib Pajak kurang mendapat
pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut
berperan serta dalam memikul beban negara dalam mempertahankan
kelangsungan pembangunan nasional.
Jelaslah
ditentukan
menurut
administrasi
perpajakan
meletakkan
kegiatannya
pada
tugas
8
8|Page
9
9|Page
Nomor
Tahun
1994
tentang
Perubahan
atas
UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang.
Hingga saat ini Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Sedikit perbedaan terjadi
dalam perubahan keempat dimana perubahan keempat tersebut merupakan
penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
menjadi Undang-Undang. Dalam Undang-Undang yang terakhir ini, materi yang
diubah hanya 1 (satu) ayat yaitu Pasal 37A ayat (1). Oleh karena itu, secara substansi
materi perubahan terakhir Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Hal penting yang perlu diingat terkait dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 adalah untuk pertama kalinya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah ini merupakan
pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Dalam pelaksanaan
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1
0
10 | P a g e
mengalami
beberapa
kali
perubahan
maka
sistematika
.
Tabel I.1 Sistematika Undang-Undang KUP
JUMLAH
BAB
PASAL
TENTANG
PASAL
1
1
11 | P a g e
II
11
12, 13,
13A, 14,
12
15, 16,
17, 17A,
C, 17D,
Penagihan Pajak
8, 9, 10,
III
Ketentuan Umum
17B, 17
17E
IV
VI
VII
12
11
Penyidikan
45, 46, 47
Ketentuan Peralihan
XI
48, 49, 50
Ketentuan Penutup
1
2
12 | P a g e
E. Siklus Pajak
Untuk memudahkan dalam memahami pelaksanaan sistem self assessment
dan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terdapat
empat fase yang mungkin akan dilalui Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya hingga pajak yang menjadi kewajibannya tersebut menjadi pasti
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
dalam
Surat
Pemberitahuan, Wajib
Pajak
terlebih
dahulu
harus
1
3
13 | P a g e
1
4
14 | P a g e
RANGKUMAN
1) Hukum Pajak terdiri dari Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal.
2) Untuk dapat memahami Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan saat ini
maka kita harus membaca Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan
Undang-Undang perubahannya beserta Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2011 sebagai satu kesatuan. Hal ini karena Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2011 menjabarkan lebih lanjut beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
BAB
LATIHAN
15
15 | P a g e
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan
wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan
sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
16 | P
1
6
age
dengan
ketentuan
Undang-Undang
Pajak
Penghasilan
1984
dan
perubahannya.
Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan
keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, sehingga dalam satu keluarga hanya
terdapat satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Dengan demikian, pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan wanita kawin digabungkan dengan pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami sebagai kepala keluarga. Hal ini
berlaku juga bagi anak yang belum dewasa sebagaimana diatur dalam
UndangUndang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya, yaitu yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan anak yang belum dewasa tersebut digabung
dengan orangtuanya. Namun demikian, terhadap wanita kawin tertentu ada yang
dikenai pajak secara terpisah dari suami sehingga diwajibkan melakukan pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suami, yaitu:
1. wanita kawin yang hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; atau
2. wanita kawin yang menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta.
Selain 2 (dua) kelompok wanita kawin yang diwajibkan untuk melakukan pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suami sebagaimana
uraian di atas, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 memberi kebebasan bagi
wanita kawin selain kedua kelompok tersebut jika ingin melakukan pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suami. Bagi wanita kawin
yang sukarela memilih untuk melakukan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan secara terpisah dari suami maka kewajiban perpajakannya dipersamakan
dengan wanita kawin yang menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta.
Nomor Pokok Wajib Pajak terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu XX.XXX.XXX.XXXX.XXX. 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit
terakhir merupakan kode adminitrasi perpajakan. Kode adminitrasi perpajakan terbagi
17 | P
1
7
age
2 (dua) yaitu 3 (tiga) digit di depan menunjukkan kode Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar dan 3 (tiga) digit berikutnya menunjukkan status Wajib Pajak.
B. Jangka Waktu Mendaftarkan Diri
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib
Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu
bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir
bulan berikutnya.
C. Kewajiban Melaporkan Kegiatan Usaha
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan
untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Namun demikian, terdapat pengecualian terhadap Pengusaha Kena Pajak tertentu
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya yang
mengatur bahwa Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak menjadi Pengusaha
Kena Pajak.
18 | P
1
8
age
19 | P
1
9
age
pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dan memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun
Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan hak
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
F. Tempat Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Kegiatan Usaha
Tempat mendaftarkan diri bagi Wajib Pajak ditentukan sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah pada Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
2. Bagi Wajib Pajak badan adalah pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak.
3. Terhadap Wajib Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan
kantor Direktorat Jenderal Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, sebagai
tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Bagi Wajib Pajak yang berstatus sebagai cabang adalah pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi Wajib Pajak. Selain
pada Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diuraikan di atas, Wajib Pajak juga
dapat mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan atau sering disebut sebagai KP2KP yang berada dalam wilayah
Kantor Pelayanan Pajak di atas. Pendaftaran secara langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak maupun Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan disebut juga pendaftaran secara manual. Untuk memudahkan
Wajib Pajak dan dalam rangka eGovernment, Direktorat Jenderal Pajak telah
memberikan sarana pendaftaran secara online melalui e-Registration.
Sepanjang Wajib Pajak dapat mengakses internet maka Wajib Pajak dapat
mendaftarkan diri melalui situs Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id.
Dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak saat ini, Kantor Pelayanan
Pajak dibedakan berdasarkan ukuran Wajib Pajak yaitu:
1. Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar, yang terdiri dari Kantor Pelayanan Wajib
Pajak Besar I, Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar II, Kantor Pelayanan Badan
Usaha Milik Negara, dan Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar orang pribadi.
2. Kantor Pelayanan Pajak Madya, yang terdapat pada beberapa Kantor Wilayah
dan Kantor Pelayanan Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah Jakarta
20 | P
2
0
age
21 | P
2
1
age
1. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
2. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Oleh karena itu, bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan atas perbuatan tersebut menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara maka terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena
Pajak tersebut dapat dikenai sanksi pidana.
I.
22 | P
2
2
age
dan/atau
objektif
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan perpajakan.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal :
a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
c. warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah
selesai dibagi;
d. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai
bentuk usaha tetap;
f.
Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf
b yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dilakukan apabila utang
pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali
dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau
tidak mungkin ditagih lagi disebabkan karena:
a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta
warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi; atau
c. sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak wanita kawin yang
sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tidak dengan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dengan ketentuan
bahwa suami telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan berlaku sejak awal tahun
berikutnya setelah tahun perkawinan dilaksanakan.
Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak diproses melalui
pemeriksaan dan Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6
(enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk
Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
23 | P
2
3
age
Penghapusan
Pajak hanya
ditujukan untuk
pengukuhan
Pengusaha
Kena
Pajak
diproses
melalui
RANGKUMAN
1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
-undangan perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
3) Apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan
kewajibannya untuk mendaftarkan diri guna memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak secara sukarela atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak secara sukarela maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
24 | P
2
4
age
LATIHAN
1) Apakah kewajiban terkait dengan pendaftaran bagi Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu?
2) Bagaimana cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak atau pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak?
3) Berapa lama proses penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan
Pengusaha Kena Pajak?
BAB
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
25 | P
2
5
age
Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus
dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus
mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai
ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
2. Pengertian pencatatan.
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan
penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima
penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai
penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak
Penghasilan.
B. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan Pencatatan
1. Yang wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa yang wajib
menyelengarakan pembukuan adalah: a. Wajib Pajak badan;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Namun demikian, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang KUP diatur
pengecualian dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan. Bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
26 | P
2
6
age
27 | P
2
7
age
28 | P
2
8
age
29 | P
2
9
age
a. Tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah Tahun Pajak
2008.
b. Tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30 September 2009 adalah
Tahun Pajak 2009.
e. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
f.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri
Keuangan.
g. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib
Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
Buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara
program aplikasi on-line dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi
dasar pembukuan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. Hal
itu dimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat
ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih
tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun
penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan
adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan,
dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk
yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan
memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
2. Ketentuan mengenai pencatatan.
a. Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
30 | P
3
0
age
administrasi
berkaitan
dengan
tidak
dipenuhinya
kewajiban
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan terdapat dalam Pasal 13 ayat (1) dan
ayat (3) Undang-Undang KUP, bahwa apabila kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya
pajak yang terutang maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong,
tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau
dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
31 | P
3
1
age
2. Sanksi pidana.
Sanksi
pidana
berkaitan
dengan
tidak
dipenuhinya
kewajiban
RANGKUMAN
1) Pada
prinsipnya
setiap Wajib Pajak wajib menyelenggarakan
pembukuan, namun bagi Wajib Pajak tertentu ada yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
menyelenggarakan pencatatan.
2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan
iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya.
3) Pelanggaran atas kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
dapat dikenai sanksi adminitrasi maupun sanksi pidana.
32 | P
3
2
age
LATIHAN
1) Apa perbedaan pembukuan menurut akuntansi dengan menurut pajak?
BAB
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
33 | P
3
3
age
Sebagai
sarana
dan
mempertanggungjawabkan:
1) penghitungan jumlah Pajak Penghasilan yang sebenarnya terutang.
2) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain dalam Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
3) penghitungan penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak.
4) harta dan kewajiban.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan:
1) Penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang sebenarnya terutang.
2) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
3) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa pajak.
c. Bagi Pemungut Pajak
Sebagai
sarana
untuk melaporkan
dan
34 | P
3
4
age
35 | P
3
5
age
mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pada prinsipnya Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir Surat
Pemberitahuan dan Direktur Jenderal Pajak tidak mempunyai kewajiban untuk
mengirimkan formulir Surat Pemberitahuan kepada Wajib Pajak. Apabila Direktur
Jenderal Pajak mengirimkan formulir Surat Pemberitahuan maka hal tersebut
dilaksanakan dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak. Tempat pengambilan
Surat Pemberitahuan diatur sebagai berikut:
a. Untuk Surat Pemberitahuan berbentuk formulir kertas (hardcopy):
1) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan.
2) format Surat Pemberitahuan dapat diunduh dari situs Direktorat Jenderal Pajak.
b. Untuk Surat Pemberitahuan berbentuk e-SPT:
1) dapat diambil secara langsung oleh Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan.
2) aplikasi e-SPT dapat diunduh dari situs Direktorat Jenderal Pajak.
B. Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur, bahwa setiap Wajib Pajak
wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir
Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan
benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi
Surat Pemberitahuan adalah:
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
36 | P
3
6
age
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan; dan
c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan
unsurunsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut
wajib disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan oleh pemotong atau pemungut
pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah, Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang
selain Rupiah yang diizinkan. Saat ini izin yang diberikan oleh Menteri Keuangan
terbatas pada mata uang Dolar Amerika Serikat.
Wajib Pajak wajib menandatangani Surat Pemberitahuan sebelum disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan mengenai penandatanganan Surat
Pemberitahuan diatur sebagai berikut:
1. Ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak
2. Penandatanganan Surat Pemberitahuan dilakukan dengan cara:
a. tanda tangan biasa;
b. tanda tangan stempel; atau
c. tanda tangan elektronik atau digital.
3. Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa.
C. Kelengkapan Surat Pemberitahuan
Mengingat fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana Wajib Pajak, antara
lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak dan
pembayarannya, dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta
pengadministrasiannya, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan, keterangan, dokumen
yang harus dilampirkan dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
37 | P
3
7
age
Lampiran-lampiran
lainnya
yang
dianggap
perlu
untuk
menjelaskan
38 | P
3
8
age
d. Surat Setoran Pajak Pajak Penghasilan Pasal 29 yang seharusnya dalam hal
terdapat kekurangan pajak yang terutang, kecuali ada izin untuk mengangsur
atau menunda pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29.
e. Surat Kuasa Khusus dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan ditandatangani
oleh bukan Wajib Pajak, atau Surat Keterangan Kematian dari Instansi yang
berwenang dalam hal ditandatangani oleh Ahli Waris.
f.
Fotokopi formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2, dalam hal Wajib Pajak menerima
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang sudah dipotong pajaknya
oleh pemberi kerja.
Bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.
j.
Lampiran-lampiran
lainnya
yang
dianggap
perlu
untuk
menjelaskan
39 | P
3
9
age
g. Bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.
h. Lampiran-lampiran
lainnya
yang
dianggap
perlu
untuk
menjelaskan
40 | P
4
0
age
setiap
jenis Surat Pemberitahuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UndangUndang KUP dan Pasal 15A ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai, yaitu:
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa selain Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan,
paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
d. untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, paling lama akhir
bulan berikutnya setelah akhir Masa Pajak.
E. Sanksi Berkaitan Dengan Penyampaian SPT.
Apabila Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban menyampaikan SPT
maka Wajib Pajak dapat dikenai sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi
administrasi adalah berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UndangUndang
KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan
Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas
tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a UndangUndang KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c dan ayat (2) Undang-Undang KUP.
1. Sanksi administrasi berupa denda.
Wajib Pajak dikenai Sanksi Administrasi Berupa Denda apabila terlambat
menyampaikan Surat Pemberitahuan sehingga melewati jangka waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat
Pemberitahuan, yaitu:
a. Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
c. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan.
d. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda di atas tidak dilakukan terhadap:
41 | P
4
1
age
Pajak
yang
tidak
menyampaikan
Surat
orang
yang
karena
kealpaannya
tidak
menyampaikan
Surat
42 | P
4
2
age
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat
3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 38 huruf a
Undang-Undang KUP.
43 | P
4
3
age
dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan
ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah
teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk
memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu
yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan
secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur, bahwa pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disertai dengan penghitungan sementara
pajak yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan dimaksudkan untuk
mencegah usaha penghindaran dan/atau perpanjangan waktu pembayaran pajak yang
terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang harus dibayar sebelum batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu ditetapkan persyaratan yang
berakibat pengenaan sanksi administrasi berupa bunga bagi Wajib Pajak yang ingin
memperpanjang
waktu
penyampaian
Surat
Pemberitahuan
Tahunan
Pajak
Pajak
sebagai
bukti
pelunasan,
sebagai
lampiran
pemberitahuan
44 | P
4
4
age
tindakan
pemeriksaan adalah
pada
Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Pasal 8 ayat (1a) Undang-Undang KUP mengatur, bahwa dalam hal
pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan
rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama
2
(dua)
tahun
sebelum
daluwarsa
penetapan.
Apabila
pembetulan
Surat
45 | P
4
5
age
dalam
laporan
tersendiri tentang
pengisian
Surat Pemberitahuan
yang
telah
46 | P
4
6
age
RANGKUMAN
1) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Surat Pemberitahuan terdiri dari Surat Pemberitahuan Masa dan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
3) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
4) Wajib Pajak memiliki beberapa hak sehubungan dengan penyampaian Surat
Pemberitahuan, yaitu:
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
2. Membetulkan Surat Pemberitahuan.
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
Namun demikian, setiap penggunaan hak tersebut oleh Wajib Pajak memiliki
konsekuensi tersendiri..
47 | P
4
7
age
LATIHAN
1) Bagaimana cara memperoleh Surat Pemberitahuan?
2) Bagaimana cara menyampaikan Surat Pemberitahuan?
3) Sebutkan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan!
4) Jelaskan sanksi terkait keterlambatan penyampaian atau tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan!
5) Jelaskan syarat bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan dan sanksinya!
BAB
PEMBAYARAN PAJAK DENGAN SURAT
SETORAN PAJAK (SSP)
48 | P
4
8
age
49 | P
4
9
age
1.
2.
3.
4.
6.
7.
PPh Pasal 25
5.
8.
9.
10.
11.
No
12.
50 | P
Jenis pajak
Jatuh tempo
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
Pada
hari
yang
sama
dengan
pelaksanaan
pembayaran
atas
penyerahan barang yang dibiayai dari
belanja Negara atau belanja Daerah,
dengan SSP atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara
PPh Pasal 22 atas penyerahan Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
bahan bakar minyak, gas, dan setelah Masa Pajak berakhir
pelumas kepada penyalur/agen
atau industri yang dipungut oleh
Jenis pajak
Jatuh tempo
WP badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas
PPh
Pasal
22
yang Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
pemungutannya dilakukan oleh WP setelah Masa Pajak berakhir
badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak
5
0
age
13.
PPN yang terutang atas kegiatan Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
membangun sendiri harus disetor setelah Masa Pajak berakhir
oleh orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan
membangun sendiri
14.
PPN
yang
terutang
atas Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
pemanfaatan Barang Kena Pajak setelah Masa Pajak berakhir
tidak berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean
harus disetor oleh orang pribadi
atau badan yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah
Pabean
15.
PPN atau PPN dan PPnBM yang Paling lama tanggal 7 bulan berikutnya
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir
Bendahara Pengeluaran sebagai
Pemungut PPN
16.
17.
PPN
dan
PPnBM
yang Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
pemungutannya dilakukan oleh setelah Masa Pajak berakhir
Pemungut PPN selain Bendahara
Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk
18.
PPh Pasal 25 bagi WP dengan Paling lama pada akhir Masa Pajak
kriteria
tertentu
sebagaimana berakhir
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b)
UU
KUP
yang
melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu
SPT Masa
19.
No
20.
Pada
hari
yang
sama
dengan
pelaksanaan
pembayaran
kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara
atau
51 | P
5
1
age
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2a) UndangUndang KUP.
3. Jatuh tempo pembayaran Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah.
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat
(3) Undang-Undang KUP.
Namun demikian, bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
tertentu, jangka waktu pelunasan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah dapat
diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (3a)
Undang-Undang KUP.
Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan
tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau
tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP.
4. Penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak.
Terhadap Wajib Pajak dapat diberikan kemudahan pembayaran berupa
penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak atas:
52 | P
5
2
age
53 | P
5
3
age
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan. Hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c UndangUndang KUP.
RANGKUMAN
1) Pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
2) Jatuh tempo pembayaran pajak berbeda untuk setiap jenis pajak.
3) Wajib Pajak dikenai sanksi atas keterlambatan pembayaran.
4) Dalam kondisi tertentu Wajib Pajak dapat memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak
LATIHAN
1) Jelaskan jatuh tempo pembayaran masa dan sanksinya!
2) Apakah Wajib Pajak menunda atau mengangsur pajak yang kurang dibayar
berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa?
54 | P
5
4
age
BAB
PEMERIKSAAN PAJAK
55 | P
5
5
age
Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melaksanakan Pemeriksaan.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan
memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya,
petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian,
sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang
kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakannya
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan perpajakan.
2. Kewenangan pemeriksa pajak.
Kewenangan Pemeriksa Pajak tergantung pada jenis pemeriksaan dan tujuan
pemeriksaan.
a. Kewenangan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
1) melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak,
atau objek yang terutang pajak.
2) mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.
3) memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak
bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen
lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak.
4) meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, antara lain berupa:
56 | P
5
6
age
ruangan
khusus
tempat
dilakukannya
Pemeriksaan
Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak
sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5) melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak
dan/atau tidak bergerak.
6) meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.
7) meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.
b. Kewenangan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Kantor untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
1) memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
dengan menggunakan surat panggilan.
2) melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola
secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
3) meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan.
4) meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.
5) meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui
Wajib Pajak.
6) meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.
c. Kewenangan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain:
57 | P
5
7
age
1) meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan
tujuan Pemeriksaan.
2) mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.
3) memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak
bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen
lain, dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.
4) meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.
5) meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.
d. Kewenangan Pemeriksa Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain:
1) meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola
secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2) meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak.
3) meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.
B. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Tujuan Pemeriksaan Pajak terdiri dari:
1. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
2. Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan
Wajib
Pajak
dilakukan
dengan
menelusuri
kebenaran
Surat
58 | P
5
8
age
b.
c.
59 | P
5
9
age
serta
data,
informasi,
dan
keterangan
lain
dengan
60 | P
6
0
age
pemeriksaan Wajib Pajak dapat menyatakan persetujuan atau tidak setuju atas temuan
Pemeriksa Pajak. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dituangkan dalam suatu berita
acara yang ditandatangi oleh kedua belah pihak.
Dalam hal pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan maka produk hukum hasil pemeriksaan dapat berupa:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
5. Surat Tagihan Pajak.
Apabila dalam proses pemeriksaan terdapat indikasi adanya tidandak pidana di bidang
perpajakan maka pemeriksaan tidak menghasilkan produk hukum tetapi pemeriksaan
dilanjutkan ke Pemeriksaan Bukti Permulaan.
F. Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas
pengembangan dan analisis terhadap Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan yang
diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak baik secara langsung maupun tidak langsung,
dalam hal kriteria yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak telah
dipenuhi. Pengembangan dan analisis dapat dilakukan melalui kegiatan intelijen atau
pengamatan.
Informasi adalah keterangan baik yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat
berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun
bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada
tidaknya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar
pelaporan yang belum dianalisis.
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang atau institusi
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
61 | P
6
1
age
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana di
bidang perpajakan.
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan di bidang perpajakan.
Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat meliputi satu, beberapa,
atau seluruh jenis pajak baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak yang terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan:
a. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dalam hal ditemukan bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa Wajib Pajak tidak
dilakukan
Penyidikan
dalam
hal Wajib
Pajak
telah
mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya;
c. penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A
Undang-Undang KUP;
d. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Wajib Pajak orang
pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia; atau
e. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal tidak ditemukan adanya
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
62 | P
6
2
age
RANGKUMAN
1) Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat
Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan).
2) Tujuan Pemeriksaan Pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik
untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
4) Produk hukum hasil pemeriksaan dapat berupa surat ketetapan pajak, Surat
Tagihan Pajak, atau pemeriksaan dilanjutkan ke Pemeriksaan Bukti
Permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
5) Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana di bidang perpajakan.
LATIHAN
1) Sebutkan jenis pemeriksaan pajak!
2) Jelaskan tujuan pemeriksaan pajak!
3) Sebutkan kewajiban Wajib Pajak dalam pemeriksaan!
4) Bagaimanakah proses penyelesaian Pemeriksaan?
5) Jelaskan sebab dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan!
BAB
PENETAPAN DAN KETETAPAN
A. Self Assesment
63 | P
6
3
age
peraturan
perundang-undangan
perpajakan,
dengan
tidak
Pajak tidak
64 | P
6
4
age
Bagi Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang
terutang secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan, tidak perlu diberikan surat
ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan Pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar,
misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal
Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Berdasarkan batang tubuh dan penjelasan Pasal 12 tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Wajib Pajak bertanggung jawab terhadap perhitungan pajak yang
terutang, baik Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai, pembayaran,
maupun pelaporannya.
65 | P
6
5
age
tidak benar berada pada pihak Fiskus. Proses pembuktian atau bukti yang diperoleh
dapat berasal dari pemeriksaan atau adanya keterangan lain. Apabila dari bukti
tersebut ternyata jumlah pajak yang terutang menurut Wajib Pajak sebagaimana
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan adalah tidak benar maka Dirjen Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang dengan menerbitkan surat ketetapan pajak.
C. Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih
harus dibayar.
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur, bahwa dalam jangka waktu
5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0% (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
66 | P
6
6
age
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat diterbitkan berdasarkan kondisi
sebagaimana terdapat dalam huruf a sampai dengan huruf e. Sanksi adminitrasi yang
terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berupa:
a. bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
yang diterbitkan karena kondisi huruf a dan huruf e.
b. kenaikan sebesar:
1) 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
2) 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
3) 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar, untuk
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan karena kondisi huruf
b, huruf c, dan huruf d.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat diterbitkan melewati jangka waktu
5 (lima) tahun apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sanksi administrasi dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar ini berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Selain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar di atas, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar juga dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak dikenai pidana alpa yang
pertama kali. Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana
67 | P
6
7
age
apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak wajib
melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang
kurang dibayar. Hal ini diatur dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
b.
68 | P
6
8
age
69 | P
6
9
age
Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Pasal 17 ayat (1),
ayat 2, dan Pasal 17B.
Pasal 17 ayat (1) mengatur, bahwa Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan
pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Pasal 17 ayat (2) mengatur, bahwa Berdasarkan permohonan Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 17B ayat (2) mengatur, bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Secara singkat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dilakukan
apabila:
1. hasil pemeriksaan menyatakan bahwa ternyata pajak terutang lebih kecil
daripada jumlah kredit atau jumlah pajak yang telah dibayar.
2. terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
ini melalui proses penelitian.
3. terdapat permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak.
dan
diterbitkan
apabila
ternyata
terdapat
kelebihan
70 | P
7
0
age
diselesaikan dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal
terhadap Wajib Pajak yang permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan maka batas waktu 12 (dua belas) bulan tidak
berlaku.
Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
71 | P
7
1
age
a. bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Tagihan Pajak, untuk Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena
kondisi huruf a dan huruf b.
b. denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, untuk Surat
Tagihan Pajak yang diterbitkan karena kondisi huruf d, huruf e, dan huruf f.
c. bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat
Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan, untuk Surat
Tagihan Pajak yang diterbitkan karena kondisi huruf g.
d. bunga atau denda yang besarnya sesuai dengan pasal yang menjadi dasar
pengenaan sanksi, untuk Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena kondisi
huruf c.
dalam
Undang-Undang
KUP
yang
berkaitan
dengan
72 | P
7
2
age
b.
c.
73 | P
7
3
age
d.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dikenal dengan istilah Wajib Pajak Patuh
dan Wajib Pajak tersebut ditetapkan terlebih dahulu dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak pada setiap awal tahun.
Setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Terhadap Wajib Pajak tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak apabila:
a. terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan;
b. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
c. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
d. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
2. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak yang memenuhi
persyaratan tertentu.
Pengembalian ini diproses melalui penelitian dan apabila terdapat kelebihan
pembayaran pajak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak. Proses ini diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1
(satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan
Nilai.
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
74 | P
7
4
age
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu;
c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu; atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu.
Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
3. Pengembalian pajak pertambahan nilai kepada turis asing.
Terhadap orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan
pembelian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di
daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah
dibayar.
RANGKUMAN
1) Wajib Pajak dalam sistem self assessment diberi kewenangan penuh untuk
menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayar sendiri pajak
terutang yang menjadi kewajibannya. Kewajiban membayar pajak yang
terutang tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak tanpa menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak.
2) Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
3) Pengembalian kelebihan pembayaran dapat dilakukan melalui penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar maupun melalui pengembalian
pendahuluan dengan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak.
LATIHAN
75 | P
7
5
age
BAB
PENAGIHAN PAJAK
pajak
atau
surat
sejenisnya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundangundangan perpajakan.
Berdasarkan surat ketetapan pajak atau keputusan di atas terdapat satu
kesamaan yaitu adanya jumlah pajak yang masih harus di bayar. Jumlah yang masih
harus dibayar tersebut ditetapkan jatuh tempo pembayarannya. Jika sampai dengan
tanggal jatuh temponya jumlah pajak yang masih harus dibayar tersebut tidak dibayar
76 | P
7
6
age
oleh penanggung pajak, maka akan menjadi tunggakan pajak. Tunggakan pajak inilah
yang menjadi dasar pelaksanaan penagihan pajak.
hukum
penagihan
pajak
adalah
Undang-Undang
KUP
dan
UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Undang-Undang KUP secara khusus mengenai penagihan pajak dalam BAB IV
yang terdiri dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24.
C. Bunga Penagihan
Pada prinsipnya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, kecuali dasar
penagihan pajak tersebut diterbitkan untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di
daerah tertentu. Bagi kedua kelompok Wajib Pajak tersebut, jangka waktu pelunasan
dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (3) dan
ayat (3a) Undang-Undang KUP.
Apabila Wajib Pajak membayar dasar penagihan melebihi jangka waktu yang
telah ditentukan maka Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP
menyatakan bahwa:
Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau
kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa,
yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
Penjelasan dari Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang KUP antara lain menyatakan
bahwa:
77 | P
7
7
age
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo
pelunasan atau terlambat dibayar.
Contoh penghitungan sanksi bunga penagihan:
a. Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008,
dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran
sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp6.000.000,00. Pada tanggal 1
Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai
berikut:
Pajak yang masih harus dibayar
Rp10.000.000,00
Rp 6.000.000,00(-)
Kurang dibayar
Rp 4.000.000,00
Rp
80.000,00
b. Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut
pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember
2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi
administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar
Rp10.000.000,00
Kurang dibayar
Rp10.000.000,00
Rp
=
0,00
Rp
200.000,00 D.
Untuk memberikan fasilitas kepada Wajib Pajak maka kepada Wajib Pajak
dapat diberikan kelonggaran untuk membayar pajak yang tercantum dalam dasar
penagihan pajak (termasuk Pajak Penghasilan Pasal 29) melebihi jangka waktu
pelunasan yang telah ditentukan dengan cara mengangsur atau menunda
pembayaran. Angsuran atau penundaan tersebut diberikan dengan jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan. Fasilitas ini diberikan atas permohonan Wajib Pajak
yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak, terbatas bagi Wajib Pajak yang benarbenar sedang mengalami kesulitan likuiditas. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (4)
Undang-Undang KUP.
78 | P
7
8
age
Pajak
menerima
Surat
Ketetapan
Pajak
Kurang
Bayar
sebesar
Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir
pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk
mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah
yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap
angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00.
angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.
b. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda
pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.
Sanksi administrasi akibat angsuran atau penundaan pembayaran Pajak
Penghasilan Pasal 29 diatur dalam Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang KUP yang
menyatakan bahwa:
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang
atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan
79 | P
7
9
age
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
80 | P
8
0
age
81 | P
8
1
age
pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluwarsa. Tujuan dari
penghapusan piutang pajak adalah agar dapat diperkirakan secara efektif besarnya
saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak
yang tidak dapat ditagih lagi diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan dan aturan
pelaksanaan di bawahnya. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang KUP.
RANGKUMAN
1) Dasar penagihan pajak terdiri dari Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah.
2) Ketentuan terkait penagihan pajak diatur dalam Undang-Undang KUP dan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000.
3) Dasar penagihan harus dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. Apabila Wajib Pajak terlambat melunasi maka Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan.
4) Wajib Pajak diberi kelonggaran untuk melunasi dasar penagihan pajak melebihi
batas waktu yang ditentukan melalui pemberian fasilitas mengangsur atau
menunda pembayaran. Wajib Pajak yang diperbolehkan mengangsur atau
menunda pembayaran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per
bulan.
5) Negara memiliki hak mendahulu atas barang milik Penanggung Pajak.
6) Daluwarsa penagihan pajak adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali.
7) Menteri Keuangan dapat melakukan penghapusan piutang pajak dengan
maksud agar dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak
yang akan dapat ditagih atau dicairkan.
BAB
SENGKETA PAJAK
82 | P
8
2
age
83 | P
8
3
age
c. kekeliruan
dalam
penerapan
ketentuan
tertentu
dalam
peraturan
84 | P
8
4
age
85 | P
8
5
age
pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang diajukan oleh Wajib
Pajak tersebut dianggap dikabulkan.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar maksimal sebanyak
2 (dua) kali. Terkait dengan pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan
pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan
Wajib Pajak, Wajib Pajak hanya dapat mengajukan permohonan sebanyak 1
(satu) kali.
D. Ketentuan Keberatan dan Persyaratannya
Ketentuan terkait dengan keberatan diatur dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal
26A Undang-Undang KUP.
Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Keberatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak,
yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud
dengan "suatu" pada ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1
(satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Ketentuan mengenai pengajuan keberatan diatur sebagai berikut:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau
jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang
menjadi dasar penghitungan
b. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat
86 | P
8
6
age
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) UndangUndang
KUP atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan.
g. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada huruf f tidak termasuk sebagai utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a) UndangUndang
KUP.
h. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan
atau pemungutan pajak.
i.
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari
jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan, kecuali Wajib Pajak mengajukan
permohonan banding.
j.
87 | P
8
7
age
KUP, Wajib
Pajak
yang
bersangkutan
harus
dapat
Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada huruf e tidak termasuk sebagai utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a) Undang-Undang
KUP.
88 | P
8
8
age
g. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding
belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding
diterbitkan.
h. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
F. Ketentuan Mengenai Gugatan dan Persyaratannya
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 UndangUndang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang
Pengadilan Pajak).
Ketentuan mengenai gugatan diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang
KUP yang menyatakan bahwa:
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
G. Ketentuan Tentang Peninjauan Kembali dan Persyaratannya
Upaya hukum terakhir yang merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat
dilakukan baik oleh Wajib Pajak maupun fiskus adalah peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
Ketentuan mengenai Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang-Undang
Pengadilan Pajak, diatur sebagai berikut:
a. Pasal 77 ayat (3) menyatakan bahwa Pihak-pihak yang bersengketa dapat
mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung.
b. Pasal 91 menyatakan bahwa:
89 | P
8
9
age
RANGKUMAN
1) Pembetulan berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang KUP dilaksanakan
dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila
terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan
sebagaimana mestinya. Pembetulan tersebut dilakukan karena jabatan atau
atas permohonan Wajib Pajak. Sifat kesalahan atau kekeliruan yang
dibetulkan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan
Wajib Pajak.
2) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
3) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar.
RANGKUMAN
4) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya.
5) Apabila Wajib Pajak tidak puas terhadap hasil keberatan yang telah diajukan
sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Keberatan maka Wajib
Pajak dapat mengajukan banding ke badan peradilan pajak.
6) Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan upaya hukum
berupa Gugatan ke badan peradilan pajak terhadap pelaksanaan penagihan
Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan.
7) Wajib Pajak maupun fiskus dapat melakukan upaya hukum terakhir yang
merupakan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
90 | P
9
0
age
LATIHAN
1) Sebutkan jenis surat ketetapan yang dapat dilakukan Pembetulan berdasarkan
kuasa Pasal 16 Undang-Undang KUP.
2) Jelaskan produk hukum yang sanksi administrasinya dapat dikurangkan atau
dihapuskan.
3) Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan
pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak
dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
4) Sebutkan ketentuan mengenai keberatan.
5) Sebutkan ketentuan mengenai banding.
BAB
IMBALAN BUNGA
10
A. Umum
Imbalan bunga merupakan kompensasi yang diberikan oleh negara kepada
Wajib Pajak dalam hal terjadi :
a. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b. keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
c. kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan
banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau
seluruh permohonan Wajib Pajak;
d. kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan
Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak; atau
e. kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4)
91 | P
9
1
age
92 | P
9
2
age
93 | P
9
3
age
bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 17B ayat (3)
Undang-Undang KUP. Berdasarkan ketentuan ini maka imbalan bunga diberikan
apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan setelah melewati jangka waktu
13 (tiga belas) sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Secara umum permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus
ditindaklajuti oleh Direktur Jenderal Pajak melalui pemeriksaan dan diterbitkan surat
ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap sebagaimana uraian di
atas. Namun demikian, dalam kondisi tertentu ketentuan tersebut tidak berlaku, yaitu
jika terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (1a) UndangUndang KUP.
Pasal 17B ayat (4) mengatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan terhadap Wajib Pajak
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan maka
kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan imbalan bunga. Imbalan bunga diberikan
dengan syarat:
a. pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan:
1. tidak dilanjutkan dengan penyidikan;
2. dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan
tindak pidana di bidang perpajakan; atau
3. dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang
perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
dan
b. kepada Wajib Pajak tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Imbalan bunga tersebut sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap sampai dengan saat diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
D. Imbalan Bunga Akibat Kelebihan Pembayaran Pajak Karena Pengajuan
Keberatan, Permohonan Banding, atau Permohonan Peninjauan Kembali
Dikabulkan Sebagian atau Seluruh Permohonan Wajib Pajak
94 | P
9
4
age
95 | P
9
5
age
(1) Dalam hal Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1) yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan
yang menyatakan lebih bayar, kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang
mengabulkan sebagian atau seluruhnya dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan yang dihitung dari jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(2) Dalam hal Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2) yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih
bayar, kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian
atau seluruhnya dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung dari
jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(3) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung sejak
tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Nihil sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Berdasarkan ketentuan di atas imbalan bunga tidak diberikan atas:
a. kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali atas jumlah pajak yang tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan yang tidak disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir, namun
dibayar sebelum pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan
peninjauan kembali, atau sebelum diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
b. kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang disetujui Wajib Pajak dalam
pembahasan akhir, dan telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya kemungkinan Wajib Pajak
memperoleh imbalan bunga yang seharusnya tidak diterima sehubungan dengan
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali.
Imbalan bunga diberikan atas:
a. kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut
96 | P
9
6
age
97 | P
9
7
age
Wajib Pajak diatur dalam Pasal 27A ayat (1a) UndangUndang KUP serta Pasal 43 ayat
(3) PP 74.
Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP berbunyi:
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan atas Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung
sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Pasal 43 ayat (3) PP 74 berbunyi:
Apabila terdapat Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang
mengabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a)
UndangUndang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
98 | P
9
8
age
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh
permohonan Wajib Pajak.
Pasal 43 ayat (4) PP 74 berbunyi:
Imbalan bunga juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang dan/atau
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang berdasarkan
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan
sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
Sehubungan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan maka kepada Wajib Pajak juga dapat
diterbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Wajib Pajak juga dikenai sanksi administrasi:
a. Berupa denda 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP karena:
1. Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat faktur pajak, tetapi
tidak tepat waktu;
2. Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi faktur pajak secara lengkap;
3. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
b. Berupa bunga penagihan sebesar 2% (dua persen) per bulan karena jumlah
pajak yang masih harus dibayar menurut surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP, pada saat jatuh tempo
tidak atau kurang dibayar.
Apabila terdapat kelebihan pembayaran sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4)
dan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP karena diterbitkan Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi dimana pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi tersebut
merupajan akibat penerbitan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh Permohonan
Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga. Imbalan
bunga tersebut adalah sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan
pembayaran pajak, dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan
kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
99 | P
9
9
age
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan.
RANGKUMAN
1) Imbalan bunga dapat diberikan dalam hal terdapat:
a. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b. keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
c. kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan
banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian
atau seluruh permohonan Wajib Pajak;
d. kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat
Tagihan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib
Pajak; atau
e. kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat
(4) Undang-Undang KUP dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) UndangUndang KUP karena Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan
sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak..
2) Imbalan bunga terkait kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan
keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali
dikabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak tidak diberikan
dalam hal .
a. kelebihan pembayaran terjadi atas jumlah pajak yang tercantum dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan yang tidak disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan
akhir, namun dibayar sebelum pengajuan keberatan, permohonan banding,
atau permohonan peninjauan kembali, atau sebelum diterbitkan Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali.
b. kelebihan pembayaran terjadi atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang disetujui Wajib
Pajak dalam pembahasan akhir, dan telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
LATIHAN
1) Sebutkan ketentuan dalam Undang-Undang KUP dan PP 74 yang mengatur
pemberian imbalan bunga.
2) Jelaskan perbedaan pemberian imbalan bunga berdasarkan Pasal 17B ayat
(3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP.
BAB
100 |
Pag
1
0
11
Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa mampu menjelaskan ketentuan mengenai Penyidikan dan tindak
pidana di bidang perpajakan
A. Umum
Suatu perbuatan termasuk dalam kategori tindak pidana apabila perbuatan
tersebut memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam undang-undang yang memuat
ketentuan mengenai pidana. Bab I Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana berbunyi Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Seseorang tidak dapat
dinyatakan melakukan tindak pidana sepanjang tindakannya itu tidak dapat dibuktikan
sebagai tindak pidana sesuai perumusan dalam ketentuan pidana.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Asas dan Dasar Perpajakan 3,
menyatakan bahwa suatu tindak pidana dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
umum atau tindak pidana khusus. Tindak pidana khusus diberikan pengertian sebagai
tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan
peraturan khusus tentang cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaannya maupun
sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang lazimnya lebih ketat dan lebih berat. Definisi tersebut diberikan
dengan tambahan kalimat: jika tidak diberikan ketentuan yang menyimpang, maka
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana umum tetap berlaku. Pengertian
tersebut dan penjelasan selanjutnya dari buku itu memberikan penekanan pada tata
cara penyidikan, tuntutannya, pemeriksaannya yang khusus sebagai unsur suatu
tindak pidana merupakan tindak pidana khusus.
Apabila atas sangkaan suatu tindak pidana dilakukan penyidikan yang tata caranya
tidak mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maka tindak pidana
tersebut merupakan tindak pidana khusus.
101 |
Pag
1
0
102 |
Pag
1
0
a. didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar, atau
b. dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Sanksi pidana dalam Pasal 38 Undang-Undang KUP bersifat alternatif, yaitu
sanksi denda atau sanksi kurungan.
Sanksi pidana bagi setiap orang selaku Wajib Pajak yang kedua diatur dalam
Pasal 39 Undang-Undang KUP, yaitu terkait kesengajaan. Perbuatan kesengajaan
tersebut berupa:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 Undang-Undang KUP;
f.
perbuatan
kesengajaan
tersebut
dilakukan
sehingga
dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara maka dapat dikenai sanksi pidana
berupa:
103 |
Pag
1
0
a. pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun;
dan
b. denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Sanksi pidana dalam Pasal 39 Undang-Undang KUP bersifat kumulatif, yaitu
sanksi penjara dan sanksi denda. Apabila terdapat pengulangan perbuatan pidana
maka sanksi akan dilipatduakan, yaitu apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Khusus pidana percobaan untuk kesengajaan yang dilakukan dalam rangka
mengajukan
permohonan
restitusi atau
melakukan
kompensasi pajak
atau
pengkreditan pajak tertentu diatur tersendiri, yaitu setiap orang yang melakukan
percobaan:
a. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap.
Sanksi pidana percobaan ini berupa:
a. pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun;
dan
b. denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan.
Sanksi pidana bagi setiap orang selaku Wajib Pajak yang ketiga diatur dalam
Pasal 39A Undang-Undang KUP, yaitu terkait faktur pajak, bukti pungut, bukti potong,
atau bukti setoran yang tidak didasarkan transaksi yang sebenarnya.
Perbuatan tersebut berupa kesengajaan:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya; atau
104 |
Pag
1
0
105 |
Pag
1
0
Sanksi pidana bagi pejabat merupakan delik aduan, yaitu penuntutan terhadap
tindak pidana tersebut hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar. Hal ini sesuai dengan sifatnya yang menyangkut kepentingan pribadi
seseorang atau badan selaku Wajib Pajak.
3. Ketentuan pidana bagi pihak ketiga.
Pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak seperti bank,
akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi wajib memberikan
keterangan atau bukti yang diminta dalam rangka pemeriksaan pajak, penagihan
pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 Undang-Undang KUP. Apabila kewajiban ini dilanggar maka merupakan
tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 41A
Undang-Undang KUP. Tindak pidana dalam Pasal ini berupa sengaja:
a. tidak memberi keterangan atau bukti, atau
b. memberi keterangan atau bukti yang tidak benar.
Sanksi pidana yang diatur berupa pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Ketentuan
dalam Pasal 41A Undang-Undang KUP ini berlaku juga bagi yang menyuruh
melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
Selain kewajiban bagi pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib
Pajak, Undang-Undang KUP juga mengatur kewajiban bagi instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi dan pihak lain. Instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak
lain wajib memberikan yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat
Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 35A ayat (1) dan ayat (2)
UndangUndang KUP.
Apabila kewajiban tersebut dilanggar maka diancam pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 41C Undang-Undang KUP yang berbunyi:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban
pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
106 |
Pag
1
0
(3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat
(2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi
perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Ketentuan pidana bagi setiap orang yang menghalangi penyidikan.
Bagi setiap orang yang menghalangi penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan diancam sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Ketentuan
mengenai hal ini diatur dalam Pasal 41B Undang-Undang KUP. Ketentuan dalam Pasal
41B Undang-Undang KUP ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
107 |
Pag
1
0
j.
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain kewenangan tersebut, Penyidik dalam melaksanakan penyidikan dapat
meminta bantuan aparat penegak hukum lain sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat
(4) Undang-Undang KUP.
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Penghentian penyidikan dapat dilakukan karena:
a. Penyidik menghentikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau
108 |
Pag
1
0
RANGKUMAN
1) Ketentuan pidana dalam Undang-Undang KUP mengatur tindak pidana:
1. Bagi setiap orang selaku Wajib Pajak.
2. Bagi Pejabat.
3. Bagi pihak ketiga.
4. Bagi setiap orang yang menghalangi penyidikan
2) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak.
3) Untuk tindak pidana bagi pejabat yang diatur dalam Undang-Undang KUP
merupakan delik aduan.
LATIHAN
1) Jelaskan pidana yang berkaitan dengan Wajib Pajak.
2) Jelaskan mengenai penghentian penyidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitro, Rochmat, Asas dan Dasar Perpajakan 3, Bandung, Eresco, 1991.
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
109 |
Pag
1
0
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5268).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
UndangUndang (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999).
BIODATA PENULIS
Nama
Alamat korespondensi
Unit Instansi
Telp./Faks
HP
E-mail
: Handayanto TP
: Jl. Sakti I Nomor 6, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480
: Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Peraturan Perpajakan I
Sub Direktorat Peraturan KUP dan PPSP
: 5251609 ext 50921 / 5251609
: 08161886153
: teetho.teetho@gmail.com
Riwayat Pendidikan
110 |
Pag
Tahun
Lulus
1993
2002
2005
PerguruanTinggi
Bidang Spesialisasi
D-III Perpajakan
D-III Akuntansi dengan
Kurikulum Khusus
D-IV Akuntansi
1
1