Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi
pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal. Peradangan dimulai dalam
gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan
beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak
usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal
antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal
terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk
piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla
bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus
proksimal dan distal. .4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup
bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata,
berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.1

Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu.
Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah
hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse
henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut
badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan
tubulus dala pembentukan urine tidak kalah pentingnya.1

Gambar 2. Perdarahan pada ginjal


Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.3
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah


ekskresi air.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H +


dan membentuk kembali HCO3

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang


normal.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama


urea, asam urat dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi


produk sel darah merah oleh sumsum tulang.

Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.
3

Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang
paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.3
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan
tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi
tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian
utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansisubstansi yang disekresi.3
2.1.2. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal
dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak
nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub
tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri
atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang
terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak

paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel
viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma,
yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral
juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini
tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di
sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada
membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana
basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa. 5 , 17
Terdapat 2 jenis glomerulus yaitu :
1. glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting
untuk reabsoprsi air dan slut. 1

Gambar 3. Bagian-bagian nefron 6

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai


penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma
yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter
500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang
berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel
disisi lain.1,2
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu : 17
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel 1
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara
tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar
200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma.
Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler
gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi
sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis
intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio
jukstaglomerular.1

Gambar 4. Kapiler gomerulus normal


Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi.
Sel endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki
kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini adalah hasil dari 2 muatan
negative proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam
sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa
muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus
yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.1

gambar 5. anatomi sistem ginjal 6

2.2. FISIOLOGI
7

2.2.1. Filtarasi glomerulus


Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung
semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida,
protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya
lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang
bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.1,2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut
single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh
faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.1
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
-

tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)

tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)

tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat
tidak mengandung protein.1
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens
kreatinin atau memakai rumus berikut: Nilai k pada: BBLR < 1 tahun
0,33 , LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun
dan Kretinin serum 1 12 tahun

= 0,45

= 0,55 (mg/dl)

2.3. GLOMERULONEFRITIS AKUT


8

2.3.1.

DEFINISI

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus


(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai
akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di
tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.7,13
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis

akut) mencerminkan

adanya

korelasi klinik selain

menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan


prognosis.3
2.3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus
beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan
60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejalagejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko
terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4
Rammelkamp pada tahun 1950 berhasil mengidentifikasikan beberapa strain
Streptokokus yang dapat menyebabkan glomerulonefritis akut, yaitu Lancefield group
A terutama tipe XII.16

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa
penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan
karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri :
Gonococcus,

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Leptospira,

Mycoplasma

Pneumoniae,

Staphylococcus

albus,

Salmonella typhi dll


2. Virus

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,

parotitis epidemika dl
3. Parasit

: malaria dan toksoplasma 1,8

2.3.2.1. Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S.
pyogenes 9,10
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin
O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan
dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah.
Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada
manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O.
Antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan
dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang
melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi

10

sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang
tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat
ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum
manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
sterptokokus.9

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9
2.3.3. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan
unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi
didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara
mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan
terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom
juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon
11

terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler
gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine
yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkahbungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus
tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik
yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi

12

plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat
meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka
respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan
sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon
peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran
basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran
dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Komplekskompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler bawah epitel, sementara kompleks-kompleks
berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk
ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

13

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh


menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.4

Gambar 7. Patomekanisme Glomerulonefritis Paska Streptokokus

2.3.4. Prevalensi

14

Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara


maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang. 6 Pada beberapa negara
berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma
nefritik yang paling sering ditemui.16 GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok
umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi.
Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun.
Glomerulonefritis paska streptokokus paling sering ditemui pada anak berusia 5-12
tahun dan jarang terjadi sebelum usia 3 tahun.19 Penyakit ini dapat terjadi pada laki
laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan
dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang
yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak
sehat.3,7,8,11 Penyakit ini juga merupakan salah satu penyebab utama gangguan ginjal,
mencakup 10-15% penyebab end stage renal failure (ESRF) di Amerika Serikat.15
2.3.5. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak
jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau
seperti kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau
di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal
jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian bawah tubuh ketika
menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

15

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria 14


Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan
ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa
tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap
ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
menyertai penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. 1,2
2.3.6. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7
16

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus


dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu
memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga
menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai
diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
2.3.7. Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan
pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat
disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen
kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel
epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan

17

mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 8. Histopatologi

gelomerulonefritis

dengan

mikroskop

cahaya

pembesaran 20
Keterangan gambar : Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya
(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan
glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler
terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Gambar

9.

Histopatologi

glomerulonefritis

dengan

mikroskop

cahaya

pembesaran 40

18

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron


keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan
proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung
dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi


keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan
pembesaran 25. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG)
sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran starry sky
appearence
2.3.8. Diagnosis

19

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan


gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal
akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis,
bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen
C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain
dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu
nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering
menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik
pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria),
sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropatiIgA.1,2,7,12
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis
kronik

yang

menunjukkan

gejala

tersebut

adalah

glomerulonefritis

membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik.


Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal
sakit.1,2,7,12
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama
tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain
jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan
Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik
akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis

membranoproliferatif.

Pasien

glomerulonefritis

akut
20

pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;


tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,7

2.3.9. Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan sindrom nefritis akut. Perbedaan
manifestasi klinis serta lesi histologis dari beberapa penyakit tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.1.(14)

Tabel 2.1 Penyakit Ginjal yang Dapat Menyebabkan Sindrom Nefritis Akut
Penyakit

Manifestasi Klinis pada

Lesi Histologis yang

Glomerulonefritis paska

Ginjal
Sindrom nefritik,

Biasa Ditemukan
Glomerulonefritis

infeksi

hematuria, proteinuria

endokapiler:
Glomerulonefritis difus
dan proliferatif pada sel
mesangial dan endotel
yang diduga disebabkan
deposisi kompleks imun in
situ akibat tertanamnya

Nefropati IgA

Sindrom nefritik dengan

antigen streptokokal
Glomerulonefritis

hematuria mikroskopis

mesangioproliferatif:

maupun makroskopis

Proliferasi sel secara fokal


atau difus yang terutama
terjadi pada mesangium,

21

diduga akibat stimulasi dari


Henoch-Schnlein

Sindrom nefritik,

deposisi IgA polimer


Proliferasi sel mesangial

purpura nephritis (HSP)

hematuria, proteinuria,

dapat berhubungan dengan

sindrom nefrotik

glomerular crescent (sel


epitel terproliferasi yang
setengah melingkari
glomerulus), nekrosis
kapiler, dan vaskulitis
leukositoklastik yang
diduga akibat perbedaan

Wegener granulomatosis,

Glomerulonefritis

ukuran deposit IgA


Glomerulonefritis

poliangitis mikroskopis,

progresif akut, sindrom

proliferatif fokal maupun

glomerulonefritis kresentik nefritik

difus dengan pembentukan

idiopatik

crescent yang ekstensif

Antiglomerular basement

Glomerulonefritis

pada > 50% glomerulus


Glomerulonefritis

membrane disease

progresif akut, sindrom

segmental fokal dengan

nefritik

nekrosis dimana cepat


terjadi pembentukan
crescent yang meluas
akibat antibodi terhadap

Lupus Eritematosus

Sindrom nefritik, sindrom

kolagen tipe IV
WHO tipe II:

Sistemik

nefrotik, hematuria,

Glomerulonefritis

proteinuria

proliferatif fokal yang


mencakup proliferasi
seluler pada daerah
mesangial dan endokapiler
pada < 50% glomerulus
WHO tipe IV:
Glomerulonefritis
proliferatif difus yang
mencakup proliferasi
22

mesangial dan endokapiler


pada > 50% glomerulus,
terkadang berhubungan
dengan terjadinya nekrosis
dan pembentukan crescent
Glomerulonefritis akut juga dapat mengikuti infeksi oleh Stapilokokus koagulase
positif maupun negatif, Streptococcus pneumoniae, serta bakteri gram negatif.(9)
Selain itu, endokarditis bakterial juga dapat menyebabkan glomerulonefritis
hipokomplementemik dengan gagal ginjal. Dan terakhir, glomerulonefritis akut juga
dapat terjadi setelah penyakit akibat jamur, ricketsia, maupun virus, terutama
influenza.

2.3.10.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus. Namun Penatalaksanaan glomerulonefritis akut paska streptokokus
terutama ditujukan terhadap efek akut dari insufisiensi renal dan hipertensi. (18) Bagi
pasien dengan ekspansi volume nyata dan kongesti pulmonal yang tidak memberi
respon terhadap terapi diperlukan dialisis, baik hemodialisis maupun dialisis
peritoneal.(16) secara umum terapi pada GNPS adalah sebagai berikut :
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi

beratnya

glomerulonefritis,

melainkan

mengurangi

menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian


penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang

23

anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Antibiotik dapat diberikan penisilin prokain 50.000
U/kgBB/kali

IM

2x/hari

ataupun

penisilin

50 mg/kgBB/hr PO dibagi 3 dosis untuk infeksi aktif. Apabila sensitif terhadap


penisilin, dapat diberi eritromisin 50 mg/kgBB/hari (3 dosis). Antibiotik
diberikan selama 10 hari.(14)
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
apabila hipertensi ringan (130/80 mmHg) tidak diberikan anti-hipertensi.
Untuk hipertensi sedang (140/100 mmHg) diberi hidralazin 0,1-0,2
mg/kgBB/kali IM atau 0,75 mg/kgBB/hari (4 dosis) PO, atau nifedipin
sublingual 0,25-0,5 mg/kgBB (kemasan 5 mg dan 10 mg). Untuk hipertensi
berat diberi klonidin drip dengan dosis 0,002 mg/kgBB/8jam + 100 mL
dekstrosa 5% (mikro drip) atau nifedipin sublingual.2 Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 510 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis
rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Bila terdapat tanda hipovolemia (edema paru, gagal jantung) disertai oliguria,
maka

diberi

diuretik

kuat

seperti

furosemid

dengan

dosis

1-2 mg/kgBB/kali.(2)

24

2.3.11. Komplikasi
Komplikasi akut dari penyakit ini terutama merupakan akibat hipertensi dan
disfungsi renal akut. Hipertensi terdapat pada 60% pasien dan menyebabkan
ensefalopati hipertensif pada 10% kasus. Komplikasi lain yang dapat terjadi
antara lain kegagalan jantung, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
asidosis, kejang, serta uremia. 18
Selain itu ada beberap komplikasi yang sering terjadi antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi
maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.1,3,4,7
2.3.13. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Kesembuhan total terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis akut
paska streptokokus.18 Tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam

25

waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.
Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh
sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 1,4,12
Kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534
pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak
berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang
glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan
adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang
dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum
menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler
dan gagal ginjal kronik.1,4,12

BAB III
KESIMPULAN

26

Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal. Glomerulonefritis akut paling


lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan
remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus
akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman
streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling
sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan
fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan anti
hipertensi kalau perlu,
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa
tidak begitu baik.

DAFTAR PUSTAKA

27

1. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed


4, EGC, Jakarta.
2. Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, DKK.1990. Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus. Kompendium Nefrologi Anak, 57-65, Balai Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. Pujiadi AH, DKK.2010. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Pedoman
Pelayanan Medis IDI Jilid I, 89-91, Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
5. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th,
2009.
6. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis. Ilmu Penyakit
Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna

J.

.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.

Lager,
Accessed

April 8th, 2009.


8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th,
2009.
9. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th,
2009.
10. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed
April 8th, 2009.
11. Sindrom Nefritis Akut. In: Garna H, Nataprawira HMD, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Anak. 3rd ed. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UNPAD RSHS; 2005.
12. Vinen CS, Oliveira DBG. Acute Glomerulonephritis. Postgrad Med Journal.
21 March 2007;79:206-13.
13. Falk RJ, Jennette JC, Nachman PH. Primary Glomerular Disease. In: Brenner
BM, Rector FC, editors. Benner & Rector's the Kidney. 7th ed. Philadelphia:
W B Saunders; 2004.
14. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease
in Adults and Children. 4th ed. MIssouri: Mosby; 2002.

28

15. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis Associated with Infections. In:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: W B Saunders; 2003.

29

Anda mungkin juga menyukai