Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO C BLOK 24

Disusun oleh :
Kelompok B4
Anggota
1.Anantya Dianty S
2.Rahmatul Ikbal
3.Atia Julika
4.Nur Suci Trendy Asih
5.Charisma Tiara Ramadhani
6.Ivandra Septiadi Tama Putra
7.M. Arisma D. Putra
8.Salsabil Dhia Adzhani
9.Indah Fitri Nurdianthi
10.Ira Meliani
11.Jaskeran Kaur Dhaliwal Avtar Singh
12.Gunnasundary Thirumalai
13.Daniela Selvam
14.Jeshwinder Kaur Jagdish Singh

04111401004
04111401009
04111401010
04111401016
04111401023
04111401028
04111401039
04111401041
04111401056
04111401074
04111401092
04111401096
4101401027
4101401131

Tutor :dr. H.M.A. Husnil Farouk, MPH, PKK.

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
1

KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini berisikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam menjalankan kegiatan
tutorial. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran. Dalam tutorial ini pula ditunjuk moderator serta notulis.Bahan laporan ini
kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen
pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang
tua, tutor pembimbing;dr. H.M.A. Husnil Farouk, MPH, PKK.; dan para anggota kelompok
yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami
mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami
memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan
laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Palembang, April 2014


Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
BAB I

BAB II

: Pendahuluan
1.1

Latar Belakang.......................................................................................4

1.2

Tujuan dan Manfaat...............................................................................4

: Pembahasan
2.1

Data Tutorial...........................................................................................5

2.2

Skenario Kasus.......................................................................................5

2.3

Paparan
I

KLARIFIKASI ISTILAH.....................................................6

II

IDENTIFIKASI MASALAH................................................7

III

ANALISIS MASALAH........................................................8

IV

HIPOTESIS.........................................................................19

LEARNING ISSUES..........................................................19

VI

KERANGKA KONSEP......................................................26

BAB III : Penutup


3.1 Kesimpulan..............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas mengenai Tumbuh Kembang dan
Geriatri yang berada dalam blok 24 pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.

BAB II
4

PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor

: dr. H.M.A. Husnil Farouk, MPH, PKK.

Moderator

: Jeshwinder Kaur Jagdish Singh

Sekretaris Meja

: Indah Fitri Nurdianthi

Hari, Tanggal

: Senin, 07 April 2014


Kamis, 10 April 2014

Peraturan

: 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.


2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif).
3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario Kasus


Mrs. Minah, 63 years old female, complains of two episodes of urinary incontinence. On both
occasions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The first
episode occured when she was in her car and the second while she was in a shopping mall.
She is reluctant to go out because of this problem urge incontinence. She has no menstrual
since she was 50. Within the last month, her husband died and ever since she stayed with a
housemaid.
Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood pressure is
150/80 mmHg, body temperature is 36,50C, there is no exertional dyspnea, fatigue, and
headache.
Laboratory finding is within normal limit
Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. MMSE score is 26.
Mrs. Minah so far was in treatment of captopril 12,5 mg, two times daily.

Terjemahan :
5

Ny. Minah, 63 tahun perempuan, mengeluh inkontinensia urin sebanyak dua kali. Pada kedua
keadaan itu Ny. Minah tidak dapat ke toilet pada waktunya untuk buang air kecil. Pada saat
pertama terjadi ketika dia di mobil dan kedua ketika dia di mall. Dia malu untuk keluar
karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada
bulan lalu, suaminya meninggal dan sejak itu dia tinggal bersama pembantu.
Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 75 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah 150/80
mmHg, ada defisit tekanan radial apikal, suhu 36,50C, tidak ada dispneu saat beraktivitas,
kelelahan, dan sakit kepala.
Hasil laboratorium didapatkan normal.
Densitometer lumbal -3,0 dan densitometer femoral -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. Skor MMSE 26.
Mrs. Minah mendapat pengobatancaptopril 12,5 mg, dua kali sehari.

2.3 Paparan
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Inkontinensia urin
: beser (tidak bisa menahan keluarnya urin)
2. Urge incontinence
: keluarnya urin akibat overkontraksi otot kandung kemih.
3. Tekanan radial apikal : denyut nadi yang tidak sama antara apeks kordis dan arteri
radialis (atrial fibrilasi)
4. Headache
: sakit kepala
5. Exertional dispneu : sesak saat melakukakan aktivitas
6. Lumbal densitometry : kepadatan tulang lumbal
7. Geriatric Deppresion Scale : ukuran tingkat depresi pada geriatri (lansia)
MMSE (Mini Mental Stage Examination) : ukuran gangguan kognitif (daya ingat)

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Mrs. Minah, 63 years old female, complains of two episodes of urinary incontinence.
On both occasions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of
6

2.

3.

4.

5.

urine. The first episode occured when she was in her car and the second while she was
in a shopping mall
(Ny. Minah, 63 tahun perempuan, mengeluh inkontinensia urin sebanyak dua kali.
Pada kedua keadaan itu Ny. Minah tidak dapat ke toilet pada waktunya untuk buang
air kecil. Pada saat pertama terjadi ketika dia di mobil dan kedua ketika dia di mall).
She is reluctant to go out because of this problem urge incontinence. She has no
menstrual since she was 50. Within the last month, her husband died
(Dia malu untuk keluar karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat
menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada bulan lalu, suaminya meninggal).
Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood
pressure is 150/80 mmHg, body temperature is 36,5 0C, there is no exertional
dyspnea, fatigue, and headache
(Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 75 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah
150/80 mmHg, ada defisit tekanan radial apikal, suhu 36,5 0C, tidak ada dispneu saat
beraktivitas, kelelahan, dan sakit kepala).
Additional examination :Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. MMSE score is 26
(Pemeriksaan tambahan :Densitometer lumbal -3,0 dan densitometer femoral -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. Skor MMSE 26).
Mrs. Minah so far was in treatment of captopril 12,5 mg, two times dailly
(Mrs. Minah mendapat pengobatan captopril 12,5 mg, dua kali sehari)

III. ANALISIS MASALAH


1. Mrs. Minah, 63 years old female, complains of two episodes of urinary
incontinence. On both occasions she was unable to reach a bathroom in time to
prevent loss of urine. The first episode occured when she was in her car and the
second while she was in a shopping mall
7

(Ny. Minah, 63 tahun perempuan, mengeluh inkontinensia urin sebanyak dua


kali. Pada kedua keadaan itu Ny. Minah tidak dapat ke toilet pada waktunya
untuk buang air kecil. Pada saat pertama terjadi ketika dia di mobil dan kedua
ketika dia di mall).
a. Apa yang dimaksud dengan inkontinensia urin?
Definisi inkontinensia urin : dalam bahasa awam disebut beser.
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga menyebabkan masalah gangguan kesehatan dan
atau social. Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang
sering ditemukan pada pasien geriatri. Walaupun jarang mengancam jiwa, IU
dapat memberikan dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi, dan sosial
pasien, serta dapat berdampak buruk bagi keluarga dan karier pasien.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia
lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit
mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia
urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka
kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
(Buku Ajar Geriatri UI, 2006)
b. Apa klasifikasi inkontinensia urin?
Banyak klinisi mengelompokkan IU menjadi 4 kategori di bawah ini:
1. IU urgensi, yaitu keadaan di mana ada dorongan kuat untuk berkemih tanpa
adanya alasan, yang tidak dapat ditahan. Pasien mengeluh ingin buang air kecil
secara tiba-tiba yang tidak dapat ditahan. Bila dia menahannya, maka urin
akan keluar dengan sendirinya. Kelainan ini sering akibat kontraksi yang tidak
dapat dihindari karena otot-otot vesika sangat aktif berkontraksi. Pada Urge
Inkontinensia, urin yang keluar lebih banyak, sering buang air kecil pada
malam hari dan pada waktu tidurpun dapat keluar, karena otot-otot vesika
berkontraksi tergantung dari jumlah urin di dalam vesika urinaria. Kasus IU
urgensi tersebut paling sering dijumpai pada perempuan usia lanjut.
2. IU stres, ialah keluarnya urin secara tidak terkontrol akibat meningkatnya
tekanan intraabdominal, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan
penurunan estrogen. IU stres paling sering dijumpai pada perempuan dewasa
terutarna perempuan lanjut usia. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk,
mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan
pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi (misalnya
dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan
operasi.
3. Overflow Incontinence (OI), merupakan hilangnya kendali miksi involunter
yang berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini
dapat terjadi secara sekunder dari kerusakan otot detrusor. Hal ini disebabkan
karena kelemahan otot-otot vesika dan kerusakan syaraf karena penyakit
Diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau karena ada penekanan
oleh tumor atau batu.

Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
4. IU fungsional, terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan
kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik dan
psikologik.
Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia
urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang
mendasari diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis
atrofik, obatobatan dan masalah psikologik. Inkontinensia urin yang persisten
biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi (Martin dan
Frey, 2005)
1) Inkontinensia urin akut (Transient incontinence) : Inkontinensia urin
ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya
berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang
menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya berupa delirium,
infeksi, inflamasi, gangguan mobilitas, kondisi-kondisi yang
mengakibatkan poliuria (hiperglikemia, hiperkalsemia) ataupun kondisi
kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif.
2) Inkontinensia urin kronik (persisten) : Inkontinensia urin ini tidak
berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama (lebih dari 6
bulan). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatarbelakangi
Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu : menurunnya kapasitas
kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan
kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
c. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin?
Penuaan menopause kadar estrogen elastisitas saluran uretra
kontrol miksi terganggu inkontinensia urin
Obesitas tekanan intraabdominal inkontinensia urin

Usia (63 thn)

menopa
Menopause

estrogen

diferensiasi
dan aktivasi

lemak

obesitas

Tekanan
intra

Menekan otot2
destrusor
kandung

Kontraksi
involunter

Pembentuk
an plak

arteroskler

hipertens

Perubahan pada
struktur otot2 dan
fungsi dinding uretra
dan kandung kemih

resorpsi
Kandungan kolagen
pada matriks kolagen
Massa

osteoporosis

Penurunan
kemampuan kandung
kemih dalam

Pengambilan
captopril
( efek

Inkontinensi

d. Apa faktor resiko inkontinensia urin pada Ny. Minah?


1) Wanita (kehamilan dan persalinan)
- Kehamilan menambah beban struktur dasar panggul dan dapat
menyebabkan kelemahan panggul yang pada akhirnya menyebabkan
inkontinensia urin.
- Persalinan menyebabkan kerusakan sistem pendukung uretra, kelemahan
dasar panggul akibat melemah dan mereganggnya otot dan jaringan ikat
selama proses persalinan, kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan
10

2)

3)

4)

5)
6)

penyangga organ dasar panggul, dan peregangan jaringan dasar panggul


selama proses persalinan melalui vagina dapat merusak saraf pudendus
dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan jaringan ikat dasar panggul,
serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra untuk kontraksi dan
respon peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi detrusor. Jika
kolagen rusak, maka origo maupun insersio otot menjadi kendur sehingga
mengganggu kontraksi isometrik. Hal ini menyebabkan mekanisme fungsi
yang tidak efisien dan hipermobilitas uretra. Pemakainan forseps selama
persalinan dapat memicu IU. Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi
tampaknya berhubungan dengan IU.
Usia
Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan oleh :
- Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indra dan
kemunduran system lokomosi.
- Kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait usia. Apalagi,
faktor-faktor pada manula seperti gangguan mobilitas dan/atau
kemunduran status mental yang dapat meningkatkan risiko episode
inkontinensia.
Menopause
- Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina
dan otot pintu saluran kemih (uretra)
- Sejumlah besar reseptor estrogen berafinitas tinggi telah diindentifikasi
terdapat di m.pubokoksigeus, uretra, dan trigonum vesika. Interaksi
estrogen dengan reseptornya akan menghasilkan proses anabolik.
Akibatnya bila terjadi penurunan estrogen terutama pada traktus urinarius
perempuan menopause akan mengalami perubahan struktur dan fungsi.
Estrogen dapat mempertahankan kontinensia dengan meningkatkan
resistensi uretra, meningkatkan ambang sensoris kandung kemih, dan
meningkatkan sensitivitas -adrenoreseptor pada otot polos uretra.
- Penurunan estrogen menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga
penutupan uretra tidak baik. Defisiensi estrogen juga membuat otot
kandung kemih melemah. Jika terjadi penipisan dinding uretra dan
kelemahan otot kandung kemih, latihan fisik dapat membuka uretra
dengan tidak diduga-duga.
Obesitas
- Penambahan berat badan berlebih dapat merubah struktur kandung kemih
dan melemahnya otot dasar panggul
Tempat berkemih yang tidak memadai
Hambatan mobilitas untuk berkemih
Obat-obatan yang dapat meningkatkan produksi urin, seperti: diuretika,
antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic
adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik.

11

7) Herediter
Penurunan sifat secara familial yang dapat meningkatkan insiden
inkontinensia urin stres.
8) Penyakit metabolic : yang berhubungan dengan pengaturan urin berlebih.
Misal : pada penyakit DM, gagal jantung kongestif
9) Batuk kronis :
Peningkatan tekanan intra-abdominal (serupa dengan peningkatan IMT) yang
sebanding dengan tekanan intravesikal yang lebih tinggi. Tekanan yang tinggi
ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya
inkontinensia.
10) Kelainan Neurologi : misalnya struk, trauma pada medulla spinalis,
demensia,dll.
11) Kelainan urologi, misalnya radang, batu, tumor,divertikel
12) Merokok
Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya
inkontinensia urin dalam beberapa penelitian, dengan efek terkuat terlihat pada
inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok berat. Mekanisme
patofisiologi mungkin efek langsung pada uretra dan tidak langsung, dimana
perokok umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih akibat batuk,
yang melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat.

2. She is reluctant to go out because of this problem urge incontinence. She has no
menstrual since she was 50. Within the last month, her husband died
(Dia malu untuk keluar karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat
menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada bulan lalu, suaminya meninggal).
a. Apakah umur merupakan faktor resiko terjadinya urge incontinence?
Ya, karena pada usia tua terjadi perubahan anatomi dan fisiologi pada sistem
urinarius.
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi
Fibrosis
Saraf otonom
Pembentukan divertikula

Uretra

Perubahan fisiologis
Kapasitas
Kemampuan menahan kencing
Kontraksi involunter
Volume residu pasca berkemih
Perubahan morfologis
Komponene seluler
Deposit kolagen

12

Vagina
Dasar panggul

Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan
Tekanan akhiran keluar
Componen selular
Mucosa atrofi
Deposit kolagen
Rasio jeringan ikat-otot
Otot melemah

Tabel 1. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Sistem Urinarius pada usila


Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena
terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot-otot dasar panggul. Pengaruh penuaan
akan menyebabkan terjadinya atrofi pada seluruh organ tubuh, termasuk juga pada organ
urogenital.
1. Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini
disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause, serta
struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada perempuan
biasanya disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang menyangga saluran
kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar begitu saja tanpa dapat
ditahan.
Proses persalinan dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot-otot
dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya inkontinensia urin.
2. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada perempuan di usia menopause, akan terjadi
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urin. Selain itu, menurunnya estrogen dapat menyebabkan :
1) gangguan aktivasi sel osteoblast
2) gangguan pengendapan matriks tulang,
3) berkurangnya deposit kalsium dan fosfat tulang

b. Berapa usia normal terjadinya menopause pada wanita?


Usia menopause normal pada wanita menurut buku Fisiologi Sherwood
45-55 tahun
c. Apa yang dimaksud dengan menopause dan fisiologi menopause?
Menopause : berhentinya siklus menstruasi karena proses penuaan yang
mengakibatkan menurunnya kadar estrogen dan progesteron dari normal dimana
folikel-folikel di ovarium mengalami atresia, sehingga terjadi amenore.
Umur tua FSH dan LH estrogen dan progesteron folikel di ovarium
atresia Endometrium menipis Vaskularisasi amenore
d. Apakah menopause merupakan faktor resiko terjadinya urge incontinence?

13

Ya, pada saat menopause produksi hormon estrogen dan prosgesteron


menurun yang mengakibatkan endometrium akan menjadi sangat tipis dan haid
akan berhenti.
e. Apakah kematian suaminya sebagai pemicu terjadinya depresi?
Bisa, karena adakalanya kematian suami atau teman hidupnya merupakan
faktor trauma psikis, yang kondisi ini dapat menyebabkan perasaan sedih yang
mendalam pada diri Ny. Minah sehingga akan kehilangan minat dan semangat,
malas beraktivitas, dan gangguan tidur.
3. Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood
pressure is 150/80 mmHg, body temperature is 36,5 0C, there is no exertional
dyspnea, fatigue, and headache
(Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 75 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan
darah 150/80 mmHg, ada defisit tekanan radial apikal, suhu 36,5 0C, tidak ada
dispneu saat beraktivitas, kelelahan, dan sakit kepala).
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaa
n

Hasil
Range Normal
Pemeriksaa
n
Interpretasi
BB : 75 kg
IMT= 75/ BMI
< 18.5
Underweight
2
TB : 156 cm (156/100) =
18.5Normal
30,8
24.9
25-29.9
30-34.9
35-39.9
>40

Interpretasi

OBESITAS
TINGKAT I

Overweight
Obesitas tingkat I
Obesitas tingkat II
Obesitas tingkat III

Tekanan
Darah

150/80
mmHg

HIPERTENSI
DERAJAT I
(HIPERTENSI
SISTOLIK
TERISOLASI)

Suhu

36,50C

Pulse

ApicalDenyut apeks jantung = arteri radialis


ATRIAL
radial pulse (pada kasus : denyut pada arteri radialis jauh FIBRILASI
deficit
lebih lemah dari pada denyut yang terdengar

Normal
Sub Febris
Febris
Hiperpireksis
Hipotermi
Hipertermi

: 36,6oC - 37,2 oC
: 37 oC - 38 oC
: 38 oC - 40 oC
: 40 oC - 42 oC
: Kurang dari 36 oC
: Lebih dari 40 oC

NORMAL

14

pada apeks jantung)


Dispneu
Tidak ada
NORMAL
saat
beraktivitas
Kelelahan
Sakit
Kepala
Kesan : Ny. Minah mengalami obesitas, hipertensi sistolik terisolasi, dan atrial fibrilasi
4. Additional examination :Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry
is -2,7. Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. MMSE score is 26
(Pemeriksaan tambahan :Densitometer lumbal -3,0 dan densitometer femoral
-2,7. Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. Skor MMSE 26).4
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan tambahan yang telah dilakukan?
Pemeriksaan Nilai Normal
Lumbal
Densitometry
Femoral
Densitometry
Geriatric
Depression
Scale (GDS)

Nilai
Kasus
- 3,0

> - 1 (normal)
-1 s.d -2,5 (densitas
tulang menurun)
-sda-2,7

Pada Interpretasi
Osteoporosis

Osteoporosis

Formulir singkat:
6
Kemungkinan depresi
<5 = normal
5-10 = kemungkinan
depresi
>10 = depresi berat
Mini Mental
25 = normal
26
Normal, tidak mengalami
State
21-24 = ringan
demensia
Examination
10-20 = sedang
(MMSE)
9 = berat
Kesan : Ny. Minah mengalami osteoporosis, kemungkinan depresi dan tidak demensia.
b. Apa pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan?
Urinalisis untuk menunjukkan adanya infeksi, sumbatan akibat batu saluran
kemih atau tumor, pengukuran volume residu urin post-miksi dengan kateter
ataupun USG, membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih
jika volume residu urin 50 ml inkontinensia urin tipe stres, volume residu urin
> 200 ml kelemahan detrusor atau obstruksi
Pemeriksaan Cysto-uretroskopi : untuk menguji urodinamik dan proses
pengosongan kandung kemih
Stress testing untuk mengetahui apakah penderita menderita stress
incontinence, dengan cara penderita disuruh batuk yang keras atau disuruh
tertawa.
15

urine flowmetry untuk mengetahui kecepatan pengosongan vesica urinaria


dengan cara
X-ray thoraks untuk melihat adanya pembesaran jantung atau kelainan pada
paru-paru.

5. Mrs. Minah so far was in treatment of captopril 12,5 mg, two times daily
(Mrs. Minah mendapat pengobatan captopril 12,5 mg, dua kali sehari).
a. Apa indikasi pemberian captopril pada Ny. Minah?
o Pengobatan hipertensi sedang hingga berat
o Captopril termasuk golongan ACE-Inhibitor.
6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada Ny. Minah?
Anamnesis :
1. Wanita , usia 62 tahun
2. Riwayat menopause usia 50 tahun
3. Selalu mengalami beser
4. Suami sudah meninggal
5. Ny.Minah mengkonsumsi captopril 12,5 mg, 2x sehari
Pemeriksaan fisik :
umum
1. BB = 75 kg; TB = 156 cm BMI = 30,8
2. BP 150/80 mmHg
3. Apical-radial pulse deficit
khusus
1.
Kepala : tidak ada data
2.
Leher : tidak ada data
3.
Thoraks : Tidak ada data
4.
Abdomen : Tidak ada data
5.
Ekstremitas : Tidak ada data
Laboratorium dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang
1) Densitometry :
- Lumbal densitometry is -3,0 dan Femoral densitometry is -2,7
2) Geriatric Depression Scale ( GDS ) 6
3) MMSE score is 26
7. Apa diagnosis banding penyakit yang diderita Ny. Minah dan apa diagnosis
kerjanya?

16

Working diagnosis :
Ny. Minah mengalami inkontinensia urin tipe urgensi disertai obesitas,
osteoporosis, hipertensi sistolik terisolasi dengan komplikasi atrial fibrilasi, dan
kemungkinan depresi.
8. Bagaimana penatalaksanaan terhadap penyakit yang diderita Ny. Minah?
a. Inkontinensia urin

b. Obesitas

c. Hipertensi
- Tetap diberikan Captopril 2x sehari
d. Atrial fibrilasi
- Konsul ke radiologis
e. Osteoporosis
- Biphosphonat calcium dosis: 1000-1500 mg/hari
- Olahraga ringan
17

9. Apa komplikasi inkontinensia urin?1


Inkontinensia Urin :
Infeksi saluran kemih, urosepsis
Infeksi kulit daerah kemaluan
Masalah psikososial seperti depresi, gangguan tidur. mudah marah dan rasa
terisolasi
Dehidrasi karena pasien mengurangi minum karena khawatir terjadi
inkontinensia urin yang mengakibatkan gangguan pada ginjal
Hipertensi Sistolik Terisolasi :
Strok, demensia vaskular
Aritmia jantung , tromboemboli.
Osteoporosis:
Fraktur
10. Apa pencegahan inkontinensia urin?2
Perbaikan pola hidup olahraga teratur, makanan bergizi
Hindari stress
11. Apa prognosis inkontinensia urin?3
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: malam
12. Apa SKDI pada kasus ini?
Inkontinensia urin 2
Obesitas 4A
Osteoporosis 3A
Atrial fibrillation 2
IV. HIPOTESIS
Mrs. Minah, 63 tahun mengalami inkontinensia urin dengan hipertensi + obesitas +
osteoporosis + atrial fibrilasi + depresi akibat menopause.

VI. LEARNING ISSUE


1. GERIATRI
Meliputi :
Pada Wanita
- Menopause
- Osteoporosis
- Demensia
18

Inkontinensia urin dan alvi

Pada Pria
-

Osteoporosis
Demensia
Inkontinensia urin dan alvi

2. INKONTINENSIA URIN
A. Definisi
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau
sosial (Kane dkk. 1989).
B. Etiologi
Inkotinensia urin dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus yang
mengurangi perubahan-perubahan pada organ berkemih akibat proses menua/lansia
meliputi : (Whitehead, Fonda)
o Kelainan Urologis : misalnya ISK, tumor, divertikel
o Kelainan neurologik : misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis,
demensia, delirium.
o Lain-lain, misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai /jauh dan sebagainya
Penyebab inkontinensia urin pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi
penyebab akut dan penyebab kronik.(Kane dkk.)
1) Inkotinensia akut
Penanganan IU akut pada usia lanjut berbeda tergantung kondisi yang dialami
pasien.IU akut juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai
sebab. Untuk memudahkan mengingat macam inkontinensia yang akut dan
biasanya reversibel, antara lain dapan memanfaatkan akronim DRIP, yang
merupakan kependekan dari: (Kane dkk.)
D
: Delirium
R
: Restriksi mobilitas, retensi
I
: Infeksi, inflamasi, impaksi feces.
P
: Pharmasi (obat-obatan), poliuri
2) Penyebab kronik
a. Stress urinary incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol
keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di
dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra.
Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang
lebih sering dipakai)
b. Urge incontinence
19

Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil,
di mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan
ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari, dan
inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan
beberapa latihan.
c. Total incontinence
Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu
dan pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran
abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke
luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara
kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran
antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai, dapat ditangani dengan
tindakan operasi.
d. Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya
yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang
lemah.Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.
C. Manifestasi Klinis
1) Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
2) Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
3) Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun
mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan
sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak
stabil.
4) Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah,
menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal),
fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau
usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan
penyakit yang mendasari.
D. Patofisiologi
Inkontinentia Urin bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba. Inkontinentia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal
cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul
yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinentia urine. Meskipun inkontinentia
20

urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari
merupakan masalah bagi lanjut usia.
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi.
2) IVU: untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
3) Urodinamik:
a. Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran
b. Sistrometri: menggambarkan kontraksi detrusor.
c. Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengejan pada pasien
dengan inkontinensia stres.
4) Flowmetri tekanan udara: mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat
istirahatdan selama berkemih.
5) Sitoskopi: jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih.
F. Penatalaksanaan
Latihan otot-otot dasar panggul, latihan penyesuaian berkemih, obat-obatan
untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen, dan tindakan pembedahan
memperkuat muara kandung kemih
1) Inkontinensia urgensi
a. mengenal sensasi berkemih dan penyesuaiannya.
b. Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
c. Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan
patologik yang menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.
d. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin
secara menetap.
e. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
2) Inkontinensia overflow
a. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin
secara menetap
b. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
3) Inkontinensia tipe fungsional
a. Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan
berkemih.
b. Pekaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya.
c. Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih.
d. Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih
G. Prosedur Latihan
1. Latihan Otot Dasar Panggul ( Pelvic Floor Exercise )/ Kegel Exercise : Latihan
otot dasar panggul yaitu latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali
kekuatan otot dasar panggul. Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar,
sehingga sulit untuk menilai kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu,
latihannya perlu benar-benar dipelajari, agar otot yang dilatih adalah otot yang
tepat dan benar. Keberhasilan akan dicapai bila:
a. Pastikan bahwa pengertian pasien sama dengan yang anda maksud.
b. Latihan dilakukan tepat pada otot dan cara yang benar.
21

c. Lakukan secara teratur, beberapa kali per hari


d. Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot tersebut
diperlukan
e. Latihan terus, tiada hari tanpa latihan Sebagian pasien, sulit mengerjakan
latihan ini. Mereka mengasosiasikan kontraksi otot dasar panggul sebagai
gerakan mengejan dengan konsentrasi pada otot dasar panggul. Hal ini
salah, dan akan menimbulkan inkontinensia lebih parah lagi. Ada lagi
yang mengartikannya sebagai gerakan mendekatkan kedua bokong,
mengencangkan otot paha dan saling menekankan kedua lutut di sisi
tengah. Gerakan ini takakan menghasilkan penguatan otot dasar panggul,
melainkan menghasilkan bokong yang bagus dan paha yang kuat.
f. Program Latihan Dasar Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:
i.
Cepat : Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks-dst
ii.
Lambat : Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 23-4-relaks, istirahat-2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst.
Latihan seri gerakan cepat disusul dengan gerakan lambat dengan
frekuensi sama banyak. Misalnya, 5 kali kontraksi cepat, 5 kali
kontraksi lambat. Latihan ini pun dikerjakan pada berbagai posisi,
yaitu sambil berbaring, sambil duduk, sambil merangkak, berdiri,
jongkok, dll. Harus dirasakan bahwa pada posisi apapun otot yang
berkontraksi adalah otot dasar panggul. Jangan harapkan
keberhasilan akan segera muncul, karena otot dasar panggul dan
otot sfingter yang lemah, serta tak biasa dilatih, cenderung cepat
lelah. Bila keadaan letih (fatique) tercapai, maka inkontinensia
akan lebih sering terjadi. Oleh karena itu perlu dicari titik
kelelahan pada setiap individu. Caranya, dilakukan dengan trial
and error. Lakukan kontraksi dengan frekuensi tertentu cepat dan
lambat, misalnya 4 kali atau 5 kali atau 6 kali dan tentukan
frekuensi sebelum mencapai titik lelah dan otot menjadi lemah.
Yang terakhir ini dapat dites dengan melakukan digital vaginal
self asessment (vaginal toucher) yaitu, memasukkan dua jari
tangan setelah dilumuri jelly, ke dalam vagina. Coba buka kedua
jari arah antero-posterior dan minta pasien melawan gerakan
tersebut dengan mengkontraksikan otot dasar panggul. Pada jari
pemeriksaan akan terasa tekanan, ini berarti kekuatan otot positif,
sekaligus dinilai, kekuatan tersebut lemah, sedang, atau kuat.
Dapat diajarkan kepada pasien agar dia mampu melakukan sendiri
digital vaginal self asessment. Bila fasilitas memenuhi, kekuatan
otot dasar panggul dapat diukur dengan suatu alat tertentu. Awali
latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 dan 5 kali
kontraksi setiap seri. Frekuensi kontraksi ini disebut dosis
kontraksi dasar. Lakukan pada dosis awal, 10 seri perhari,
sehingga bila kontraksi dasar adalah 4 kali, maka perhari
dilakukan kontraksi 4 cepat, 4 lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi
22

per hari. Ingat, tiada hari tanpa latihan. Dosis kontraksi dasar
ditingkatkan setiap minggu, dengan menambahkan frekuensi
kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan. Lakukan semua dengan
perlahan, tak perlu cepat-cepat. Pada akhir minggu ke IV,
sebaiknya telah dicapai 200 kontraksi perhari. Pada awalnya,
latihan terasa berat, tetapi kemudian akan terbiasa dan terasa
ringan.
g. Sebagai parameter keberhasilan, dapat dipakai:
1) Stop test
2) Frekuensi miksi perhari
3) Volume vaginal assessment
2. Bladder Training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleksrefleks:
a. Refleks otomatik : Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis
T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui
refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe
UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
b. Refleks somatic : Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes
sfingter ani eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut
positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe
UMN fase syok spinal Langkah-langkah Bladder Training: 1. Tentukan
dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN 2.
Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
a. Pemasangan indwelling cathether (IDC) = dauer cathether. IDC dapat
dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping).
Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis.
Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala.
Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adala penutupan berkala oleh karena
IDC yang kontinu tidal fisiologis dimana kandung kencing yang selalu
kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta
terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot
b. Kateterisasi berkala. Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
1) Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang
mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan
seoptimal mungkin.
2) Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakanakan berfungsi normal.
3) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka
penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga
feedback ke medula spinalis tetap terpelihara
23

4) Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehariharinya


4) Latihan Otot Dasar Panggul dengan Biofeedback. Biofeedback sering
dimanfaatkan untuk membantu pasien mengenali ketepatan otot dasar panggul
yang akan dilatih. Caranya adalah dengan menempatkan vaginal perineometer
dan dapat dimonitor melalui suara atau tampak kontraksi otot di kaca monitor.
Pada penelitian, dibuktikan oleh Shepherd bahwa kombinasi latihan otot dasar
panggul dengan biofeedback, meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan
inkontinensia (91 persen) dibandingkan kelompok kontrol tanpa biofeedback
(55 persen). Penyempurnaan biofeedback saat ini, dapat sekaligus memonitor
kontraksi dan relaksasi otot dasar panggul dan otot abdomen. Bahkan
biofeedback dapat digunakan di rumah, untuk latihan pasien inkontinensia.
5) Latihan Otot Dasar Panggul Menggunakan Vaginal Weight Cone Therapy.
Vaginal weight cone therapy adalah alat pemberat dengan berat antara 20 gr
70 gr yang dimasukkan ke dalam vagina. Pasien diminta berdiri, berjalan
normal, selama 15 menit dan harus menegangkan otot dasar panggul agar
beban tersebut tidak jatuh. Dimulai dengan beban ringan dan kemudian
ditingkatkan latihan dilakukan dua kali perhari. Latihan dievaluasi
dibandingkan dengan pemulihan inkontinensianya. Tentu saja pada saat
menstruasi, latihan ini jangan dilakukan.
6) Electrical stimulation (ES). Terapi stimulasi listrik untuk inkontinensia mulai
diperkenalkan pada masa kini, terutama untuk multiple lower urinary tract
disorders. Stimulasi ditujukan kepada syaraf sacral otonomik atau syaraf
somatik yang secara spesifik. Hasil terapi tergantung dari utuh tidaknya jaras
syaraf antara sacral cord dan otot dasar panggul. Secara umum manfaat ES
cukup baik, namun masih perlu penelitian lebih lanjut.
H. Alat-alat yang digunakan
Alat Bantu Terapi Inkontinensia Banyak alat yang dirancang untuk membantu
mengatasi inkontinensia, antara lain:
1) Urinary Control Pad.
2) Continence Shield.
3) Urethral Occlusion Insert.
4) Bladder Neck Prothesis.
5) Vaginal Pessaries.
6) Penile Cuffs and Clamps

24

VI. KERANGKA KONSEP

Ny. Minah, 63 tahun,


telah menopause

Penurunan
estrogen

kerja osteoblas dan


kerja osteoklas

Osteoporosis

Obesitas

Riwayat pengobatan
kaptopril

Faktor
psikologis

Perubahan anatomi
struktur urogenital

Inkontinensia

Kontrol aliran darah


menjadi tak stabil

Hipertensi

Atrial fibrilasi

Depresi

25

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ny. Minah mengalami inkontinensia urin tipe urgensi disertai obesitas, osteoporosis,
hipertensi sistolik terisolasi dengan komplikasi atrial fibrilasi, dan kemungkinan depresi.

26

DAFTAR PUSTAKA

Martono, M. Hadi dan Kris Pranarka. 2006. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Suyono, Slamet ,dkk. 1996. Buku Ajar/Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Jakarta:
Balai penerbit FKUI
Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

27

Anda mungkin juga menyukai