Disusun oleh :
Kelompok B4
Anggota
1.Anantya Dianty S
2.Rahmatul Ikbal
3.Atia Julika
4.Nur Suci Trendy Asih
5.Charisma Tiara Ramadhani
6.Ivandra Septiadi Tama Putra
7.M. Arisma D. Putra
8.Salsabil Dhia Adzhani
9.Indah Fitri Nurdianthi
10.Ira Meliani
11.Jaskeran Kaur Dhaliwal Avtar Singh
12.Gunnasundary Thirumalai
13.Daniela Selvam
14.Jeshwinder Kaur Jagdish Singh
04111401004
04111401009
04111401010
04111401016
04111401023
04111401028
04111401039
04111401041
04111401056
04111401074
04111401092
04111401096
4101401027
4101401131
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini berisikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam menjalankan kegiatan
tutorial. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran. Dalam tutorial ini pula ditunjuk moderator serta notulis.Bahan laporan ini
kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen
pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang
tua, tutor pembimbing;dr. H.M.A. Husnil Farouk, MPH, PKK.; dan para anggota kelompok
yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami
mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami
memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan
laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
BAB I
BAB II
: Pendahuluan
1.1
Latar Belakang.......................................................................................4
1.2
: Pembahasan
2.1
Data Tutorial...........................................................................................5
2.2
Skenario Kasus.......................................................................................5
2.3
Paparan
I
KLARIFIKASI ISTILAH.....................................................6
II
IDENTIFIKASI MASALAH................................................7
III
ANALISIS MASALAH........................................................8
IV
HIPOTESIS.........................................................................19
LEARNING ISSUES..........................................................19
VI
KERANGKA KONSEP......................................................26
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas mengenai Tumbuh Kembang dan
Geriatri yang berada dalam blok 24 pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.
BAB II
4
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor
Moderator
Sekretaris Meja
Hari, Tanggal
Peraturan
Terjemahan :
5
Ny. Minah, 63 tahun perempuan, mengeluh inkontinensia urin sebanyak dua kali. Pada kedua
keadaan itu Ny. Minah tidak dapat ke toilet pada waktunya untuk buang air kecil. Pada saat
pertama terjadi ketika dia di mobil dan kedua ketika dia di mall. Dia malu untuk keluar
karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada
bulan lalu, suaminya meninggal dan sejak itu dia tinggal bersama pembantu.
Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 75 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah 150/80
mmHg, ada defisit tekanan radial apikal, suhu 36,50C, tidak ada dispneu saat beraktivitas,
kelelahan, dan sakit kepala.
Hasil laboratorium didapatkan normal.
Densitometer lumbal -3,0 dan densitometer femoral -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. Skor MMSE 26.
Mrs. Minah mendapat pengobatancaptopril 12,5 mg, dua kali sehari.
2.3 Paparan
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Inkontinensia urin
: beser (tidak bisa menahan keluarnya urin)
2. Urge incontinence
: keluarnya urin akibat overkontraksi otot kandung kemih.
3. Tekanan radial apikal : denyut nadi yang tidak sama antara apeks kordis dan arteri
radialis (atrial fibrilasi)
4. Headache
: sakit kepala
5. Exertional dispneu : sesak saat melakukakan aktivitas
6. Lumbal densitometry : kepadatan tulang lumbal
7. Geriatric Deppresion Scale : ukuran tingkat depresi pada geriatri (lansia)
MMSE (Mini Mental Stage Examination) : ukuran gangguan kognitif (daya ingat)
2.
3.
4.
5.
urine. The first episode occured when she was in her car and the second while she was
in a shopping mall
(Ny. Minah, 63 tahun perempuan, mengeluh inkontinensia urin sebanyak dua kali.
Pada kedua keadaan itu Ny. Minah tidak dapat ke toilet pada waktunya untuk buang
air kecil. Pada saat pertama terjadi ketika dia di mobil dan kedua ketika dia di mall).
She is reluctant to go out because of this problem urge incontinence. She has no
menstrual since she was 50. Within the last month, her husband died
(Dia malu untuk keluar karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat
menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada bulan lalu, suaminya meninggal).
Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm, the blood
pressure is 150/80 mmHg, body temperature is 36,5 0C, there is no exertional
dyspnea, fatigue, and headache
(Pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 75 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah
150/80 mmHg, ada defisit tekanan radial apikal, suhu 36,5 0C, tidak ada dispneu saat
beraktivitas, kelelahan, dan sakit kepala).
Additional examination :Lumbal densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. MMSE score is 26
(Pemeriksaan tambahan :Densitometer lumbal -3,0 dan densitometer femoral -2,7
Geriatric Deppresion Scale (GDS) 6. Skor MMSE 26).
Mrs. Minah so far was in treatment of captopril 12,5 mg, two times dailly
(Mrs. Minah mendapat pengobatan captopril 12,5 mg, dua kali sehari)
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
4. IU fungsional, terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan
kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik dan
psikologik.
Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia
urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang
mendasari diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis
atrofik, obatobatan dan masalah psikologik. Inkontinensia urin yang persisten
biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi (Martin dan
Frey, 2005)
1) Inkontinensia urin akut (Transient incontinence) : Inkontinensia urin
ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya
berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang
menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya berupa delirium,
infeksi, inflamasi, gangguan mobilitas, kondisi-kondisi yang
mengakibatkan poliuria (hiperglikemia, hiperkalsemia) ataupun kondisi
kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif.
2) Inkontinensia urin kronik (persisten) : Inkontinensia urin ini tidak
berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama (lebih dari 6
bulan). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatarbelakangi
Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu : menurunnya kapasitas
kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan
kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
c. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin?
Penuaan menopause kadar estrogen elastisitas saluran uretra
kontrol miksi terganggu inkontinensia urin
Obesitas tekanan intraabdominal inkontinensia urin
menopa
Menopause
estrogen
diferensiasi
dan aktivasi
lemak
obesitas
Tekanan
intra
Menekan otot2
destrusor
kandung
Kontraksi
involunter
Pembentuk
an plak
arteroskler
hipertens
Perubahan pada
struktur otot2 dan
fungsi dinding uretra
dan kandung kemih
resorpsi
Kandungan kolagen
pada matriks kolagen
Massa
osteoporosis
Penurunan
kemampuan kandung
kemih dalam
Pengambilan
captopril
( efek
Inkontinensi
2)
3)
4)
5)
6)
11
7) Herediter
Penurunan sifat secara familial yang dapat meningkatkan insiden
inkontinensia urin stres.
8) Penyakit metabolic : yang berhubungan dengan pengaturan urin berlebih.
Misal : pada penyakit DM, gagal jantung kongestif
9) Batuk kronis :
Peningkatan tekanan intra-abdominal (serupa dengan peningkatan IMT) yang
sebanding dengan tekanan intravesikal yang lebih tinggi. Tekanan yang tinggi
ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya
inkontinensia.
10) Kelainan Neurologi : misalnya struk, trauma pada medulla spinalis,
demensia,dll.
11) Kelainan urologi, misalnya radang, batu, tumor,divertikel
12) Merokok
Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya
inkontinensia urin dalam beberapa penelitian, dengan efek terkuat terlihat pada
inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok berat. Mekanisme
patofisiologi mungkin efek langsung pada uretra dan tidak langsung, dimana
perokok umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih akibat batuk,
yang melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat.
2. She is reluctant to go out because of this problem urge incontinence. She has no
menstrual since she was 50. Within the last month, her husband died
(Dia malu untuk keluar karena masalah urge incontinence. Dia tidak mendapat
menstruasi sejak usia 50 tahun. Pada bulan lalu, suaminya meninggal).
a. Apakah umur merupakan faktor resiko terjadinya urge incontinence?
Ya, karena pada usia tua terjadi perubahan anatomi dan fisiologi pada sistem
urinarius.
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi
Fibrosis
Saraf otonom
Pembentukan divertikula
Uretra
Perubahan fisiologis
Kapasitas
Kemampuan menahan kencing
Kontraksi involunter
Volume residu pasca berkemih
Perubahan morfologis
Komponene seluler
Deposit kolagen
12
Vagina
Dasar panggul
Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan
Tekanan akhiran keluar
Componen selular
Mucosa atrofi
Deposit kolagen
Rasio jeringan ikat-otot
Otot melemah
13
Pemeriksaa
n
Hasil
Range Normal
Pemeriksaa
n
Interpretasi
BB : 75 kg
IMT= 75/ BMI
< 18.5
Underweight
2
TB : 156 cm (156/100) =
18.5Normal
30,8
24.9
25-29.9
30-34.9
35-39.9
>40
Interpretasi
OBESITAS
TINGKAT I
Overweight
Obesitas tingkat I
Obesitas tingkat II
Obesitas tingkat III
Tekanan
Darah
150/80
mmHg
HIPERTENSI
DERAJAT I
(HIPERTENSI
SISTOLIK
TERISOLASI)
Suhu
36,50C
Pulse
Normal
Sub Febris
Febris
Hiperpireksis
Hipotermi
Hipertermi
: 36,6oC - 37,2 oC
: 37 oC - 38 oC
: 38 oC - 40 oC
: 40 oC - 42 oC
: Kurang dari 36 oC
: Lebih dari 40 oC
NORMAL
14
Nilai
Kasus
- 3,0
> - 1 (normal)
-1 s.d -2,5 (densitas
tulang menurun)
-sda-2,7
Pada Interpretasi
Osteoporosis
Osteoporosis
Formulir singkat:
6
Kemungkinan depresi
<5 = normal
5-10 = kemungkinan
depresi
>10 = depresi berat
Mini Mental
25 = normal
26
Normal, tidak mengalami
State
21-24 = ringan
demensia
Examination
10-20 = sedang
(MMSE)
9 = berat
Kesan : Ny. Minah mengalami osteoporosis, kemungkinan depresi dan tidak demensia.
b. Apa pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan?
Urinalisis untuk menunjukkan adanya infeksi, sumbatan akibat batu saluran
kemih atau tumor, pengukuran volume residu urin post-miksi dengan kateter
ataupun USG, membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih
jika volume residu urin 50 ml inkontinensia urin tipe stres, volume residu urin
> 200 ml kelemahan detrusor atau obstruksi
Pemeriksaan Cysto-uretroskopi : untuk menguji urodinamik dan proses
pengosongan kandung kemih
Stress testing untuk mengetahui apakah penderita menderita stress
incontinence, dengan cara penderita disuruh batuk yang keras atau disuruh
tertawa.
15
5. Mrs. Minah so far was in treatment of captopril 12,5 mg, two times daily
(Mrs. Minah mendapat pengobatan captopril 12,5 mg, dua kali sehari).
a. Apa indikasi pemberian captopril pada Ny. Minah?
o Pengobatan hipertensi sedang hingga berat
o Captopril termasuk golongan ACE-Inhibitor.
6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada Ny. Minah?
Anamnesis :
1. Wanita , usia 62 tahun
2. Riwayat menopause usia 50 tahun
3. Selalu mengalami beser
4. Suami sudah meninggal
5. Ny.Minah mengkonsumsi captopril 12,5 mg, 2x sehari
Pemeriksaan fisik :
umum
1. BB = 75 kg; TB = 156 cm BMI = 30,8
2. BP 150/80 mmHg
3. Apical-radial pulse deficit
khusus
1.
Kepala : tidak ada data
2.
Leher : tidak ada data
3.
Thoraks : Tidak ada data
4.
Abdomen : Tidak ada data
5.
Ekstremitas : Tidak ada data
Laboratorium dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang
1) Densitometry :
- Lumbal densitometry is -3,0 dan Femoral densitometry is -2,7
2) Geriatric Depression Scale ( GDS ) 6
3) MMSE score is 26
7. Apa diagnosis banding penyakit yang diderita Ny. Minah dan apa diagnosis
kerjanya?
16
Working diagnosis :
Ny. Minah mengalami inkontinensia urin tipe urgensi disertai obesitas,
osteoporosis, hipertensi sistolik terisolasi dengan komplikasi atrial fibrilasi, dan
kemungkinan depresi.
8. Bagaimana penatalaksanaan terhadap penyakit yang diderita Ny. Minah?
a. Inkontinensia urin
b. Obesitas
c. Hipertensi
- Tetap diberikan Captopril 2x sehari
d. Atrial fibrilasi
- Konsul ke radiologis
e. Osteoporosis
- Biphosphonat calcium dosis: 1000-1500 mg/hari
- Olahraga ringan
17
Pada Pria
-
Osteoporosis
Demensia
Inkontinensia urin dan alvi
2. INKONTINENSIA URIN
A. Definisi
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau
sosial (Kane dkk. 1989).
B. Etiologi
Inkotinensia urin dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus yang
mengurangi perubahan-perubahan pada organ berkemih akibat proses menua/lansia
meliputi : (Whitehead, Fonda)
o Kelainan Urologis : misalnya ISK, tumor, divertikel
o Kelainan neurologik : misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis,
demensia, delirium.
o Lain-lain, misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai /jauh dan sebagainya
Penyebab inkontinensia urin pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi
penyebab akut dan penyebab kronik.(Kane dkk.)
1) Inkotinensia akut
Penanganan IU akut pada usia lanjut berbeda tergantung kondisi yang dialami
pasien.IU akut juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai
sebab. Untuk memudahkan mengingat macam inkontinensia yang akut dan
biasanya reversibel, antara lain dapan memanfaatkan akronim DRIP, yang
merupakan kependekan dari: (Kane dkk.)
D
: Delirium
R
: Restriksi mobilitas, retensi
I
: Infeksi, inflamasi, impaksi feces.
P
: Pharmasi (obat-obatan), poliuri
2) Penyebab kronik
a. Stress urinary incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol
keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di
dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra.
Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin,
berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang
lebih sering dipakai)
b. Urge incontinence
19
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil,
di mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan
ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari, dan
inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan
beberapa latihan.
c. Total incontinence
Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu
dan pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran
abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke
luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara
kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran
antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai, dapat ditangani dengan
tindakan operasi.
d. Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya
yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang
lemah.Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.
C. Manifestasi Klinis
1) Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
2) Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
3) Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun
mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan
sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak
stabil.
4) Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah,
menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal),
fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau
usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan
penyakit yang mendasari.
D. Patofisiologi
Inkontinentia Urin bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan
abdomen secara tiba-tiba. Inkontinentia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal
cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul
yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinentia urine. Meskipun inkontinentia
20
urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari
merupakan masalah bagi lanjut usia.
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi.
2) IVU: untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
3) Urodinamik:
a. Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran
b. Sistrometri: menggambarkan kontraksi detrusor.
c. Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengejan pada pasien
dengan inkontinensia stres.
4) Flowmetri tekanan udara: mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat
istirahatdan selama berkemih.
5) Sitoskopi: jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih.
F. Penatalaksanaan
Latihan otot-otot dasar panggul, latihan penyesuaian berkemih, obat-obatan
untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen, dan tindakan pembedahan
memperkuat muara kandung kemih
1) Inkontinensia urgensi
a. mengenal sensasi berkemih dan penyesuaiannya.
b. Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
c. Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan
patologik yang menyebabkan iritasi pada saluran kemih bagian bawah.
d. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin
secara menetap.
e. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
2) Inkontinensia overflow
a. Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak mungkin
secara menetap
b. Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan
3) Inkontinensia tipe fungsional
a. Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan
berkemih.
b. Pekaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya.
c. Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih.
d. Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang merelaksasi kandung kemih
G. Prosedur Latihan
1. Latihan Otot Dasar Panggul ( Pelvic Floor Exercise )/ Kegel Exercise : Latihan
otot dasar panggul yaitu latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali
kekuatan otot dasar panggul. Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar,
sehingga sulit untuk menilai kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu,
latihannya perlu benar-benar dipelajari, agar otot yang dilatih adalah otot yang
tepat dan benar. Keberhasilan akan dicapai bila:
a. Pastikan bahwa pengertian pasien sama dengan yang anda maksud.
b. Latihan dilakukan tepat pada otot dan cara yang benar.
21
per hari. Ingat, tiada hari tanpa latihan. Dosis kontraksi dasar
ditingkatkan setiap minggu, dengan menambahkan frekuensi
kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan. Lakukan semua dengan
perlahan, tak perlu cepat-cepat. Pada akhir minggu ke IV,
sebaiknya telah dicapai 200 kontraksi perhari. Pada awalnya,
latihan terasa berat, tetapi kemudian akan terbiasa dan terasa
ringan.
g. Sebagai parameter keberhasilan, dapat dipakai:
1) Stop test
2) Frekuensi miksi perhari
3) Volume vaginal assessment
2. Bladder Training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleksrefleks:
a. Refleks otomatik : Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis
T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui
refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe
UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
b. Refleks somatic : Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes
sfingter ani eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut
positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe
UMN fase syok spinal Langkah-langkah Bladder Training: 1. Tentukan
dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN 2.
Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
a. Pemasangan indwelling cathether (IDC) = dauer cathether. IDC dapat
dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping).
Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis.
Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala.
Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adala penutupan berkala oleh karena
IDC yang kontinu tidal fisiologis dimana kandung kencing yang selalu
kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta
terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot
b. Kateterisasi berkala. Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
1) Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang
mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan
seoptimal mungkin.
2) Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakanakan berfungsi normal.
3) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka
penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga
feedback ke medula spinalis tetap terpelihara
23
24
Penurunan
estrogen
Osteoporosis
Obesitas
Riwayat pengobatan
kaptopril
Faktor
psikologis
Perubahan anatomi
struktur urogenital
Inkontinensia
Hipertensi
Atrial fibrilasi
Depresi
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ny. Minah mengalami inkontinensia urin tipe urgensi disertai obesitas, osteoporosis,
hipertensi sistolik terisolasi dengan komplikasi atrial fibrilasi, dan kemungkinan depresi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Martono, M. Hadi dan Kris Pranarka. 2006. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Suyono, Slamet ,dkk. 1996. Buku Ajar/Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Jakarta:
Balai penerbit FKUI
Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
27